Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


DIABETES MELITUS

OLEH :

AYU B. M NOMLENI
NIM: PO.5303211211525

MENGETAHUI

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING INSTITUSI

NIP. NIP.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubunan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis (Huda & Kusuma, 2016).
2. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut (Smeltzer dan Bare,2015), :
1) DM tipe 1
DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat terjadi disebabkan
karena adanya kerusakan sel-β, biasanya menyebabkan kekurangan insulin absolut yang
disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini berkembang ke arah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian(Smeltzer dan Bare, 2015).
2) DM tipe 2
DM tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ) disebabkan oleh
kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pemngambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa (Huda & Kusuma, 2016).
3) DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek genetik pada fungsi sel-β,
defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti fibrosis kistik dan
pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik lain dan karena
disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare, 2015).
4) DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil
tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
3. Penyebab
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-
sel beta dari pulau-pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya
terjadi kekurangan insulin (Smeltzer dan Bare, 2015). Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan
istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain :
1) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak
diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes mellitus.
2) Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang lebih besar
untuk terkena penyakit diabetes mellitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi
untuk terserang diabetes mellitus.
3) Faktor genetik
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes
mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen
ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas,
radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pancreas menurun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu
obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5) Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas
yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-
hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi
dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus.
6) Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas
berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena
olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi
pankreas.
7) Kadar kortikosteroid yang tinggi
8) Kehamilan diabetes gestasional.
9) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
10) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin,
eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Smeltzer dan Bare, 2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain). Namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbilkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya
hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki
peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi
dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan
tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2
umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015). Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe 2. (Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,
maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah
terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan
vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
5. Pathway/WOC

Virus, obat-obatan, Usia, etnik, obesitas,


Pola hidup, obesitas,
keturunan, autoimun keturunan, riwayat
usia
gestasional terhadahulu

Memproduksi antibody (-) jumlah tempat reseptor atau


ketidaknormalan reseptor Sekresi hormon
pada sel Beta
insulin intrinsik
Melawan kerja insulin
Destruksi sel Beta
Penggabungan abnormal
reseptor insulin dengan sistem Resistensi insulin
Defisiensi Insulin transport glukosa

Hiperglikemi
Insulinopenia Sel Beta bermasalah

Diabetes gestasional
DM Tipe I Sekresi insulin

DM Tipe I

Diabetes Mellitus (DM)

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bledder Bowel Bone

Kegagalan relatif sel Destruksi sel Beta Oksidasi Konsentrasi Destruksi sel Beta Kegagalan relative
Beta dan resistensi pulau Langerhans glukosa glukosa dalam pulau Langerhans sel Beta dan
insulin pada jaringan akibat proses terganggu darah akibat proses resistensi insulin
lemak autoimun autoimun
Perubahan metabolism Vaskularisasi Transport Ginjal tidak Mengganggu proses Sistem otot
lemak aliran darah glukosa plasma dapat arbsorbsi makanan terganggu
pulau-pulau ke SPP menyerap
langerhans terganggu glukosa
Pembentukan dan Transport asam
akumulasi benda- Penyimpanan di sel amino terganggu
benda keton Pembuluh darah Glukosa di urin dan metabolism zat
Perubahan fungsi gizi tergganggu
menyempit serebral dan disertai Cadangan glikogen
pengeluaran dalam otot
Keseimbangan asam-
cairan berlebih Ketidakseimbangan
basa terganggu Vasokonstriksi Kesadaran, zat gizi
penurunan Gangguan urat
Hiperventilasi Peningkatan saraf
Hipertrofi ventrikel penglihatan
dalam berkemih Hipoglikemi/
Hiperglikemia
Transport O2 Risiko cedera Kesemutan,
Peningkatan
Kekurangan kelelahan, kram
pengisian LVEP Ketidakstabilan
volume cairan
Gangguan dalam tubuh kadar glukosa
pertukaran gas darah Gangguan
Aliran darah ke
Gangguan Mobilitas Fisik
jantung dan otak
tidak adekuat eliminasi urine

Penurunan
Curah Jantung
6. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik
(PERKENI, 2015) :
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak menunjukkan
gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak
(poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing
(poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-
10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa
mual (PERKENI, 2015).
2) Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa panas
atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,
biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita, gigi mudah
goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, dan para ibu hamil sering mengalami
keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg
(PERKENI, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar Glukosa Darah
 Glukosa Plasma Sewaktu : >200 mg/dl
 Glukosa Plasma Sewaktu : > 140 mg/dl
 Glukosa 2 jam post prandial : >200 mg/dl
b. Tes untuk mendeteksi komplikasi
 Ureum, kreatinin, asam urat
 Koleterol total, kolesterol LDL, HDL
 Trigliserida
c. Pemeriksaan HbA1c
 HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
 HbA1c 6.5-8% Kontrol glikemik sedang
 HbA1c > 8% Kontrol glikemik buruk
d. Tes Saring
 GDP, GDS
 Tes Glukosa Urin :
1) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi; Penatalaksana diabetes dibagi dalam 4 pilar
seperti :
 Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan mengetahui
faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes,
serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya
pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes.
Penderita perlu menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes
bukanlah suatu penyakit yang di luar kendalinya.
 Pengaturan makan (Diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan gula darah,
tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi
diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses makan itu sendiri.
Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti
halnya prinsip sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah
dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas
sehari-hari penderita.
 Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan aktivitas fisik
teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas
insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah dicapai. Porsi
olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan
kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik
dengan intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap. Jenis
olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang, bersepeda,
berdansa, berkebun, dll. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan
sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang lift, dll. Sebelum olahraga, sebaiknya
penderita diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi
sebelum olahraga dimulai.
 Obat / Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap tidak terkendali
setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat di atas. Obat juga digunakan
atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes,
atau pada keadaan kadar gula darah yang terlampau tinggi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ( PERKENI,2015 )
a) Identitas Pasien
b) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sering lapar (polifagi) disertai banyak kencing (poliuri) dan banyak
minum (polidipsi), sudah makan tapi mengeluh lemas, nafsu makan menurun (mungkin disertai
mual atau muntah), berat badan yang terus menurun secara signifikan dibawah BB ideal, keluhan
pusing, tremor
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Adalah riwayat yang menyebabkan klien MRS saat ini. Biasanya penderita diabetes mellitus
datang berobat karena ada keluhan mual dan tiga gejala khas yaitu (polifagi, poliuri, polidipsi),
kelemahan, mati rasa, kesemutan, sakit kepala, pandangan mata kabur, perubahan mood/suasana
hati, luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh.
d) Riwayat penyakit Dahulu
Gambran kesehatan pasien sebelumnyayang mendasari penyakit diabetes melitus
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang menederita penyakit yang sama sebelumnya untuk mengetahui apakah
penyakit yang dialami oleh pasien merupakan penyakit keturunan/genetic.
f) Riwayat Psikososial
Klien yang dirinya terkena diabetes mellitus biasanya mengalami denial dan takut mengkonsumsi
makanan dan minuman sembarangan atau malah enggan mengatur makanannya karena sudah
merasa bosan dengan penyakitnya yang bersifat kronis. Klien juga bisa mengalami putus asa,
serta cemas karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit diabetes mellitus yang dideritanya.
g) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
Biasanya klien nampak lemas karena sel-sel tubuh tidak optimal menyerap glukosa, pasien
dengan diabetes mellitus pada masa tua (> 30 tahun), obesitas disertai komplikasi
mikro/makro vaskuler. Namun status obesitas tersebut bisa jadi berubah karena klien sering
mengalami polifagi atau merasa lapar dalam frekuensi yang sering
sehingga terjadi masalah pada perubahan nutrisi klien yang beresiko mengalami penurunan.
 Kepala dan Rambut
Meliputi bentuk kepala,keadaan kulit kepala, keadaan dari penyebaran rambut, bau rambut,
ekspresi muka, bentuk muka, kulit muka, dan keadaan muka. Penderita diabetes mellitus
yang sudah menahun dan tidak terawat secara baik biasanya rambutnya lebih tipis, rambutnya
mudah rontok.
 Mata
Penderita diabetes mellitus juga dapat mengalami pembentukan katarak. Katarak mungkin
disebabkan oleh adanya hiperglikemi yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakn
lensa.
 Integumen dan ekstemitas
Perubahan - perubahan makrovaskuler, perubahan mikrovaskuler dan neuropati semuanya
menyebabkan perubahan pada ekstermitas bahwa perubahan yang penting yakni adanya
anesthesia. Keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan gangren
 Pemeriksaan saraf
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, jenis diabetes mellitus neuropati
yang paling lazim adalah polineuropati perifersimetris. Hal ini terlihat pertama kali dengan
hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstermitas bawah. Kemudian hilangnya kemampuan
motoric dan ekstermitas dan mati rasa.
 Pendengaran
Karena urat syaraf bagian pendengaran penderita diabetes mellitus mudah rusak, telinga
sering mendenging. Bila keadaan ini tidak segera diobati dan diabetes mellitus tidak terawat
dengan baik, pendengaran akan merosot bahkan dapat menjadi tuli sebelah ataupun tuli
keduanya.
 Sistem Pernapasan
Klien diabetes mellitus rentan terhadap penyakit infeksi termasuk infeksi saluran pernapasan
disebabkan penurunan kekebalan tubuh sampai terserang TBC paru.

 Sistem kardiovaskuler
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menimbulkan aterosklerosis, yang akan menyebabkan
deprivasi O2 di jaringan yang akan berlanjut menjadi Hipertensi, infark miokard, dan stroke
juga klien bisa terserang penyakit jantung koroner karena adanya daya pompa jantung
menurun dan rendahnya kadar HDL
 Sistem Pencernaan
Adanya rasa lapar yang sering (polifagi) disebabkan karena glukosa yang diperleh dari
karbohidrat tidak dapat dimetabolisme seluruhnya menjadi energi, sehingga menimbulkan
kelemahan. Penurunan kemampuan mengosongkan isi yang dikarenakan adanya neuropati
syaraf-syaraf otonom system gastrointestinal
 Sistem Perkemihan dan reproduksi
Kencing yang sering (poliuri) dan dalam jumlah yang banyak terutama malam hari sangat
mengganggu penderita sehingga mendorong periksa. Kerusakan syaraf-syaraf pada ginjal
tidak mampu melakukan absorbsi zat-zat yang terlarut dalam air seni sehingga terjadi
proteinuria. Kondisi seperti ini akan mudah terjadi infeksi salurah kemih. Didapatkan keluhan
kesulitan ereksi, impoten yang disebabkan neuropati.
 Sistem Muskuloskeletal
Awalnya mungkin hanya nampak kondisi leah pada penderita sampai terjadinya kejang pada
otot kaki disebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pada tulang terjadi osteomielitis.
Jika terjadi gangren, biasanya sering progresif dan memerlukan amputasi.
 Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
c) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 300 mOsm/l
d) Elektrolit:
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
 Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),selanjutnya akan
menurun
 Fosfor: lebih sering menurun
 Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
 Trombosit darah: hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stress atau infeksi.
e) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
f) Urin: gula positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
g) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan, dan infeksi pada luka.
2. Diagosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler d.d tampak gelisah, dyspnea,
PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, sianosis, pola napas abnormal, warna kulit
abnormal, kesadaran menurun.
2) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung d.d perubahan irama jantung,
perubahan afterload, perubahan preload, perubahan kontraktilitas. (D.0008)
3) Risiko cedera d.d kegagalam mekanisme pertahanan tubuh (D.0136)
4) Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung kemih d.d distensi kandung kemih,
berkemih tidak tuntas (hesitancy), volume residu urin meningkat, desakan berkemih (urgensi),
urin menetes (dribbling), sering buang air kecil, nokturia, mengompol, enuresis. (D.0149)
5) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan toleransi glukosa darah d.d kadar glukosa
dalam darah/urin tinggi, mulut kering, haus meningkat, jumlah urin meningkat (D.0027)
6) Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi d.d mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah. (D.0054)

3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen (I. 01026)
b.d perubahan membran keperawatan 3x24 jam, Observasi
alveolus-kapiler d.d diharapkan pertukaran gas  Monitor kcepatan aliran oksigen
tampak gelisah, dyspnea, pada pasien meningkat  Monitor posisi alat terapi oksigen
PCO2 dengan kriteria hasil :  Monitor aliran oksigen secara
meningkat/menurun, PO2  Tingkat kesadaran periodic dan pastikan fraksi yang
menurun, takikardia, meningkat diberikan cukup
sianosis, pola napas  Mual menurun  Monitor efektifitas terapi oksigen
abnormal, warna kulit  Kelemahan otot (mis, oksimetri, analisa gas
abnormal, kesadaran menurun darah), jika perlu
menurun.  Frekuensi napas  Monitor kemampuan melepas
(D. 0003) membaik oksigen saat makan
 Irama napas membaik  Monitor tanda-tanda
 pH membaik hipoventilasi
 Kadar CO2 membaik  Monitor tanda dan gejala
 Kadar natrium membaik toksikasi oksigen dan atelectasis
 Kadar klorida membaik  Monitor tingkat kecemasan
 Kadar protein membaik akibat terapi oksigen
 Kadar hemoglobin  Monitor integritas mukosa
membaik hidung akibat pemasangan
(L.02009) oksigen
Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
 Perhatikan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilisasi
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur

2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)


b.d perubahan frekuensi keperawatan 3x24 jam, curah Observasi
jantung d.d perubahan jantung meningkat dengan  Identifikasi tanda/gejala primer
irama jantung, perubahan kriteria hasil : penurunan curah jantung
afterload, perubahan  Kekuatan nadi perifer (meliputi dyspnea, kelelahan,
preload, perubahan meningkat edema, ortopnea, paroxysmal
kontraktilitas.  Bradikardia menurun nocturnal dyspnea, peningkatan
(D.0008)  Takikardia menurun CVP)
 Gambarann EKG  Identifikasi tanda/gejala sekunder
aritmia menurun penurunan curah jantung
 Lelah menurun (meliputi peningkatan berat
 Edema menurun badan, hepatomegaly, distensi
 Pucat menurun vena jugularis, palpitasi, ronkhi
 Berat badan membaik basah, oliguria, batuk, kulit
(L.02008) pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk
tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis,
intensitas, lokal, radiasi, durasi,
presifitasi yang mengurangi
nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis, elektrolit, enzim
jantung, BNP, NTpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum pemerian
obat (mis, beta blocker, ACE,
inhibitor, calcium channel
bloker, digoksin)
Terapeutik
 Pastikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
(mis, batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau
pneumatic intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual
 Berikann oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
 Ajarkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemerian antiaritmia,
jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
3 Risiko cedera d.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera (I.14537)
kegagalam mekanisme keperawatan 3x24 jam, Observasi
pertahanan tubuh koordinasi pergerakan  Identifikasi area lingkungan yang
(D.0136) meningkat dengan kriteria berpotensi menyebabkan cedera
hasil :  Identifikasi obat yang berpotensi
 Kekuatan otot menyebabkan cedera
meningkat  Identifikasi kesesuaian alas kaki
 Kontrol gerakan atau stoking elastis pada
meningkat ekstremitas bawah
 Keseimbangan gerakan Terapeutik
meningkat  Sediakan pencahayaan yang
 Kemantapan gerakan memadai
meningkat  Gunakan lampu tidur selama jam
 Kehalusan gerakan tidur
meningkat  Sosialisasikan pasien dan
 Gerakan ke arah yang keluarga dengan lingkungan
diinginkan meningkat ruang rawat (mis, penggunaan
 Tegangan otot menurun telepon, tempat tidur,
 Kram otot menurun penerangann ruangan dan lokasi
 Bentuk otot membaik kamar mandi)
 Kecepatan gerakan  Gunakan alas lantai jika berisiko
membaik mengalami cedera serius
(L.05041)  Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan pispot atau urinal untuk
eliminasi di tempat tidur, jika
perlu
 Pastikan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
 Pertahankan posisi tempat tidur
di posisi terendah saat digunakan
 Pastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam kondisi terkunci
 Gunakan pengaman tempat tidur
sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
 Pertimbangan penggunaan alarm
elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau
kursi
 Diskusi mengenai latihan atau
terapi fisik yang diperlukan
 Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai (mis,
tongkat atau alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri
4 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine (I.04125)
b.d penurunan kapasitas keperawatan 3x24 jam, Observasi
kandung kemih d.d eliminasi urin membaik  Identifikasi tanda dan gejala
distensi kandung kemih, dengan kriteria hasil : retensi atau inkontinensia urine
berkemih tidak tuntas  Desakan berkemih  Identifikasi faktor yang
(hesitancy), volume menurun menyebabkan retensi atau
residu urin meningkat,  Distensi kandung kemih inkontinensia urin
desakan berkemih menurun  Monitor eliminasi urine (mis,
(urgensi), urin menetes  Volume residu urin frekuensi, konsistensi, aroma,
(dribbling), sering buang menurun volume, dan warna)
air kecil, nokturia,  Mengompol menurun Terapeutik
mengompol, enuresis.  Frekuensi BAK  Catat waktu-waktu dan haluaran
(D.0149) membaik berkemih
 Karakteristik urine  Batasi asupan cairan, jika perlu
membaik  Ambil sampel urine tengah
(L.04034) (midstream) atau kulture
Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan
dan haluaran urine
 Ajarkan mengambil specimen
urine tengan (midstream)
 Ajarkan mengenai tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemih
 Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu
5 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
glukosa darah b.d keperawatan 3x24 jam, Observasi
gangguan toleransi kestabilan kadar glukosa  Identifikasi kemungkinan
glukosa darah d.d kadar darah meningkat dengan penyebab hiperglikemia
glukosa dalam darah/urin kriteria hasil :  Identifikasi situasi yang
tinggi, mulut kering, haus  Keluhan lapar menurun menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat, jumlah urin  Mulut kering menurun meningkat (mis, penyakit
meningkat  Rasa haus menurun kekambuhan)
(D.0027)  Kadar glukosa dalam  Monitor kadar glukosa darah,
darah membaik jika perlu
(L.05022)  Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia (mis, poliuria,
polydipsia, polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor keton urin, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi
nadi
Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral
 Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasi
 Anjurkan menghindari olahraga
saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
 Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
 Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urin, jika perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis, penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
pengganti karbohidrat, dan
bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium,
jika perlu
6 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
b.d kekakuan sendi d.d keperawatan 3x24 jam, Observasi
mengeluh sulit mobilitas fisik meningkat  Identifikasi adanya nyeri atau
menggerakan ekstremitas, dengan kriteria hasil : keluhan fisik lainnya
nyeri saat bergerak,  Pergerakan ekstremitas  Identifikasi toleransi fisik
enggan melakukan meningkat melakukan pergerakan
pergerakan, merasa cemas  Kekuatan otot  Monitor frekuensi jantung dan
saat bergerak, kekuatan meningkat tekanan darah sebelum memulai
otot menurun, rentang  Rentang gerak (ROM) mobilisasi
gerak (ROM) menurun, meningkat Terapeutik
sendi kaku, gerakan tidak  Nyeri menurun  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
terkoordinasi, gerakan  Kaku sendi menurun dengan alat bantu (mis, pagar
terbatas, fisik lemah.  Gerakan terbatas tempat tidur)
(D.0054) menurun  Fasilitasi melakukan pergerakan,
 Kelemahan fisik jika perlu
menurun  Libatkan keluarga untuk
(L.05042) membantu pasien dalam
meningkatkann pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis,
duduk di tempat tidur, duduk
disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam keperawatan. Implementasi
keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien
dari maslaah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang di harapkan ( wahid, 2017 )
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingkan anatara proses
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang telah
di laksanakan ( wahid, 2017 )

DAFTAR PUSTAKA

1. Huda, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogyakarta: Mediaction.
2. PERKENI. (2015). Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
3. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
4. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
5. PPNI, T. P. (2019). Standar luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
6. Smelter & Bare (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai