Anda di halaman 1dari 7

A.

pengertian

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya


hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan
dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Mellitus yaitu polidipsia,polyuria, polifagia, penurunan
berat badan, dan kesemutan (Buraerah, 2016).

Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada
organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan
kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas.
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler. Penyakit DM dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang dimana
merupakan penyakit yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikanpenanganan
sehingga mampu meningkatkan penyakit hipertensi dan infark jantung (Saputri,2016).

Dampak dari hiperglikemi yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Komplikasi DM yang
sering terjadi antara lain penyebab utama gagal ginjal,retinopati diabetacum, neuropati
(kerusakan syaraf) dikaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi bahkan keharusan
untuk amputasi kaki. Meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke dan risiko kematian
penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes
mellitus (Departemen Kesehatan RI, 2016).

B. Etiologi

Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan factor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin, abnormalitas
metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok
kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa.Diabetes mellitus dapat muncul akibat
penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas.
Hormon yang bekerja sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra,
2015).

Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes
tipe1.Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu: obesitas/kelebihan berat badan,
glukortikoid berlebih (sindrom cushing atau terapi steroid),hormon pertumbuhan berlebih
(akromegali),kehamilan,diabetes gestasional,penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat
atau genetik, terkait dengan akumulasi lipid di hati),autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi
reseptor insulin, mutasi reseptor activator proliferator peroksisom (PPAR), mutasi yang
menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor melanokortin), dan
hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi besi jaringan).
C. Patofisiologi

Pada diabetes tipe I, sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun,
sehingga insulin tidak dapat diproduksi.Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa
yang tidak dapat diukur oleh hati.Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam
darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan),glukosa tidak dapat
disimpan di hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,ginjal tidak akan dapat
menyerap kembali semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat
menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing manis).
Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta
dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).

Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak,yang


menyebabkan penurunan berat badan.Jika terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein
dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya insulin,
semua aspek metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara
waktu makan, saat sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati,
metabolisme lemak pada DM akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita gangguan toleransi glukosa,
kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap pada
level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat memenuhi permintaan
insulin yang meningkat,maka kadar glukosa akan meningkat dan diabetes tipe II akan
berkembang.

D. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA, 2013), klasifikasi diabetes meliputi


empat kelas klinis, yaitu, DM tipe 1, hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya
menyebabkan defisiensi insulin yang absolut, DM tipe 2, hasil dari gangguan sekresi insulin
yang progresif yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin,Diabetes tipe spesifik
lain, misalnya gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan
kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AID atau setelah transplantasi organ), dan gestational
Diabetes Mellitus.
E. Manifestasiklinis

Menurut Smeltzer (2012) penurunan berat badan dapat menjadi gambaran awal pada
pasien DM khususnya DM tipe 2, namun penurunan berat badan tersebut tidak signifikan dan
tidak terlalu diperhatikan. Sebagian besar penderita DM tipe 2 yang baru terdiagnosis
memiliki berat badan yang berlebih. Menurut Corwin (2009), gejala lain yang biasa muncul
pada pasien DM yaitu,

(a) polyuria,(peningkatan pengeluaran urine)

terjadi apabila peningkatan glukosa melebihi nilai ambang ginjal untuk reabsorpsi
glukosa, maka akan terjadi glukossuria. Hal ini menyebabkan diuresis osmotic yang secara
klinis bermanifestasi sebagai poliuria.

(b) Polydipsia (peningkatan rasa haus)

terjadi karena tingginya kadar glukosa darah yang menyebabkan dehidrasi berat pada
sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi
melewati pori-pori membran sel. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di
otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkankelelahan.

(c) Polyfagia (peningkatan rasa lapar)

terjadi karena penurunan aktivitas kenyang di hipotalamus. Glukosa sebagai hasil


metabolisme karbohidrat tidak dapat masuk ke dalam sel,sehingga menyebabkan terjadinya
kelaparan sel.

F. Factor resiko

Faktor risiko DM antara lain :

a) obesitas, tanda utama yang menunjukkan seseorang dalam keadaan


pradiabetes. Obesitas merusak pengaturan energi metabolisme dengan dua
cara, yaitu menimbulkan resistensi leptin dan meningkatkan resistensi insulin.
Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan gen obesitas. Leptin
berperan dalam hipotalamus untuk mengatur tingkat lemak tubuh dan
membakar lemak menjadi energi. Orang yang mengalami kelebihan berat
badan, kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. (D’ Adamo,20016).

b) faktor genetic, keturunan atau genetic merupakan penyebab utama diabetes.


Jika kedua orang tua memiliki DM, ada kemungkinan bahwa hampir semua
anak-anak mereka akan menderita diabetes. Pada kembar identik, jika salah
satu kembar mengembangkan DM, maka hampir 100% untuk kembar yang
lain berpotensi untuk terkena DM tipe 2 (Waspadji, 2004). (c) usia, salah satu
faktor yang paling umum yang mempengaruhi individu untuk mengalami
diabetes. Faktor resiko meningkat secara signifikan setelah usia 45 tahun. Hal
ini terjadi karena pada usia ini individu kurang aktif, berat badan akan
bertambah dan massa otot akan berkurang sehingga menyebabkan disfungsi
pankreas. Disfungsi pankreas dapat menyebabkan peningkatan kadar gula
dalam darah karena tidak diproduksinya insulin (D’ Adamo, 2016).

c) makanan, tubuh secara umum membutuhkan diet seimbang untuk


menghasilkan energi untuk melakukan fungsi-fungsi vital. Terlalu banyak
makanan, akan menghambat pankreas untuk menjalankan fungsi sekresi
insulin. Jika sekresi insulin terhambat maka kadar gula dalam darah akan
meningkat (Waspadji, 2014). Individu yang obesitas harus melakukan diet
untuk mengurangi pemasukan kalori sampai berat badannya turun mencapai
batas yang ideal. Penurunan kalori yang moderat (500-1000 Kkal/hari) akan
menghasilkan penurunan berat badan yang perlahan tapi.

G. Penatalaksanaan diabetesmilitus

ujuan utama penatalaksanaan DM adalah untuk mencegah komplikasi dan


menormalkan aktivitas insulin di dalam tubuh. Penatalaksanaan DM terdiri dari empat pilar
yaitu edukasi, diet, latihan jasmani dan pengobatan secara farmakologi (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2011).

a) Edukasi, tujuan dari edukasi adalah mendukung usaha pasien yang menderita
DM untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya, mengetahui cara
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi yang mungkin
timbul secara dini,ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri, disertai perubahan perilaku kesehatan yang diperlukan.
b) Diet,standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan
gizi baik, yaitu karbohidrat : 45-65 % total asupan energi, protein : 10-20 %
total asupan energi,lemak : 20-25% kebutuhan kalori. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah
kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori
basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Pada
dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes
yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas fisik maupun psikis
dan untuk mempertahankan berat badan agar mendekati ideal.
c) Latihan Jasmani, dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga dapat diperbaiki dengan
berolahraga. Penderita DM harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan
pada saat yang sama dan intensitas yang sama setiap harinya (Brunner
&Suddart, 2012).
d) Farmakologi, pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu
(2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan
secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat,misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,insulin dapat segera
diberikan.

e) Non farmakologi, dapat menggunakan obat obatan herbal, misalnya dari


tanaman atau buah buahan.Dalam penelitan ini menggunakan pare sebagai
pengobatan alternatif untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada
pasien dengan DM.
H. MASALAH PENGELOLAAN DM PADA USIA LANJUT

Pengelolaan DM pada usia lanjut memerlukan penilaian aspek medis, mental, fungsional, dan
sosial untuk menyediakan kerangka kerja menentukan target dan pendekatan terapeutik.
Perhatian khusus harus diberikan pada komplikasi yang dapat berkembang dalam waktu
singkat dan/atau yang secara signifikan akan merusak status fungsional,seperti komplikasi
visual dan ekstremitas bawah.

a) Gangguan Kognitif

Pasien lansia dengan DM berisiko tinggi mengalami penurunan kognitif. Manifestasi


gangguan kognitif berkisar dari gangguan eksekutif yang halus sampai kehilangan memori
dan demensia. Lansia dengan DM memiliki angka kejadian demensia, penyakit Alzheimer,
dan demensia vaskuler lebih tinggi dibandingkan lansia dengan toleransi glukosa Normal.
Oleh karena itu, setiap lansia dengan diabetes harus diskrining untuk gangguan kognitif. Alat
penilaian fungsi kognitif sederhana seperti Mini-Mental State Examination dan Montreal
Cognitive Assessment dapat membantu mengidentifikasi pasien yang memerlukan evaluasi
neuropsikologis, terutama yang diduga demensia. Skrining tahunan untuk gangguan kognitif
diindikasikan untuk pasien berusia 65 tahun atau lebih. Pasien yang didapatkan gangguan
kognitif berdasarkan skrining harus mendapat penilaian diagnostik lengkap, termasuk rujukan
ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
b) Hipoglikemia
Pada pasien lansia, pencegahan hipoglikemia penting karena dapat
menurunkan risiko gangguan kognitif dan akibat buruk lainnya.Lansia memiliki risiko
hipoglikemia lebih tinggi karena beberapa alasan, seperti memerlukan terapi insulin
dan insufisiensi ginjal progresif.Selain itu, lansia cenderung memiliki tingkat
gangguan kognitif yang lebih berat, menyebabkan kesulitan dalam aktivitas perawatan
mandiri yang kompleks (misalnya, pemantauan glukosa, penyesuaian dosis insulin,
dan lain-lain). Dengan demikian, kejadian hipoglikemik harus dipantau dan dihindari
dengan cermat, serta target glikemik dan intervensi farmakologis mungkin perlu
disesuaikan untuk mengakomodasi kondisi pasien lansia.

I. TATALAKSANA DM PADA PASIEN LANSIA


1. Target Terapi

Perawatan pasien lansia dengan DM sulit karena heterogenitas gejala klinis, mental, dan
fungsionalnya. Beberapa pasien lansia mungkin telah menderita DM bertahun tahun
sebelumnya dan sudah memiliki komplikasi, ada lansia yang baru menderita DM dengan
sedikit atau tanpa komplikasi. Pasien lansia dengan sedikit penyakit kronik komorbid dan
fungsi kognitif masih baik memiliki target glikemik yang lebih ketat (A1C < 7,5%),
sedangkan pasien dengan penyakit kronik multipel, gangguan kognitif atau ketergantungan
aktivitas fungsional memiliki target glikemik yang tidak ketat (A1C< 8,0 – 8,5%). Dokter
yang menangani pasien lansia dengan DM harus mempertimbangkan heterogenitas ini saat
menetapkan dan memprioritaskan sasaran pengobatan.

2. Terapi Farmakologi

Polifarmasi dalam pengobatan DM pada pasien lansia sering terjadi. Simplifikasi rejimen
pengobatan direkomendasikan untuk mengurangi risiko hipoglikemia.Dalam penentuan
rejimen pengobatan, direkomendasikan obat yang memiliki risiko hipoglikemia rendah.
Daftar pustaka

Benny, W. 2016. Efek Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia) dan Metformin terhadap
Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan:Perbandingan Terapi Kombinasi
dan Terapi Tunggal. Jurnal Keperawatan VOL. IV No.2 Agustus 2016 ISSN 1979-8091

Amrina Rosyada, I.T. 2015. Determinan komplikasi kronik diabetes melitus pada lanjut usia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. vol. 7(9): 395-401.

Kementrian Kesehatan. 2017) Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes


Mellitus.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
6th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2017

American Diabetes Association. 11. Older adults: Standards of medical care in diabetes.
Diabetes Care. 2018;41(Supplement 1):119–25

Anda mungkin juga menyukai