LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
vaskular mikroangiopati (Bennett, 2009).
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2012).
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolic yang
ditandai dengan karakteristik hiperglikemia dan terjadi akibat defek sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Liwang, 2014).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus (Noor, 2015).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sangat perlu
diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf dan
jantung. Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia,
polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan (World
Health Oragnization, 2016).
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Slamet, 2008).
B. Klasifikasi
Secara umum, American Diabetes Association (ADA) dan International
Society for Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD) membagi klasifikasi DM
sebagai berikut: (Liwang, 2014)
1. DM Tipe 1 (destruksi sel β) : autoimun atau idiopatik.
DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas.
kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi
secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun
dan idiopatik.
2. DM Tipe 2
Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative sampai dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
3. DM Tipe lain, yang disebabkan oleh:
a. Defek genetic fungsi sel β pancreas (monogenic): maturity-onset
diabetes of the young (MODY), neonatal diabetes mellitus
(NDM). MODY umumnya ditandai dengan hiperglikemia ringan
pada usia muda, biasanya sebelum 25 tahun. Sementara NDM
merupakan diabetes yang terjadi dalam enam bulan pertama
kehidupan.
b. Defek genetic kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pancreas
d. Gangguan endokrin: akromegali, syndrome Cushing,
glukogonoma, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma,
aldosteronoma.
e. Teinduksi obat: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
diazoxid, interferon- α, takrolimus, antipsikotik generasi muda.
f. Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus
g. DM bentuk immune-mediated
h. Sindrom lainnya yang berhubungan dengan DM: sindrom down,
klinefelter, turner, Wolfram, Prader-Willi, dan sebagainya
4. DM Gestasional
C. Etiologi
Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin
dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga
menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga
dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk
menjadi defisiensi insulin absolut (PERKENI, 2015).
Faktor resiko yang meningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar
DM tipe 2, sebagai berikut: (Noor, 2015; Garnita, 2016)
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan
dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes
Mellitus seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai
gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif.
Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang
menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida
>250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan
rendahnya HDL (<35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Umur yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan
peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah
sel beta pankreas yang produktif memproduksi insulin akan berkurang.
Hal ini terjadi terutama pada umur yang lebih dari 45 tahun.
6. Stress
Stress adalah perasaan yang dihasilkan dari pengalaman atau pistiwa
tertentu. Sakit, cedera dan masalah dalam kehidupan dapat memicu
terjadinya stress. Tubuh secara alami akan merespon dengan banyak
mengeluarkan hormon untuk mengatasi stress. Hormon-hormon tersebut
membuat banyak energi (glukosa dan lemak) tersimpan d dalami sel.
Insulin tidak membiarkan energi ekstra ke dalam sel sehingga glukosa
menumpuk di dalam darah.
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi
familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat
dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung
mengalami penyakit ini.
8. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal
ini disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi
makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin
dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah
meningkat dan meyebabkan diabetes melitus.
9. Alkohol dan Merokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan
ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan
dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme
gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan
meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari
60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720
ml.
E. Patofisiologi
DM Tipe 2 merupakan kondisi multifactorial, sebagian besar pasien dm
tipe 2 adalah pasien diabetes atau dengan komponen lemak visceral yang
menonjol. Keadaan ini berhubungan dengan resistensi insulin (RI). Resistensi
insulin terjadi beberapa decade sebelum kejadian DM Tipe 2. Secara fisiologis,
tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang terjadi dengan meningkatkan
jumlah sekresi insulin sehingga hiperglikemia tidak terjadi. Resistensi insulin
yang terjadi secara bertahap dan perlahan menyebabkan hiperglikemia yang
awalnya tidak menimbulkan gejala klasik diabetes.
Pada suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Periode dimana tubuh masih dapat
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal (bukan DM, tidak
termasuk dalam kriteria diagnosis DM maupun pre diabetes) disebuat stadium
normoglikemia, sedangkan periode dimana telah terjadi peningkatan kadar
glukosa darah disebut stadium hiperglikemia. Stadium hiperglikemia dapat
dibedakan menjadi prediabetes dan DM. Stadium prediabetes meliputi toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (Liwang,
2014).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam
arah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula darah dalam darah
dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk didalam hati
dari makanan yang dikonsumsi kedalam tubuh. Insulin merupakan hormone yang
diproduksi oleh pancreas yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Defisiensi insulin ini menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia ini akan menyebabkan terjadinya
glukosurai dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah
dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu
polyuria, polydipsia, dan polyphagia (Kerner & Bruckel, 2014)
F. Pathway
Faktor Resiko
↓
Kerusakan sel β pancreas pada pulau Langerhans
↓
Kegagalan sel β memproduksi insulin
↓
Produksi insulin ↓
↓
Defisiensi insulin
↓
Glukosa tidak dapat diserap oleh sel-sel tubuh
↓ Resiko
Glukosa menumpuk dalam darah → Ketidakstabilan
↓ Kadar Gula Darah
Hiperglikemia
Ginjal ↑ Glukoneogenesis
↓ ↓
Osmotic diuresis ↑ Oksidasi asam lemak → pemecahan cadangan
↓ dan gliserol otot dan lemak
Perpindahan cairan ↓ ↓
dari intraseluler ke sel semakin kekurangan Fatique
interstisial nutrisi ↓
↓ ↓ Intoleransi
Poliuria Aktivitas
Ketidakseimbangan
↓ Nutrisi: Kurang dari
Kehilangan cairan Kebutuhan Tubuh
Berlebih
↓
Dehidrasi → Defisiensi
Volume Cairan
G. Pemeriksaan Diagnostik
Liwang (2014) memaparkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
anak dengan DMT1 sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kadar HbA1c (Hemoglobin Glikosilat)
Pemeriksaan HbA1c merupakan parameter kontrol metabolic standar
pada pasien DM. Nilai HbA1c <7% berarti kontrol metabolic baik,
bilai nilai 7-8% berarti kontrol metabolic cukup, bilai nilai >8% berarti
kontrol metabolic cukup.
2. Pemeriksaan C-Peptide
Pemeriksaan ini menggambarkan kadar insulin secara tidak langsung.
Pada pasien DMT1 kadar c-peptide biasanya dibawah normal.
3. Keton darah
4. AGD (Analisa Gas Darah). AGD menujuukkan adanya asidosis
metabolic ataupun dengan adanya alkalosis respiratorik terkompensasi.
5. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk mengetahui adanya reduksi,
keton dan kadar protein,
6. Deteksi autoantibodi pada serum seperti islet cell autoantibodies
(ICAs), glucatamic acid decarboxylase (GAD65A), insulin
autoantibodies (IAA), transmembrane tyrosine phosphatase
(ICA512A), Zinc transporter 8 autoantibody (ZnT8A).
H. Komplikasi
Secara umum komplikasi daripada diabetes mellitus dibagi menjadi 2,
sebagai berikut: (Fowler, 2011)
1. Komplikasi Macrovaskular
Komplikasi macrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosclerosis.
Akibat atherosclerosis antara lain timbul penyakit jantung coroner,
hipertensi, dan stroke. Komplikasi makrovaskular yang umum
berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung coroner,
penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi makrovaskuler ini sering terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dyslipidemia, dan
atau kegemukan.
2. Komplikasi Microvaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein
yang terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan rapuh sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh darah
kecil. Hal ini yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.
Komplikasi dari diabetes mellitus dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu:
makroangiopati, mikroangiogiopati, neuropati. Mikroangiopati merupakan
komplikasi paling dini diikuti dengan makroangiopati. Berikut beberapa
komplikasi dari diabetes mellitus: Liwang (2014)
1. Makrioangiopati yang meliputi penyakit jantung coroner, penyakit arteri
perifer, penyakit serebrovaskular, kaki diabetes.
2. Mikroangiopati yang meliputi retinopati diabetes, nefropatik diabetic,
disfungsi ekresi,
3. Neuropati meliputi neuropati perifer, neuropati otonom.
I. Penatalaksanaan Medik
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adala
sebagai berikut; Jangka pendek yaitu hilangnya keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah;
Jangka panjang yaitu tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati; Tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil
lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku (Noor, 2015).
Prinsip penatalaksanaan Diabetes Mellitus sebagai berikut; (Noor, 2015)
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT)
atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
2. Exercise (Latihan Fisik/ Olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki
biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.
4. Obat
Oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan
makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula
darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.
Obat-obatan anti diabetes sebagai berikut:
1. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula
darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan
menghilangkan gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan
mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin
adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal
dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta
olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya
diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg%
dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi
menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat
atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral
yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit
DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik
oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin sensitizing.
2. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan
asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol
dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2
yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain
menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar
jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian
glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2. Defisiensi volume cairan
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah
L. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Ketidakseimbangan Asuhan keperawatan yang Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari diberikan kepada pasien - Indentifikasi adanya alergi
kebutuhan tubuh selama …x24 jam untuk - Tentukan status gizi pasien
terpenuhinya kebutuhan dan kebutuhan gizi pasien
nutrisi, dengan kriteria hasil: sesuai dengan diet yang
- Asupan kalori, serat dijalankan
sepenuhnya adekuat - Tentukan jumlah kalori
- Pertumbuhan anak-anak dan jenis nutrisi yang
tidak menyimpang dari sesuai dengan kondisi
rentang normal pasien
- Asupan makanan dan - Timbang berat badan
cairan tidak menyimpang untuk mengetahui
dari rentang normal kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan
berat badan
- Lakukan perawatan mulut
sebelum makan
- Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
makanan berdasarkan diet
yang dijalankan
- Kolaborasi pemberian
obat-obatan sebelum
makan (penghilan rasa
sakit atau antiemetic)