Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS GANGREN POST AMPUTASI

DISUSUN OLEH :

PADILAH AISYAH

20300025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG TAHUN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus termasuk kelompok penyakit yang dikarakteristikkan oleh

tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek

kerja insulin atau kombinasi keduanya (ADA, 2003 dalam Smeltzer, et al. 2008 dalam

Damayanti, 2015).

Diabetes Melitus adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak akibat dari ketidakseimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan

insulin. Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran

insulin oleh sel beta pankreas, ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin,

produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja (Sudoyo, et al.

2006 dalam Damayanti, 2015).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan

dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein awal terjadinya hyperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah) (Black &

Hawk, 2009 dalam Damayanti, 2015).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

World Health Organization (WHO), (1997) dalam porth, (2007)

mengklasifikasikan Diabetes menjadi 4 jenis, antara lain : Diabetes Melitus tipe 1,

Diabetes Melitus tipe 2, Diabetes Melitus tipe lain serta Diabetes kehamilan.

1
a. Diabetes Melitus tipe 1.

Diabetes Melitus tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi dalam dua sub tipe yaitu tipe 1A

yaitu Diabetes yang diakibatkan proses imunologi (immune-mediated diabetes) dan

tipe 1B yaitu diabetes idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. Diabetes 1A

ditandai oleh destruksi autoimun sel beta sebelumnya disebut dengan Diabetes Juvenil,

terjadi lebih sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia. Diabetes

Melitus tipe 1 merupakan gangguan katabolisme yang ditandai oleh kekurangan

insulin absolut, peningkatan glukosa darah, pemecahan lemak dan protein tubuh.

b. Diabetes Melitus tipe 2.

Diabetes Melitus tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes

(NIDDM). Dalam Diabetes Melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh

pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan tubuh total (Julien. dkk. 2009). Jumlahnya mencapai 90-95%

dari seluruh pasien dengan diabetes, dan banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih

dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (CDC, 2005).

Kasus Diabetes Melitus tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang

diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin awalnya belum

menyebabkan Diabetes Melitus secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat

melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara

berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar

glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelahan

sel beta pankreas (exhaustion) yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi

2
insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh

produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat

sehingga memenuhi kriteria diagnosis Diabetes Melitus (Manaf dalam Sudoyo, 2006

Waspadji dalam Soegondo, 2007 dalam Damayanti, 2015).

c. Diabetes pada Kehamilan (Gestasional Diabetes).

Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui selama

kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2-4% kehamilan. Wanita dengan Diabetes

kehamilan akan mengalami peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun

melahirkan (Porth, 2007 dalam Damayanti, 2015).

d. Diabetes Melitus Tipe Lain (Others Specific Types).

Diabetes Melitus tipe lain merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan

hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan

glukosa oleh sel (Porth, 2007). Sebelumnya dikenal dengan istilah Diabetes sekunder,

Diabetes tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan

sindrom tertentu, misalnya Diabetes yang terjadi dengan penyakit pankreas atau

pengangkatan jaringan pankreas dan penyakit endokrin seperti akromegali atau

syndrom chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi atau endokrinopati (Soegondo,

dkk. 2009 dalam Damayanti, 2015).

3. Etiologi

Faktor penyebab Diabetes Melitus (Saferi, 2013) yaitu sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

a. Faktor genetik/herediter

3
Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan antibodi autoimun

terhadap penghancuran sel-sel beta.

b. Faktor infeksi virus

Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik.

c. Faktor imunologi

Respon autoimun abnormal, antibodi menyerang jaringan normal yang

dianggap jaringan asing.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

a. Obesitas

Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh,

insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik.

b. Usia

Cenderung meningkat diatas usia 65 tahun.

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

3. Diabetes Kehamilan (Gestasional)

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan Diabetes kehamilan, akan

tetapi kondisi ini diduga terkait dengan perubahan hormon dalam masa kehamilan.

4. Diabetes Tipe Lain

a. Penyakit pankreas

Pankreatitis, ca pankreas dan lain-lain.

b. Penyakit hormonal

4
Acromegali yang merangsang sekresi sel-sel beta sehingga hiperaktif dan

rusak.

c. Obat-obatan

Aloxan, streptozokin dan derivat thiazide.

4. Patofisologi
Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Melitus dapat dihubungkan

dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut, berkurangnya pemakaian

glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah

setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak

yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan

endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari kurangnya protein

dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan, pada

hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa

darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul glukosuria karena tubulus-tubulus renalis

tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,

potasium, dan pospat. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan

mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung

terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien

enjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya

5
protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis

dan perubahan pada saraf perifer (Price. 2006 dalam Saferi, 2013).

Patofisiologi dari Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2005 dalam Saferi,

2013) yaitu sebagai berikut :

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Pada Diabetes Melitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.

Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan yang tidak disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang keluar, akibatnya glukosa tersebut

muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih diekskresikan dalam

urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,

keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat dari kehilangan cairan yang

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsia).

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan dengan

insulin, yaitu resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin dengan

reseptor tersebut, terjadi suatau rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam

6
sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi

intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk mestimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat dan progresif maka awitan Diabetes Melitus tipe 2 dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan

dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,

infeksi vagina atau pandangan yang kabur. Ada 3 problem utama bila kekurangan atau

tanpa insulin yaitu, penurunan penggunaan glukosa, peningkatan mobilisasi lemak dan

peningkatan penggunaan protein.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Diabetes Melitus antara lain (International Diabetes Federation

(IDF), 2017 dalam Choirunnisa, 2018) :

a. Diabetes Melitus Tipe 1

1) Sering haus dan mulut terasa kering

2) Sering buang air kecil

3) Merasa cepat lelah dan tidak bertenaga

4) Mudah terasa lapar

5) Penurunan berat badan secara tiba-tiba

6) Penglihatan kabur

b. Diabetes Melitus Tipe 2

1) Sering haus dan mulut terasa kering

2) Sering buang air kecil dan banyak

3) Kurang berenergi dan kelelahan yang berlebihan

7
4) Kesemutan atau mati rasa di tangan dan di kaki

5) Infeksi jamur yang berulang di kulit

6) Lambatnya penyembuhan luka

7) Penglihatan yang kabur

6. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor resiko Diabetes Melitus dapat dikelompokkan menjadi faktor resiko yang

tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi adalah ras dan etik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan Diabetes

Melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat

lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor resiko yang

dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, seperti berat

badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,

displidemia, diet yang tidak sehat/tidak optimal, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu

(TGT) atau Gula Darah Puasa (GDP) terganggu dan merokok (Kementrian Kesehatan RI,

2014 dalam Damayanti, 2015).

Faktor resiko munculnya Diabetes Melitus karena faktor keturunan memiliki

resiko terkena Diabetes Melitus sebanyak 6 kali lebih besar jika salah satu atau kedua

orang tuanya mengalami penyakit tersebut. Sedangkan menurut International Diabetes

Federation (IDF), (2017) dalam Damayanti (2015) membedakan faktor resiko Diabetes

Melitus berdasarkan klasifikasinya :

a. Diabetes Melitus tipe 1

Faktor resiko yang sering terjadi pada Diabetes Melitus tipe 1 adalah riwayat

keluarga diabetes, genetika, infeksi, dan pengaruh lingkungan.

8
b. Diabetes Melitus tipe 2

Faktor resiko yang sering menyebabkan Diabetes Melitus tipe 2 adalah obesitas,

pola makan dan nutrisi yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, prediabetes atau

gangguan glukosa toleransi, merokok dan riwayat Diabetes gestasional. Faktor-faktor

lain termasuk asupan buah dan sayuran yang tidak memadai, serta makanan dan

asupan makanan yang tinggi lemak jenuh.

c. Gestasional Diabetes Melitus

Faktor resiko untuk Gestasional Diabetes Melitus termasuk usia yang lebih tua,

kelebihan berat badan atau obesitas, kenaikan berat badat yang berlebihan selama

kehamilan, riwayat keluarga diabetes dan riwayat keguguran atau kelahiran bayi

dengan kelainan kongenital.

d. Impared Glucose Toleranced and Impared Fasting Glucose

Faktor resiko pradiabetes sama dengan Diabetes Melitus tipe 2 yaitu, kelebihan

berat badan, usia lanjut, pola makan buruk, kelebihan kalori atau nutrisi yang buruk,

kurangnya aktivitas fisik, merokok dan riwayat keluarga.

7. Diagnosis Diabetes Melitus

Dalam menentukan adanya Diabetes Melitus, tes urin tunggal tidak boleh

dilakukan namun perlu ditambah dengan tes gula darah, dapat dikatakan Diabetes Melitus

ketika adanya gejala dan peningkatan kadar gula darah (Dunning, 2003 dalam

Damayanti, 2015). Kriteria diagnostik Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut :

9
Tabel 1 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Panduan World Health Organization

(WHO)

Tahap Gula Darah Puasa Gula Darah OGTT


Acak

Normal < 6.1 mmol/L Gula darah 2 jam


< 7.8 mmol/L

Gangguan Gangguan gula Gangguan


toleransi darah puasa toleransi glukosa
glukosa - Gula darah puasa - Gula darah 2
≥6.1 mmol/L dan jam ≥7.8
< 7.0 mmol/L mmol/L dan <
11.1 mmol/L
Diabetes ≥7.0 mmol/L ≥11.1 mmol/L Gula darah 2 jam
dan gejala > 11.1 mmol/L

Catatan : Pada tabel ini ditunjukkan glukosa darah vena, glukosa darah kapiler 10-15%

lebih tinggi daripada darah vena.

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA), screening untuk Diabetes

Melitus dengan pemeriksaan :

Tabel 2 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan American Diabetes Association (ADA)

2013

Pemeriksaan Pre-diabetes Diabetes

HbA1C 5.7-6.4% ≥6.5%

Gula darah puasa 100-125 (Impaired ≥126 mg/dl


Fasting Glucose/IFT)

OGTT 140-200 (Impaired ≥200 mg/dl


tolerance
Glucose/IGT)

Random plasma ≥200 mg/dl


Glucose

10
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai penyaring dan

diagnosis Diabetes Melitus :

Tabel 3 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Depkes RI 2008

Bukan Belum pasti Diabetes


Diabetes Diabetes Melitus
Melitus Melitus

Kadar Plasma < 100 100-199 ≥200


glukosa darah vena darah
sewaktu kapiler
(mg/dl)

Kadar Plasma < 90 90-199 ≥200


glokusa darah vena darah
puasa (mg/dl) kapiler

8. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskuler (resiko ganda),

kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat

menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan

gangren dengan resiko amputasi. Kompolikasi lebih serius bila kontrol kadar gula darah

buruk.

Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut

(Hasdianah, 2014) :

a. Komplikasi metabolik akut

11
Terdiri dari 2 bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. Hiperglikemia

dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hipersomolar Non Ketotik (HNK) dan

Asidosis Laktat (AL). Dikatakan hiperglikemi apabila kadar gula darah >250 mg% dan

gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi, pernapasan kusmaul, mual muntah,

penurunan kesadaran sampai koma. Keto Asidosis Diabetik (KAD) menempati

peringkat pertama komplikasi akut disusul oleh hipoglikemi, komplikasi akut ini

masih merupakan masalah utama karena angka kematiannya cukup tinggi. Kematian

Keto Asidosis Diabetik (KAD) pada penderita Diabetes Melitus pada tahun 2003 di

negara maju berkisar 9-10%. Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester dikutip

oleh Soewondo menunjukkan bahwa insidens Keto Asidosis Diabetik (KAD) sebesar

8/1000 pasien Diabetes Melitus/tahun untuk semua kelompok umur.

b. Komplikasi kronik

Pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh

(Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu, makroangipati

(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu

sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan.

Komplikasi kronik Diabetes Melitus yang sering terjadi adalah sebagai

berikut :

a. Mikrovaskuler :

1. Ginjal

2. Mata

b. Makrovaskuler :

1. Penyakit jantung koroner

12
2. Pembuluh darah kaki

3. Pembuluh darah otak

c. Neuropati : mikro dan makrovaskuler

9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan Diabetes Melitus ada 2 yaitu, tujuan jangka panjang

dimana dapat mencegah komplikasi dan tujuan jangka pendek untuk menghilangkan

keluhan atau gejala Diabetes Melitus. Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut (Saferi,

2013) :

a. Diet

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika

merekomendasikan 50-60% kalori yang berasal dari :

1) Karbohidrat : 60-70%

a) Protein : 12-20%

b) Lemak : 20-30%

2) Obat hipoglikemik oral (OHO)

a) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonylurea yang bekerja untuk menstimulasi pelepasan

insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan

meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b) Biguanid

Untuk menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah

normal.

13
c) Inhibitor alphaglukosidase

Menghambat kerja enzim alphaglukosidase di dalam saluran cerna

sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia

pasca prandial.

d) Insulin sensiting agent

Obat thoazahdine diones untuk meningkatkan sensivitas insulin sehingga

bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemia, tetapi obat ini belum beredar di indonesia.

e) Insulin

Indikasi insulin yaitu Diabetes Melitus dengan berat badan menurun

dengan cepat, ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar,

Diabetes Melitus yang mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi

berat, dll), dan Diabetes Melitus dengan kehamilan yang tidak terkendali

dalam pola makan serta Diabetes Melitus tidak berhasil dikelola dengan

obat hipoglikemik oral dengan dosis maksimal. Insulin oral atau suntikan

dimulai dari dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan sedikit demi sedikit

sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah pasien.

b. Latihan

Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme

istirahat, dapat menurunkan berat badan, stres dan menyegarkan tubuh.

c. Pemantauan

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri atau self-monitoring blood

glucose (SBMG) atau kontrol rutin memungkinkan untuk deteksi dan mencegah

14
hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi Diabetes

Melitus jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien dengan

penyakit Diabetes Melitus yang tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis

berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan. Kaitannya dengan

pemberian insulin, dosis insulin yang diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa

darah yang akurat (Smeltzer, et al. 2008 dalam Damayanti, 2015).

Beberapa hal yang harus dimonitor atau kontrol secara berkala adalah glukosa

darah, glukosa urine, keton darah, keton urine. Selain itu juga, pengkajian tambahan

seperti cek badan secara reguler, pemeriksaan fisik teratur, dan pendidikan tentang

diit, kemampuan monitoring diri atau kontrol rutin, injeksi, pengetahuan umum

tentang diabetes dan perubahan-perubahan dalam diabetes (Dunning, 2003 dalam

Damayanti, 2015).

e) Terapi jika diperlukan

f) Pendidikan Kesehatan

B. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

1. Pengkajian
Data Umum
Pengkajian terhadap data umum meliputi :
a. Nama
b. Alamat dan telfon
c. Pekerjaan
d. Pendidikan
e. Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa tersebut berkait dengan kesehatan.

15
f. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
g. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga yang lain. Kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga, barang yang dimiliki keluarga.
Riwayat Dan Tahap Perkembangan Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga inti
h. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga,
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
i. Riwayat keluarga inti (tinggal dalam satu rumah)
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber Yankes yang
biasa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap Yankes.
j. Riwayat keluarga sebelumnya
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.

Pengkajian Lingkungan
k. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah
tangga, jenis septik tank, jarak septik tank dengan sumber air, sumber air minum
yang digunakan serta denah rumah.
l. Karakteristik tetangga dan komunitas RW menjelaskan mengenai karakteristik
dari tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik,
aturan / kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
m. Mobilisasi geografis keluarga

16
Mobilisasi geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
n. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai
waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga
yang ada dan sejauh mana keluarga interaksinya dengan masyarakat.
o. Sistem pendukung keluarga
 Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota
keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang
kesehatan.
 Fisik, psikis atau dukungan dari anggota keluarga.
 Sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.

Struktur Keluarga
p. Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
q. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain
untuk merubah perilaku.
r. Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal
maupun informal.

s. Nilai atau norma keluarga


Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengan kesehatan.

Fungsi Keluarga
t. Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga perasaan memiliki dan
dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,

17
bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
u. Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi / hubungan dalam keluarga sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.
v. Fungsi perawatan kesehatan
 Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit, sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.
 Kesanggupan keluarga melaksakan 5 tugas kesehatan.

Hal-Hal Yang Dikaji Sejauh Mana Keluarga Melakukan Pemenuhan Tugas Perawatan
Keluarga adalah :
a. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga mengenal masyarakat kesehatan, yang perlu
dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah
kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan
mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masyarakat.
b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah :
 Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
 Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga.
 Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masyarakat yang dialami.
 Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit.
 Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
 Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada.
 Apakah keluarga kurang mempercayai terhadap tenaga kesehatan.
 Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam
mengatasi masalah.
c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit, yang perlu dikaji adalah :

18
 Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran,
komplikasi, prognosa dan cara perawatannya).
 Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan.
 Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk
perawatan.
 Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sumber-sumber yang ada dalam
keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan / finansial,
fasilitas fisik, psiko sosial).
 Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah
yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :
 Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki.
 Sejauh mana keluarga melihat keuntungan / manfaat pemeliharaan lingkungan.
 Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi.
 Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit.
 Sejauh mana sikap / pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi.
 Sejauh mana kekompakan antara anggota keluarga.
e. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas / pelayanan
kesehatan dimasyarakat yang perlu dikaji adalah :
 Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan.
 Sejauh mana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang diperoleh
fasilitas kesehatan.
 Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas
kesehatan.
 Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap petugas
kesehatan.
 Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
Fungsi reproduksi
a. Berapa jumlah anak

19
b. Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga.
c. Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
Fungsi ekonomi
a. Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b. Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat dalam upaya
peningkatan status kesehatan keluarga.

Stres Dan Koping Keluarga

Stressor jangka pendek dan panjang

a. Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.
b. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi / stressor hal yang perlu dikaji adalah
sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi / stressor.
Strategi koping yang digunakan.
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila mengalami permasalahan.

Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila


menghadapi masalah.

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
 Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik di klinik.
Harapan Keluarga
Pada akhirnya pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas yang
ada.

20
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan keluarga yang mungkin timbul pada pasien DM (SDKI 2016):
a. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan kompleksitas

program perawatan/pengobatan.

b. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan

membuat penilaian yang tepat.

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

3. Intervensi Keperawatan ( SLKI & SIKI, 2018)

N Diagnosa SLKI SIKI


o Keperawatan

1 Manajemen kesehatan Setelah dilakukan 3 kali A. Dukungan koping keluarga


keluarga tidak efektif kunjungan, diharapkan Observasi
berhubungan dengan keluarga mampu  Identifikasi respon
kompleksitas program meningkatkan emosional terhadap kondisi
perawatan/pengobatan. manajemen kesehatan saat ini.
dalam keluarga dengan  Identifikasi beban prognosis
kriteria hasil : secara psikologis.
 Identifikasi pemahamn
 Kemampuan
tentang keputusan
menjelaskan masalah
perawatan setelah pulang.
kesehatan yang
 Identifikasi kesesuaian
dialami meningkat
antara harapan
 Aktivitas keluarga
pasien,keluarga dan tenaga
mengatasi masalah
kesehatan
kesehatan tepat
Terapeutik
meningkat
 Dengarkan masalah,
 Tindakan untuk

21
mengurangi faktor perasaan dan pertanyaan
resiko meningkat keluarga.
 Verbalisasi kesulitan  Terima nilai-nilai keluarga
menjalankan dengan cara tidak
perawatan yang menghakimi.
ditetapkan menurun  Diskusikan rencana medis
 Gejala penyakit dan perawatan.
anggota keluarga  Fasilitasi pengungkapan
menurun perasaan antara pasien dan
keluarga atau antar anggota
keluarga.
 Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencanakna perawatan
jangka panjang,jika
perlu.fasilitasi anggota
keluarga dalam
mengidentifikasi dan
menyelesaikam konflik
nliai.
 Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan dasar keluarga
 Fasilitasi anggota keluarga
melalui proses
kematian,jika perlu.
 Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,keterampilan
dan peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan keputusan

22
perawatan pasien.
 Bersikap sebagai pengganti
keluarga untuk
menenangkan pasien
dan/atau jika kelurga tidak
dapat memberikan
perawatan.
 Hargai dan dukung
mekanisme koping yang
digunakan.
 Berikan kesempatan
berkunjung bagi anggota
keluarga.
Edukasi
 Informasikan kemajuan
pasien secara berkala.
 Informasikan fasilitas
perawatan Kesehatan yang
tersedia.
Kolaberasi
 Rujuk untuk terapi keluarga,
jika perlu.
B. Dukungan keluarga
merencanakan perawatan
Observasi
 Identifikasi kebutuhan dan
harapan keluarga tentang
Kesehatan.
 Identifikasi konsekuensi
tidak melakukan tindakan

23
bersama keluarga
 Identifikasi sumber-sumber
yang dimiliki keluarga.
 Identifikasi tindakan yang
dapat dilakukan keluarga.
Terapeutik
 Motivasi pengembangan
sikap dan emosi yang
mendukung upaya
kesehatan.
 Gunakan sarana dan fasilitas
yang ada dalam keluarga.
 Ciptakan perubahan
lingkungan rumah secara
optimal.
Edukasi
 Informasikan fasilitas
kesehatan yang ada
dilingkungan keluarga.
 Anjurkan menggunakan
fasilitas Kesehatan yang
ada.
 Ajarkan cara perawatan
yang bisa dilakukan
keluarga.
2 Pemeliharaan Setelah dilakukan 3 kali Edukasi Kesehatan
kesehatan tidak efektif kunjungan, diharapkan Observasi
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan  Identifikasi kesiapan dan
ketidakmampuan keluarga meningkat kemampuan menerima
membuat penilaian dengan kriteria hasil : informasi.
yang tepat.  Identifikasi faktor-faktor

24
 Menunjukkan prilaku yang dapat meningkatkan
adaptif meningkat. dan menurunkan motivasi
 Menunjukkan prilaku hidup bersih dan
pemahaman prilaku sehat.
sehat meningkat. Terapeutik
 Kemampuan  Sediakan materi dan media
menjalankan prilaku pendidikan kesehatan
sehat meningkat.  Jadwalkan pendidikan
 Prilaku mencari kesehatan sesuai
bantuan meningkat. kesepakatan.
 Menunjukkan minat  Berikan kesempatan untuk
meningkatkan prilaku bertanya.
sehat meningkat Edukasi
 Memiliki sistem  Jelaskan faktor resiko yang
pendukung dapat mempengaruhi
meningkat. kesehatan.
 Ajarkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan prilaku hidup
bersih dan sehat.

3 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan 3 kali A. Edukasi Kesehatan


berhubungan dengan kunjungan, tingakt Observasi
kurang terpapar pengetahuan kelurga  Identifikasi kesiapan dan
informasi. meningkat dengan kemampuan menerima
kriteria hasil : informasi.
 Prilaku sesuai  Identifikasi faktor-faktor
anjuran yang dapat meningkatkan
meningkat dan menurunkan motivasi

25
 Verbalisasi prilaku hidup bersih dan
minat dalam sehat.
belajar Terapeutik
meningkat  Sediakan materi dan media
 Kemampuan pendidikan kesehatan
menjelaskan  Jadwalkan pendidikan
pengetahuan kesehatan sesuai
tentang suatu kesepakatan.
topik meningkat.  Berikan kesempatan untuk
 Prilaku sesuai bertanya.
dengan Edukasi
pengetahuan  Jelaskan faktor resiko yang
meningkat. dapat mempengaruhi
 Prilaku kesehatan.
membaik.  Ajarkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan prilaku hidup
bersih dan sehat.
B. Bimbingan sistem kesehatan
Observasi
 Identifikasi masalah
kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat.
 Identifikasi inisiatif
individu, keluarga dan
masyarakat.
Terapeutik
 Fasilitasi pemenuhan

26
kebutuhan Kesehatan.
 Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan kesehatan
mandiri.
 Libatkan kolega/teman
untuk membimbing
pemenuhan kebutuhan
Kesehatan.
 Siapkan pasien untuk
mampu berkolaberasi dan
bekerjasama dalam
pemenuhan kebutuhan
kesehatan.
Edukasi
 Bimbing untuk bertanggung
jawab mengidentifikasi dan
mengembangkan
kemampuan memecahkan
masalah kesehatan secara
mandiri.

4. Evaluasi

a. Manajemen kesehatan keluarga meningkat ditandai dengan mampu menjelaskan


masalah kesehatan yang dialami, aktivitas keluarga mengatasi masalah kesehatan
tepat, tindakan untuk mengurangi faktor resiko meningkat, verbalisasi kesulitan
menjalankan perawatan yang ditetapkan menurun dan gejala penyakit anggota
keluarga menurun.

b. Pemeliharaan kesehatan keluarga meningkat ditandai dengan dengan menunjukkan


prilaku adaptif, menunjukkan pemahaman prilaku sehat, kemampuan menjalankan

27
prilaku sehat, prilaku mencari bantuan, menunjukkan minat meningkatkan prilaku
sehat dan memiliki sistem pendukung.

c. Tingkat pengetahuan keluarga meningkat ditandai dengan prilaku sesuai anjuran,


verbalisasi minat dalam belajar, kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
suatu topik, prilaku sesuai dengan pengetahuan dan prilaku membaik.

DAFTAR PUSTAKA

Bath, Julian, et al. (2009). Cardiac Rehabilitation: A Workbook for Use with Group
Programmes. Singapore: Fabulous Pte Ltd.

Center for Disease Control and Prevention (CDC) 2012. Body Mass Index: Considerations for
Practitioners. 1-4.

Choirunnisa. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Melakukan Kontrol


Rutin pada Penderita Diabetes Melitus di Surabaya. (Skripsi). Surabaya : Universitas
Airlangga.

28
Damayanti. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Hasdianah. (2014). Patologi dan Patofisilogi Penyaki Cetakan Pertama. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Lopes, A. A., Elder, S. J., Ginsberg, N., Andreucci, V. E., Cruz, J. M., Fukuhara, S., . . . Port, F.
K. (2007). Lack of appetite in haemodialysis patients— associations with patient
characteristics, indicators of nutritional status and outcomes in the international DOPPS.
Nephrol Dial Transplant 22, 3538– 3546.

Saferi. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2 (Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai