Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Oleh :
AHMAD NURSAHID
2022207209085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya (Perkenni, 2015).

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh

berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap

insulin (Guyton & Hall, 2014).

2. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut Perkenni (2015) dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi

karena kerusakan sel β (beta). Canadian Diabetes Association (CDA)

2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga

karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara

pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi

lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun

baik di negara maju maupun di negara berkembang (Perkenni, 2015).


3

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa. Seringkali diabetes

tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah

komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari

penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat

dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan

kurangnya aktivitas fisik (Perkenni, 2015).

Penderita Diabetes melitus tipe II toleransi glukosa terganggu, keadaan

ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa

akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi

peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat

dan terjadinya Diabetes melitus tipe II Meskipun terjadi gangguan

sekresi insulin yang berupakan ciri khas Diabetes melitus tipe II,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

Diabetes melitus tipe II, meskipun demikian, Diabetes melitus tipe II

yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti

sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK) (Smeltzer

2015 dan Bare, 2015).

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis

selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia


4

(kadar glukosa darah di atas normal). Wanita dengan diabetes

gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan

dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih

tinggi di masa depan (Perkenni, 2015).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes mellitus tipe lain khusus merupakan diabetes yang terjadi

karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin

dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga

mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat

mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom

chusing, akromegali dan sindrom genetik (Perkenni, 2015).

3. Etiologi

Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) disebabkan kegagalan relatif sel β dan

resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin

untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampun mengimbangi

resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti

sel β pankreas mengalami desensitasi terjadap glukosa (Smeltzer & Bare,

2015).
5

4. Faktor Resiko

Terdapat 2 (dua) klasifikasi Faktor resiko pada diabetes melitus menurut

Wijaya & Putri (2013), yaitu faktor resiko yang bisa diubah dan faktor

resiko yang tidak bisa diubah, sebagai berikut:

a. Faktor resiko yang tidak bisa diubah

1) Keturunan

Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan

mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan

rangsang sekretoris insulin (Wijaya & Putri, 2013).

2) Usia

Sseorang yang sudah berusia 45 tahun ke atas harus melakukan

pemeriksaan gula darah. Seseorang yang berada pada usia ini

memiliki peningkatan risiko terhadap terjadinya diabetes melitus

dan intoleransi glukosa oleh karena faktor degeneratif yaitu

menurunnya fungsi tubuh untuk memetabolisme glukosa (Wijaya

& Putri, 2013).

b. Faktor resiko yang bisa diubah

1) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang menjadi faktor resiko bagi individu

yang memiliki berat badan lebih sebagai faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Wijaya & Putri, 2013).


6

2) Obesitas

Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin

yang bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak

(Wijaya & Putri, 2013)

3) Tekanan Darah

Seseorang yang beresiko menderita DM ialah yang mempunyai

tekanan darah tinggi sebesar ≥ 140/90 mmHg. Hipertensi yang

tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada

ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan

darah dapat dikontrol, maka akan memproteksi terhadap

komplikasi mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan

hiperglikemia yang terkontrol (Wijaya & Putri, 2013).

4) Stress

Stress menyebabkan peningkatan sekresi hormon epineprin dan

kortisol yang meningkatkan kadar glukosa darah (Wijaya & Putri,

2013).
7

5. Pathway

Sumber : Smeltzer & Bare (2015)

6. Patofisiologi

Diabetes melitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula

pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang


8

sangat penting dalam munculnya Diabetes melitus tipe II. Faktor genetik

ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,

obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas

(Smeltzer & Bare, 2015).

Mekanisme terjadinya Diabetes melitus tipe II umunya disebabkan karena

resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait

dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin Diabetes melitus tipe

II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan (Smeltzer & Bare, 2015).

Penderita Diabetes melitus tipe II toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya

Diabetes melitus tipe II Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang

berupakan ciri khas Diabetes melitus tipe II, namun masih terdapat insulin

dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan


9

produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik

tidak terjadi pada Diabetes melitus tipe II, meskipun demikian, Diabetes

melitus tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut

lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK).

(Smeltzer & Bare, 2015).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun

tahun) dan progesif, maka Diabetes melitus tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit

yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar

glukosanya sangat tinggi) (Smeltzer & Bare, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes melitus menurut Smeltzer &

Bare (2015) adalah sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda

asing, osteomelietus.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),

GDP (Gula Darah Puasa).

b) Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya

kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan


10

dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah

pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang

ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).

c) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman

yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana

tindakan selanjutnya.

d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan

pembedahan.

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup

sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi

farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.

Penatalaksanaan pada pasien Diabetes melitus terdiri dari 5 pilar utama

yaitu edukasi, terapi nutrisi, jasmani, farmakologis dan Monitoring.

Penatalaksanan pada pasien Diabetes melitus juga dapat diklasifikasikan

kedalam penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan keperawatan

sebagai berikut :

a. Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk suntikan.


11

1) Obat Anti Hiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia menurut

Perkenni (2015). dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

a) Pemacu Sekresi Insulin

Obat pemacu sekresi insulin meliputi sulfonylurea adalah obat

yang mempunyai efek untuk meningkatkan sekresi insulin ke

pankreas, glinid merupakan obat yang kerjanya sama dengan

obat sulfonilurea dapat melakukan respon penekanan pada

peningkatan insulin fase pertama. Obat ini diabsorpsi dengan

cepat dengan pemberian secara oral dan di sekresi dengan cepat

oleh hati, obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

Obat lain yang digunakan sebagai pemacu insulin adalah

Glinid. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat

yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin) (Perkenni, 2015).

b) Peningkatan Sensitivitas Terhadap Insulin

Metformin mempunyai efek untuk mengurangi produksi

glukosa hati dan memperbaiki glukosa dijaringan perifer. Pada

pasien DM yang mengalami gangguan fungsi ginjal dosisnya

diturunkan 30-60 ml/menit/1,73 m². Metformin tidak boleh

diberikan pada beberapa keadaan seperti adanya gangguan hati


12

berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hiposemia

seperti penyakit serebrovaskular, sepsis, PPOK. Efek samping

berupa gangguan saluran pecernaan seperti dyspepsia

(Perkenni, 2015)..

c) Penghambat Absorpsi Glukosa di Saluran Pencernaan

Obat Penghambat Alfa Glukosidase, jenis obat ini bekerja

dengan memperlambat glukosa darah dalam usus halus

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah

seseudah makan. Efek samping obat yang timbul berupa

bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering

menimbulkan flaktus. Contoh obat golongan ini adalah

Acarbose (Perkenni, 2015)..

d) Penghambat DPP-IV( Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kinerja enzim

DPP-IV sehingga GLP-I tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-I untuk meningkatkan

sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon yang bergantung

pada kadar glukosa darah. Contoh obat golongan ini adalah

Sitagliptin dan Linagliptin (Perkenni, 2015)..

e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucocase ).

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan jenis obat

diabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali

glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja


13

transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk dalam

golongan ini adalah Canagliflozin, Dapagliflozin,

Dapagliflozin (Perkenni, 2015)..

2) Obat Anti Hiperglikemia Suntik

a) Insulin

Insulin diberikan dalam keadaan penurunan berat badan dengan

cepat, stress berat, hiperglikemia berat disertai ketosis. Efek

samping pada terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemi,

reaksi alergi terhadap insulin (Perkenni, 2015).

b) Agonis GLP-1

Bekerja di sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan

insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,

menghambat pelepasan glukagon dan menghambat nafsu

makan (Perkenni, 2015).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan

sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang

sangat penting dari pengelolaan Diabetes Mellitus secara

olistik.Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan

materi edukasi tingkat lanjutan (Perkenni, 2015).


14

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2

secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan

secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,petugas

kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai

sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan

setiap penyandang Diabetes Mellitus. Prinsip pengaturan makan

pada penyandang Diabetes Mellitus hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang

dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Penyandang Diabetes Mellitus perlu diberikan penekanan

mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah

kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat

yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri

(Perkenni, 2015).

3) Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani

sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur

sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45menit, dengan

total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari

berturut-turut (Perkenni, 2015).


15

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum

latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien

harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250

mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-

hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan

jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah (Perkenni, 2015).

4) Monitoring Kadar Gula Darah

Hasil pengobatan diabetes melitus tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah.

Tujuan pemeriksaan glukosa darah adalah mengetahui apakah

sasaran terapi telah tercapai dan melakukan penyesuaian dosis

obat, bila belum tercapai sasaran terapi (Perkenni, 2015).

b) Pemeriksaan HbA1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat

sebagai HbA1C), merupakan cara yang digunakan untuk

menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.Untuk

melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi,HbA1c


16

diperiksa setiap 3 bulan atau tiap bulan pada keadaan HbA1c

yang sangat tinggi (> 10%) (Perkenni, 2015).

c) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan

menggunakan darah kapiler. Saat ini banyak didapatkan alat

pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen

kering yang sederhana (Perkenni, 2015)..

d) Glycated Albumin (GA)

Berdasarkan rekomendasi yang telah ada,monitor hasil strategi

terapi dan perkiraan prognostik diabetes saat ini sangat

didasarkan kepada hasil dua riwayat pemeriksaan yaitu

glukosaplasma (kapiler) dan HbA1C. Kedua pemeriksaan ini

memiliki kekurangan dan keterbatasan. HbA1C mempunyai

keterbatasan pada berbagai keadaan yang mempengaruhi umur

sel darah merah. Saat ini terdapat cara lain seperti pemeriksaan

Glycated Albumin yang dapat dipergunakan dalam monitoring

(Perkenni, 2015)..

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan pada pasien

diabetes melitus dalam NANDA (2015) antara lain :

a. Identitas Kepala Keluarga Nama Kepala Keluarga (KK).

b. Komposisi keluarga
17

1) Jenis kelamin

Umumnya insiden pada wanita lebih tinggi daripada pria, tetapi

usia 45 tahun ke atas insiden pria lebih tinggi. Pada umumnya pria

akan mempunyai risiko tinggi terhadap diabetes melius apabila

terjadi banyak perubahan pola gaya hidup (NANDA, 2015).

2) Umur

Laki-laki berusia 35 sampai 50 tahun dan wanita diatas 45 tahun

berisiko tinggi untuk mengalami diabetes melitus (NANDA, 2015).

3) Pekerjaan

Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk

mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga akan semakin sedikit

pula ketersediaan waktu dan kesempatan untuk melakukan

pengobatan (NANDA, 2015).

4) Status sosial ekonomi keluarga

Mempengaruhi asupan nutrisi tergantung pendapatan dalam suatu

rumah tangga (NANDA, 2015).

5) Jumlah anggota keluarga

Semakin sedikit keluarga yang terdapat disuatu rumah tangga maka

sering muncul masalah yang mengarah lima tugas keluarga karena

minimnya komunikasi dalam pengambilan keputusan (NANDA,

2015).
18

6) Pendidikan

Pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin rendah angka

ketidakpatuhan dan ketidaktahuan seseorang itu mengenai sesuatu

dikarenakan ilmu yang didapatkan dijadikan acuan (NANDA,

2015).

7) Genogram

Riwayat keluarga dekat yang menderita diabetes melitus (faktor

keturunan) mempertinggi resiko terkena diabetes melitus

(NANDA, 2015).

8) Tipe keluarga

Terdapat 2 tipe keluarga, dimana tipe keluarga yang pertama

adalah tipe keluarga tradisional yang terdiri dari 11 jenis tipe

keluarga dan yang kedua tipe non-tradisinal atau tipe modern yang

terdiri dari 8 tipe keluarga. Setiap tipe keluarga dalam rumah

tangga berbeda dengan satu sama lain. Pada umumnya keluarga

mengalami kesulitan berkomunikasi dalam sehari-hari, sehingga

untuk memutuskan dan atau mencari solusi dari masalah itu sulit

(NANDA, 2015)..

9) Agama

Mengidentifikasi agama dan kepercayaan keluarga yang dianut

yang didapat mempengaruhi kesehatan. Seseorang tidak patuh

terhadap terapi diet ini dikarenakan mengkonsumsi olahan yang

diberikan pada saat menghadiri selamatan, karena tidak sesuai


19

dengan takaran yang seharusnya sudah ditentukan dietnya

(NANDA, 2015)..

10) Suku Bangsa

Penyakit diabetes melitus ternyata banyak diderita orang madura

(NANDA, 2015)..

11) Aktivitas Rekreasi

Menjelaskan kemampuan dan kegiatan keluarga untuk melakukan

rekreasi secara bersama baik di luar dan dalam rumah, juga tentang

kuantitas yang dilakukan (NANDA, 2015)..

c. Keluhan utama

Alasan utama pasien datang ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan.

d. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti

adanya riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, obat-obatan

adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering

digunakan klien, seperti pemakaian obat anti hipertensi,

antipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat

merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi

oral (NANDA, 2015).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Diabetes melitus sering kali berlangsung sangat mendadak, pada

saat klien melakukan aktivitas, biasanya terjadi nyeri pada luka ,

pandangan kabur (NANDA, 2015).


20

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada riwayat penyakit keluarga yang menderita diabetes

melitus, hipertensi atau adanya riwayat hipertensi dari generasi

lainnya (NANDA, 2015)..

e. Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung

diagnosis diabetes melitus dan menyingkirkan kemungkinan penyakit

lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin

menyertai diabetes melitus. Berikut pola pemeriksaan fisik sesuai

Review of System :

1) B1 (Breathing)

Dikaji tentang keluhan sesak, batuk, nyeri, keteraturan irama nafas,

jenis pernafasan.

2) B2 (Blood)

Dikaji adanya keluhan nyeri dada dan suara jantung.

3) B3 (Brain)

Dikaji jumlah GCS, refleks fisiologis dan patologis, istirahat/tidur.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan

dengan intake cairan.

5) B5 (Bowel)

Dikaji tentang nafsu makan, frekuensi, porsi, jumlah, jenis,dikaji

juga mulut dan tenggorokan. Pada abdomen dikaji ketegangan,


21

nyeri tekan, lokasi, kembung, asites, peristaltikusus, pembesaran

hepar, lien, konsisten BAB, frekuensi, bau, dan warna.

6) B6 (Bone)

Dikaji tentang kemampuan pergerakan sendi, kekuatan otot, warna

kulit, turgor, dan edema.

7) B7 (Penginderaan)

a) Mata : dikaji pupil isokor/anisokor, sclera ikterus/tidak,

konjungtiva anemis/tidak.

b) Pendengaran/telinga : dikaji apakah ada gangguan

pendengaran/tidak.

c) Penciuman/hidung : dikaji bentuk, apa ada gangguan

penciuman/tidak

2. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan

berfikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. Dalam

melakukan analisis data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan

dan keperawatan klien (PPNI, 2017).

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status

kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses


22

keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan

atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggug jawabnya

(PPNI, 2017). Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan

Diabetes Melitus berdasarkan SDKI dalam PPNI (2017) adalah sebagai

berikut :

a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik

c. Resiko Infeksi b.d Peningkatan Leukosit

d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

4. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang

diharapkan dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan

oleh perawat. Intevensi keperawatan pada pasien dengan Ketidakstabilan

kadar glukosa darah menurut PPNI (2017) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

No Diagniosa Tujuan Intervensi


1. Ketidakstabilan Luaran utama : Manajemen
kadar glukosa Setelah dilakukan hipoglikemia
dalam darah tindakan keperawatan 1
berhubungan x 24 jam kestabilan Observasi
dengan resistensi kadar glukosa darah - Identifikasi
insulin. normal. kemungkinan
- Kestabilan kadar penyebab
glukosa darah hiperglikemia
a. Mengantuk - Identifikasi situasi
berkurang. yang menyebabkan
23

b. Pusing kebutuhan insulin


berkurang. meningkat (Misalnya
c. Keluhan lapar penyakit kambuhan)
berkurang. - Monitor kadar gula
Luaran tambahan : darah
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan - Monitor tanda dan
1x24 jam kontrol risiko gejala hiperglikemia
meningkat. (Poliuri, polidipsi,
polfagia, kelemahan,
- Kontrol risiko malaise, pendangan
a. Kemampuan kabur, pandangan
mencari kabur dan sakit kepala.
informasi
tentang faktor Terapeutik
risiko dari
menurun - Berikan asupan cairan
menjadi sedang. oral
- Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk.

Edukasi
- Anjurkan melakukan
olah raga
- Anjurkan monitoring
gula darah secara
mandiri
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olah
raga

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
insulin jika perlu
- Kolaborasi pemberian
cairan IV bila perlu
2. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
Agen cedera fisik tindakan Keperawatan 1
x24 jam diharapkan Observasi
nyeri menurun KH :
24

- Tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,


menurun karakteristik, durasi,
- Penyembuhan luka frekuensi,
membaik kualitas,intensitas
nyeri
- Tingkat cidera
menurun - Identifikasi skala nyeir

Terapeutik
- Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu
nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
insulin jika perlu
- Kolaborasi pemberian
cairan IV bila perlu
3 Infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Peningkatan tintdakan keperawatan
Leukosit selama 1x 24 jam maka Observasi :
tingkat infeksi menurun - Monitor tanda dan
KH : gejala infeksi lokal dan
- Tingkat nyeri sistematik
menurun
- Integritas kulit dan Terapetik :
jaringan - Berikan perawatan
- membaik Kontrol kulit pada area edema
resiko meningkat - Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien

Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
25

- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik
4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
Aktivitas b.d tintdakan keperawatan
imobilitas selama 1x 24 jam Observasi :
intoleransi aktivitas - Identifikasi defisit
membaik KH : tingkat aktivitas
- Toleransi aktivitas - Identifikasi kemapuan
- Ambulasi berpartisipasi dalam
- Tingkat keletihan aktivitas tertentu

Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuiakan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang di pilih
- Libatkan keluarga
dalam aktivitas

Edukasi:
- Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih

Manajenen program
latihan

Observasi :
- Identifikasi
pengetahuan dan
pengalaman aktivitas
fisik sebelumnya
- Identifikasi
kemampuan pasien
beraktivitas
26

Terapeutik :
- Motivasi untuk
memulai/ melanjutkan
aktivitas fisik

Edukasi :
- Jelaskan mamnfaat
aktivitas fisik

5. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri

(Tarwoto &. Wartonah, 2015)


DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan.


Diagnosa dan Nanda NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

Perkenni. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2


di Indonesia. Jakarta. PB PERKENI.

Perkenni. 2021. Pedoman Pemantauan Glukosa Darah Mandiri 2021.


Perkumpulan Endokrionologi Indonesia.

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan.


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan.


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan.


Pengurus Pusat PPNI.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Wijaya, A. & Putri, Y. 2013. KMB 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai