Anda di halaman 1dari 18

BAB I

Konsep Penyakit

1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) atau yang sering disebut kencing manis adalah penyakit
gangguan metabolisme tubuh yang menahun akibat hormon insulin dalam tubuh
yang tidak dapat digunakan secara efektif dalam mengatur keseimbangan gula darah
sehingga meningkatkan konsentrasi kadar gula di dalam darah (hiperglikemia)
(Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020).

Diabetes Melitus merupakan penyakit genetik yang terjadi ketika kadar gula
dalam darah tidak berada pada nilai normal yang disebabkan oleh oleh sekresi
insulin, cara kerja insulin, atau bahkan kombinasi keduanya. DM dapat menyerang
semua organ didalam tubuh sehingga membuka peluang besar terjadinya komplikasi
dan gangguan lainnya. DM dengan komplikasi merupakan penyebab kematian
terbesar nomor tiga di Indonesia (Amanda et al., 2020).

2. Etiologi

Secara etiologi, DM menurut (Irene et al., 2020) dapat dibagi menjadi;


1) DM tipe 1 (terjadi karena kerusakan sel β pankreas atau reaksi autoimun.
Sel β pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin
guna mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel β pankreas
telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan
sebagian kecil non autoimun);
2) DM tipe 2 (meliputi faktor genetik dan faktor non-genetik yang dapat
dimodifikasi; obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang
kurang dapat menyebabkan toleransi tubuh terhadap glukosa dan sensitivitas
tubuh terhadap insulin berkurang);
3) DM dalam kehamilan (faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM,
kegemukan dan glikosuria); dan
4) Diabetes tipe lain (yakni individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta
(dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik)
dan infeksi atau sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).

3. Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus menurut (Purwanto, 2016) yaitu:
- Poliuria

- Polidipsi

- Polipagia

- Penurunan berat badan

- Kelemahan, keletihan dan mengantuk

- Malaise

- Kesemutan pada ekstremitas

- Infeksi kulit dan pruritus

- Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat

4. Patofisiologi

Menurut (Darliana, 2017), sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat


dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah.

b) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang


menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Defisiensi insulin membuat seseorang tidak dapat mempertahankan kadar


glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan.

Pada hiperglikemia berat yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi


glukosa darah sebesar 160–180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.

Glukosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri


disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi.
Adanya glukosa yang keluar bersama urine akan menyebabkan pasien
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah asthenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer, Hal ini akan memudahkan
terjadinya gangren.

Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi


insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Diagnostik

Dari anamnesis sering didapatkan keluhan khas diabetes berupa poliuria,


polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
Keluhan lain yang sering disampaikan adalah lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulvae.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut:

1. Gula darah puasa > 126 mg/dl; atau

2. Gula darah 2 jam > 200 mg/dl; atau

3. Gula darah acak > 200 mg/dl. Tes Toleransi Glukosa

4. Cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur HbA1c > 6,5%.

Pra-diabetes adalah penderita dengan kadar glukosa darah puasa antara 100
mg/dl sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa antara 140 mg/dl sampai
dengan 199 mg/dl (IGT), atau kadar A1C antara 5,7– 6,4% (Widodo, 2017).
b. Laboratorium

Menurut (Purwanto, 2016) pemeriksaan laboratorium penderita DM ditemukan


hasil:

1. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok

2. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

3. Osmolaritas serum: meningkat < 330 mosm/dl

4. Natrium: meningkat atau menurun

5. Kalium: (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya


menurun.

6. Fosfor: lebih sering meningkat

7. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada


HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.

8. Trombosit darah: H+ mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis;


hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.

9. Ureum/kreatinin: meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi


ginjal).

10. Urine: gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat.

6. Penatalaksanaan

Menurut (Suciana, Daryani, Marwanti, & Arifianto, 2019) penatalaksanaan


Diabetes mellitus dapat di kelompokkan dalam lima pilar, yaitu edukasi, perencanaan
makan, latihan jasmani, intervensi farmakologis dan pemeriksaan gula darah.

a. Edukasi

Edukasi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada


penderita DM mengenai penyakit DM dan perawatannya, serta
memberikan motivasi kepada keluarga dan penderita bahwa perawatan
secara rutin penting dilakukan untuk menghindari komplikasi. Dengan
adanya edukasi dengan prinsip Diabetes Self Management Education
(DSME) pada pasien DM dan keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup
pada penderita DM tipe.
b. Perencanaan Makan

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan ialah cara


memasak, proses penyiapan makanan dan bentuk makanan serta
komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan protein), yang dimaksud
dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin patuh dalam diet, serta ada kecenderungan semakin
baik dukungan keluarga semakin patuh dalam diet.

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika


Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari:
1) Karbohidrat 60 – 70%

2) Protein 12 – 20 % 3) Lemak 20 – 30 %

c. Latihan Jasmani

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan jalan kaki


ringan 30 menit sangat penting bagi penderita diabetes melitus tipe 2
karena hal ini terbukti bisa menurunkan kadar gula darah pada penderita
diabetes melitus. Selain itu, latihan jasmani dapat menurunkan berat
badan (jalan, bersepeda santai, jogging, berenang). Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Perlu
dibatasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak
(menonton televisi).

Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju


metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan
tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas
bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta
pada saat pengendalian metabolic buruk. Gunakan alas kaki yang tepat
dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.

d. Terapi Farmakologi (jika diperlukan)

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Terapi
kombinasi premixed insulin dengan biguanid merupakan terapi yang
banyak menunjukkan keberhasilan terapi. Terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara kepatuhan dengan keberhasilan terapi. Terapi
farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).

e. Pemeriksaan Gula Darah

Tujuan pemeriksaan laboratorium bagi penderita Diabetes Mellitus


yaitu untuk menegakkan diagnosis serta memonitor terapi dan timbulnya
komplikasi. Perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah
komplikasi.

7. Komplikasi

Komplikasi pada Diabetes Mellitus ada dua, yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik. Adapun yang termasuk komplikasi akut yakni diabetik
ketoasidosis, sedangkan komplikasi kronik terdiri dari komplikasi makrovaskuler dan
komplikasi mikrovaskuler. Penyakit retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan
jenis komplikasi mikrovaskuler.

Sedangkan penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan


penyakit pembuluh darah perifer merupakan jenis komplikasi makrovaskular
(Suciana, Daryani, Marwanti, & Arifianto, 2019).
BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Jenis Kelamin

Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian DM,


prevalensi kejadian DM pada wanita lebih tinggi daripada laki- laki.
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.
Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca- menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat
proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes
mellitus (Rita, 2018).

2) Usia

Berdasarkan data dari WHO menyatakan di Asia tenggara pada tahun


2014 terdapat 96 juta orang dewasa dengan diabetes di 11 negara, dan
setengahnya tidak terdiagnosis dengan diabetes. WHO juga menyatakan
bahwa Diabetes terjadi 10 tahun lebih cepat di wilayah regional Asia
Tenggara daripada orang-orang dari wilayah Eropa, pada usia dimana
merupakan masa paling produktif (WHO, 2016).

Kasus diabetes secara global di kalangan ABG sekitar usia 18 tahun


telah meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun
2014. Menurut American Diabetes Association, sekitar 5 ribu orang di
bawah usia 20 tahun mendapat diagnosis diabetes tipe 2 setiap tahunnya.
Setidaknya 352 juta orang usia muda berisiko terkena diabetes tipe 2.
Sebuah penelitian di tahun 2012 yang diterbitkan dalam “Diabetes Care”
memperhitungkan potensi jumlah kasus diabetes di masa depan pada
orang di bawah usia 20 tahun.
Studi ini menemukan bahwa pada saat ini jumlah orang di bawah usia
20 tahun dengan diabetes tipe 2 akan meningkat hingga 49 persen pada
tahun 2050. Jika tingkat insiden ini terus bertambah, jumlah kasus
diabetes tipe 2 pada anak-anak muda bisa meningkat hingga empat kali
lipat (Purbo & Diantamaela, 2019).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan uatama terkait dengan penyakit DM yang paling sering
dialami oleh penderita DM yaitu polidipsia dan poliuria. Penderita
diabetes melitus juga cenderung lebih cepat haus, lemah, mudah
merasa kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria serta
pruritus vulva pada wanita. Selain itu, penderita diabetes mengalami
sakit kepala merasa berkunang-kunang, sering mengantuk, lapar
terusmenerus, meriang dan sering berkemih dikarenakan lebih banyak
minum. Oleh sebab itu, penyakit DM merupakan golongan penyakit
yang susah dideteksi pada tahap - tahap awal dan sering tidak disadari
oleh penderita (Irma, Alifariki, & Kusnan, 2020).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Penderita DM masuk ke RS biasanya datang dengan keluhan
utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-
sembuh, kesemutan, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu
klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah,
BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot,
gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria
(Purwanto, 2016).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut (Purwanto, 2016) pada riwayat kesehatan dahulu pasien
DM biasanya memiliki riwayat:
1. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional

2. Riwayat ISK berulang

3. Penggunaan obat-obat seperti steroid,


dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
5) Riwayat Kesehatan Psikososial dan Spiritual
Klien dengan DM biasanya mengalami Stress, anxientas, depresi,
peka rangsangan, hingga bergantung pada orang lain (Purwanto, 2016).
c. Pemeriksaan Fisik
1 Keadaan Umum
a) Kesadaran: compos mentis; GCS: 15
b) Tekanan darah : hipertensi / meningkat
c) Nadi : menurun / normal
d) Suhu : meningkat / normal
e) RR : meningkat / normal
f) Bb : menurun
g) Glukosa darah : >200 mg/dl
2 Kulit dan Rambut
Kulit tampak pucat karena kurangnya Hb. Turgor kulit tidak
elastis jika kekurangan cairan. Kulit terasa gatal jika terjadi
komplikasi. Kulit panas, kering dan kemerahan. Diaforesis (keringat
banyak). Rambut bersih dan tidak rontok.
3 Kepala
Bentuk kepala simetris dan lonjong, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan.
4 Mata
Sklera ikterik, diplopia.
5 Telinga
Telinga simetris antara kiri dan kanan. Tidak ada benjolan dan
serumen.
6 Hidung
Hidung tampak simetris, tidak ada lesi dan tidak ada sekret. Tidak
terdapat benjolan
7 Mulut
Bentuk mulut simetris. Lidah dan gigi bersih. Mukosa lembab.
8 Leher
Bentuk leher simetris. Biasanya tidak terjadi pembesaran pada kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening dan jugularis venous pressure.
9 Paru-paru
Tampak simetris antara kanan dan kiri. Getaran lokal femitus sama.
Bising paru normal dan resonan.

10 Abdomen
Abdomen tampak simetris, tidak ada nyeri dan suara perkusi resonan.
11 Ekstremitas atas Normal
12 Ekstremitas bawah Terkadang terdapat luka dan terasa nyeri atau baal.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1 Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2 Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3 Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4 Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5 Alkalosis respiratorik
6 Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7 Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/ normal lochidrasi/ penurunan
fungsi ginjal.
8 Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9 Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11 Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12 Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Gangguan toleransi


glukosa darah (D.0027)
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan Perubahan status nutrisi
(D.0129)

3. Risiko infeksi ditandai dengan Kerusakan integritas kulit (D.0142)


NO DIAGNOSA
3. Intervensi Keperawatan
SLKI SIKI
KEPERAWATAN

1 Ketidakstabilan Kadar Kestabilan Kadar Glukosa Darah (L.05022) Manajemen Hiperglikemia (L.03115).
Glukosa Darah (D.0027) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi :
2x24 jam diharapkan kestabilan kadar glukosa 1 Identifikasi kemungkinan penyebab
darah meningkat, dengan kriteria hasil : hiperglikemia
1 Mengantuk menurun 2 Monitor kadar glukosa darah
2 Lesu menurun 3 Monitor tanda dan gejala
3 Keluhan lapar menurun 4 Monitor intake dan output cairan Terapeutik :
4 Mulut kering menurun 5 Konsultasi dengan medis jika tanda dan
5 Rasa haus menurun gejala hiperglikemia tetap ada atau
6 Kadar glukosa dalam urine membaik memburuk
7 Jumlah urin membaik Edukasi :
6 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
7 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
Kolaborasi :
8 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu

2 Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Perawatan Integritas Kulit (I. 11353)
Kulit/Jaringan (D.0129) Observasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan integritas kulit dan jaringan 1.Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

meningkat, dengan kriteria hasil : Terapeutik:

1. Nyeri menurun 2.Gunakan produk berbahan ptrolium atau

2. Kemerahan menurun minyak pada kulit kering

3. Nekrosis menurun 3.Hindari produk berbahan dasar alkohol pada

4. Hematoma menurun kulit kering

5. Elastisitas meningkat 4.Gunakan produk berbahan

6. Kerusakan jaringan menurun ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

7. Suhu kulit membaik Edukasi :


5.Anjurkan menggunakan pelembab
6.Anjurkan minum air putih yang cukup
7.Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur

3 Risiko Infeksi (D.0142) Perawatan Luka (I.14564)


Tingkat Infeksi (L.14137)
Observasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1.Monitor tanda dan gejala infeksi Terapeutik :
2x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun,
2.Pertahankan teknik steril saat melakukan
dengan kriteria hasil :
perawatan luka
1. Demam menurun
3.Bersihkan jaringan nekrotik
2. Kemerahan menurun
4.Berikan suplemen vitamin dan mineral
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darah putih membaik Edukasi :
5.Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6.Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
7.Anjurkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
8.Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
4. Implementasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi
ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi
keperawatan akan mengarahkan asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien
berhasil mengatasi pasien ataukah asuhan ynag sudah dibuat akan terus
berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai benar-
benar masalah pasien teratasi.

Untuk lebih mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan evaluasi


keperawatan maka kita menggunakan komponen SOAP/SOAPIER yaitu:

S : data subjektif

O : data objektif

A : Analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis


merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih
terjadi, atau masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya
perubahan status kesehatan klien.

P : Planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah


dilanjutkan, ditambah atau dimodifikasi

I : Implementasi, artinya pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai


instruksi yang ada dikomponen P

E : Evaluasi, respon klien setelah dilakukan tindakan.

R : Reassesment, pengkajian ulang yang dilakukan terhadap


perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi. Apakah dari rencana
tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.
DAFTRA PUSTAKA

Amanda, S., Rosidin, U., & Permana, R. H. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Senam
Diabetes Melitus terhadap Pengetahuan Kader Kesehatan. Media Karya Kesehatan,
3(2), 162–173. http://journal.unpad.ac.id/mkk/article/view/25656

Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. (2020). Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Dengan Gaya Hidup Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Penelitian Perawat Profesion, 2(1) : 105-114.

Darliana, D. (2017). Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus. Idea
Nursing Journal, 2(2), 132-136.

Darliana, D. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien DiabetesMelitus. Idea


Nursing Journal, 2(2) : 132-136.

Febrinasari, R. P., Sholikah, T. A., Pakha, D. N., & Putra, S. E. (2020). Buku Saku Diabetes
Melitus Untuk Awam. Surakarta: UNS Press.

Irene, G. Y., Kuswinarti, K., & Kusumawati, M. (2020). Understanding Patients with Type 2
Diabetes Mellitus Using Oral Antidiabetic Drugs. Journal of Medicine and Health,
2(5), 61–75. https://doi.org/10.28932/jmh.v2i5.1110

Irma, Alifariki, L. O., & Kusnan, A. (2020). Uji Sensitifitas dan Spesifisitas Keluhan
Penderita Diabetes Melitus Berdasarkan Keluhan dan Hasil Pemeriksaan Gula Darah
Sewaktu (GDS). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 16(1), 25-35.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGD.

Purbo, M. A., & Diantamaela. (2019). Analisis Hubungan Antara Riwayat

Diabetes Melitus Orang Tua Dengan Profil Gula Darah Sewaktu Siswa SMP di Kota Palu
Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Terpadu, 3(1), 4-7.

Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Kemenkes RI.

Rita, N. (2018). Hubungan Jenis Kelamin, Olahraga dan Obesitas Dengan Kejadian
Diabetes Mellitus Pada Lansia. Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), 93- 101.

Suciana, F., Daryani, Marwanti, & Arifianto, D. (2019). Penatalaksanaan 5 Pilar


Pengendalian DM Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2. Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 9(4), 311-318.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

WHO. (2016). Diabetes Fakta dan Angka. Retrieved from http://www.searo.who.int/


indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts- andnumbers-indonesian.pdf. Widodo, F.
Y. (2017). Pemantauan Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 3(2),
55-69. Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi NIC dan Hasil NOC.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai