TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
9
10
terjadi intoleransi glukosa pada masa awal kehamilan dan paling sering
dijumpai pada trisemester kedua dan ketiga. (Soelistijo et al., 2019).
dengan baik yang menyebabkan berbagai gejala dan gangguan kesehatan. Pada
diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke sel tubuh sehingga kehilangan
sumber energi yang biasa. Tubuh mencoba membuang kelebihan glukosa dalam
darah dengan mengeluarkannya melalui urin dan menggunakan lemak serta protein
(dari otot) sebagai sumber energi alternatif. Hal ini mengganggu proses tubuh dan
menyebabkan gejala diabetes (Walker & Graham, 2020). DM disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin, glukagon, dan hormon lain yang mengakibatkan
metabolisme karbohidrat dan lemak tidak normal (Dipiro et al., 2020)
2 Polidipsia
Polydipsia (banyak minum) adalah dimana kondisi akibat dari
poliuria hingga menyebabkan rasa haus yang berlebihan.
13
3. Poliphagia
Poliphagia (banyak makan) merupakan dimana kondisi sering
merasa lapar, disebabkan karena glukosa darah pada penderita Diabetes
melitus tidak semunya dapat di serap oleh tubuh yang mengakibatkan
tubuh kekurangan energi.
4. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan adalah dimana kondisi dalam kemampuan
metabolisme glukosa terganggu yang mengakibatkan tubuh tidak dapat
menyimpan glukosa sehingga terbuang melalui urin, pada akhirnya
tubuh mengambil glukosa cadangan di jaringan tubuh lain sebagai
energi (Iin & Pustaka, 2018).
5. Rasa Lelah atau Kelelahan
Kelelahan merupakan perasaan letih yang luar bisa. Pada orang
Diabetes mellitus rasa lelah tersebut dapat disebabkan karena faktor
fisik seperti matabolisme yang tinggi dan faktor psikologi seperti
depresi dan ansietas (Nasekhah, 2016).
Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang
umumnya ditunjukan karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau
luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal pada daerah
selangkangan (puritus vulva), dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis)
(Simatupang, 2017). Menurut International Diabetic Federation, gejala klinis pada
DM Tipe 2 identik dengan DM Tipe 1, khususnya rasa haus yang meningkat, sering
buang air kecil, kelelahan, penyembuhan luka lambat, infeksi berulang, dan
kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki. Namun, timbulnya gejala pada DM
Tipe 2 lebih lambat dan tidak disertai dengan gangguan metabolisme akut yang
terlihat pada DM Tipe 1 (IDF, 2019).
14
2. Golongan Glinid
Obat golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip
dengan sulfonilurea, namun berbeda lokasi reseptor, dengan hasil
17
Gestasional yang tidak terkendali, Gangguan fungsi ginjal atau hati yang
berat. Insulin memiliki beberapa efek samping, yaitu efek samping utama
terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia, efek samping lain berupa
reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin
atau resistensi insulin (Soelistijo et al., 2019).
Tujuan pemberian insulin yaitu untuk mengontrol kadar basal dan
post prandial, karena pada pasien DM tipe 2 terjadi gangguan sekresi
insulin basal (puasa) dan prandial (setelah makan). Formulasi insulin
dengan tingkat awal kerja (onset) dan lama kerjanya (duration) yang
berbeda sering dikombinasi untuk tercapainya tujuan ini. Berikut adalah
klasifikasi insulin (PERKENI, 2019):
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
1. Untuk pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa <
7,5% maka pengobatan dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehat
dan monoterapi oral.
2. Untuk pasien Diabetes Melitus Tipe 2 saat diperiksa ≥ 7,5% atau pasien
yang sudah mendapatkan monoterapi dalam waktu 3 bulan namun tidak
bisa mencapai target HbA1c < 7%, maka dimulai terapi kombinasi
dengan2 macam obat yang terdiri dari metformin ditambah dengan obat
lain yang memiliki mekanisme kerja berbeda. Bila terdapat intoleransi
terhadap metformin, maka diberikan obat lain seperti tabel lini pertama
dan ditambah dengan obat lain yang mempunyai mekanisme kerja yang
berbeda.
3. Kombinasi 3 obat perlu diberikan bila sudah terapi 2 macam obat
selama 3 bulan tidak mencapai target HbA1c < 7%.
4. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa > 9% namun tanpa disertai
dengan gejala dekompensasi metabolik atau penurunan berat badan
yang cepat, maka boleh diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat, yang terdiri
dari metformin (atau obat lain pada lini pertama bila ada intoleransi
terhadap metformin) ditambah obat dari lini kedua.
5. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa > 9% dengan disertai
dengan gejala dekompensasi metabolik maka diberikan terapi
kombinasi insulin atau obat hipoglikemik lainnya.
6. Pasien yang telah mendapatkan terapi kombinasi 3 obat dengan atau
tanpainsulin, namun tidak mencapai target HbA1c < 7% selama minimal
3 bulan pengobatan, maka harus segera dilanjutkan dengan terapi
intensifikasi insulin.
7. Jika pemeriksaan HbA1c tidak dapat dilakukan, maka keputusan
pemberian terapi dapat menggunakan pemeriksaan glukosa darah.
8. HbA1c 7 % setara dengan rerata glukosa darah sewaktu 154 mg/dl.
HbA1c > 9% setara dengan rerata glukosa darah sewaktu ≥ 212 mg/dl.
22
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan memihak (favorabel) maupun perasaan tidak memihak
(unfavorabel) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik sikap dapat juga diartikan
sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis(Azwar
2011) dalam (Durisah 2016). L.A. Peplau menyatakan sikap adalah sebagaiberikut
(Firmansyah, 2018):
1. Sikap memiliki komponen kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan
perilaku.
2. Seseorang memiliki sikap yang kompleks secara kognitif, namun sikap
sering terorganisir di sekitar dimensi afektif dan cenderung sederhana
secara evaluatif.
3. Pendekatan belajar memandang sikap sebagai sesuatuyang dipelajari
melalui asosiasi, peneguhan kembali dan imitasi. Pendekatan insentif
memandang sikap sebagai hasil perhitungan untung rugi oleh individu.
Teori kognisi memandang orang sebagai mahluk yang berussaha
mempertahankan sikapnya.
4. Biasanya diasumsikan bahwa perilaku timbul dari sikap.
Sikap merupakan suatu tingkah laku yang di tunjukkan atau dapat
diketahui bila seseorang sudah bertingkah laku positif atau negatif (Firmansyah,
2018). Empat tingkatan sikap, antara lain:
1. Menerima (receiving): bahwa orang (subjek) mau menerima dan
memperhatikan stimulus yang diberikan oleh suatu objek.
2. Merespon (responding): yaitu memberikan jawaban terhadap
pertanyaanyang diberikan mengenai objek.
3. Menghargai (valuting): yaitu mengajak orang lain untuk mendiskusikan
tentang objek.
4. Bertanggung jawab (responsible): yaitu betanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resikonya.
2.3.1. Komponen Sikap
Komponen – komponen sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang (Firmansyah, 2018):
1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh
27
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi pada situasi
yang melibatkan emosional.
2. Pengaruh lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap
kita terhadap berbagai masalah.
4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara
objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisannya, akibatnya
berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidaklah heran jika kalau
pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
28
6. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Siswadi Agus, 2019).
2.3.3. Pengukuran Sikap
Pada pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat berupa pertanyaan bagaimana pendapat atau
pernyataan dari responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan kepada responden
(Notoatmodjo, 2007 dalam Rofik, 2022).
Dari keempat jenis kategori respon atau perilaku tersebut, penilaian untuk
pernytaan yang favorable yaitu (Sugiyono, 2018):
a. Sangat Tidak Setuju 1
b. Tidak Setuju 2
c. Setuju 3
d. Sangat Setuju 4
Sedangkan alternatif untuk menilai pernyataan unfavorable yaitu
(Sugiyono, 2018):
a. Sangat Tidak Setuju 4
b. Tidak Setuju 3
c. Setuju 2
d. Sangat Setuju 1
Skala likert yang sudah dinilai harus dilakukan interprestasi terhadap skor
responden yang didapat. Skor tanda yang biasanya digunakan dalam skala model
likert yaitu skor-T (Sugiyono, 2018):
𝑥− 𝜋
𝑇 = 50 + 10 [ ]
𝑠
Keterangan:
perilaku pasien dalam pengobatan, diet, aktivitas fisik, serta kontrol gula darah (Sari
et al., 2021).
kepatuhan yang lebih baik, sedangkan semakin tinggi skor atau nilai yang didapat
maka menunjukan kepatuhan pasien yang semakin buruk (Ernawati, Islamiyah, &
Sumarno, 2018).