Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif ditandai dengan adanya


hiperglikemia atau kelebihan kadar glukosa dalam darah yang memerlukan
penanganan tepat.

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes melitus


menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus
gestastional dan diabetes melitus tipe khusus. Menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, (2011), seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus
apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan
polifagi diserta dengan gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa
≥126mg/dL.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang


berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan
suatu negara. Oleh karena itu dalam makalah

B. Tujuan penulisan

Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes


Melitus baik dari segi pengertian, klasifikasi etiologis, gejala, diagnosa, factor
risiko, komplikasi, dan pencegahannya
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinistermasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang
tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan
dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin. Diabetes melitus adalah
suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun
1995 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan
sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan
pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang
peka secara genetik
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari
dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang
tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang
biasa.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi
sel Beta pankreas
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini
hiperaktif dan rusak
Obat-obatan yaitu:
a) Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
b) Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.

3. Patofisiologi
Keterbatsan sel beta terhadap hiperglekimia menjdadi faktor utam
berkembangnya penyakit diabetes millitus tipe II. Hal ini akan
menyebabkan menurunya sensivitas kadar glukosa yang berakibat pada
pembentukan glukosa hepatik secara kontinyu meski kadar glukosa
plasma yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan
jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme ini
menyebabkan resistensi insulin ( Hotma, 1999 : 102).
Ketidakmampuan insulin menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun-hiperglekemia puasa
terjadi akibab produksi glukosa tidak terukur dihati. Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak bisa menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa itu akan muncul
dalam urine (glukosuria) ketika glukosa yang berlebihan diekresikan
kedalam urine. Ekskresi ini akan mengeluarkan cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik, sebagai akibatnya
pasien mengalami penigkatan berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
Defisiensi insulin juga menggangu metabolisme dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Sehingga menyebabkan selera
makan pasien menjadi meningkat(polifagia). Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang tersimpan
) dan glukoneogenesis. Di samping itu, akan terjadi pemecahan lemak, dan
badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbngan asam basa
tubuh, apabila jumlahnyaberlebih dapat menyebabkan ketoasidosi
diabetikum. Tanda-tanda nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas bau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesa daran, koma bahkan kematian (Soeparma, 1996 : 376).

4. Tanda dan gejala


Diagnostik diabetes millitus awalnya diperkirakan dengan gejala
khas yaitu : polifagia ( banyak makanan, poliuria (banyak kencing)
polidipsi banyak minum), lemas, berat badan semakin menurun,
kesemutan, bau nafas aseton pernafasan kusmaul, kesadaran apatis sampai
koma (souparman, 1996 : 580).
Pada diabetes millitus tipe II mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah dilaboratorium dan tes toleransi glukosa pada
hiperglikemi yang lebih berat, pasien akan mengalami polidipsia, poliuria,
lemah dan somnolen ( Price, 1995 : 1114 ).

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200
mg/dl.
b. Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi
kabohidrat (150 –300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah
berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil,
kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
4) Elektrolit :
5) Natrium : meningkat atau menurun
6) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler)
selanjutnya menurun.
7) Fosfor : lebih sering meningkat
8) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po
menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkolosis resperatorik.
9) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ;
leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis
atau infeksi.
10) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun
fungsi ginjal).
11) Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat.

6. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Tujuannya :
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn
menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak
ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan
jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-
10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg
BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk
pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan
kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas
dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat
jogging.
a. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan
orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga
gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.
Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien
yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan
sulfonylurea
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002)

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot,
gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
2) Riwayat ISK berulang
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya
infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium
menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
4) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
6) Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita
7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),
kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
1) Stress, anxientas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme.
c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
d. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan
kimia endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang
lain, penyakit jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
Peningkatan haluaran urine, urine encer, haus, lemah, BB menurun,
kulit kering, turgor buruk.
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar
elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Mandiri
1) Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi
dan takikardi.
2) Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan,
kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan terapi.
4) Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
5) Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut
tipis menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang
akan menimbulkan kehilangan cairan.
6) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen,
muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah
sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
7) Kolaborasi
8) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
9) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respons pasien secara individual.
10) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan
indikasi.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, kelemahan,
kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan
tingkat energi
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang
adekuat (termasuk absorpsi).
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual,
muntah. Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4) Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai
dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini
dapat diupayakan setelah pulang.
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
6) Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan
dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : –
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk
dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau
infeksi nasokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang
yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah
timbulnya infeksi nasokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage
daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5) Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya
penyakit mulut.
6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi.
7) Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai Penanganan awal
dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tn. S dengan post operasi debridement ulkus DM di ruang Gladiol


Atas RSUD Sukoharjo selama 3 hari. Mulai dari tanggal 15 April 2015
sampai dengan 17 April 2015. Proses asuhan keperawatan yang dilakukan
pada pasien Tn.S ini dimulai dari Pengkajian, menganalisa data hasil
setelah pengkajian, mrumuskan diagnose keperawatan, melaksanakan
implementasi keperawatan serta mengevaluasi hasil tindakan yang sudah
dilakukan dalam asuhan keperawatan selama 3 hari tersebut pada pasien
Tn. S apakah teratasi. Dalam kasus ini penulis memperoleh langsung dari
informasi pasien Tn. S dan Keluarga Tn. S serta dari data laporan rumah
sakit selama pasien Tn. S mendapatkan perawatan di RSUD Sukoharjo.

A. Biodata
Identitas pasien yaitu dimulai dari Nama pasien Tn. S
dengan Umur 64 tahun, jenis kelamin laki – laki, seorang
buruh serabutan, sudah menikah, mempunyai anak sebanyak
empat orang, beragama islam , Suku Jawa, alamat tempat
tinggal Jagangan Rt 01 Rw 05 Gadingan Mojolaban, Tn. S
masuk rumah sakit pada tanggal 12 April 2015 dan tanggal
pengkajian pada 15 April 2015 Jam 11:00 dengan Diagnosa
Medis Ulkus DM. 30 31
B. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang dilakukan kepada pasien Tn.
S pada tanggal 15 April 2015 Jam 11:00 di ruang Glasiol Atas
RSUD Sukoharjo. Dari pengkajian yang telah dilakukan
didapatkan data keluhan utama pasien yaitu nyeri pada bagian
kaki sebelah kanan pasien mengatakan “creneng – creneng
panas ” karena post operasi debridement ulkus DM H nol ..
Riwayat kesehatan sekarang pada pasien diperoleh data
antaralain : pasien mengatakan sebelum dirawat di rumah sakit
pasien masih bekerja sebagai buruh serabutan dan pasien
merasakan badannya lemas, pusing kurang lebih selama 3 hari
dan hanya ditahan serta kakinya bngkak yang sudah beberapa
hari dan dibiarkan saja. Pasien juga mengatakan bahwa apabila
gula darahnya meningkat muncul luka – luka melepuh pada
daerah kakinya, akan tetapi apabila kadar gulanya normal lagi
luka mlepuh tersebut akan mengering dengan sendirinya.
Pasien tidak menegtahui bagaimana saat gula darahnya naik
atau drop karena gejala yang dialami selalu sama yaitu
mlepuh. Pasien biasanya memeriksakan ke dokter terdekat.
Pasien mengatakan pada hari Sabtu tanggal 12 April 2015
pasien sudah tidak tahan badannya tambah lemes dan pusing
serta muncul keringat dingin, pukul 11: 00 pasien dibawa
keluarganya ke IGD RSUD Sukoharjo untuk
mendapatkanpenanganan medis di IGD Tn. S dicek GDS dan
diperoleh hasil 360 gr / dL , TD : 11/80 ,mmHg, Suhu : 35,6
derajad Celcius , Nadi 87 kali / menit, pernapasan : 23 kali
/menit. Setelah mendapatkan ruangan Tn. S dibawa ke Ruang
Gladiol Atas RSUD Sukoharjo untuk mendapat perawatan
sampai hari ini dan pasien telah selesai Operasi Debridemen
Ulkus DM.
Riwayat kesehatan dahulu diperoleh data antara lain :pasien
mengatakan sudah 2 kali di rawat di rumah sakit yang sama
dan sudah dua kali ini juga pasien menjalani operasi yang
pertama pada tahun 2010 pasien pernah operasi hernia dan
dirawat di rumah sakit selama 10 hari. pasien mengatakan
tidak mengkonsumsi obat warung atau apapun kecuali dari 32
periksa dokter. Pasien mengatakan tidak rutin memeriksakan
gula darahnya ke klinik atau dokter terdekat.
Riwayat kesehatan keluarga , keluarga dari pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menular seperti TBC, tapi anak keempat dari pasien
menderita penyakit DM tapi belum parah.
Untuk pengkajian pola fungsional pada pasien dimulai dari
pengkajian pola nutrisi sebelum sakit pasien mengatakan
bahwa di rumah pasien makan 3 kali sehari dengan menu
seadanya seperti sayur, lauk pauk ,nasi . habis satu porsi
,pasien sebelum sakit BB nya 56 kg pasien minum kurang
lebih 6-8 gelas per hari kadang kopi, teh anget, dan air putih .
Sedangkan selama sakitpasien makan 3 kali sehari juga dengan
menu diit DM yang diberikan dari rumah sakit yaitu bubur
nasi , lauk , sayur bening , habis 1 porsi , BB pasien selama
sakit 55 kg dan minum 5-7 gelas perhari air putih , dan teh
tawar dari rumah sakit, serta infuse RL 500 ml 20 tpm lewat
IV dan Metronidasole 100ml 60 tpm IV.
Pola aktivitas dan mobilisasi pasien didapatkan data
sebagai berikut :pasien mengatakan bahwa sebelum sakit
pasien menjalani aktivitas normal bahkan kaki kanannya sudah
bengkak pasien tetap bekerja sebagai buruh serabutan,
mandiri, sedangan selama sakit pasien beraktifitas di sekitar
ruangan , di tempat tidur , mampu berjalan ke kamar mandi di
bantu keluarga, terkadang jalan – jalan di sekitar ruangan
untuk mengusir kebosanan di atas tempat tidur dibantu oleh
keluarga.
Pemeriksaan fisik dari pasien diperoleh data pada saat
pengkajian dimana keadaan umum pasien , kesadaran
composmentis, tanda –tanda vital, TD : 110/70 mmHg, Nadi :
84 kali/menit, Pernapasan: 20 kali / menit, Suhu : 36,4oC .
Pemeriksaan fisik head to toe diperoleh data dimulai dari
kepala , rambut pasien bewarna hitam, beruban, bersih, tidak
ada nyeri tekan maupun 33 lesi dikepala, mata simetris ada
sedikit gangguan penglihatan yaitu kabur hilang timbul.
Hidung simetris, tidak ada secret, bersih, fungsi penciuman
baik mampu membedakan antara bau kopi dan minyak wangi,
tidak ditemukan lesi atau luka.Mulut pasien simetris , tidak ada
lsi, tidak sariawan, mukosa bibir lembab, fungsi indra
pengecapan berfungsi dengan baik, lidah berwarna merah
mudah keputihan, gigi utuh atau masih lengkap, sedangkan
telinga simetris antara kanan dan kiri, ada sedikit secret di
telinga, tidak ditemukan luka lesi dan tidak ada nyeri tekan.
Leher pasien tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ditemukan lesi, dan tidak ada nyeri tekan, fungsi menelan
berfungsi baik.
Ketiga pemeriksaan pada daerah abdomen dengan IAPP
(inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi). Hasil
pemeriksaannya yaitu, inspeksi ditemukan ada bekas luka di
bagian perut bawah bekas operasi hernia tahun 2010 , bekas
luka baik, perut terlihat buncit.Auskultasi :bunyi peristaltic
usus terdengar 15 kali / menit, palpasi : tidak ada nyeri tekan ,
perkusi : tympani, perut tidak kembung. Pada pemeriksaan
ekstermitas , ektermitas atas pada. Ekstermitas bawah, pada
kaki bagian kanan bawah ada luka bekas operasi yang dibalut
dengan perban , jempol kaki kanan terdapat jaringan mati
berwarna hitam pekat, teraba keras, kaki nyeri , pasien mampu
berjalan, dibantu keluarga.Pemeriksaan pada daerah genetalia
diperoleh data pasien, organ genital bersih, tidak terpasang
Dower Cateter (DC), tidak ada nyeri.
C. Analisa Keperawatan
Pada tanggal 15 April 2015 didapatkan data fokus pasien ,
permasalahan dan penyebabnya yang pertama yaitu, data
subyektif : pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya
setelah menjalani operasi, P : luka post operasi, Q : seperti
ditusuk – tusuk, R : kaki kanan bawah, S : skala 5 ( 0 –10 ), T :
hilang timbul. Data Obyektif : pasien tampak menahan nyeri,
luka rembes, TD : 110 / 70 mmHg, Nadi : 84 kali / menit, Rr :
20 kali / menit, Suhu : 36,4 oC , dari data tersebut didapatkan
problem Nyeri Akut dengan etiologi yang menyertai yaitu
Insisi Pembedahan. Kedua , pasien mengatakan bahwa telapak
kaki kanannya terdapat luka gangrene yang sangat lebar dan
sudah dilakukan operasi, data obyektif : luka terlihat
kemerahan, jaringan dermis dibuang saat pembedahan, ada
luka insisi ±3cm , berbau, dari hasil data yang kedua
ditemukan problem kerusakan integritas kulit dengan etiologi
adanya luka 35 post debridement.. data yang ketiga didapatkan
data subyektif pasien mengatakan lukanya membasahi perban
dan berbau, data obyektifnya luka terlihat rembes, dilakukan
perawatan luka dan ada pus , bau luka tercium menyengat khas
bau ulkus , ada perdarahan pada daerah insisi, dari data ini
ditemukan problem resiko infeksi dengan etiologi luka post
debridement ulkus dm
D. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa di atas didapatkan diagnose
keperawatan antara lain :
1. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
adanya luka post debridement
3. Resiko infeksi berhubungan dengan post
debridement ulkus dm
E. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dilakukankepada pasien post
debridementulkus dm dengan diagnose tersebut yaitu,
diagnose pertama Nyeri akut berhubungan dengan insisi
pembedahan , tujuan dan kriteria hasil untuk diagnosa ini
antara lain Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam maslaah nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4, pasien
terlihat rileks atau nyaman, pasien mampu mengontrol nyeri
dengan intervensi , Pertahankan tirah baring dan posisi yang
nyaman, Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi
skala , frekuensi nyeri, dll, ajarkan teknik relaksasi napas
dalam, monitor tanda – tanda vital , kolaborasi untuk
pemberian analgetik.
Untuk diagnose kedua, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan luka akibat post operasi debridement,
dengan tujuan dan kriteria 36 hasil Tujuan : setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah
gangguan integritas kulit dapat teratasi. Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan, luka sembuh
sesuai baik dapat dipertahanka, luka sembuh sesuai kriteria,
tidak ada luka atau lesi, perfusi jaringan baik, menunjukkan
proses penyembuhan luka.intervensi keperawatan untuk
diagnose ketiga ini yaitu , Anjurkan pasien memakai pakaian
yang longgar, Hindari dari kerutan tempat tidur, jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, mobilisasi pasien
(ubah posisi), miring kanan, miring kiri setiap 2 jam, monitor
perkembangan kulit pada luka post debridement setiap hari,
mengobservasi luka : perkembangan, tanda – tanda infeksi,
kemerahan,perdarahan, jaringan nekrotik, jaringan granulasi,
lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril,
kolaborasi pemberian diit kepada penderita ulkus dm.
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya luka post operasi debridement , dengan tujuan dan
kriteria hasil sebagai berikut : tujuan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi dpat
dicegah dan teratasi. Kriteria hasil : pasien bebas dari tanda
gejala infeksi , menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi, jumlah lekosit dlam batas normal,
menunjukkan perilaku hidup sehat. Dan intervensi untuk
diagnose ini yaitu : Pertahankan teknik aseptif, cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, monitor tanda dan
gejala infeksi, meningkatkan intake nutrisi, berikan perawatan
luka pada area epidermis, observasi kulit, membrane. 37

F. Implementasi Kepetawatan
Implementasi keperawatanyang dilakukan kepada pasien
post debridement selama tiga hari di RSUD Sukoharjo antara
lain , implementasi dimulai pada tanggal 15 April 2015 untuk
diagnose pertama penulis melakukan pengkajian keluhan
utama pukul 11 : 00, jam 11: 15 mengkaji nyeri (PQRST),
mengobservasi tanda – tanda vital pada 11:30. Untuk diagnosa
kedua penulis melakukan tindakan pada jam 12.15
memberikan terapi insulin. Mengajarkan teknik relaksasi
kepada pasien pada jam 13:00. Untuk diagnosa ketiga penulis
melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi kepada
pasien.
Hari perawatan kedua tanggal 16 April 2015 untuk
diagnosa pertama , melakukan kolaborasi pemberian terapi
pada jam 08.00. Mengobservasi tanda – tanda vital .
Mengajarkan teknik ROM jam 09:15 untuk mengurangi nyeri
dan meregangkan otot – otot. Mengajarkan teknik tirah baring
pada jam 10 :00. Untuk diagnosa kedua penulis melakukan
tindakan antara lain melakukan medikasi atau perawatan luka
pada post debridement hari ke I jam 09:00, pada jam 12:00
melakukan pemeriksaan gula darah stik dan hasilnya yaitu 145
mg / dL, melatih mobilisasi pasien (ubah posisi) miring kanan,
miring kiri. Untuk diagnosa ketiga melakukan kolaborasi
dengan keluarga tentang menjaga kebersihan sekitar pada jam
10:00. Pada jam 12 :15 memberikan fooding kepada pasien
dan memgobservasi intake makanan pada pasien.
Hari ketiga tanggal 17 April 2015 untuk diagnose pertama
pada jam 08:00 melakukan pengkajian Jam 08 30 melakukan
kolaborasi. Untuk diagnosa kedua dan ketiga pada jam 09:00
melakukan perawatan luka post debridement hari ke 2 setiap
sebelum ke pasien / perawatan luka dan setelah selesai cuci
tangan dengan bersih untuk mencegah resiko infeksi. Jam
11:00 mengobservasi tanda –tanda vital pasien Memberikan
injeksi novorapid pada pukul 12:00. Memberikan fooding dan
mengobservasi 38 intake nutrisi pada pasien. Jam 13:30
mengevaluasi teknik relaksasi yang digunakan untuk
mengurangi nyeri.
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dalam asuhan keperawatan yang
dilakukan pada pasien selama 3 hari menggunakan SOAP
dilakukan pada tanggal 17 April 2015 pukul 15:00 di bangsal
Gladiol Atas RSUD Sukoharjo, dimulai dari diagnose pertama
yaitu : Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan,
evaluasi sari S : pasien mengatakan nyerinya sudah hilang ,
timbul saat dibersihkan saja, p :luka bekas post op
debridement ulkus dm hari ke II, q : seperti ditusuk, r : pada
kaki kanan / telapak kaki, s : skala nyeri 4 (0 - 10), t : saat di
lakukan perawatan luka saja. O : pasien tampak lebih relaks,
ekspresi menahan sakit tidak ada. A: masalah teratasi sebagian
karena nyeri sudah berkurang , skala nyeri 4 (0 -10). P :
lanjutkan intervensi : mengkaji nyeri, mengajarkan teknik
relaksasi, memberikan terapi analgetik.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua, kerusakan
integritas kulit b.d adanya luka post op debridement.S : pasien
mengatakan tidak masalah luka pda kakinya, karena demi
kesembuhannya. O : pasien tampak tidak minder ,luka tampak
kemerahan, terlihat jaringan dermis, ada luka insisi
pembedahan ± 3 cm, A : masalah teratasi sebagian. P :
lanjutkan intervensi : observasi luka, tanda – tanda vital,
lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.
Evaluasi keperawatan untuk diagnose yang ketiga Resiko
infeksi b.d post debridement ulkus dm. S : pasien mengatakan
nyeri saat di lakukan perawatan / medikasi,tapi jika telah
selesai pasien merasa relaks karena terlihat nyaman balutannya
diganti. O :pasien terlihat relaks saat setelah selesai
dilakukannya perawatan luka, perawatan luka dilakukan
dengan prinsip steril, cairan NaCl, 5 cc Metronidazole. A :
masalah 39 teratasi sebagian. P : lanjutkan intervensi :
melakukan perawatan luka prinsip steril, pemberian antiseptic,
pengkajian luka, pantau tanda – tanda infeksi.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kasus
Pada tanggal 15 April 2015 Tn. S berusia 64 th mengeluh nyeri pada kaki
sebelah kanan karena post Operasi debridemen Ulkus DM. datang ke IGD
RSUD Sukoharjo dengan keluhan lemas, pusing sudah kurang lebih 3 hari
serta bengkak di kaki yang sudah beberapa hari dibiarkan saja. Pasien
juga mengatakan bila gula darahnya naik muncul luka-luka melepuh pada
daerah kakinya. Dari hasil pemeriksaan diperoleh hasil 360 gr/dL, TD :
110/80 mmHg, S : 35,6º, Nadi : 87x /menit, RR : 23x /menit. Setelah
mendapatkan perawatan sampai hari ini, pasien telah selesai melalukan
Operasi Debridemen Ulkus DM.
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Tanggal masuk : 12 April 2015
Ruang/kelas : Mawar / II
No. Medrec : 237456
Diagnosa medis : Debridemen Ulkus DM
Tanggal pengkajian : 15 April 2015

a. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku bangsa :
Pekerjaan : Buruh
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Alamat :

Anda mungkin juga menyukai