DISUSUN OLEH :
PADILAH AISYAH
20300025
DIABETES MELITUS
1. Pengertian
tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek
kerja insulin atau kombinasi keduanya (ADA, 2003 dalam Smeltzer, et al. 2008 dalam
Damayanti, 2015).
insulin. Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran
insulin oleh sel beta pankreas, ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin,
produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja (Sudoyo, et al.
protein awal terjadinya hyperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah) (Black &
Diabetes Melitus tipe 2, Diabetes Melitus tipe lain serta Diabetes kehamilan.
1
a. Diabetes Melitus tipe 1.
ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi dalam dua sub tipe yaitu tipe 1A
ditandai oleh destruksi autoimun sel beta sebelumnya disebut dengan Diabetes Juvenil,
terjadi lebih sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia. Diabetes
insulin absolut, peningkatan glukosa darah, pemecahan lemak dan protein tubuh.
Diabetes Melitus tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes
(NIDDM). Dalam Diabetes Melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh
pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh total (Julien. dkk. 2009). Jumlahnya mencapai 90-95%
dari seluruh pasien dengan diabetes, dan banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih
dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (CDC, 2005).
Kasus Diabetes Melitus tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang
menyebabkan Diabetes Melitus secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat
2
insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh
produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat
sehingga memenuhi kriteria diagnosis Diabetes Melitus (Manaf dalam Sudoyo, 2006
kehamilan akan mengalami peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun
glukosa oleh sel (Porth, 2007). Sebelumnya dikenal dengan istilah Diabetes sekunder,
Diabetes tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan
sindrom tertentu, misalnya Diabetes yang terjadi dengan penyakit pankreas atau
syndrom chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi atau endokrinopati (Soegondo,
3. Etiologi
a. Faktor genetik/herediter
3
Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan antibodi autoimun
c. Faktor imunologi
a. Obesitas
Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh,
insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik.
b. Usia
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan Diabetes kehamilan, akan
tetapi kondisi ini diduga terkait dengan perubahan hormon dalam masa kehamilan.
a. Penyakit pankreas
b. Penyakit hormonal
4
Acromegali yang merangsang sekresi sel-sel beta sehingga hiperaktif dan
rusak.
c. Obat-obatan
4. Patofisologi
Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Melitus dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut, berkurangnya pemakaian
glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah
setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari kurangnya protein
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan, pada
hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa
darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul glukosuria karena tubulus-tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan
potasium, dan pospat. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
enjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
5
protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
dan perubahan pada saraf perifer (Price. 2006 dalam Saferi, 2013).
Patofisiologi dari Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2005 dalam Saferi,
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan yang tidak disimpan dalam hati
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih diekskresikan dalam
urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,
keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatau rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
6
sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk mestimulasi
lambat dan progresif maka awitan Diabetes Melitus tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur. Ada 3 problem utama bila kekurangan atau
tanpa insulin yaitu, penurunan penggunaan glukosa, peningkatan mobilisasi lemak dan
5. Manifestasi Klinis
6) Penglihatan kabur
7
4) Kesemutan atau mati rasa di tangan dan di kaki
Faktor resiko Diabetes Melitus dapat dikelompokkan menjadi faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras dan etik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan Diabetes
Melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat
lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor resiko yang
dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, seperti berat
displidemia, diet yang tidak sehat/tidak optimal, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) atau Gula Darah Puasa (GDP) terganggu dan merokok (Kementrian Kesehatan RI,
resiko terkena Diabetes Melitus sebanyak 6 kali lebih besar jika salah satu atau kedua
Federation (IDF), (2017) dalam Damayanti (2015) membedakan faktor resiko Diabetes
Faktor resiko yang sering terjadi pada Diabetes Melitus tipe 1 adalah riwayat
8
b. Diabetes Melitus tipe 2
Faktor resiko yang sering menyebabkan Diabetes Melitus tipe 2 adalah obesitas,
pola makan dan nutrisi yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, prediabetes atau
lain termasuk asupan buah dan sayuran yang tidak memadai, serta makanan dan
Faktor resiko untuk Gestasional Diabetes Melitus termasuk usia yang lebih tua,
kelebihan berat badan atau obesitas, kenaikan berat badat yang berlebihan selama
kehamilan, riwayat keluarga diabetes dan riwayat keguguran atau kelahiran bayi
Faktor resiko pradiabetes sama dengan Diabetes Melitus tipe 2 yaitu, kelebihan
berat badan, usia lanjut, pola makan buruk, kelebihan kalori atau nutrisi yang buruk,
Dalam menentukan adanya Diabetes Melitus, tes urin tunggal tidak boleh
dilakukan namun perlu ditambah dengan tes gula darah, dapat dikatakan Diabetes Melitus
ketika adanya gejala dan peningkatan kadar gula darah (Dunning, 2003 dalam
9
Tabel 1 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Panduan World Health Organization
(WHO)
Catatan : Pada tabel ini ditunjukkan glukosa darah vena, glukosa darah kapiler 10-15%
2013
10
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai penyaring dan
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan
gangren dengan resiko amputasi. Kompolikasi lebih serius bila kontrol kadar gula darah
buruk.
(Hasdianah, 2014) :
11
Terdiri dari 2 bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. Hiperglikemia
dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hipersomolar Non Ketotik (HNK) dan
Asidosis Laktat (AL). Dikatakan hiperglikemi apabila kadar gula darah >250 mg% dan
gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi, pernapasan kusmaul, mual muntah,
peringkat pertama komplikasi akut disusul oleh hipoglikemi, komplikasi akut ini
masih merupakan masalah utama karena angka kematiannya cukup tinggi. Kematian
Keto Asidosis Diabetik (KAD) pada penderita Diabetes Melitus pada tahun 2003 di
negara maju berkisar 9-10%. Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester dikutip
oleh Soewondo menunjukkan bahwa insidens Keto Asidosis Diabetik (KAD) sebesar
b. Komplikasi kronik
Pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh
berikut :
a. Mikrovaskuler :
1. Ginjal
2. Mata
b. Makrovaskuler :
12
2. Pembuluh darah kaki
dimana dapat mencegah komplikasi dan tujuan jangka pendek untuk menghilangkan
keluhan atau gejala Diabetes Melitus. Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut (Saferi,
2013) :
a. Diet
1) Karbohidrat : 60-70%
a) Protein : 12-20%
b) Lemak : 20-30%
a) Sulfonilurea
b) Biguanid
normal.
13
c) Inhibitor alphaglukosidase
pasca prandial.
e) Insulin
berat, dll), dan Diabetes Melitus dengan kehamilan yang tidak terkendali
dalam pola makan serta Diabetes Melitus tidak berhasil dikelola dengan
obat hipoglikemik oral dengan dosis maksimal. Insulin oral atau suntikan
dimulai dari dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan sedikit demi sedikit
b. Latihan
c. Pemantauan
glucose (SBMG) atau kontrol rutin memungkinkan untuk deteksi dan mencegah
14
hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi Diabetes
Melitus jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien dengan
penyakit Diabetes Melitus yang tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis
pemberian insulin, dosis insulin yang diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa
Beberapa hal yang harus dimonitor atau kontrol secara berkala adalah glukosa
darah, glukosa urine, keton darah, keton urine. Selain itu juga, pengkajian tambahan
seperti cek badan secara reguler, pemeriksaan fisik teratur, dan pendidikan tentang
diit, kemampuan monitoring diri atau kontrol rutin, injeksi, pengetahuan umum
Damayanti, 2015).
f) Pendidikan Kesehatan
1. Pengkajian
Data Umum
Pengkajian terhadap data umum meliputi :
a. Nama
b. Alamat dan telfon
c. Pekerjaan
d. Pendidikan
e. Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa tersebut berkait dengan kesehatan.
15
f. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
g. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga yang lain. Kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga, barang yang dimiliki keluarga.
Riwayat Dan Tahap Perkembangan Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga inti
h. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga,
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
i. Riwayat keluarga inti (tinggal dalam satu rumah)
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber Yankes yang
biasa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap Yankes.
j. Riwayat keluarga sebelumnya
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.
Pengkajian Lingkungan
k. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah
tangga, jenis septik tank, jarak septik tank dengan sumber air, sumber air minum
yang digunakan serta denah rumah.
l. Karakteristik tetangga dan komunitas RW menjelaskan mengenai karakteristik
dari tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik,
aturan / kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
m. Mobilisasi geografis keluarga
16
Mobilisasi geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
n. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai
waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga
yang ada dan sejauh mana keluarga interaksinya dengan masyarakat.
o. Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota
keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang
kesehatan.
Fisik, psikis atau dukungan dari anggota keluarga.
Sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
Struktur Keluarga
p. Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
q. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain
untuk merubah perilaku.
r. Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal
maupun informal.
Fungsi Keluarga
t. Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga perasaan memiliki dan
dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,
17
bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
u. Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi / hubungan dalam keluarga sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.
v. Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit, sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.
Kesanggupan keluarga melaksakan 5 tugas kesehatan.
Hal-Hal Yang Dikaji Sejauh Mana Keluarga Melakukan Pemenuhan Tugas Perawatan
Keluarga adalah :
a. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga mengenal masyarakat kesehatan, yang perlu
dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah
kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan
mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masyarakat.
b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah :
Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga.
Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masyarakat yang dialami.
Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit.
Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada.
Apakah keluarga kurang mempercayai terhadap tenaga kesehatan.
Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam
mengatasi masalah.
c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit, yang perlu dikaji adalah :
18
Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran,
komplikasi, prognosa dan cara perawatannya).
Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan.
Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk
perawatan.
Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sumber-sumber yang ada dalam
keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan / finansial,
fasilitas fisik, psiko sosial).
Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah
yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :
Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki.
Sejauh mana keluarga melihat keuntungan / manfaat pemeliharaan lingkungan.
Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi.
Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit.
Sejauh mana sikap / pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi.
Sejauh mana kekompakan antara anggota keluarga.
e. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas / pelayanan
kesehatan dimasyarakat yang perlu dikaji adalah :
Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan.
Sejauh mana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang diperoleh
fasilitas kesehatan.
Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas
kesehatan.
Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap petugas
kesehatan.
Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
Fungsi reproduksi
a. Berapa jumlah anak
19
b. Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga.
c. Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
Fungsi ekonomi
a. Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b. Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat dalam upaya
peningkatan status kesehatan keluarga.
a. Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.
b. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi / stressor hal yang perlu dikaji adalah
sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi / stressor.
Strategi koping yang digunakan.
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila mengalami permasalahan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik di klinik.
Harapan Keluarga
Pada akhirnya pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas yang
ada.
20
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan keluarga yang mungkin timbul pada pasien DM (SDKI 2016):
a. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan kompleksitas
program perawatan/pengobatan.
21
mengurangi faktor perasaan dan pertanyaan
resiko meningkat keluarga.
Verbalisasi kesulitan Terima nilai-nilai keluarga
menjalankan dengan cara tidak
perawatan yang menghakimi.
ditetapkan menurun Diskusikan rencana medis
Gejala penyakit dan perawatan.
anggota keluarga Fasilitasi pengungkapan
menurun perasaan antara pasien dan
keluarga atau antar anggota
keluarga.
Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencanakna perawatan
jangka panjang,jika
perlu.fasilitasi anggota
keluarga dalam
mengidentifikasi dan
menyelesaikam konflik
nliai.
Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan dasar keluarga
Fasilitasi anggota keluarga
melalui proses
kematian,jika perlu.
Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,keterampilan
dan peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan keputusan
22
perawatan pasien.
Bersikap sebagai pengganti
keluarga untuk
menenangkan pasien
dan/atau jika kelurga tidak
dapat memberikan
perawatan.
Hargai dan dukung
mekanisme koping yang
digunakan.
Berikan kesempatan
berkunjung bagi anggota
keluarga.
Edukasi
Informasikan kemajuan
pasien secara berkala.
Informasikan fasilitas
perawatan Kesehatan yang
tersedia.
Kolaberasi
Rujuk untuk terapi keluarga,
jika perlu.
B. Dukungan keluarga
merencanakan perawatan
Observasi
Identifikasi kebutuhan dan
harapan keluarga tentang
Kesehatan.
Identifikasi konsekuensi
tidak melakukan tindakan
23
bersama keluarga
Identifikasi sumber-sumber
yang dimiliki keluarga.
Identifikasi tindakan yang
dapat dilakukan keluarga.
Terapeutik
Motivasi pengembangan
sikap dan emosi yang
mendukung upaya
kesehatan.
Gunakan sarana dan fasilitas
yang ada dalam keluarga.
Ciptakan perubahan
lingkungan rumah secara
optimal.
Edukasi
Informasikan fasilitas
kesehatan yang ada
dilingkungan keluarga.
Anjurkan menggunakan
fasilitas Kesehatan yang
ada.
Ajarkan cara perawatan
yang bisa dilakukan
keluarga.
2 Pemeliharaan Setelah dilakukan 3 kali Edukasi Kesehatan
kesehatan tidak efektif kunjungan, diharapkan Observasi
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan Identifikasi kesiapan dan
ketidakmampuan keluarga meningkat kemampuan menerima
membuat penilaian dengan kriteria hasil : informasi.
yang tepat. Identifikasi faktor-faktor
24
Menunjukkan prilaku yang dapat meningkatkan
adaptif meningkat. dan menurunkan motivasi
Menunjukkan prilaku hidup bersih dan
pemahaman prilaku sehat.
sehat meningkat. Terapeutik
Kemampuan Sediakan materi dan media
menjalankan prilaku pendidikan kesehatan
sehat meningkat. Jadwalkan pendidikan
Prilaku mencari kesehatan sesuai
bantuan meningkat. kesepakatan.
Menunjukkan minat Berikan kesempatan untuk
meningkatkan prilaku bertanya.
sehat meningkat Edukasi
Memiliki sistem Jelaskan faktor resiko yang
pendukung dapat mempengaruhi
meningkat. kesehatan.
Ajarkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
25
Verbalisasi prilaku hidup bersih dan
minat dalam sehat.
belajar Terapeutik
meningkat Sediakan materi dan media
Kemampuan pendidikan kesehatan
menjelaskan Jadwalkan pendidikan
pengetahuan kesehatan sesuai
tentang suatu kesepakatan.
topik meningkat. Berikan kesempatan untuk
Prilaku sesuai bertanya.
dengan Edukasi
pengetahuan Jelaskan faktor resiko yang
meningkat. dapat mempengaruhi
Prilaku kesehatan.
membaik. Ajarkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
B. Bimbingan sistem kesehatan
Observasi
Identifikasi masalah
kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat.
Identifikasi inisiatif
individu, keluarga dan
masyarakat.
Terapeutik
Fasilitasi pemenuhan
26
kebutuhan Kesehatan.
Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan kesehatan
mandiri.
Libatkan kolega/teman
untuk membimbing
pemenuhan kebutuhan
Kesehatan.
Siapkan pasien untuk
mampu berkolaberasi dan
bekerjasama dalam
pemenuhan kebutuhan
kesehatan.
Edukasi
Bimbing untuk bertanggung
jawab mengidentifikasi dan
mengembangkan
kemampuan memecahkan
masalah kesehatan secara
mandiri.
4. Evaluasi
27
prilaku sehat, prilaku mencari bantuan, menunjukkan minat meningkatkan prilaku
sehat dan memiliki sistem pendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Bath, Julian, et al. (2009). Cardiac Rehabilitation: A Workbook for Use with Group
Programmes. Singapore: Fabulous Pte Ltd.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) 2012. Body Mass Index: Considerations for
Practitioners. 1-4.
28
Damayanti. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Hasdianah. (2014). Patologi dan Patofisilogi Penyaki Cetakan Pertama. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Lopes, A. A., Elder, S. J., Ginsberg, N., Andreucci, V. E., Cruz, J. M., Fukuhara, S., . . . Port, F.
K. (2007). Lack of appetite in haemodialysis patients— associations with patient
characteristics, indicators of nutritional status and outcomes in the international DOPPS.
Nephrol Dial Transplant 22, 3538– 3546.
Saferi. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2 (Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
29