Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADAP ASIEN DENGAN

DIAGNOSA DIABETES MELITUS TIPE 2 RUANGAN CEMPAKA RSUD

PROF.DR.W.Z.JOHANNES KUPANG

OLEH:
RIO HERMAWAN SODAKAIN
KELAS B / SEMESTER 6

Fakultas Kesehatan
Program Studi Keperawatan
Universitas Citra Bangsa
2022/2023
A.Konsep Penyakit
1.Definisi
Diabetes Melitus (DM) atau yang sering disebut kencing manis adalah
penyakit gangguan metabolisme tubuh yang menahun akibat hormon insulin
dalam tubuh yang tidak dapat digunakan secara efektif dalam mengatur
keseimbangan gula darah sehingga meningkatkan konsentrasi kadar gula di
dalam darah (hiperglikemia) (Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020).

Diabetes Melitus merupakan penyakit genetik yang terjadi ketika kadar


gula dalam darah tidak berada pada nilai normal yang disebabkan oleh oleh
sekresi insulin, cara kerja insulin, atau bahkan kombinasi keduanya. DM dapat
menyerang semua organ didalam tubuh sehingga membuka peluang besar
terjadinya komplikasi dan gangguan lainnya. DM dengan komplikasi
merupakan penyebab kematian terbesar nomor tiga di Indonesia (Amanda et
al., 2020).
2.Etiologi
Secara etiologi, DM menurut (Irene et al., 2020) dapat dibagi menjadi;
1) DM tipe 1 (terjadi karena kerusakan sel β pankreas atau reaksi
autoimun. Sel β pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang
menghasilkan insulin guna mengatur kadar glukosa dalam tubuh.
Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala
DM mulai muncul. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian
besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non
autoimun);
2) DM tipe 2 (meliputi faktor genetik dan faktor non-genetik yang
dapat dimodifikasi; obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.
Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan toleramsi tubuh
terhadap gulkosadan sesitifitas tubuh terhadap insulin berkurang).
3) DM dalam kehamilan (faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga
DM, kegemukan dan glikosuria); dan
4) Diabetes tipe lain (yakni individu mengalami hiperglikemia
akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta),
endokrinopati (penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat
yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat
yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau
sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).

3.Patofisiologi
Menurut (Darliana, 2017), sebagian besar gambaran patologik dari DM
dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
A)Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah.
B).Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
C).Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Defisiensi insulin membuat seseorang tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan.Pada hiperglikemia berat yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160–180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi
dan timbul polidipsi.
Adanya glukosa yang keluar bersama urine akan menyebabkan pasien
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah asthenia
atakekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer, Hal ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe
2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan.

4.Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus menurut
(Purwanto, 2016) yaitu:
 Poliuria
 Polidipsi
 Polipagia
 Penurunan berat badan
 Kelemahan, keletihan dan mengantuk
 Malaise
 Kesemutan pada ekstremitas
 Infeksi kulit dan pruritus
 Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
5.Pemeriksaan Penunjang
a.Diagnostik
Dari anamnesis sering didapatkan keluhan khas diabetes berupa poliuria,
polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
Keluhan lain yang sering disampaikan adalah lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulvae.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah
sebagai berikut:
- Gula darah puasa > 126 mg/dl; atau

- Gula darah 2 jam > 200 mg/dl; atau

- Gula darah acak > 200 mg/dl. Tes Toleransi Glukosa


- Cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur HbA1c >
6,5%.
Pra-diabetes adalah penderita dengan kadar glukosa darah
puasa antara 100 mg/dl sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa
antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl (IGT), atau kadar A1C antara
5,7– 6,4% (Widodo, 2017).

b.Laboratorium

Menurut (Purwanto, 2016) pemeriksaan laboratorium


penderita DM ditemukan hasil:

- Aseton plasma (keton): positif secara mencolok


- Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
- Osmolaritas serum: meningkat < 330 mosm/dl
- Natrium: meningkat atau menurun
- Kalium: (normal) atau meningkat
semu (pemindahan seluler)
selanjutnya menurun.
- Fosfor: lebih sering meningkat
- Gas darah arteri: biasanya menunjukkan
pH rendah dan Po menurun pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkolosis resperatorik.
- Trombosit darah: H+ mungkin meningkat
(dehidrasi); leukositosis; hemokonsentrasi
merupakan resnion terhadap sitosis atau
infeksi.
- Ureum/kreatinin: meningkat atau normal
(dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
- Urine: gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas
mungkin
meningkat.
6.Penatalaksanaan
Menurut (Suciana, Daryani, Marwanti, & Arifianto, 2019)
penatalaksanaan Diabetes mellitus dapat di kelompokkan dalam lima
pilar, yaitu edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, intervensi
farmakologis dan pemeriksaan gula darah.
a.edukasi
Edukasi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
penderita DM mengenai penyakit DM dan perawatannya, serta
memberikan motivasi kepada keluarga dan penderita bahwa perawatan
secara rutin penting dilakukan untuk menghindari komplikasi. Dengan
adanya edukasi dengan prinsip Diabetes Self Management Education
(DSME) pada pasien DM dan keluarga dapat meningkatkan kualitas
hidup pada penderita DM tipe.

Menurut (Purwanto, 2016) pemeriksaan laboratorium


penderita DM ditemukan hasil:

a.Perencanaan Makan
Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan ialah
cara memasak, proses penyiapan makanan dan bentuk makanan serta
komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan protein), yang dimaksud
dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin patuh dalam diet, serta ada kecenderungan
semakin baik dukungan keluarga semakin patuh dalam
diet.Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika
Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari:
1).Karbohidrat 60 – 70%
2).Protein 12 – 20 %
3), Lemak 20 – 30 %
b.Latihan Jasmani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan jalan kaki
ringan 30 menit sangat penting bagi penderita diabetes melitus tipe 2
karena hal ini terbukti bisa menurunkan kadar gula darah pada penderita
diabetes melitus. Selain itu, latihan jasmani dapat menurunkan berat
badan (jalan, bersepeda santai, jogging, berenang). Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Perlu
dibatasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak
(menonton televisi).
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju
metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan
tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas
bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta
pada saat pengendalian metabolic buruk. Gunakan alas kaki yang tepat
dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.

c.Terapi Farmakologi (jika diperlukan)

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Terapi
kombinasi premixed insulin dengan biguanid merupakan terapi yang
banyak menunjukkan keberhasilan terapi. Terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara kepatuhan dengan keberhasilan terapi.
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat).
d.Pemeriksaan Gula Darah
Tujuan pemeriksaan laboratorium bagi penderita Diabetes Mellitus
yaitu untuk menegakkan diagnosis serta memonitor terapi dan timbulnya
komplikasi. Perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah
komplikasi.
7.Komplikasi
Komplikasi pada Diabetes Mellitus ada dua, yaitu komplikasi akut
dan komplikasi kronik. Adapun yang termasuk komplikasi akut yakni
diabetik ketoasidosis, sedangkan komplikasi kronik terdiri dari
komplikasi makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Penyakit
retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan jenis komplikasi
mikrovaskuler.
Sedangkan penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak,
dan penyakit pembuluh darah perifer merupakan jenis komplikasi
makrovaskular (Suciana, Daryani, Marwanti, & Arifianto, 2019).

Anda mungkin juga menyukai