Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah suatu kondisi metabolik dimana kadar

glukosa dalam darah meningkat ditambah dengan kelainan

metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat yang disebabkan oleh

penurunan produksi atau sensitivitas insulin, atau keduanya, yang

mengakibatkan masalah mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati

kronis (Melitus & Badan, 2020).

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kondisi yang ditandai dengan

berkembngnya kadar gula darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari

insufisiensi insulin absolut atau relatif. Absolut menyiratkan tidak ada

insulin sama sekali, sedangkan relative menunjukkan ada banyak atau

mungkin terlalu banyak insulin atau tidak tersedia cukup tenaga kerja

(Anggreani et al., n.d.).

Menurut Susan C. Smeltzer (2013), diabetes mellitus adalah

kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang disebablan oleh gangguan

produksi, kerja insulin, atau keduanya. Sindrom ini ditandai dengan

kadar glukosa puasa yang menyimpang, hiperglikemia berat yang

menyebabkan glukosuria, dieresis osmotik (peningkatan produksi

urin), rasa lapar, kelelahan, serta gejala tambahan termasuk


kesemutan, gatal, gangguan penglihatan, impotensi, dan perturitas

pulpa (Melitus & Badan, 2020).

Menurut Marewah (2015), diabetes mellitus adalah kondisi kronis

yang menyebabkan peningkatan kadar gul darah yang berhubungan

dengan metabolisme. Kekurangan sintesis insulin, yang biasanya

disebabkan oleh faktor keturunan, merupakan salah satu penyebab

diabetes mellitus. Penyebab lainnya antara lain jaringan tubuh yang

kurang responsif terhadap insulin.

Dari kalimat diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus

merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah

melebihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali

maka akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat

fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan, dan mudah terkena

ataroskelosis.

2.1.2 Patofisiologi

Pada patofisiologi DM, terdapat beberapa keadaan yang berperan,

yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Diabetes

mellitus terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun).

Sel beta pankreas adalah adalah sel tunggal tubuh yang memproduksi

insulin yang berfungsi mengatur kadar glukosa. Ketika sel beta rusak,

saat itu pankreas sudah mencapai 80-90%, sehingga gejala DM mulai

muncul. Sebagia besar pasien DM terutama karena proses autoimun

1tidak diketahui penyebabnya yang disebut idiopatik. Dan penurunan


insulin ditemukan dalam ketiadaan penanda autoimun, sehingga

mengalami ketoasidosis (Nomor, 2021).

Diabetes mellitus bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal. Kedaan ini biasa disebut sebagai

resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas

dan kurangnya aktifitas fisik dan penuaan. Pada penderita diabetes

mellitus, juga dapat terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan

namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel beta langerhans secara

autoimun (Fatimah, 2015).

Menurut penelitian (Fatimah, 2015), pada awal perkembangan

diabetes mellitus, sel beta menunjukkan gangguan pada sekresi insulin

pada fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi

resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada

perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel beta

pankreas. Kerusakan ini akan terjadi secara progresif seringkali akan

menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita

memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2

memang umumnya ditemukan kedua faktor tesebut, yaitu resistensi

insulin dan defisiensi insulin.

2.1.3 Etiologi

Menurut WHO, diabetes mellitus adalah suatu kondisi yang tidak

dapat di jelaskan secara lengkap dalam suatu pernyataan singkat,


tetapi secara umum dapat dicirikan sebagai kumpulan masalah kimia

dan anatomi. Ada beberapa variabel yang berkontribusi terhadap

insufisiensi insulin absolute atau relative dan gangguan kerja insulin.

Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh penyakit genetic dan

menyerang anak-anak dan remaja (di bawah usia 20 tahun) ketika

pankreas berhenti membuat insulin karena cedera. Diabetes mellitus

tipe 2 berkembang ketika jumlah insulin yang diproduksi oleh tubuh

tidak mencukupi. Menurut Prof. Reaven & Defronzo yang dikutip dari

jurnal (Kunci, 2020), diabetes mellitus tipe 2 telah diakitkan dengan

resistensi insulin perifer yang nyata pada orang tua.

Penurunan toleransi glukosa terkait usia selanjutnya berkorelasi

dengan berkurangnya aksi insulin pada sel perifer (resistensi insulin).

Elemen sekunder adalah perubahan gaya hidup dan penyakit lain,

yang keduanya ditandai dengan hiperglikemia tetapi memiliki efek

yang berbeda pada konsekuensinya.

2.1.4 Faktor Resiko

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,

berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat

diubah, faktor resiko yang dapat diubah, dan faktor lain. Menurut

Ammerican Diabetes Assosiation (ADA), bahwa DM yang berkaitan

dengan faktor resiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat

keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik,

riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi tersebut >4000
gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir

dengan berat badan rendah (<2,5 kg). Faktor resiko yang dapat diubah

meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m 2 atau lingkar perut ≥80

cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik,

hipertensi, dislipidemi, dan diet tidak sehat (Fatimah, 2015).

Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes adalah penderita

polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metlik memiliki

riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit

kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau pheriperal arterial diseases

(PAD), konsumsi alcohol, faktor stress, kebiasaan merokok, jenis

kelamin, konsumsi kopi dan kafein.

Menurut (Fatimah, 2015), faktor resiko penderita diabetes mellitus

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar

glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200 mg

%.

2. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah atau hipertensi berhubungan erat

dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau

meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh

darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Melitus

Seorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai

gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen

resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif

tersebut yang menderita diabetes mellitus.

4. Dislipedemia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak

darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara

kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl)

sering didapat pada pasien diabetes.

5. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena diabetes

mellitus adalah > 45 tahun.

6. Riwayat Persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat

badan bayi > 4000 gram.

7. Faktor Genetik

DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor

mental. Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan

agregasi familial. Resiko empiris dalam hal terjadinya DM tipe 2

akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau

saudara kandung mengalami penyakit ini.

8. Alkohol dan Rokok


Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan

peningkatan frekuensi DM. walaupun kebanyakan peningkatan

ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan

ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan

perubahan dari lingkungan tradisional ke lingkungan kebarat-

baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi

alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM.

Alkohol akan mengganggu metabolisme gula drah terutama pada

penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasigula darah dan

meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan

darahnya apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60 ml/hari

yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Gejala diabetes mellitus dibedakan menjadi akut dan kronik.

Gejala akut diabetes mellitus yaitu, poliphagia (banyak makan),

polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing

di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun

dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

Sedangkan gejala kronis diabetes mellitus yaitu kesemutan, kulit

terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa kebas di kulit,

kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi

mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan

pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi

berat lahir lebih dari 4 kg (Fatimah, 2015).

2.1.6 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diabetes mellitus secara umum ada lima

sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia. Tujuan

penatalaksanaan DM adalah: untuk jangka pendek, yaitu, hilangnya

keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan

tercapainya target pengendalian glukosa darah. Untuk jangka panjang,

yaitu, tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati (Fatimah, 2015).

Tujuan akhir dari penatalaksanaan ini adalah turunnya morbiditas

dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil

lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan

perawatan mandiri dan perubahan perilaku, seperti:

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hamper

sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu

makan makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada

mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau


insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak

20-25%, dan protein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,

dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh

(IMT) atau Body Mass Indeks (BMI) merupakan alat atau cara

yang sederhana untuk memantau status gizi oramng dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan

rumus: IMT = Berat Badan (kg) / Tinggi Badan (m) 2.

2. Exercise (latihan fisik/olahrga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama

kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous,

Rhytmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training

sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh yaitu, olahraga

ringan dengan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. 1

3. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.

Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada

kelompok masyarakat resiko tinggi. pendidikan kesehatan

sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan

pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada

pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.


4. Obat

Obat-obatan terdiri dari oral hipoglikemik dan insulin. Jika

pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi

tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka

dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.

Adapun obat-obat yang biasa diberikan pada pasien dengan

diabetes mellitus:

a. Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan

menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi.

Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi

parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi

pasien DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama.

Indikasi diabetic oral terutama ditujukan untuk penanganan

pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal

dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan

karbohidrat serta olahraga. Obat golongan ini ditambahkan

bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olahraga dilakukan,

kadar gula darah tetap diatas 200 mg% dan HbA1c diatas 8%.

b. Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul

5.808 pada manusia. Insulin mengandung 53 asam amino

yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan


jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua

rantai tersebut. untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet

atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan

obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadang-kadang

dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan.

Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian

insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormone

yang mempengaruhi metabolism karbohidrat maupun

metabolime protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain

menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian

besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara

oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan

otot serta mencegah penguraian glikogen, mesnstimulasi

pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

2.1.7 Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat

dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang dibawah

nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi

pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per

minggu. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan


sel-sel otak tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak

berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

b. Hiperglikemia, adalah kadar gula darah meningkat secara

tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme

yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma

Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.

2. Komplikasi Kronis

a. Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada

penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah

pada sebagian otak), mengalami penykit jantung 1(PJK),

gagal jantung kongestif, dan stroke

b. Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita

DM tipe 1 seperti nefropati, diabetic retinopati (kebutaan),

neuropati, dan amputasi.

2.2 Konsep Masalah Keperawatan

2.2.1 Definisi Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual

maupun potensiikal. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk


mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan(PPNI, 2017).

2.2.2 Kriteria Masalah

Menurut (PPNI, 2017) kriteria masalah keperawatan atau diagnosis

keperawatan terdiri dari dua, yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.

Kriteria mayor adalah tanda atau gejala yang ditemukan 80%-100%

pada klien untuk validasi diagnosis. Sedangkan kriteri minor adalah

tanda atau gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan

dapat mendukung penegakan diagnosis.

2.2.3 Faktor yang Berhubungan

Faktor yang berhubungan atau penyebab masalah keperawatan

merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan

yang mencakup empat kategori yaitu fisiologis, biologis atau

psikologis, efek terapi atau tindakan, lingkungan atau personal, dan

kematangan perkembangan.

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita

diabetes mellitus menurut (Putri et al., 2022) yang disesuaikan dengan

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017):

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)

a. Definisi

Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal

b. Penyebab

Hiperglikemia
1) Disfungsi pancreas

2) Resistensi insulin

3) Gangguan toleransi glukosa darah

4) Gangguan glukosa darah puasa

Hipoglikemia

1) Penggunaan insulin atau obat glikemik oral

2) Hiperinsulinemia (mis. insulinoma)

3) Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitari)

4) Disfungsi hati

5) Disfungsi ginjal kronis

6) Efek agen farmakologis

7) Tindakan pembedahan neoplasma

8) Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan penyimpanan

lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)

c. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

1) Hipoglikemia : mengantuk, pusing

2) Hiperglikemia: lelah atau lesuh

Objektif :

1) Hipoglikemia: gangguan koordinasi, kadar glukosa dalam

darah/urin rendah

2) Hiperglikemia: kadar glukosa dalam darah/urine tinggi

d. Gejala dan Tanda Minor


Subjektif:

1) Hipoglikemia: palpitasi, mengeluh lapar

2) Hiperglikemia: mulut kering, haus meningkat

Objektif:

1) Hipoglikemia: gemetar, kesadaran menurun, perilaku

aneh, sulit bicara, berkeringat

2) Hiperglikemia: jumlah urin meningkat

e. Kondisi Klinis Terkait

1) Diabetes mellitus

2) Ketoasidosis diabetic

3) Hipoglikemia

4) Hiperglikemia

5) Diabetes gestasional

6) Penggunaan kortikosteroid

7) Nutrisi parenteral total (TPN)

2. Nyeri akut (D.0077)

a. Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,

neoplasma)

2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia

iritan)

3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,

latihan fisik berlebihan)

c. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif:

1) Mengeluh nyeri

Objektif :

1) Tampak meringis

2) Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari

nyeri)

3) Gelisah

4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur

d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif: tidak tersedia

Objektif:

1) Tekanan darah meningkat

2) Pola napas berubah

3) Nafsu makan berubah


4) Proses berpikir terganggu

5) Menarik diri

6) Berfokus pada diri sendiri

7) Diaphoresis

e. Kondisi Klinis Terkait

1) Kondisi pembedahan

2) Cedera traumatis

3) Infeksi

4) Sindrom koroner akut

5) Glaucoma

3. Defisit nutrisi (D.0019)

a. Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme

b. Penyebab

1) Ketidakmampuan menelan makanan

2) Ketidakmampuan mencerna makanan

3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient

4) Peningkatan kebutuhan metabolism

5) Faktor ekonomi (mis. Financial tidak mencukupi)

6) Faktor psikologis (mis. Stress, keenggangan untuk makan)

c. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: tidak tersedia


Objektif:

1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

1) Cepat kenyang setelah makan

2) Kram/nyeri abdomen

3) Nafsu makan menurun

Objektif:

1) Bising usus hiperaktif

2) Otot pengunyah lemah

3) Otot menelan lemah

4) Membrane mukosa pucat

5) Sariawan

6) Serum albumin turun

7) Rambut rontok berlebihan

8) diare

e. Kondisi Klinis Terkait

1) Stroke

2) Parkinson

3) Mobius syndrome

4) Cerebral palsy

5) Cleft lip

6) Cleft palate
7) Amyotropic lateral sclerosis

8) Kerusakan neuromuslular

9) Luka bakar

10) Kanker

11) Infeksi

12) AIDS

13) Penyakit crohn;s

14) Entero colitis

15) Fibrosis kistik

4. Resiko infeksi (D.0142)

a. Definisi

Berresiko mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik

b. Faktor resiko

1) Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus)

2) Efek prosedur invasive

3) Malnutrisi

4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan

5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:

(a) Gangguan peristaltic

(b) Kerusakan integritas kulit

(c) Perubahan sekresi pH

(d) Penurunan kerja sillaris


(e) Ketuban pecah lama

(f) Ketuban pecah sebelum waktunya

(g) Merokok

(h) Statis cairan tubuh

6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:

(a) Penurunan hemoglobin

(b) Imununosupresi

(c) Leucopenia

(d) Supresi respon inflamasi

(e) Vaksinasi tidak adekuat

c. Kondisi Klinis terkait

1) AIDS

2) Luka bakar

3) Penyakit paru obstruktif kronis

4) Diabetes mellitus

5) Tindakan invasive

6) Kondisi penggunaan terapi steroid

7) Penyalahgunaan obat

8) Ketuban pecah sebelum waktunya

9) Kanker

10) Gagal ginjal

11) Imunosupresi

12) Lymphedema
13) Leukositopenia

14) Gangguan fungsi hati

5. Intoleransi aktifitas (D.0056)

a. Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

b. Penyebab

1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2) Tirah baring

3) Kelemahan

4) Imobilitas

5) Gaya hidup monoton

c. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif:

1) Mengeluh lelah

Objektif:

1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

1) Dispnea saat/setelah aktivitas

2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

3) Merasa lemah

Objektif:
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah

aktivitas

3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia

4) Sianosis

e. Kondisi Klinis Terkait

1) Anemia

2) Gagal jantung kongestif

3) Penyakit jantung koroner

4) Penyakit katup jantung

5) Aritmia

6) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7) Gangguan metabolic

8) Gangguan muskuloskeletal

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan pasien.

Pada penderita diabetes mellitus, keluhan umum yang biasanya

dirasakan adalah sering buang air kecil atau poliuria, sering merasa

haus atau polidipsia, sering merasa lapar atau polifagia. Parastesia


ekstremitas bawah atau sensasi seperti tertusuk jarum atau mati rasa

pada bagian tubuh tertentu. Parastesia bisa terjadi pada bagian tubuh

manapun tetapi sering terjadi di tangan, kaki dan kepala, kehilangan

berat badan (BB) dan rasa lemah (Kaki et al., n.d.).

Menurut (Dinarti, 2017) pengkajian keperawatan meliputi:

a. Pengumpulan data

1) Identitas pasien yang terdiri dari nama pasien, usia, pekerjaan,

jenis kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan, bahasa yang

digunakan.

2) Riwayat penyakit sekarang: pada bagian ini perlu dikaji lebih

spesifik terhadap penyakit yang di derita pasien, dalam hal ini

diabetes mellitus

3) Riwayat penyakit dahulu: adakah penyakit dahulu yang

diderita oleh pasien atau apakah pasien pernah mengalami

penyakit yang sama dengan yang dialami sekarang pada masa

lalu

4) Riwayat penyakit keluarga: apakah ada anggota keluarga yang

mengalami atau menderita penyakit yang sama dengan pasien

5) Riwayat psikososial dan spiritual: bagaiamana hubungan pasin

dengan keluarga dan lingkungan sebelum maupun saat sakit,

apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena

penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien


menggunakan mekanisme koping untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapinya.

b. Pola kebiasaan

1) Pola nutrisi :frekuensi makan berapa kali per hari sebelum

maupun saat sakit, bagaimana nafsu makan sebelum dan saat

sakit, berapa banyak porsi makan yang dihabiskan, apasaja

makanan yang tidak disukai, apasaja makanan yang membuat

alergi, adakah makanan pantangan, adakah makanan yang

dianjurkan untuk melakukan diet, penggunaan obat-obatan

sebelum makan, apakah menggunakan alat bantu dalam

pemenuhan kebutuhan nutrisi.

2) Pola eliminasi BAB/BAK: hal yang perlu dikaji ialah,

frekuensi eliminasi sebelum dan saat sakit, warna urine dan

feses yang keluar, apakah ada keluhan saat BAB/BAK,

penggunaan alat bantu dalam BAK, waktu BAB/BAK,

konsistensi feses yang keluar bagaimana, dan apakah

menggunakan laxatif.

3) Pola personal hygiene: frekuensi mandi, frekuensi oral

hygiene, frekuensi cuci rambut di identifikasi baik sebelum

sakit maupun saat sakit

4) Pola istirahat dan tidur: lama tidur siang sebelum dan saat

sakit, lama tidur malam sebelum maupun saat sakit, dan

kebiasaan pasien sebelum tidur


5) Pola aktivitas dan latihan: waktu bekerja, olahraga, frekuensi

olahraga keluhan dalam beraktivitas.

6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan: apakah pasien

merokok, jika ya berapa kali merokok dalam 1 hari, apakah

minum minuman keras/NAPSA, jika ya berapa kali dalam

sehari/minggu/bulan/tahun.

c. Pengkajian nyeri

P (provokatif): apa yang menyebabkan gejala, apa yang biasa

memperberat dan memperringan rasa nyeri

Q (quqlity): bagaiamana kualitas nyeri yang dirsakan

R (region): dimana letak atau daerah yang dirasakan nyeri

S (skala): berapa tingkat keparahan nyeri yang dirasakan

T (time): kapan waktu timbulnya nyeri yang sering dirasakan

d. Pengkajian fisik

1) Pemeriksaan fisik: berat badan, tinggi badan, IMT, TTV,

lingkar lengan,keadaan umum pasien

2) Kepala dan leher: menggunakan teknik inspeksi dan palpasi,

rambut dan kulit kepala, apakah mengalami perdarahan,

pengelupasan, perlukaan, penekanan

3) Mata: posisi mata, kelopak mata, pergerkan bola mata,

konjungtiva, kornea, skelera, pupil, otot-otot mata, fungsi

penglihatan, tanda-tanda peradangan pada mata, reaksi mata

terhadap cahaya
4) Telinga: bagaiamana keadaan daun telinga, karakteristik

serumen, kondisi telinga tengah, apakah ada cairan dari

telinga, bagaiamana fungsi pendengaran, apakah memakai alat

bantu pendengaran.

5) Hidung: perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan

anatomi akibat trauma

6) Mulut: benda asing, keadaan gigi, sianosis, kering

7) Leher: bendungan vena jugularis, deviasi trakea, pembesaran

kelenjar tiroid

8) Dada

Inspeksi: betuk simetris, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,

irama.

Palpasi: pergerakan simetris, taktil premitus.

Perkusi: adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara

redup pada batas paru dan hepar.

Auskultasi: mendengar suara napas tamahan

9) System pencernaan/abdomen

Inspeksi : meluhat kedaan abdomen apakah membuncit atau

tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan

atau massa.

Auskultasi: mendengar suara peristaltic usus,

Palpasi : adanya nyeri tekan pada abdomen, teraba ada

benjolan atau massa, turgor kulit, apakah hepar teraba.


Perkusi : abdomen normal bunyi timpani, suara pekak

menandakan ada massa cair atau massa padat.

10) Pemeriksaan ekstremitas:warna dan suhu kulit, perabaan nadi

distal, menilai kekuatan otot ekstremitas, dan menilai gerakan

reflex ekstremitas, serta melihat apakah ada edema atau tidak.

11) Pemeriksaan genetalia: menilai kebersihan,terdapat lesi atau

tidak, terpasang alat bantu eliminasiatau tidak.

2.3.2 Diagnosis

Diagnosis keperawatan adalah identifikasi atau penilaian yang

diambil dari pengkajian terhadap pola respon individu, keluarga atau

masyarakat terhadap masalah ksehatan atau proses kehidupan baik

aktual maupun potensial.

Diagnosis keperawatan menurut (Syarli et al., 2021) adalah

penilaian atau keputusan klinis perawat tentang respon klien terhadap

masalah kesehatan aktual maupun resiko yang mengancam jiwa

penderita.

Beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin tepat pada pasien

dengan diagnosa medis diabetes mellitus menurut (Keperawatan et

al., 2022) antara lain gangguan integritas kulit jika terdapat ruam

superficial, nyeri akut jika terdapat luka, gangguan integritas jaringan

jika terdapat luka, kurangnya pengetahuan, ketidakseimbangan nutrisi,

dan defisit perawatan diri. Jika penyakit ini tidak dikelola dengan

baik, hal ini dapat mengakibatkan rawat inap, defisit volume cairan
dengan hiperglikemia ekstrim seperti ketoasidosis diabetikum, resiko

jatuh dengan adanya pusing, neuropati perifer, atau perubahan

penglihatan (yaitu, penglihatan kabur atau retinopati diabetik), resiko

infeksi hiperglikemia kronis terutama dengan adanya luka terbuka,

resiko cedera jika ada kerusakan sarafseperti neuropati perifer, dan

resiko glukosa darah tidak stabil jika glukosa darah berfluktuasi secara

signifikan dari hiperglikemia ke hipoglikemia dalam jangka waktu

yang singkat.

Menurut (PPNI, 2017), diagnosis keperawatan adalah suatu

penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang dialaminya baik aktual maupun potensial

dengan tujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga,

dan komunitas terhadap situasi yang berkatan dengan kesehatan.

Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin pada pasien dengan

diabetes mellitus menurut (PPNI, 2017), yaitu: ketidakstabilan kadar

glukosa darah, gangguan integritas kulit/jaringan, nyeri akut/kronis,

defisit nutrisi, defisit perawatan diri, resiko infeksi, dan intoleransi

aktifitas.

2.3.3 Intervensi

Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase

pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk

mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,


meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan

pasien.

Menurut (PPNI T. P., 2017) intervensi keperawatan merupakan

segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mecapai peningkatan,

pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan

komunitas. Intervensi keperawatan yang diterapkan di beberapa

instansi-instansi pelayanan kesehatan di Indonesia telah mengacu pada

standar-standar dan referensi-referensi internasional, namun karena

belum di standarisasi dan dibakukan, maka diterapakan secara

beragam.

Oleh karena itu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

sebagai organisasi profesi perawat yang bertanggung jawab secara

nasional atas peningkatan profesionalisme perawat dan kualitas

penyelenggaraan asuhan keperawatan, maka dianggap perlu untuk

menerbitkan panduan berupa Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI) agar tercipta keseragaman terminology untuk

menggambarkan ruang lingkup intervensi yang dikerjakan oleh

perawat dan semakin memperlihatkan kontribusi keperawatan dalam

pelayanan kesehatan.

Adapun rencana keperawatan atau intervensi keperawatan menurut

(PPNI T. P., 2017) pada pasien dengan diabetes mellitus:


1. ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi

pankreas

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan

tingkat kestabilan kadar glukosa darah pasien meningkat

Kriteria hasil:

a. mengantuk, pusing, lelah/lesuh, dan keluhan lapar menurun

b. kadar glukosa dalam darah/urin membaik

Intervensi manajemen hiperglikemia (I. 03115)

Observasi:

a. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

b. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin

meningkat

c. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu

d. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia

e. Monitor intake dan output cairan

f. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan

darah ortostatik dan frekuensi nadi.

Terapeutik

a. Berikan cairan asupan oral

b. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia

tetap ada atau memburuk

c. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik


Edukasi

a. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih

dari 250 mg/dl

b. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri

c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga

d. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urin, jika

perlu

e. Ajarkan pengelolaan diabetes

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu

b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu

c. Kolaborasi pemberian kallum, jika perlu

2. Defisit nutrisi berhubungan dengn ketidakmampuan menelan

makanan

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapak status

nutrisi pasien membaik

Kriteria hasil:

a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

b. Kekuatan otot mengunyah dan menelan meningkat

c. Berat badan membaik

d. Indeks Massa Tubuh membaik

e. Frekuensi makan dan nafsu makan membaik


Intervensi manajemen nutrisi (I. 03119)

Observasi:

a. Identifikasi status nutrisi, alergi dan intoleransi makanan,

makanan yng disukai, kebutuhan kalori dan jenis nutrient, dan

perlunya penggunaan selang nasogastirk

b. Monitor asupan makanan

c. Monitor berat badan dan hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik:

a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

f. Berikan suplemen makanan, jika perlu

g. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika

asupan oral dapat di toleransi

Edukasi:

a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

b. Ajarkan diet yang di pogramkan

Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapakan

tingkat toleransi aktivitas pasien meningkat

Kriteria hasil:

a. Frekuensi nadi dan saturasi oksigen meningkat

b. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

c. Keluhan lelah menurun

d. Dispnea saat dan setelah aktivitas menurun

Intervensi manajemen energy (I.05178)

Observasi:

a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan

b. Monitor kelelahan fisik dan emosional

c. Monitor pola dan jam tidur

d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan

aktivitas

Terapeutik:

a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus

b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif


c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah

atau berjalan

Edukasi:

a. Anjurkan tirah baring

b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c. Anjurkan menghubungi perawat jika tand dan gejala kelelahan

tidak berkurang

d. Ajarkan strategi kooping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi:

a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapak tingkat

nyeri pasien menurun

Kriteria hasil:

a. Keluhan nyeri menurun

b. Sikap protektif dan sikap gelisah menurun

c. Kualitas tidur membaik

d. Frekuensi nadi, pola napas, dan tekanan darah membaik

Intervensi manajemen nyeri (I.08238)


Observasi:

a. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

b. Identifikasi skala nyeri

c. Identifikasi respons nyeri non verbal

d. Identifikasi faktor yang memperringan dan memperberat nyeri

e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah

diberikan

i. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri

c. Fasilitasi istirahat dan tidur

d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi:

a. Jelaskan penyebab, periode, dam pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri

c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri


d. Anjurkan menggunakan nalgetik secara tepat

e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

5. Resiko infeksi

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapakan

infeksi tidak terjadi pada pasien

Kriteri hasil:

a. Demam, kemerahan, nyeri, bengkak menurun

Intervensi edukasi pencegahan infeksi (I.12406)

Observasi:

a. Periksa kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik:

a. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor penyebab, cara

identifikasi dan pencegahan resiko infeksi di rumah sakit

maupun di rumah

b. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan

kesehatan sesuai kesepakatan dengan pasien dan keluarga

c. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

b. Informasikan hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Leukosit,

WBC)

c. Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan sesuai kondisi

d. Anjurkan membatasi pengunjung

e. Ajarkan cara merawat kulit pada area yang edema

f. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

g. Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan, dan istirahat

h. Anjurkan kecukupan mobilisasi dan olahraga sesuai kebutuhan

i. Anjurkan latihan nafas dalam dan batuk sesuai kebutuhan

j. Anjurkan mengelola antibiotic sesuai resep

k. Ajarkan cara mencuci tangan

l. Ajarkan etika batuk

2.3.4 Implementasi

Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun dan berfokus

pada pencapaian hasil (Syarli et al., 2021)

Menurut 13-1-72 implementasi adalah tindakan melaksanakan

rencana keperawatan yang telah dikembangkan selama tahap

perencanaan. Ukuran tindakan keperawatan yang diberikan kepada

pasien yang berhubungan dengan dukungan, pengobatan, tindakan

untuk memperbaiki keadaan, pendidikan untuk pasien dan keluarga,

atau tindakan untuk menghindari masalah kesehatan dikemudian hari.


Perawat harus memiliki kemampuan pengambilan tindakan yang

tepat, keterampilan koneksi interpersonal, dan kemampuan kognitif

agar berhasil mengelola asuhan keperawatan sesuai dengan rencana

asuhan. Tuntutan pasien dan variabel lain yang mempengaruhi harus

menjadi inti dari proses implementasi.

2.3.5 Evaluasi

Pengevaluasian proses keperawatan menurut(Harvita &

Marpaung)merupakan proses lanjutan dari pengkajian, diagnosis,

perencanaan, dan penatalaksanaan keperawatan yang diberikan kepada

pasien. Evaluasi keperawatan akan memuat hasil dari awal pengkajian

hingga penatalaksanaan, dalam proses ini akan diperoleh respon atau

hasil yang akan diperoleh dari pasien, apakah pasien dapat mencapai

tujuan, sedang mencapai tujuan, atau belum mampu mencapai tujuan

dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Pengevaluasian Evaluasi disusun

dengan menggunakan SOAP yaitu:

S (subjektif) : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikatakan

langsung secara subjektif oleh pasien atau keluarga

setelah diberikan implementasi keperawatan

O (objektif) : keadaan objektif yang dapat di identifikasi oleh

perawat menggunakan pengamatan yang objektif

A (assesment) : analisis perawat setelah mengetahui respon

subjektif dan objektif


P (planing) : perencanaan selanjutnya setelah perawat

melakukan analisis
Dinarti, S. M. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anggreani, N., Kurniawan, Y., Sari, M., & Nawawi, Y. (n.d.). DENGAN

PENERAPAN TERAPI DRESSING PEMBERIAN MADU. 31–35.

Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. 4, 93–101.

Harvita, S. R. I., & Marpaung, S. (2007). PENGEVALUASIAN PROSES

KEPERAWATAN YANG TELAH DILAKSANAKAN KEPADA PASIEN

DIABETES MELLITUS.

Kaki, J., Wilayah, D. I., & Puskesmas, K. (n.d.). KADAR GLUKOSA DARAH

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DENGAN TERAPI WALKING

EXERCISE. 36–44.

Keperawatan, A., Pada, J., Diabetes, P., & Dengan, M. (2022). Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan Ansietas. 01(04),

138–141. https://doi.org/10.53801/oajjhs.v1i4.26

Kunci, K. (2020). Giving dragon fruit juice to overcome risk of stability of blood

glucose in diabetes melitus patients. 4(2), 128–132.

Melitus, D., & Badan, P. B. (2020). Jurnal Persada Husada Indonesia Asuhan

Keperawatan Klien yang Mengalami Defisit Nutrisi dengan Diabetes

Melitus Tipe 2 Di RSAU dr . Esnawan Antariksa Jakarta Timur Nursing

Care of Clients Who Have Nutritional Deficits With Type 2 Diabetes Melitus

In RSAU dr . Esnawan Antariksa East Jakarta Abstrak Pendahuluan Metode.


7(26), 33–39.

Nomor, V. (2021). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 3, 51–62.

Putri, Y. D., Arini, L., & Syarli, S. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Lansia

Diabetes Mellitus dengan Ketidakstabilan Kadar Glukosa. 1(1), 43–50.

Syarli, S., Putri, Y. D., & Maulina, Y. (2021). Jurnal Keperawatan

Muhammadiyah. 6(4).

Anda mungkin juga menyukai