Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Pengertian diabetes melitus
Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang terjadi ketika peningkatan
kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak bisa menghasilkan atau
menggunakan insulin secara efektif (IDF Diabetes Atlas, 2017). Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Rudijanto et al, 2015). Sedangkan menurut Black & Hawks
(2014) menyebutkan diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis progresif
yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa
darah tinggi). Diabetes melitus (DM) merupakan pernurunan sekresi insulin
atau retensi terhadap insulin. Tanpa efek yang ditimbulkan oleh insulin, glukosa
tidak dapat dibawa ke dalam sel dan hiperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) dapat terjadi (Hurst, 2011).

2. Klasifikasi
Menurut Rudijanto et al (2015), Bilous & Donelly (2014), Fatimah (2015),
menyebutkan bahwa klasifikasi diabetes melitus sebagai berikut:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 yaitu diabetes yang tergantung pada insulin. Pada
diabetes ini, sel-sel beta yang menghasilkan insulin dihancurkan oleh suatu
proses autoimun. Akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar gula darah, biasanya terjadi pada usia muda yaitu usia
< 30 tahun, bertubuh kurus saat terdiagnosis dan lebih mudah mengalami
ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu diabetes yang tidak tergantung pada insulin.
Diabetes ini terjadi akibat adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes
tipe 2 ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa dan obesitas meskipun
dapat terjadi pada semua umur, ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan
stres atau mengalami infeksi.
c. Diabetes Melitus Tipe lain yaitu diabetes melitus yang berhubungan dengan
keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain,
diantaranya: penyakit pankreas, hormonal, alat/ bahan kimia, endokrinopati,
kelainan reseptor insulin, dan sindrom genetik tertentu.
d. Diabetes Melitus Gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi
selama masa kehamilan, biasanya terjadi pada trimester 2 atau 2I. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.
Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali
lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemia. Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya hormon
estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas
insulin.

3. Etiologi
Penyebab diabetes melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO (2013) adalah
:
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi  autoimun melawan sel sel beta, jadi mengarah
pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu
yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara
genetik.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
DM Tipe II paling sering terjadi pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas
pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam
sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia
kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)FCPD terjadi karena
mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga
klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik
(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPDM)
PDPDM karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan
hipofungsi sel Beta pancreas.
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas, seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal, seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-
sel ini hiperaktif dan rusak
3) Obat-obatan
a) Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
b) Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
c) phenothiazine dll.

4. Patofisiologi dan pathway


Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM) dikaitkan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi karena tidak ada atau
kurangnya produksi insulin di dalam tubuh. Insulin adalah suatu hormon
pencernaan yang,dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk
memasukkan gula ke dalam sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi.
Pada penderita Diabetes Mellitus, insulin yang dihasilkan tidak mencukupi
sehingga gula menumpuk dalam darah. Patofisiologi pada diabetes mellitus tipe
1 terdiri atas autoimun dan non-imun.Pada autoimun-mediated Diabetes
Mellitus, faktor lingkungan dan genetik diperkirakan menjadi faktor pemicu
kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut tipe 1-A. Sedangkan tipe non-
imun, lebih umun dari pada autoimun Tipe non-imun terjadi sebagai akibat
sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau gangguan idiopatik
(Brashers dkk, 2014).
Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan
sekresi insulin yang tidak adekuat hal tersebut menyebabkan predominan
resistensi insulin sampai dengan predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel
beta yang ada bukan suatu autoimun mediated. Pada Diabetes Mellitus tipe 2
tidak ditemukan pertanda auto antibody.Pada resistensi insulin, konsentrasi
insulin yang beredar mungkin tinggi tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel
beta yang berat kondisinya dapat rendah. Pada dasarnya resistensi insulin dapat
terjadi akibat perubahan-perubahanyang mencegah insulin untuk mencapai
reseptor (praresptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau transduksi
sinyal oleh resptor, atau perubahan dalam salahsatu tahap kerja insulin
pascareseptor. Semua kelainan yang menyebab kangangguan transport glukosa
dan resistensi insulin akan menyebabkan hiperglikemia sehingga menimbulkan
manifestasi Diabetes Mellitus (Rustama dkk,2010).
5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2010) dan Kowalak
(2011), yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat
kadar glukosa serum yang meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan
glukosa oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit.
e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh
kadar glukosa intrasel yang rendah.
f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nurarif & Hardhi (2015) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes
mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi karbohidrat (2 jam post prandial >200 mg/dl).

7. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2010)
diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik.
a. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung
dalam jangka waktu pendek yang mencakup:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah
mengalami penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan
gejala pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin,
serta penurunan kesadaran.
2) Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic
akibat pembentukan keton yang berlebih.
3) Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang
menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi,
menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum
b. Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada
pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.
Komplikasinya mencakup:
1) Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit
ini memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak.
2) Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit
ini memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol
kadar gula darah untuk menunda atau mencegah komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom
yang mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus
kaki.

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Ada 4 komponen dalam pelaksanaan diabetes
melitus (Sujono Riyadi, 2013):
a. Diit
Tujuan umum penatalaksanaan diit pada diabetes melitus adalah mencapai
dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal,
mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal,
mencegah komplikasi akut dan kronik dan meningkatkan kualitas hidup.
Oleh sebab itu jumlah kalori yang dikonsumsi oleh penderita diabetes
melitus harus diperhitungkan sesuai kadar kebutuhan.
b. Olahraga
Bagi penderita DM dianjurkan untuk latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap
minggu selama kurang lebih ½ jam. Adanya kontraksi otot yang teratur
akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke
dalam sel. Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan
memulai sebelum makan. Penderita DM yang memulai olahraga tanpa
makan berisiko terjadinya starvasi sel dengan cepat dan akan berdampak
pada nekrosis sel.
c. Insulin
Untuk pasien yang pertama kali akan mendapat suntikan insulin sebaiknya
selalu dimulai dengan dosis yang rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan
reduksi urine dan glukosa darah.
d. Obat-obatan
Obat-obat Hipoglikemik Oral (OHO) yaitu: Golongan sulfoniluria,
golongan biguanid, Alfa glukosidase inhibitor, Insulin Sensitizing Agent.
e. Perawatan luka diabetik/gangren
Bagi penderita DM yang mengalami luka diabetik/gangren perlu adanya
tindakan perawatan luka untuk mempercepat proses penyembuhan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
b. Keluhan utama
Biasanya klien dating dengan keluhan poliuri (serinsan yang ceg
kencing), polipagi (sering lapar), ataupun polidipsi (sering haus). Klien
juga biasanya mengeluh sering kesemutan terutama pada bagian
ekstremitas ataupun pandangan kabur. Klien juga mengalami
peningkatan kadar gula darah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien
dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di
bangsal.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat diabetes melitus atau penyakit lainnya yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Diabetes dapat menurun sesuai silsilah keluarga yang mengidap diabetes
melitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin akan disampaikan informasinya pada keturunan
berikutnya. Pada penyakit keluarga, tanyakan apakah ada salah satu
anggota keluarga yang mengidap diabetes melitus? Jika iya apakah
terdapat luka diabetik/gangren seperti yang dialami klien?
f. Pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi
pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota
keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan
minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak,
jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah
aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap
penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
g. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan :
penglihatan kabur, normal, mengecil dan dilatasi, ikterus (cholestasis
disebabkan penyakit hati), nyeri parotid (berhubungan dengan
endocrine).
2) Pemeriksaan jantung : takikardia, hipertensi atau hipotensi, dan
distritmia, cardiac aritmia.
3) Pemeriksaan dada dan paru: dispnea, takipnea, edema paru akut,
napas cepat
4) Pemeriksaan abdomen : muntah, mual, dyspepsia, dan kontraksi
perut, merasa lapar
5) Kulit : diaphoresis, kulit teraba hangat atau menunjukkan tanda
dehidrasi dengan melihat penurunan turgor, membrane mukosa
kering, gatal
6) Neurologis : koma, bingung, lelah, kehilangan koordinasi, kejang,
hemiparesis, pingsan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d Hiperglikemia
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemia
c. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Sirkulasi
d. Resiko Infeksi b.d Penyakit Krinis (DM)
3. Intervensi Keperawatan
Kode
Kode Kode
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervens Intervensi
Diagnosa Luaran
i
D.0027 Ketidakstabilan Kadar L.03022 Setelah dilakukan tindakan I.03115 1. Monitor kadar glikosa darah
Glukosa Darah
(SLKI keperawatan diharapkan (hal.180) 2. Monitor tanda gejala
hal.43) Glukosa Darah dalam hiperglikemia (mis.
rentang normal, dengan Poliuria,polidipsia, polifagia,
Kriteria Hasil : kelemahan, malaise,
1. Kesadaran membaik pandangan kabur, sakit
2. Kadar glukosa dalam kepala)
darah membaik 3. Berikan asupan cairan
4. Konsultasi dengan medis
jika tanda gejala
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
5. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
6. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dL
7. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
8. Anjurkan kepatuhan
terhadap diit dan olahraga
9. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis. Penggunaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, pengganti
karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
10. Kolaborasi pemberian
insulin
D.0009 Perfusi Perifer Tidak L.02011 Setelah dilakukan tindakan I.02079 1. Periksa sirkulasi perifer
Efektif
(hal.84) keperawatan diharapkan (hal.345) (mis. Nadi, edema, pengisian
L.14130 keadekuatan aliran darah kapiler, warna, suhu, ankle
(hal.78) pembuluh darah distal brachial index)
L.02016 meningkat, dengan Kriteria 2. Identifikasi faktor resiko
(hal.127) Hasil : gangguan sirkulasi (mis.
1. Penyembuhan luka Diabetes, perokok, orang
meningkat tua, hipertensi dan kada
2. Pitting edema menurun kolesterol tinggi)
3. Edema perifer menurun 3. Monitor panas, kemerahan,
4. Nyeri ekstermitas nyeri, atau bengkak pada
menurun ekstermitas
5. Kelemahan otot menurun 4. Hindari pemasangn infus
6. Nekrosis menurun atau pengambilan darah di
7. Ulkus ekstermitas area keterbatasan perfusi
menurun 5. Hindari pengukuran tekanan
8. Akral membaik darah di area keterbatasan
9. Turgor kulit membaik perfusi
6. Lakukan pencegan infeksi
7. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
8. Anjurkan berhenti merokok
9. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
10. Ajarkan program diit untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
11. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
D.0129 Gangguan Integritas L.14125 Setelah dilakukan tindakan I.11353 1. Identifikasi penyebab
Kulit
(hal.33) keperawatan diharapkan (hal.316) gangguan integritas kulit
L.02011 keutuhan kulit dan jaringan I.14564 (mis. Perubahan sirkulasi,
(hal. 84) meningkat, dengan Kriteria (hal.328) perubahan status nutrisi,
L.14130 Hasil : penurunan kelembaban, dll)
(hal.78) 1. Kerusakan jaringan 2. Mengidentifikasi dan
menurun meningkatkan penyembuhan
2. Kerusakan lapisan kulit luka serta mencegah
menurun terjadinya komplikasi luka
3. Nyeri menurun 3. Monitor karakteristik luka
4. Pigmentasi abnormal (mis. Drainase, warna,
menurun ukuran, bau)
5. Pitting edema menurun 4. Monitor tanda-tanda infeksi
6. Edema perifer menurun 5. Lepaskan balutan dan plester
7. Nekrosis menurun secara perlahan
6. Bersihakan dengan cairan
NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
7. Bersihkan jaringan nekrotik
8. Berika salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
9. Pasang balutan yang sesuai
jenis luka
10. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
11. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
12. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
13. Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
Enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu
D.0142 Resiko Infeksi L.14137 Setelah dilakukan tindakan I.14539 1. Monitor tanda dan gejala
(hal.139) keperawatan diharapkan (hal.278) infeksi lokal dan sistemik
L.14125 derajat infeksi menurun, 2. Berikan perawatan kulit
(hal.33) dengan Kriteria Hasil : pada area edema
1. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Nyeri menurun sesudah kontak dengan
3. Bengkak menurun pasien dan lingkungan
4. Kadar sel darah putih pasien
membaik 4. Pertahankan teknik aseptik
5. Kerusakan jaringan pada pasien beresiko tinggi
menurun 5. Jelaskan tanda dan gejala
6. Kerusakan lapisan kulit infeksi
menurun 6. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
7. Ajarkan etika batuk
8. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
9. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
10. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. N. (2013). KMB 2: Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan
Contih Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Bilous, R. & Donelly, R. (2014). Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta: . Bumi
Medika

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika

Brashers V., L. (2013). Alterations of cardiovascular function. Dalam (Huether SE, McCance
KL) Understanding Pathophysiology, 5th Edition. Missouri: Elsevier

Corwin E.J. (2009). Handbook of Patophysiology (Terjemahan). 3rd ed. Jakarta: EGC

Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority vol 4

International Diabetes Federation. (2017). IDF DIABETES ATLAS Eighth edition 2017.
Tersedia di https://www.diabetesasia.org/content/diabetes_guidelines/IDF_guidelines.p
df#page=46&zoom=auto,-107,745. Diunduh pada tanggal 15 Oktober 2018

Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin huda, dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Kperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

PPNI, T.P. sdki S.D. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, T.P.S.D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (1st ed). Jakarta :
DPP PPNI

PPNI, T.P.S.D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed). Jakarta : DPP PPNI

Riyadi, S. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rudijanto, Achmad et al. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2011. PB PERKENI

Rustama, D.S., dkk., (2010). Diabetes Mellitus. Dalam: Jose RL. Batubara, dkk,
Endokrinologi Anak, Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Smeltzer & Bare (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG

World Health Organization. (2016). Global Report On Diabetes. Prancis. Tersedia di


http://www.who.int/diabetes/publications/grd-2016/en/. Diunduh pada tanggal 19 Oktober
2018

Anda mungkin juga menyukai