Anda di halaman 1dari 24

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang

dikarateristikan dengan hiperglikemi bersama dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

defek sekresi insulin dan aksi insulin (Damayanti, 2010). Menurut

Smeltzer & Bare (2008) dalam Ernawati (2013), Diabetes mellitus

merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi.

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau

karena penggunaannya yang tidak efektif dari produksi nsulin. Hal ini

ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah (Yekti & Ari,

2011).

2.1.2 Klasifikasi

1. Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 atau diabetes anak-anak adalah diabetes yang

terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah

akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langer


9

hands pada pankreas. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-

anak ataupun orang dewasa (Yekti & Ari, 2011).

Sampai saat ini, diabetes tipe 1 hanya hanya dapat di obati dengan

menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap

tingkat glukosa darah melalui glukometer. Selain itu penekanan

juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga).

Perawatan DM tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan

mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal bila kesadaran yang

cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan

dan pengobatan. Tingkat glukosa rata-rata untuk penderita DM tipe

1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6

mmol/L) (Yekti & Ari, 2011).

2. Diabetes Tipe 2

Diabetes tepe II disebut sebagai non-insulin-dependent diabetes

mellitus (NIDDM), merupakan tipe DM yang terjadi bukan karena

rasio insulin di dalam darah, melainkan merupakan kelainan

metabolisme yang disebabkan oleh disfungsi sel beta, gangguan

pengeluaran hormon insulin (Yekti & Ari, 2011).

Diabetes tipe II ini dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil

diagnosis. DM tipe 2 ini biasanya diobati dengan cara perubahan

aktivitas fisik (olahraga), diet, dan melalui pengurangan berat

badan. Jika perlu pengobatan dengan obat anti diabetes dapat

dilakukan (Yekti & Ari, 2011).


10

Diabetes tipe II ini dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil

diagnosis. DM tipe 2 ini biasanya diobati dengan cara perubahan

aktivitas fisik (olahraga), diet, dan melalui pengurangan berat

badan. Jika perlu pengobatan dengan obat anti diabetes dapat

dilakukan (Yekti & Ari, 2011).

Etiologi diabetes tipe II terdiri dari berbagai faktor yang belum

sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh

lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya diabetes

ini, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta

kurangnya gerak badan (Damayanti, 2015).

Berbeda dengan diabetes tipe I, pada diabetes tipe II terutama yang

berada pada tahap awal, umumnya dapat terdeteksi jumlah insulin

yang cukup di dalam darahnya, disamping itu kadar glukosa darah

yang juga tinggi. Retensi insulin banyak terjadi di negara-negara

maju sebagai akibat dari obesitas (Damayanti, 2015).

Selain retensi insulin, pada diabetes tipe II juga dapat muncul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang

berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi kerusakan sel-sel beta

langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada tipe I.

Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes

tipe II hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Oleh karena itulah

penanganannya secara umum tidak memerlukan terapi pemberian


11

insulin. Sel-sel beta kelenjar pankreas melakukan sekresi insulin

dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah

stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua

terjadi sekitar 20 menit sesudahnya (Damayanti, 2015).

Pada awal perkembangan tipe II, sel-sel beta menunjukan

gangguan sekresi insulin pada fase pertama, artinya sekresi insulin

gagal mengkompensasi resistensi insulin. Jika tidak ditangani

dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita

diabetes tipe II akan mengalami kerusakan sel-sel beta pankreas

yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan

defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin

eksogen (Damayanti, 2015).

3. Diabetes Gestasional

Deabetes melitus gestasional (Gestational Diabetes Mellitus)

adalah kehamiln normal yang disertai dengan peningkatan

resistensi insulin. Faktor risiko diabetes gestasional antara lain

riwayat keluarga, obesitas, dan glikosuria. Diabetes ini didapatkan

pada 2-5 persen ibu hamil. (Nabyl, 2012).

Diabetes gestasional meningkatkan mordibilitas neonatus. Hal ini

terjadi karena bayi dari ibu yang menderita diabetes gestasional

mensekresikan insulin lebih besar sehingga merangsang

pertumbuhan bayi dan mikrosomia. (Nabyl, 2012).


12

4. Diabetes Tipe Lain

Ini merupakan diabetes yang timbul akibat penyakit lain yang

mengakibatkan gula darah meningkat, misalnya infeksi berat,

pemakaian obat kortikosteroid. Dan lain-lain (Nabyl, 2012).

2.1.3 Etiologi

Menurut Damayanti (2015) penyebab DM belum diketahui secara

pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi

diabetes mellitus tipe 2adalah:

1. Genetik

Diabetes cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.

Anggota keluarga penderita DM (Diabetisi) memiliki kemungkinan

lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota

keluarga yang tidak menderita DM.

2. Virus dan bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel

beta, virus ini mengakibatkan destuksi atau perusakan sel.

3. Bahan toksik

Bahan beracun yang merusak sel beta secara langsung adalah

alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari

sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari

singkong.

4. Kadar kortikosteroid yang tinggi


13

5. Kehamilan diabetes gestasional

6. Obat-obatan yang dapat merusak pangkreas.

Selain itu, adapun faktor risiko yang memungkinkan seseorang

terkena DM yaitu:

1. Obesitas

2. Umur di atas 40 tahun

3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

4. Kelainan profil lipid darah (dislipidemia) yaitu kolesterol HLD

<35 mg/dl, dan trigliserida >250 mg/dl.

5. Wanita yang melahirkan bayi >4000 gr

6. Semua wanita hamil 24-28 minggu

2.1.4 Gejala Diabetes Melitus

Selain ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi, adapun

gejala-gejala dari diabetes mellitus yang mudah dilihat adalah

polopagi, polidipsi, dan poliuri (Nabyl, 2012).

Gejala lainnya yang timbul adalah pandangan kabur, pusing, mual,

dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita

diabetes yang kurang terkontrol bahkan lebih peka terhadap infeksi

(Nabyl, 20120

2.1.5 Diagnosis

Menurut PERKENI (2011), diagnosis diabetes melitus dapat

ditegakkan melalui tiga cara, yaitu :


14

1. Jika ada keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa

plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya

keluhan klasik

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan

beban 75 gr glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini

memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

membutuhkan persiapan khusus.

2.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus

1. Komplikasi Akut

Menurut Ernawati (2013) ada tiga komplikasi akut pada diabetes

yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan

kadar glukosa darah jangka pendek, yaitu : hipoglikemia,

ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK atau yang disebut juga

koma hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.

a Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah

yang terjadi jika kadar glukosa darah turuh di bawah 50 hingga

60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin

atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang


15

terlalu sedikit, atau karena aktivitas fisik yang berat. Menurut

Mirza Maulana (2009) gejala hipoglikemi ditandai dengan

munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,

berdebar-debar, pusing, gelisah, dan penderita dapat menjadi

koma. Hipoglikemia ini dapat terjadi pada penderita diabetes

mellitus tipe 2 dan diabetes tipe lain.

b Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh tidak adanya insulin atau

tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini

mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,

protein, dan lemak. Keadaan ini umumnya terjadi pada penderita

diabetes mellitus tipe 2. Ada tiga gambaran klinis pada

ketoasidosis diabetik, yaitu: dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan

asidosis.

2. Komplikasi Makrovaskuler

Diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi mikrovaskuler

yang umumnya terjadi pada diabetes tipe 2. Komplikasi tersebut

adalah sebagai berikut:

a Penyakit arteri koroner

Salah satu ciri unik pada penyakit arteri koroner yang diderita

oleh pasien-pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala

iskemik yang khas, jadi hanya dapat dijupai melalui

pemeriksaan elektrokardiogram.
16

b Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pada penderita diabetes serupa dengan

yang terjadi pada pasien nondiabetes. Gejala yang terjadi seperti

keluhan pusing atau vertigo, gannguan penglihatan, bicara pelo,

dan kelemahan.

c Penyakit vaskuler perifer

Tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer mencakup

berkurangnya denyut nadi perifer dan nyeri pada pantat atau

betis ketika berjalan.

3. Komplikasi Mikrovaskuler

a Retinopati

Retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam

pembuluh-pembuluh darah kecil pada mata.

b Nefropati

Tingginya kadar glukosa darah pada diabetes menyebabkan

mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang

menyebabkan kebocoran protein darah kedalam urine.

Akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.

Kenaikan tekanan darah tersebut berperan sebagai stimulus

untuk terjadinya nefropati (Brunner dan Suddarth, 2002).


17

2.1.7 Pencegahan Diabetes

Menurut PERKENI (2011), dalam pencegahan diabetes melitus terdiri

dari pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan

tersier.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukan pada kelompok

yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena,

tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi

gukosa. Tindakan yang dilakukan meliputi penyuluhan tentang

pengaturan gaya hidup seperti program penurunan berat badan, diet

sehat, latihan jasmani, dan menghentikan merokok. Ada dua faktor

risiko diabetes, yaitu:

a Faktor risiko yang tidak dapat diubah: ras, etnik, riwayat

keluarga dengan diabetes, riwayat menderita DM gastasional,

dan riwayat lahir dengan berat badan rendah.

b Faktor risiko yang tidak dapat diubah: berat badan lebih (IMT

>23km/m2), kurangnya aktifitas fisik, hipertensi (TD >149/90

mmHg), dislipidemia (HDL <35mg/dL & trigliserida >250

mg/dL), diet tidak sehat, dan merokok.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat

timbulnya penyulit pada penderita DM. Dilakukan dengan

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini. Dalam


18

pencegahan sekunder, program penyuluhan sangatlah penting

untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program

pengobatan dan dalam menuju prilaku sehat.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes

yang telah mengalami penyulit agar tidak terjadi kecacatan lebih

lanjut.

2.2 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

2.2.1 Tujuan penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas

hidup penyandang diabetes. Terdapat 3 tujuan penatalaksanaan

menurut PERKENI (2011), yaitu:

1. Jangka pendek

Untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang

Untuk mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangeopati, dan neuropati.

3. Tujuan akhir

Tujuan akhir dalam penatalaksanaan DM adalah turunnya

mordibitas dan mortalitas DM.


19

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa (PERKENI,

2011)

Pemeriksaan Bukan DM Belum pasti DM DM

Plasma vena <100 100-199 ≥200


Kadar glukosa
Darah perifer <90 90-199 ≥200
darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena <100 100-125 ≥126


Kadar glukosa
Darah perifer <90 90-99 ≥100
darah puasa (mg/dl)

2.2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kadar glukosa darah

Menurut PERKENI (20011) ada 4 pilar dalam penatalaksanaan

diabetes melitus yang bertujuan untuk mengontrol kadar glukosa

darah, yaitu:

1. Edukasi

Diabetes umumnya terjadi pada saat gaya hidup dan prilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes

memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan prilaku, dibutuhkan

edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan

gejala hipoglikemi serta cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien.

Pendidikan kesehatan pada pasien diabetes mellitus sangatlah

diperlukan karena penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan


20

perilaku penanganan yang khusus seumur hidup. Pasien tidak

hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna

menghindari fluktasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi

juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi diabetik jangka panjng. Pasien harus

mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi,

latihan fisik, perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik

pengontrolan gula darah (Damayanti, 2015).

2. Terapi nutrisi medis

Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Setiap penyandang diabetes sebaiknya

mendapat terapi nutrisi medis sesuai dengan kebutuhannya guna

mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makanan penyandang

diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat

umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan, jenis, dan

jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin.

Di bawah ini adalah komposisi makanan yang di anjurkan untuk

penderita diabetes melitus.

a Karbohidrat
21

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan

energi. Tidak dianjurkan untuk pembatasan karbohidrat total

<130 gr/hari.

b Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan 20-25% kebutuhan kalori.

Tidak diperkenankan melebihi 30% dari kebutuhan kalori.

Untuk lemak jenuh <7% kebutuhan kalori sedangkan untuk

lemak tak jenuh ganda <10%, dan selebihnya dari lemak tak

jenuh tunggal.

c Protein

Dibutuhkan sebesar 10_20% total asupan energi. Sumber

protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

d Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes adalah

tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok

makan).

e Serat

Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes

dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,

buah, dan sayur. Anjuran konsumsi serat adalah ±25 gr/hari.

Selain komposisi makanan, kebutuhan kalori pun perlu

diperhatikan bagi penderita diabetes melitus.


22

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang diabetes. Diantaranya adalah dengan

menghitung kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30

kalori/kg berat badan ideal, ditambah atau dikurangi tergantung

pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umr, aktivitas, berat

badan, dll.penghitungan berat badan ideal (BBI) dengan

menggunakan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai

berikut.

Berat badan ideal (BBI) = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di

bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg

Sedangkan menurut indeks masa tubuh (IMT) yaitu-

Berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori menurut

PERKENI (2011):

a Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada paad pria,

kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB, sedangkan

pada pria sebesar 30 kal/kg BB.

b Umur
23

Untuk pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori

dikurangi 5%. Untuk umur 40-50 tahun, dikurangi 10%. Lalu

untuk umur 60-69 tahun, dikurangi 20%.

c Aktivitas fisik dan pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensutas

aktifitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan

basal di berikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien

dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan

50% dengan aktivitas yang sangat berat.

d Berat badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung pada

tingkat kegemukannya. Bila kurus ditambah 20-30% sesuai

dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali dalam satu minggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan

salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran tetapi dapat juga

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Menurut Nabyl

(2012), berolahraga dengan teratur dapat membantu menurunkan

berat badan dan mengendalikan kadar gula darah.

a Dalam Ernawati (2013), menyebutkan manfaat olah raga bagi

penderita diabetes yaitu sebagai berikut:


24

1). Manfaat olahraga bagi penderita diabetes tipe 1

Pada DM tipe 1 latihan jasmani akan menyulitkan

pengaturan metabolik, hingga kendali gula darah bukan

menjadi tujuan latihan. Tetapi latihan endurance ternyata

terbukti memperbaiki fungsi vaskuler. Dengan berolahraga

diharapkan akan mengurangi risiko komplikasi diabetes

(Ernawati, 2013)

2). Manfaat olahraga bagi penderita diabetes tipe II

Pada diabetes tipe II, olahraga berperan utama dalam

pengaturan kadar glukosa darah. Masalah utama pada DM

tipe II adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin.

Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat

membantu transfer glukosa kedalam sel. Sehingga olahraga

harus dilakukan secara teratur.

b Prinsip Latihan Jasmani bagi penderita diabetes

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE

(continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,

Endurance)(Nabyl, 2012).

1). Continuous

Latihan haruslah berkesinambungan dan dlakukan terus

menerus tanpa berhenti. Misalkan jogging 30 menit, maka

selama 30 menit penderita melakukan jogging tanpa

berhenti.

2). Rhytmical
25

Latihan olah raga sebaiknya dipilih yang berirama yaitu

otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur.

Contohnya: jalan kaki, jogging, berlari, berenang,

bersepeda, dan lain-lain

3). Interval

Latihan jasmani dilakukan selang-seling antara gerak cepat

dan lambat. Contohnya: jalan cepat diselingi jalan lambat.

4). Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari

intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60

menit.

5). Endurance

Latihan daya ahan untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi seperti jalan kaki, berenang, dan bersepeda.

Selain itu prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes

yaitu mengikuti : frekuensi 3-5x/minggu, intensitas ringan

dan sedang, durasi 30-60 menit setiap melakukan latihan,

dan jenis latihan yang dianjurkan yaitu yang bersifat

aerobik (Damayanti, 2015).

c Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani

(Ernawati, 2013).

1). Pemanasan (warm up)

Pemanasan dilakukan selama 5-10 menit seblum memasuki

latihan yang sebenarnya, dengan tujuan untuk


26

mempersiapkan bebagai sistem tubuh menaikan suhu

tubuh, meningkatkan denyut jantung, dan untuk

menghindari cidera akibat latihan.

2). Latihan Inti (conditioning)

Pada tahap latihan inti, diusahakan denyut nadi mencapai

THR agar mendapatkan manfaat latihan

3). Pendinginan (cooling down)

Setelah selesai melakukan latihan, sebaiknya dilakukan

pendinginan. Tahap ini dilakukan untuk mencegah

penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa

nyeri pada otot. Pendinginan dilakukan selama 5-10 menit,

hingga denyut jantung mendekati denyut jantung normal.

4). Peregangan (stretching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan

melenturkan otot-otot yang masih tegang dan menjadi

elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi mereka

yang sudah berusia lanjut.

4. Terapi Farmakologis

Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar glukosa darah normal

atau mendekati normal. Pada DM tipe II, insulin terkadang

diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan

glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik, dan obat hipoglikemia

oral tidak dapat menjaga gula darah dalam rentan normal.

Berdasarkan cara kerja, OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu:


27

a Memicu produksi insulin

1). Sulfonilurea

Obat ini telah digunakan pada penyandang diabetes yang

tidak gemuk. Diabetesi yang tepat diberikan obat ini adalah

penderita diabetes tipe II yang mengalami kekurangan

insulin tetapi masih memiliki sel beta yang dapat berfungsi

dengan baik.

2). Golongan Glinid

Obat dalam golongan ini memicu produksi insulin tetapi

juga memerlukan sel beta yang berfungsi dengan baik.

b Meningkatkan kerja insulin

1). Biguanid

Metformin adalah satu-satunya beguanid yang tersedia saat

ini. Metformin berguna untuk diabetisi yang gemuk yang

mengalami penurunan fungsi kerja insulin. Metformin

dapat digunakan sebagai obat tunggal ataupun kombinasi.

2). Tiazolidinedion

Saat ini terdapat dua tiazolidinedion di indonesia yaitu

rosiglitagon dan pioglitazon. Obat golongan ini

memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan

hiperinsulinemia dengan meningkatkan kerja insulin pada

penyandang diabetes tipe II. Obat golongan ini juga

menurunkan kadar trigliserida dan asam lemak bebas.

3). Resiglitazone (avandia)


28

Dapat digunakan kombinasi metformin pada diabetisi yang

gagal mencapai target kontrol glukosa darah dengan

pengatura darah dan olahraga. Obat ini juga meningkatkan

kerja insulin.

c Penghambat Enzim alfa glukosidase

Obat jenis ini menghambat penyerapan karbohidrat dengan

menghambat enzim disakarida di usus. Obat ini terutama

menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek

sampingnya yaitu kembung, buang angin, dan diare. Supaya

lebih efektif, obat ini dikonsumsi bersama makanan.

Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada diabitisi tipe

II dengan kadar glukosa darah puasa kurang dari 200mg/dl dan

kadar glukosa setelah makan tinggi.

2.3 Penelitian Terkait

Ada pula penelitian terkait mengenai penatalaksanaan diabetes mellitus

adalah sebagai berikut:

Penelitian Ova Rachmawati (2010), dengan judul hubungan latihan jasmani

terhadap kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta tahun. Didapatkan sampel 42 orang, diambil secara

acak.. Rerata kadar glukosa darah post latihan jasmani menurun dibanding

dengan kelompok pre latihan jasmani (141.02 ± 46.68 vs 127.81 ±

47.93 ) dan secara statistik bermakna (p< 0.05).


29

2.4 Kerangka Teori

PERKENI (2011), Yekti & Ari (2011)

Diabetes Mellitus

Keluhan klasik (poliuria, GDS ≥ 200 mg/dl atau


polidipsi, polifagia) GDP ≥mg/dl atau TTGO
≥200 mg/dl

Hiper glikemik

4 pilar penatalaksanaan
diabetes:
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Terapi farmakologis

Jangka pendek: Jangka panjang:

pengendalian glukosa mencegah dan menghambat progresivitas


darah penyulit mikroangeopati, dan neuropati.

Tujuan akhir:
turunnya mordibitas dan mortalitas DM

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplikasi dari kerangka

teori atau teori-teori yang mendukung penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka penulis membuat kerangka

konsep sebagai berikut:


30

X Independen

1. Edukasi Y Dependen
2. Terapi gizi medis Penurunan Kadar
3. Latihan jasmani Glukosa Darah
4. Terapi farmakologis

Berdasarkan kerangka konsep di atas, peneliti akan mengidenfikasi faktor-

fakor yang berhubungan dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus

di Klub Senam Diabetes Mellitus Rumah Sakit Advent Bandar Lampung

tahun 2016.

2.6 Hipotesis

Menurut Aprina (2012) hipotesis adalah penjelasan sementara tentang tingkah

laku, gejala-gejala atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau yang akan

terjadi. Suatu hipotesis adalah pernyataan masalah yang spesifik. Karateristik

hipotesis yng baik adalah: dapat diteliti, menunjukan antara variabel-variabel,

dapat diuji, mengikuti temuan-temuan terdahulu. Sedangkan menurut

Nursalam (2009) hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah

atau pertanyn penelitian. Hipoteis penelitian ini adalah:

Ha :

1. Ada hubungan pengetahuan tentang diabetes mellitus dengan

kadar gula darah penderita diabetes mellitus di Klub Senam

Diabetes Melitus Rumah Sakit Advent Bandar Lampung Tahun

2016.
31

2. Ada hubungan terapi gizi medis dengan dengan kadar gula darah

penderita diabetes mellitus di Klub Senam Diabetes Melitus

Rumah Sakit Advent Bandar Lampung Tahun 2016.

3. Ada hubungan latihan jasmani dengan dengan kadar gula darah

penderita diabetes mellitus di Klub Senam Diabetes Melitus

Rumah Sakit Advent Bandar Lampung Tahun 2016.

4. Ada hubungan terapi farmakologis dengan dengan kadar gula

darah penderita diabetes mellitus di Klub Senam Diabetes Melitus

Rumah Sakit Advent Bandar Lampung Tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai