Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian

Menurut World Health Organization (WHO), DM didefinisikan sebagai suatu


penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2008).
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2010), Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Berdasarkan
PERKENI (2011), DM adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis
dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula
darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati,
nefropati, dan gangren.

B. Klasifikasi
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda-beda. Perbedaan tipe diabetes

melitus berdasarkan pada penyebab, perjalan klinis dan terapinya. Klasifikasi diabetes

yang utama adalah:

1) Diabetes Mellitus Tipe 1

Pada diabetes tipe 1, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal

menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai

akibatnya, penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa

darah. Diabetes tipe 1 ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada

usia 30 tahun (Smeltzer dan Bare, 2001). Pada diabetes tipe 1, 90% sel penghasil

insulin mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan

pasien harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur (Riyadi dan Sukarmin,

2008).

2) Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus

menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari

normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak
ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering

terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum

dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor risiko utama pada diabetes tipe 2.

Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas.

Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang

obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar

gula darah normal (Merck, 2008).

3) Diabetes Mellitus Tipe Lain

DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain. Misalnya defek genetik pada

fungsi sel-β, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti

fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom

genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan

HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare, 2010).

4) Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)

DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. Terjadi pada 2-5%

semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2010).

C. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus
adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan
lebih satu penyebab yang mendasarinya.Menurut banyak ahli beberapa faktor yang
sering dianggap penyebab yaitu :
1. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
2. Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi
atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang
menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
3. Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain
adalah sianida yang berasal dari singkong.
4. Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang
diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat
nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit DM.
Penyebab lainnya adalah:
a. Gangguan metabolisme, dimana tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa / gula
darah untuk diubah menjadi energi/ tenaga.
b. Gangguan/ tidak berfungsinya hormon insulin dalam tubuh sehingga terjadi
penumpukan kadar glukosa/ gula dalam darah.
c. Gangguan / kerusakan pada sistem pankreas yang menyebabkan terganggunya
produksi insulin.

D. Manifestai Klinis
Gejala penyakit diabetes mellitus antara pasien dengan pasien yang lain

bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu

(Hastuti, 2008). Mansjoer et al (2000), Price dan Wilson (2005), Noer et al (2006),

Riyadi dan Sukarmin (2008), menyebutkan gejala khas penyakit diabetes mellitus yaitu:

1. Poliuria (Peningkatan Pengeluaran Urin)

Disebabkan oleh hiperglikemia yang berat melebihi ambang ginjal sehingga timbul

glukosuria. Glukosuria mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urin.

2. Polidipsia (Peningkatan Rasa Haus)

Disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel

mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran antideuretic hormone (ADH) dan menimbulkan rasa haus.

3. Polifagia (Peningkata Rasa Lapar)

Disebabkan oleh pengeluaran glukosa bersama urin sehingga pasien mengalami

kekurangan kalori dan timbul rasa lapar berlebih.

4. Lemas dan Berat Badan Turun

Hal ini diakibatkan oleh gangguan sirkulasi. Katabolisme protein di otot dan

ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

5. Gejala Lain

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien adalah rasa kesemutan, pruritis

(gatal-gatal), mata kabur, gigi mudah goyah dan lepas, ibu hamil sering mengalami

keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih

dari 4 kg, impotensi pada pria serta pruritis vulva pada wanita.

E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala
seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit
ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

F. Concept Map

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
4. Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

H. Komplikasi

Pasien DM memiliki risiko 2-6 kali lebih sering mengalami aterosklerosis.

Sirkulasi darah yang buruk pada pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf dan

kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Sedangkan sirkulasi darah yang buruk

pada pembuluh darah besar biasa melukai otak, jantung dan pembuluh darah kaki.

Pengidap DM bisa mengalami berbagai komplikasi baik akut maupun kronik apabila

DM tidak ditangani dengan baik (Soegondo, 2007 dalam Situmorang, 2009).

Menurut Schteingart (2006) dan Yusra (2010), komplikasi DM yang sering terjadi

pada pasien adalah:

1) Komplikasi Akut

a) Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang serius pada

pasien DM. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien akan mengalami

hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis dan peningkatan

liposis serta peningkatan oksidasi asam lemak bebas yang akan disertai dengan

pembentukan badan keton (asetosetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan

produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.


Glukosuria dan ketouria yang jelas sudah mengakibatkan diuresis osmotik dengan

hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan

mengalamai syok yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan perfusi ke

jaringan otak sehingga terjadi koma.

b) Hipoglikemia

Komplikasi lain yang sering terjadi dari DM adalah hipoglikemia akibat

reaksi insulin dan syok insulin, terutama komplikasi terapi insulin. Hipoglikemia

juga berakibat fatal karena apabila terjadi dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kerusakan otak permanen dan menimbulkan kematian.

2) Komplikasi Kronik

Adalah komplikasi yang terjadi karena glukosa darah berada di atas normal

berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan,

kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan.

Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi mikrovaskular seperti retinopati,

nefropati, neuropati dan makrovaskular seperti penyakit jantung koroner, pembuluh

darah otak dan penyakit kaki diabetik (Tandra, 2007).

Smeltzer dan Bare (2010) dan PERKENI (2011), mengatakan bahwa

komplikasi kronik DM terbagi atas:

a) Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil

khususnya kapiler. Komplikasi mikrovaskular terdiri dari:

i. Retinopati diabetik

Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif

dan retinopati proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal

dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif,

ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat

dan adanya hipoksia retina.

ii. Nefropati diabetik


Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput

penyaring darah. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuria

persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal

yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga

molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih

(albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat menyebabkan

kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada nefropati adalah kontrol

metabolisme dan kontrol tekanan darah (Permana, 2009).

iii. Neuropati diabetik

Glukosa darah yang tinggi akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

memberi makanan ke saraf menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang

disebut neuropati diabetik. Saraf yang telah rusak membuat penderita diabetes

tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, dingin, pada tangan dan kaki.

b) Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dan pembuluh-

pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.

Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih cepat, lebih

sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa

angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5

kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada

hubungan dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara

epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor risiko mortalitas

kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya

risiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa >15 mU/mL

akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati

mengenai pembuluh darah besar antara lain:

i. Pembuluh darah jantung (arteri koroner)

Merupakan faktor risiko utama terjadinya infark miokard pada penyandang

DM, ususnya pada penyandang DM tipe 2 usia paruh baya hingga lansia.
Penyakit arteri koroner merupakan penyebab terbanyak kematian pada

penyandang DM tipe 2 (McPhee& Papadakis, 2009). Penyandang DM yang

mengalami infark miokard lebih rentan terhadap terjadinya gagal jantung

kongestif sebagai komplikasi infark dan juga cenderung jarang bertahan hidup

pada periode segera setelah mengalami infark (LeMone, Karen, dan Gerene,

2012).

ii. Pembuluh darah otak (stroke)

Penyandang DM, khususnya lansia dengan DM tipe II, dua hingga empat kali

lebih sering mengalami stroke (CDC, 2007). Meskipun hubungan pasti antara

DM dan penyakit vaskular serebral tidak diketahui, hipertensi (salah satu

faktor risiko stroke) merupakan masalah kesehatan umum yang terjadi pada

penyandang DM. Manifestasi kerusakan sirkulasi serebral sering kali mirip

dengan manifestasi hipoglikemia seperti penglihatan buram, wicara pelo,

lemah, dan pusing. Orang dengan manifestasi ini kemungkinan mengalami

masalah kesehatan yang mengancam jiwa dan membutuhkan perhatian medis

(LeMone, Karen, dan Gerene, 2012).

iii. Penyakit vaskular perifer

Penyakit vaskular perifer di ekstremitas bawah menyertai kedua tipe DM,

tetapi insidennya lebih besar pada penyandang DM tipe II. Aterosklerosis

pembuluh darah tungkai pada penyandang DM mulai pada usia dini

berkembang dengan cepat, dan frekuensinya sama pada pria dan wanita.

Kerusakan sirkulasi vaskular perifer menyebabkan insufisiensi vaskular perifer

dengan laudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus pada kaki

(LeMone, Karen, dan Gerene, 2012).

iv. Penyakit kaki diabetic

Perubahan vaskular di ekstremitas bawah pada penyandang DM


mengakibatkan arteriosklerosis. Pembuluh darah yang sering kali terkena
terletak di bawah lutut. Sumbatan terbentuk di arteri besar, sedang, dan kecil
tungkai bawah dan kaki. Sumbatan multipel dengan penurunan aliran darah
mengakibatkan manifestasi penyakit vaskular perifer. Neuropati diabetik pada
kaki menimbulkan berbagai masalah. Karena sensasi sentuhan dan persepsi
nyeri tidak ada, penyandang DM dapat mengalami beberapa tipe trauma kaki
tanpa menyadarainya. Orang tersebut berisiko tinggi mengalami trauma di
jaringan kaki menyebabkan terjadinya ulkus (LeMone, Karen, dan Gerene,
2012).

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas
pasien. Ada empat komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: diet, latihan,
penyuluhan, dan obat. Berikut merupakan obat-obatan dalam penanganan DM:

a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)


1. Mekanisme kerja sulfanilurea
a. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b. kerja OAD tingkat reseptor
2. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insuli, yaitu :

a. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik


- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraselluler
b. Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
i. DM patah tulang
j. DM dan underweight
k. DM dan penyakit Graves
2. Beberapa cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1–4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
factor antara lain :
 Lokasi suntikan
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
 Pemijatan (Massage): Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi
insulin
 Suhu
 Dalamnya suntikan
b. Suntikan intramuskular dan intravena

J. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
a. Identitas pasien yaitu : (nama, No RM, Ruangan, Tgl/jam MRS, Kebangsaan,
Tempat/Tgl Lahir, jenis kelamin, umur, agama,status, pendidikan, Gol.
Darah, pekerjaan, alamat, rujukan)
b. Keluarga yang menemani atau bertanggungjawab.
2. Alasan masuk rumah sakit
 Keluhan utama
 Alasan dirawat
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
3. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Riwayat kesehatan keluarga
4. Pengkajian masing-masing sistem
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala:lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram oto, tonus otot menurun,
ganguan tidur/istirahat.
Tanda:Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala:Adanya riwayat hipertensi; IM akut, klaudikasi, kebas, dan kesemutan
pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda:takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi yang
menurun/tak ada, disritmia, krekels; DVJ (GJK), Kulit panas, kering,
dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego:
Gejala:stres; tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda:ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi:
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, Rasa nyeri/ terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, Nyeri tekan
abdomen, diare
Tanda:urine, encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovalemia berat), urine berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan
menurun;hiperaktif (diare).
e. Makanan/cairan:
Gejala: hilang napsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badab lebih dari
periode beberapa hari/minggu, haus
Tanda: kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah., pembesaran tiroid (peningkatan kebtuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f. Neurosensori:
Gejala: pusig/pening, sakit kepal, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, angguan penglihatan
Tanda: disorientasi; engantuk; letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan
memori (baru, masa lalu); kacau mental, refleks tendon dalam (RTD)
menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut DKA).
g. Nyeri/ kenyamanan:
Gejala: abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda: wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan :
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum
purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)
Tanda: lapar udara, batuk, dengan/tanpa sputum prulen (infeksi)., frekuensi
pernapasan
i. Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: demam,diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurnuya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas:
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria;
kesulitan orgasme pada wanita.

K. Diagnosa Keperawatan

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin
3. Resiko infeksi
4. Kerusakam integritas kulit berhubungan dengan kadar glukosa tinggi dan perubahan
pada sirkulasi.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan energi metabolik.

L. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN
1 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition Management
kebutuhan tubuh Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan
-adanya peningkatan berat 2. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan intake Fe
v - Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein
v - Mampu mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 4. Kolaborasi dengan ahli
v -Tidak ada tanda tanda gizi untuk menentukan
malnutrisi jumlah kalori dan nutrisi
-Tidak terjadi penurunan yang dibutuhkan pasien.
berat badan yang berarti
2 Resiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status Infection Control (Kontrol
Knowledge : Infection infeksi)
control 1. Bersihkan lingkungan
v Risk control setelah dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Batasi pengunjung bila
v - Klien bebas dari tanda dan perlu
gejala infeksi 3.Instruksikan pada
v - Mendeskripsikan proses pengunjung untuk
penularan penyakit, factor mencuci tangan saat
yang mempengaruhi berkunjung dan setelah
penularan serta berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya, pasien
v - Menunjukkan kemampuan 4.Gunakan sabun
untuk mencegah antimikrobia untuk cuci
timbulnya infeksi tangan
v - Jumlah leukosit dalam batas 5. Cuci tangan setiap
normal sebelum dan sesudah
v - Menunjukkan perilaku hidup tindakan keperawtan
sehat

3 Kerusakam integritas NOC : NIC :


kulit berhubungan Tissue Integrity: Skin and Pressurmanagemen
dengan kadar glukosa mucous membran 1. Observasi keadaan umum
tinggi dan perubahan kriteria hasil: pasien
pada sirkulasi - Integritas kulit yang baik 2. Observasi keadaan luka
bisa dipertahankan (luas luka, kedalaman,
(sensasi, elastisitas, warna)
temperatur, hidrasi, 3. lakukan teknik perawatan
pigmentasi) luka dengan prinsip steril
- Tidak ada tambahan 4. Jaga kebersihan kulit agar
luka/lesi pada kulit tetap bersih dan kering
- Perfusi jaringan baik

4 Intoleran aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan V En Care : ADLs Energy Management
penurunan energi Kriteria Hasil : 1. Observasi adanya
metabolik - Berpartisipasi dalam pembatasan klien dalam
aktivitas fisik tanpa melakukan aktivitas
disertai peningkatan 2. Dorong anak untuk
tekanan darah, nadi dan mengungkapkan perasaan
RR. terhadap keterbatasan
- Mampu melakukan 3. Kaji adanya factor yang
aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan
(ADLs) secara mandiri 4. Monitor nutrisi dan
sumber energi
yangadekuat
5. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
6. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Lewis, S. (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problems. Philadelphia. Mosby Company.
Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2012-2014.Penerbit Buku Kedokteran :
EGC
Price A. Sylvia (2000). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

Smeltzer & Barre, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Sherwood, (2003). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK
DI BANGSAL MELATI 1 DI RSUD MOEWARDI SURAKARTA

NAMA : NASRULLAH
NIM : 17160126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPAI YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK

DI RUANG MELATI 1 RSUD MOEWARDI SURAKARTA

Surakarta, November 2017

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(................................................) (....................................................)
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK

DI RUANG MELATI 1 RSUD MOEWARDI SURAKARTA

Surakarta, November 2017

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(................................................) (....................................................)

Anda mungkin juga menyukai