Anda di halaman 1dari 13

2.

3 Diabetes Melitus

2.3.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan

cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat

secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (WHO, 2016).

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

(PERKENI, 2019).

Diabetes melitus adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang

ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab kenaikan kadar gula

darah tersebut menjadi kandasan pengelompokan jenis diabetes mellitus menjadi diabetes

melitus tipe I, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus tipe gestasional (Kemenkes, 2019).

2.3.2 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus terjadi karena produksi insulin yang kurang (defisiensi insulin) atau

insulin yang tidak efektif (insulin yang resisten). Fungsi insulin adalah memasukkan glukosa

kedalam sel tubuh sehingga bisa diubah menjadi energi. Ketika insulin tidak mampu

memasukkan glukosa kedalam sel maka jumlah glukosa didalam darah akan meningkat yang

nantinya akan menyebabkan hiperglisemia (Leslie et.al, 2012).

2.3.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus

Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha dan Putra (2020) seseorang lebih beresiko terkena

penyakit diabetes melitus (DM) apabila memiliki beberapa faktor resiko, yaitu :

1) Faktor risiko yang tidak dimodifikasi


Antara lain ras dan etnik, riwayat keluarga dengan DM, umur > 45 tahun (meningkat seiring

dengan peningkatan usia), riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000gram

atau riwayat menderita DM saat masa kehamilan (DM gestasional), riwayat lahir dengan berat

badan rendah (<2500 gram).

2) Faktor yang dapat dimodifikasi

Mengandung makna bahwa faktor tersebut dapat diubah. Faktor-faktor yang dimaksud adalah

berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2), kurangnya aktivitas fisik, tekanan darah tinggi/hipertensi

(> 140/90 mmHg), gangguan profil lemak dalam darah (HDL < 35 mg/dL, dan atau

trigliserida > 250 mg/dL), diet yang tidak sehat (tinggi gula dan rendah serat) serta perokok

aktif.

Seseorang yang mengalami gangguan pada glukosa darah puasa dan toleransi glukosa,

menderita sindrom metabolik (tekanan darah tinggi, peningkatan kolesterol darah, gula darah

tinggi, obesitas) atau memiliki riwayat penyakit stroke atau penyakit jantung koroner, akan

memiliki resiko terkena diabetes melitus lebih tinggi (Soewondo, 2011 dalam Febrinasari,

Sholikah, Pakha dan Putra, 2020).

2.3.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2019), diabetes melitus dapat diklasifasikan sebagai berikut :

a. Diabetes melitus (DM) tipe 1

Yaitu diabetes yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas. Kerusakan

ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari

kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes melitus (DM) tipe 2


Penyebab DM tipe 2 adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak

dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh.

Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat

mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus (DM ) tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik

fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati

pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan

dengan DM.

d. Diabetes melitus Gestasional

Diabetes tipe ini ditandai dengan kenaikan gula darah pada masa kehamilan. Diabetes ini

biasanaya terjadi pada minggu ke-24 kehamilan dan kadar gula darah kembali normal setelah

persalinan.

2.3.5 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha dan Putra (2020) tanda dan gejala yang sering

ditunjukkan oleh penderita diabetes melitus yaitu :

a) Poliuria

Kadar glukosa plasma puasa normal atau toleransi glukosa setelah makan tidak dapat

dipertahankan akibat defisiensi insulin. Sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat

(hiperglikemia) dan jika melebihi ambang batas ginjal akan menyebabkan glikosuria. Hal ini

mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin.

b) Polidipsia

Glikosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik menyebabkan pasien sering merasa haus
dan banyak minum.

c) Polifagia

Glikosuria menyebabkan glukosa hilang bersama urin, sehingga pasien mengalami

keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Akibat kehilangan kalori

menyebabkan rasa lapar dan mudah lelah serta mengantuk pada pasien.

Riskesdas (2018) menyebutkan gejala kronik yang dapat muncul pada pasien diabetes

melitus yaitu:

a. Kesemutan

b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum

c. Rasa tebal di kulit sehingga ketika berjalan terasa seperti di atas bantal atau kasur

d. Kram

e. Mudah lelah

f. Mudah mengantuk

g. Mata kabur

h. Luka sulit sembuh

i. Penyakit kulit akibat jamur dibawah lipatan kulit

2.3.6 Patofisiologi

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang

memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang

ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti

islet dalam darah. Kerusakan pankreas menyebabkan penurunan sekresi insulin sehingga regulasi

glukosa terganggu. Selain hilangnya sekresi insulin, kerusakan akibat autoimun ini

mengakibatkan abnormalitas sel-sel alpha pankreas dimana terjadi sekresi glukagon yang
berlebihan. Kedua hal ini menyebabkan kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan dan mulai

terjadi gangguan metabolik (Soelistijo et al., 2015).

Pada diabetes melitus tipe 2, disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak terjadi

defisiensi absolut seperti diabetes mellitus tipe 1. Pada DM tipe 2 terjadi defisiensi insulin relatif.

Tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau

defisiensi insulin perifer. Defisiensi insulin relatif terjadi melalui dia mekanisme yaitu, gangguan

sekresi insulin akibat disfungsi sel beta pankreas dan gangguan kerja insulin pada tingkat sel

akibat kerusakan reseptor insulin (resistensi insulin (Soelistijo et al., 2015).

2.3.7 Diagnosis Diabetes Melitus

Penegakan diagnosis diabetes melitus dilakukan dengan pengukuran kadar gula darah.

Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemerikaan secara enzimatik dengan

menggunakan plasma darah vena (Kemenkes, 2019). Kriteria diagnosis diabetes melitus

meliputi 4 hal yaitu :

1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori

selama minimal 8 jam

2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh

National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).


Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal maupun kriteria diabetes melitus

maka digolongkan ke dalam kelompok prediabets yang terdiri dari toleransi glokosa Tergan ggu

(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu GDPT). GDPT terjadi ketika hasil pemeriksaan

glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGD glukosa plasma 2 jam <

140 mg/dl. TGT terpenuhi jika hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara

140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dl (Kemenkes, 2019).

2.3.8 Komplikai

Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha dan Putra (2020) komplikasi diabetes melitus

dibagi menjadi dua , yaitu ;

1. Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Komplikasi DM akut bisa disebabkan oleh dua hal, yakni peningkatan dan penurunan kadar

gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera, karena jika

terlambat ditangani akan menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga kematian.

Terdapat 3 macam komplikasi diabetes melitus akut yaitu:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan kondisi turunnya kadar gula darah yang drastis akibat terlalu

banyak insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau

terlambat makan. Gejalanya meliputi penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,

gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah bisa

menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.

2) Ketosiadosis diabetik (KAD)


Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan kadar gula

darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh

tidak dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh

mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi. Kondisi ini dapat

menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga

menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian, jika tidak segera mendapat

penanganan medis.

3) Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan dengan tingkat kematian mencapai

20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula darah yang sangat tinggi dalam

waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan haus yang berat, kejang, lemas, dan

gangguan kesadaran hingga koma. Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol juga dapat

menimbulkan komplikasi serius lain, yaitu sindrom hiperglikemi hiperosmolar

nonketotik.

2. Komplikasi Diabetes Melitus Kronis

Komplikasi jangka panjang biasanya berkembang secara bertahap dan terjadi ketika diabetes

tidak dikendalikan dengan baik. Tingginya kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu

ke waktu akan menimbulkan kerusakan serius pada seluruh organ tubuh. Beberapa

komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus menurut Febrinasari, Sholikah,

Pakha dan Putra (2020) yaitu:

1) Gangguan pada mata (retinopati diabetik)

Tingginya kadar gula darah dapat merusak pembuluh darah di retina yang berpotensi

menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh darah di mata juga meningkatkan risiko


gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan pengobatan

retinopati secepatnya dapat mencegah atau menunda kebutaan. Penderita diabetes

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata secara teratur.

2) Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal akibat DM disebut dengan nefropati diabetik. Kondisi ini bisa

menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa berujung kematian jika tidak ditangani dengan

baik. Saat terjadi gagal ginjal, penderita harus melakukan cuci darah rutin ataupun

transplantasi ginjal. Diabetes dikatakan sebagai silent killer, karena sering kali tidak

menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun pada tahap lanjut, dapat muncul gejala

seperti anemia, mudah lelah, pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit.

Diagnosis sejak dini, mengontrol glukosa darah dan tekanan darah, pemberian obat-

obatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi asupan protein adalah cara yang

bisa dilakukan untuk menghambat perkembangan diabetes yang mengarah ke gagal ginjal

3) Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf di tubuh terutama bagian kaki.

Kondisi ini biasa disebut dengan neuropati diabetik, yang terjadi karena saraf mengalami

kerusakan, baik secara langsung akibat tingginya gula darah, maupun karena penurunan

aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf akan menyebabkan gangguan sensorik, yang

gejalanya dapat berupa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Kerusakan saraf juga dapat

memengaruhi saluran pencernaan atau disebut gastroparesis. Gejalanya berupa mual,

muntah, dan merasa cepat kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi diabetes melitus

dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Komplikasi jenis ini bisa dicegah dan

ditunda hanya jika diabetes terdeteksi sejak dini, sehingga kadar gula darah bisa
dikendalikan dengan menerapkan pola makan dan pola hidup yang sehat, serta

mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

4) Penyakit kardiovaskular

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga

terjadi gangguan pada sirkulasi darah di seluruh tubuh termasuk pada jantung. Komplikasi

yang menyerang jantung dan pembuluh darah meliputi penyakit jantung, stroke, serangan

jantung, dan penyempitan arteri (aterosklerosis). Mengontrol kadar gula darah dan faktor

risiko lainnya dapat mencegah dan menunda komplikasi pada penyakit kardiovaskular.

Komplikasi diabetes melitus lainnya bisa berupa gangguan pendengaran, penyakit

alzheimer, depresi, dan masalah pada gigi dan mulut.

5) Masalah kaki dan kulit

Komplikasi yang juga umum terjadi adalah masalah pada kulit dan luka pada kaki yang

sulit sembuh. Hal tersebut disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf, serta

aliran darah ke kaki yang sangat terbatas. Gula darah yang tinggi mempermudah bakteri

dan jamur untuk berkembang biak. Terlebih lagi akibat diabetes juga terjadi penurunan

kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri jika tidak dirawat dengan baik, kaki

penderita diabetes berisiko untuk mudah luka dan terinfeksi sehingga menimbulkan

gangren dan ulkus diabetikum. Penanganan luka pada kaki penderita diabetes adalah

dengan pemberian antibiotik, perawatan luka yang baik, hingga kemungkinan amputasi

bila kerusakan jaringan sudah parah.

2.3.9 Penatalaksanaan

Menurut PERKENI (2019) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita DM

yaitu melalui :
1) Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya

pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.

Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang

meliputi:

1. Materi tentang perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan

pemantauan DM secara berkelanjutan.

2. Penyulit DM dan resikonya.

3. Intervensi non-farmakologi dan farmakologis serta target pengobatan.

4. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau

insulin serta obat-obatan lain.

5. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri

(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

6. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

7. Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

8. Pentingnya perawatan kaki.

9. Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder atau

Tersier, yang meliputi:

1. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

2. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.

3. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.


4. Rencana untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi).

5. Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, hari sakit).

6. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM.

7. Pemerliharaan/perawatan kaki.

8. Perilaku hidup sehat bagi penyandang diabetes melitus adalah memenuhi anjuran:

a. Mengikuti pola makan sehat.

b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur.

c. Menggunakan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus secara aman dan teratur.

d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan hasil

pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.

e. Melakukan perawatan kaki secara berkala.

f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat.

g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan

kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan

penyandang DM.

h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

2) Pengaturan makan

Pengaturan makan atau diet pada penderita DM prinsipnya hampir sama dengan pengaturan

makanan pada masyarakat umumnya yaitu dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan

kalori serta gizi yang seimbang. Penderita DM ditekankan pada pengaturan dalam 3 J yakni

keteraturan jadwal makan, jenis makan, dan jumlah kandungan kalori. Komposisi makanan

yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat yang tidak lebih dari 45-65% dari jumlah total
asupan energi yang dibutuhkan, lemak yang dianjurkan 20-25% kkal dari asupan energi,

protein 10-20% kkal dari asupan energi (Febrinasari, Sholikah, Pakha dan Putra, 2020).

3) Latihan Jasmani

Latihan jasmani seharusnya dilakukan secara rutin yaitu sebanyak 3-5 kali dalam seminggu

selama kurang lebih 30 menit dengan jeda latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam olahraga meskipun

dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan guna untuk memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat

mengedalikan kadar gula darah. Olahraga yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan yang kurang

gerak seperti menonton televisi perlu dibatasi atau jangan terlalu lama. Apabila kadar gula

darah < 100 mg/dl maka pasien DM dianjurkan untuk makan terlebih dahulu, dan jika kadar

gula darah > 250 mg/dl maka latihan harus ditunda terlebih dahulu. Kegiatan fisik sehari-hari

bukan dikatakan sebagai latihan jasmani2.

4) Pengobatan

Pengobatan pada penderita DM diberikan sebagai tambahan jika pengaturan diet serta

olahraga belum dapat mengendalikan gula darah. Pengobatan disini berupa pemberian obat

hiperglikemi oral (OHO) atau injeksi insulin. Dosis pengobatan ditentukan oleh dokter.

5) Pemeriksaan gula darah

Pemeriksaan gula darah digunakan untuk memantau kadar gula darah. Pemeriksaan yang

dilakukan meliputi pemeriksaan kadar gula darah puasa dan glukosa 2 jam setelah makan
yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan terapi. Selain itu pada pasien yang telah

mencapai sasaran terapi disertai dengan kadar gula yang terkontrol maka pemeriksaan tes

hemoglobin terglikosilasi (HbA1C) bisa dilakukan minimal 1 tahun 2 kali. Selain itu pasien

DM juga dapat melakukan pemeriksaan gula darah mandiri (PGDM) dengan menggunakan

alat yang sederhana serta mudah untuk digunakan (glukometer).

Anda mungkin juga menyukai