Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
CHF (congestive Heart Failure) adalah keadaan di mana jantung tidak mampu
memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolism
dengan kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013).
Pada kondisi gagal jantung kongestif adanya peningkatan tekanan vascular
pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal
jantung kanan (Aaronson & Ward, 2010).
Penyakit gagal jantung merupakan penyakit dengan kematian tertinggi.
Pengobatan yang lama dan sering keluar masuk rumah sakit akan memberikan
dampak terhadap kualitas hidup pasien terhadap penyakit yang dialaminya.
Dampak yang di alami merupakan reaksi psikologis terhadap dampak dari gagal
jantung yang dihadapi oleh pasien (Zaviera, 2007). Hampir semua pasien yang
mempunyai penyakit jantung mengetahui jantung merupakan organ terpenting dan
jantung yang rusak akan mengancam kesehatan. Hal ini yang menyebabkan pasien
gagal jantung merasa cemas, kesulitan tidur, merasa deprsesi dan merasa putus asa
akan penyakit yang dideritanya. Dalam mengetahui penyakit yang di deritanya
serius, seseorang akan berfikir tentang penyakitnya, cara pengobatan yang akan
ditempuh, biaya yang dihabiskan, prognosis penyakitnya, dan lama penyembuhan
dari penyakit. Hal ini yang menyebabkan kualitas hidup pasien gagal jantung
sangat rendah. Hal ini terkait dengan tingginya tingkat kematian, sering rawat inap,
fisik yang melemah dan koknitif menurun serta mengurangi kualitas hidup pasien
tersebut (American Heart Assosiation, 2007). Mempertahankan kualitas hidup
yang bai k adalah sama penting nya dengan kelangsungan hidup bagi sebagian
besar pasien yang hidup dengan penyakit progressif atau kronis
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2011,
penyakit jantung telah menjadi salah satu penyakit penting kesehatan di
masyarakat dan merupakan penyebab kematian utama. Sedangkan berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas pada tahun 2013, menunjukkan bahwa
penyakit jantung menempati urutan ketiga terbanyak jumlah pasien di rumah sakit
di Indonesia. Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung mempertahankan

1
curah jantung dengan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan suplai
oksigen ke jaringan meskipun aliran balik vena adekuat (Stillwell, 2011). Gagal
Jantung adalah suatu kondisi jantung yang gagal memompa darah untuk
mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh (nutrisi dan oksigen) yang adekuat.
CHF merupakan gangguan kesehatan yang terus meningkat di dunia dengan
penyandang lebih dari 20 juta jiwa. Prevalensi gagal jantung sangat meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dengan 6-10% pada usia di atas 65 tahun. WHO,
mencatat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat gangguan kardiovaskular.
Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah, dan 80% kematian kardiovaskuler disebabkan oleh serangan
jantung dan stroke. Jumlah kejadian penyaki tjantung di Amerika Serikat pada
tahun 2012 adalah 136 per 100.000 orang, di negara-negara Eropa seperti Italia
terdapat 106 per 100.000 orang, Perancis 86 per 100.000. Selanjutnya jumlah
kejadian penyakit jantung di Asia seperti di China ditemukan sebanyak 300 per
100.000 orang, Jepang 82 per 100.000 orang, sedangkan di Asia Tenggara
menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu
371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak 347 per
100.000 orang 2 dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184 per
100.000 orang (WHO, 2016).
Faktor yang menjadi penyebab rehospitalisasi pasien gagal jantung adalah
konsumsi makanan yang tidak sehat (diet), kurang aktivitas atau olahraga,
kebiasaan merokok, dan minum yang beralkohol jangka panjang. Faktor tersebut
akan menyebabkan hipertensi, peningkatan gula darah dan kadar lemak serta
obesitas. Jika 3 semua faktor tersebut tidak dapat dicegah, maka akan
menyebabkan berbagai penyakit komplikasilainnya (WHO, 2016). Rehospitalis
dan lamanya pengobatan menyebabkan aspek psikologi sataus trespsikososial. Hal
ini akan memicuemosi negative seperti cemas, putus asa, rasa kawatir, depresi dan
rasa takut akan sewaktu-waktu kehilangan hidupnya. Pasien jantung dengan
masalah psikososialakan sema kinmemper lambat penyembuhan dan merasakan
gejala fisik yang berat. Sehingga keterlibatan keluarga menjadi salah satu faktor
yang mendukung dalam penyembuhan.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit CHF (congestive heart
failure) dan mengetahui konsep asuhan keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah :
a) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
b) Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi fisiologi CHF
c) Mahasiswa mampu menyebutkan etiologi CHF
d) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
e) Mahasiswa mampu menguraikan tanda dan gejala CHF
f) Mahasiswa mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostic CHF
g) Mahasiswa mampu melaksanakan penatalaksaan CHF
h) Mahasiswa mampu membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan CHF

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Congestive heart failure adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Dipiro, et all., 2015).
Congestive heart failure adalah suatu keadaan serius, dimana jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output/ curah jantung) tidak mampu
memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. (Dwi Sunar
Prasetyono, 2012).
Congestive heart failure merupakan sidrom klinis yang kompleks dengan gejala-
gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue) yang di
hubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur yang diganggu dari jantung
yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah
kesirkulasi. (Syamsudin, 2011).
Jadi congestive heart failure dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan klinis,
dimana terjadi disfungsi kerja jantung untuk memenuhi kebutuhannutrisi dan
oksigen ke seluruh tubuh disebabkan oleh berbagai macam.

4
2. Antomi Fisiologi

Daerah di pertengahan dada di antara kedua paru disebut sebagai mediastinum.


Sebagai besar rongg mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam
kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium. Perikardium melindungi permukaan
jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruangan antara permukaan jantung dan
lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melunasi permukaan dan
mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
Kamar jantung. Sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua
kamar atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut
septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium
adalah menampung darah yang dating dari vena dan bertindak sebagai tempat
penimbunanan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel.
Katup jantung. Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah
dalam jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan
menutup secara pasif sebagai respons terhadap perubahan tekanan aliran darah. Ada
dua jenis katup : atrioventrikularis dan semilunaris. Katup yang memisahkan atrium
dan ventrikel disebut sebagai katup atriumventrikularis. Katup tripidalis, dinamakan
demikian karena tersusun atas tiga kuspid atau daun. Katup mitral atau katup
bikuspidalis (dua kuspid) terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.
Katup semilunaris terletak diantara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan.
Katup antara ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan
arteri pilmonalis disebut katup pulmonalis. Katup antara ventrikel kiri dan aorta

5
dinamakan katup aorta. Katup semilunaris normalnya tersusun atas tiga kuspi, yang
berfungsi dengan baik tanpaotot papilaris dan korda tendinea. Tidak terdapat katup
anatara vena-vena besar dengan atrium.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung, mempunyai
kebutuhan metabolism tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung menggunakan
70% sampai 80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria. Arteri koronaria
muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri.
Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot jantung.
Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet), yang berada dibawah
kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos
karena sifatnya volunteer. Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi (disebut
sinsitium) sehingga dapat berkontraksi dan berelaksasi tiap-tiap serabut ototakan
memastikan kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan
memungkinkannya berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu sendiri bernama
miokardium, yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endocardium, dan
lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
3. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013) secara umum congestive heart failure dapat di
sebabkan oleh berbagai hal yang dapat dikelompokkan menjadi:
a. Disfungsi miokard
1) Iskemia miokard
Penyakit yang ditandai oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung.
Biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit arteri koroner/ penyakit jantung
koroner, dimana aliran darah melalui arteri terganggu.
2) Infark miokard
Kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena
yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel jantung menjadi
mati (nekrosis miokard)
3) Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan atau inflamasi pada miokardium. Peradangan
ini dapat disebabkan oleh penyakit reumatik akut dan infeksi virus seperti
cocksakie virus, difteri , campak, influenza,poliomielitis, dan berbagai macam
bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit.

6
4) Kardiomiopati
Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium, atau otot
jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa
darah dan berdenyut secara normal. Kondisi semacam ini cenderung mulai
dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan cepat. Pada keadaan ini
terjadi kerusakan atau gangguan miokardium, sehingga jantung tidak mampu
berkontraksi secara normal.
b. Beban tekanan berlebihan pada sistolik (sistolik overload)
1) Stenosis aorta
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup
aorta. Penyempitan pada katup aorta ini mencegah katup aorta membuka
secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung
menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 4 kuncup yang
akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.
2) Hipertensi iskemik
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya hipertensi yang berasal dari
ginjal atau karena penghentian obat antihipertensi pada penderita hipertensi
esensial) bisa menimbulkan hilangnya kemampuan kompensasi jantung
(dekompensasi).
3) Koartasio aorta
Koartasio Aorta adalah penyempitan pada aorta, yang biasanya terjadi pada
titik dimana duktus arteriosus tersambung dengan aorta dan aorta membelok
ke bawah.
c. Beban volume berlebihan pada diastolic (diastolic overload)
1) Insufisiensi katub mitral dan trikuspidalis
2) Tranfusi berlebihan.

7
4. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontaktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Frekuensi jantung adalah fungsi dari system saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Volume
sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung
pada preload, kontaktilitas, dan afterload.

8
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolic di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Halini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolic dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bias berfungsi
dengan bak tapi peningkatan tekanan diastolic yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke dua atrium, sirkulasi pulomner da sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan trasudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac ouput, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontrasi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena. Meskipun adaptasi-adaptasi
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkata kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri coroner sebelumya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sistem saraf simpatis juga akan meningkatakan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran darah ke ginjal dan
jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran
darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus, yang akan menimbulkan
retensi sodium dan cairan. Sistem renin-angiotensisn-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vascular perifer selanjutnya dan peningkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan penigkatan kadar arginine vasopressin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat eksresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptide natriuretic atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretic dan
vasodilator.

9
5. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai berikut :
a. Gagal jatung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanismecontrol pernapasan. Gejala :
1) Dispnea : terjadi karena penumpukan atau penimbunan cairan dalam
alveoliyang mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi saat istirahat atau
dicetuskanoleh gerakan yang minimal atau sedang.
2) Orthopnea : tidak akan berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar
bisategak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
3) Batuk : disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapiyang sering adalah vatuk basah yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai dengan bercak
darah.
4) Mudah lelah : terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat
jantungdari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasilkatabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energy untuk bernafas
daninsomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.
5) Ronkhi
6) Gelisah dan cemas : terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress
akibatkesakitan bernafas dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi
dengan baik.
b. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik. Gejala :
1) Oedem perifer
2) Peningkatan BB
3) Distensi vena jugularis
4) Hepatomegali
5) Asites
6) Pitting edema
7) Anoreksia
8) Mual

10
c. Secara luas peningkatan CPO dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan
rendah, sehingga menimbulkan gejala :
1) Pusing
2) Kelelahan
3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
4) Ekstrimitas dingin
d. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron
dan restensi cairan dan natrium yang mneyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
Hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, sikemia, dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial, mungkin sering
terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark
miokard menunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebabkan
gagal/disfungsi jantung).
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
c. Scan jantung (multigated acquisition)
Tindakan penyuntikkan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji
patensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
e. Rontgen dada
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, misalnya bulging pada
perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisme ventrikel.
f. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit

11
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
h. Oksimetri nadi
Saturasi oksigenmungkin rendah, terutama jika GJK akut memperburuk PPOM
atau GJK kronis.
i. AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. BUN, kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Albumin/transferin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan
sistesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
l. HSD
Mungkin menunjukan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan menandakan
retensi air. SDP mungkin meningkat, mencerminkan MI baru/akut, perikarditis,
atau status inflamasi atau infeksius lain.
m. Kecepatan sedimentasi (ESR)
Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflasmasi akut.
n. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivasi tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre-pencetus
GJK.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan penderita dengan congestive heart failure meliputi penatalaksanaan
secara farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan congestive heart failure
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
bertanya kondisi.
Penatalaksanaan congestive heart failure (CHF) di bagi atas:
a. Terapi non farmakologi
1) CHF Kronik

12
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktifitas.
b) Diet pembatasan natrium menghentikan obat-obatan yang memperparah
seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi
air dan natrium.
c) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari). (Wijayaningsih, 2013)
d) Olahraga secara teratur, diet rendah garam, mengurangi berat badan,
mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok. (Huda &
Kusuma, 2016)
2) CHF Akut
a) Oksigenasi (ventilasi mekanik).
b) Pembatasan cairan.
b. Terapi farmakologi
1) Memperbaiki daya pompa jantung.
a) Therapi Digitalis
Ianoxin. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisi \dan mengurangi edema.
b) Obat Inotropik
Amrinone (Inocor), Dopamine (Intropin)
2) Pengendalian retensi garam dan cairan
a) Diet rendah garam. Untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
b) Diuretik : chlorothiazide (Diuril), Furosemide (Lasix), Sprionolactone
(aldactone). Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
3) Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor : captropil, enalopril,
lisinopril. Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

13
4) Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
5) Infusi intravena : nesiritida, milrinzne, dobutamin. (Smeltzer, 2013).

B. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan untuk pasien congestive heart failure ditujukan
untuk mengobservasi adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan tanda
serta gejala sistemis.
Pernapasan. Paru harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk
menentukan ada atau tidak adanya krekel dan wheezing. Krekel terjadi oleh gerakan
udara melalui cairan, Frekuensi dan dalamnya pernapasan juga harus dicatat.
Jantung. Jantung diauskultasikan mengenai adanya bunyi jantung S3 dan S4 .
Adanya tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami kegagalan, dan pada
setiap denyutan, darah yang tersisa didalam ventrikel makin banyak. Frekuensi dan
irama harus juga dicatat. Frekuensi yang terlalu cepat menunjukkan bahwa ventrikel
memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pengisian, serta terdapat stagnasi darah
yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga di paru.
Pengindraan/tingkat kesadaran. Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh
darah meningkat, maka darah yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas
transport oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap
kekurangan oksigen dan pasien mengalami konfusi.
Perifer. Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya edema. Bila pasien
duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai bawah. Bila pasien
berbaring telentang, yang dikaji adalah sacrum dan punggung untuk melihat adanya
edema. Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema. Pada kasus khusus gagal
jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital, dimana kelopak mata tertutup
karena bengkak.
Hati diperiksa juga akan adanya hepatojugular refluks (HJR). Pasien diminta
bernapas secara normal pada saat dilakukan pernekanan pada hati selama 30 sampai
60 detik. Bila distensi vena leher meningkat lebih dari 1 cm, maka tes ini positif
menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena.
Distensi vena juguler. JDV juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat
pasien dengan sudut sampai 45 o. jarak antara sudut Louis dan tingginya distensi vena

14
juguler ditentukan. Sudut Louis adalah hubungan antara korpus sternum dengan
manubrium. Jarak yang lebih dari 3 cm dikatakan tidak normal.
Haluaran urin. Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin
kurang dari 100 dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaran urin kurang dari 100/24
jam). Maka penting sekali mengukur haluaran sesering mungkin untuk membuat dasar
pengukuran efektivitas diuretic. Masukan dan haluaran harus dicatat dengan baik dan
pasien ditimbang setiap hari, pada saat yang sama dan pada timbangan yang sama.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, maka diagnosiskeperawatan yang di dapatkan
pada pasien CHF meliputi :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, spenomegali
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-
kapiler
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pengaturan melemah.
3. Rencana Dan Implementasi Keperawatan
a. Posisi
Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-10inchi) atau pasien
didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma menjadi
minimal.
Pasien yang dapat bernapas hanya pada posisi tegak (ortopnu) dapat
didudukkan di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi. Bila terdapat
kongesti paru, maka lebih baik pasien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat
memperbaiki perpindahan cairan dari paru.
b. Penghilang kecemasan
Pasien gagal jantung mengalami kesulitan mempertahankan oksigen yang
adekuat. Mereka cenderung gelisah dan cemas karena sulit bernapas. Gejala ini
cenderung memburuk pada malam hari.
Menaikkan kepala tempat tidur dan membiarkan lampu menyala di malam hari
sering sangat membantu. Oksigen dapat diberikan selama stadium akut untuk
mengurangi kerja pernapas dan meningkatkan kenyamanan pasien. Mofin dengan

15
dosis kecil dapat diberikan untuk dispnu yang berat dan hipnotis juga dapat
diberikan untuk membantu pasien tidur.
1. Pada pasien dengan kongesti hepatik, hati tidak akan mampu melakukan
proses detoksifikasi racun obat-obatan dalam jangka waktu yang normal. Oleh
sebab itu obat-obatan harus diberikan secara hati-hati
2. Hipoksia serebral yang disertai retensi nitrogen merupakan masalah pada gagal
jantung dan dapat menyebabkan pasien bereaksi negatif terhadap penenang
dan hipnotik, ditandai dengan adanya konfusi dan peningkatan rasa cemas
3. Hindari penggunaan ikatan katan karena dapat menjerat yang menyebabkan
kerja jantung meningkat. Pasien yang tidak bisa tidur di tempat tidur di malam
hari dapat duduk dengan nyaman di kursi. Posisi ini menyebabkan sirkulasi
serebral maupun sistemik membaik, sehingga kualitas tidur menjadi lebih baik.
c. Menghindari stress
Memberikan kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang cenderung
menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu pasien untuk rileks. Pasien
yang sangat cemas tidak akan mampu beristirahat dengan cukup. Stres emosional
mengakibatkan vasokontriksi, tekanan arteri meningkat, dan denyut jantung cepat.
d. Memperbaiki perfusi jaringan normal
Penurunan perfusi jaringan yang terjadi pada gagal jantung adalah akibat tingkat
sirkulasi oksigen yang tidak adekuat dan stagnasi darah di jaringan perifer. Latihan
harian ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Istirahat yang
memadai sangat penting untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat.
Bahaya yang dapat timbul pada tirah baring adalah dekubitus (terutama pada
pasien edema), flebotrombosis, dan emboli pulmoner. Perubahan posisi, napas
dalam, dan latihan tungkai semuanya dapat memperbaiki tonus otot, sehingga
membantu aliran balik vena ke jantung.
e. Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Setelah gagal jantung dapat dikontrol, pasien di bimbing untuk untuk secara
bertahap kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum sakit sedini mungkin.
Aktivitas kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan
periode apnu dan kelelahan. Setiap aktivitas yang menimbulkan gejala harus
dihindari atau dilakukan adaptasi. Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi stres
emosional dan menggali cara untuk menyelesaikannya. Biasanya pasien sering
kembali ke klinik atau rumah sakit akibat kekambuhan episode gagal jantung.

16
Serangan berulang dapat menyebabkan fibrosis paru, sirosis hepatis, pembesaran
limpa dan ginjal, bahkan kerusakan otak akibat kekurangan oksigen selama episode
akut.
Memberikan penyuluhan melibatkan pasien dalam implementasi program terapi
akan memperbaiki kerjasama dan kepatuhan. Kebanyakan kekambuhan gagal
jantung terjadi karena pasien tidak mematuhi terapi yang dianjurkan seperti
pengobatan tidak tepat, melanggar pembatasan diet, melakukan aktivitas fisik yang
berlebihan dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan.
Pasien dibantu memahami bahwa gagal jantung dapat dikontrol. Menyusun
jadwal tindak lanjut medis secara teratur, menjaga berat badan yang stabil,
membatasi asupan natrium, pencegahan infeksi, menghindari seperti kopi, tembakau,
dan menghindari latihan yang tidak teratur membantu mencegah awitan gagal
jantung.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Memahami penurunan kelelahan dan dispnea
1) Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun emosional
2) Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi kelelahan dan dispnu
3) Mematuhi aturan pengobatan
b. Mengalami penurunan kecemasan
1) Menghindari situasi yang menimbulkan stres
2) Tidur nyenyak di malam hari
3) Melaporkan penurunan stres dan kecemasan
c. Mencapai perfusi jaringan yang normal
1) Mampu beristirahat dengan cukup
2) Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena; latihan harian
sedang, rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalan atau harus
berbaring dalam waktu lama
3) Kulit hangat dan kering dengan warna normal
4) Tidak memperlihatkan edema perifer

17
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitasi Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 86 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
BB : 50 Kg
Tanggal pengkajian : 11 Juli 2019
Diagnosa Medik : CHF (congestive Heart Failure)
2. Riwayat penyakit
Keluhan Utama
Klien mengatakan napasnya sesak
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sesak napas tanggan 8 Juli 2019 masuk ke ICU. Pada tanggal 11
juli 2019 klien masih mengeluh sesak nafas dengan GCS : 15 (E4 M6 V5), RR :
31x/menit, TD: 120/60 MmHg, MAP: 80 MmHg, N: 85x/menit, S: 36˚C dengan
diagnosa CHF. Klien terpasang binasal kanul 4L/m dan terpasang infus RL 20
tpm.
Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat pengobatan : keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai obat
dan jarang berobat
b. Riwayat penyakit sebelum nya : keluarga klien mengatakan klien pernah
operasi di bagian paha kanan terdapat benjolan kurang lebih 3 tahun
c. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada hipertensi, DM, asma, HIV, TBC,
hepatitis dan penyakit menular lainnya.

18
3. Pola fungsional

Pola fungsional Sebelum Sakit Saat dikaji


Pola Oksigenasi klien dapat bernafas secara klien mengeluh sesak nafas
normal tanpa alat bantu RR:27x/menit, menggunakan
pernafasan binasal kanul 4L/m.
Pola Nutrisi Klien sebelum sakit makan Klien hanya menghabiskan ½
sehari 3x 900gr dengan porsi makanan RS
nasi dan lauk pauk, minum
air putih 2500ml serta
minum air putih dan kopi
Pola kebutuhan istirahat Tidur siang : klien dapat Tidur siang : klien dapat tidur
dan tidur tidur siang 2-3 jam siang 1-2 jam
Tidur malam : Klien dapat Tidur malam : Klien gelisah
istirahat dengan baik, tidur dan hanya bisa tidur 3-4 jam
nyenyak 5-6 jam
Pola eliminasi Klien BAK 4-5x/hari urin Klien sudah BAB dc Urin bag
berwarna kuning jernih 4jam 100 cc
BAB 1x/hari feses
berwarna kuning
kecoklatan
Pola aktivitas Klien dapat beraktifitas Klien beraktifitas dibantu
tanpa dibantu oleh perawat atau keluarga
Pola berpakaian Klien dapat berpakaian Klien dalam berpakaian
secara mandiri dibantu oleh perawat atau
keluarga
Pola personal hygiene Klien mandi dan Klien hanya diseka 2x/hari
menggosok gigi 2x/hari oleh perawat
secara mandiri
Pola aman dan nyaman Klien merasa aman dan Klien tampak gelisah

19
nyaman berada diantara
keluarga

4. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
TD : 120/60mmHg
MAP : 80mmHg
N : 90x/menit
RR : 27x/menit
S : 36˚C
Pemeriksaan fisik
Kepala : mososchopal, rambut beruban, tampak sedikit kotor
Leher : tidak terdapat pembesar kelenjar tiroid
Mata : simetris, konjungtiva ananemis
Telinga : simetris, tidak terdapat serumen
Mulut : tidak ada stomatitis, gigi tampak sedikit kotor dan mulai ompong

20
5. Analisa Data

No Tanggal Data Etiologi Masalah


.
1. 11 juli Ds : klien mengatakan sesak napas Perubahan Penurunan curah
2019 Do : preload jantung
- KU lemah
- Pasien tampak susah
bernapas
- GCS : 15
- TTV :
TD : 120/60 MmHg
MAP : 80 MmHg
N : 90x/menit
RR : 27x/menit
S : 36˚C
2 Ds : klien mengatakan sesak napas Dispneu Pola napas tidak
Do : efektif
- Pasien tampak susah
bernapas RR: 27x/menit
- Tampak retraksi dinding
dada
- Terpasang binasal kanul
4L/m

6. Diagnosa Keperawatan :
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan preload
2. Pola nafas tidak efektif b.d dispneu

21
7. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. Keperawatan
1. penurunan curah setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan, diharapkan Observasi :
perubahan preload tidak terdapat penurunan - Identifikasi tanda/gejala
curah jantung pada pasien primer penurunan curah
dengan KH : jantung (meliputi dispnea,
a. Vital sign batas kelelahan, edema,
normal orthopnea, peningkatan
b. Dapat mentoleransi CVP)
aktivitas, tidak - Identifikasi tanda/gejala
kelelahan sekunder penurunan curah
c. Tidak ada jantung (meliputi
penurunan peningkatan berat badan,
kecemasan hepatomegali)
- Monitor tekanan darah
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
Terapeutik :
- Posisikan pasien semi
fowler
- Berikan diet jantung yang
sesuai
- Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi

22
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia jika perlu
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif b.d dispneu keperawatan diharapkan Terapeutik :
pola nafas pasien efektif - Lakukan perawatan mulut
dengan KH : (misalnya sikat gigi, kasa,
a. TTV normal pelembab bibir)
b. Tidak Edukasi
menggunakan obat - Jelaskan pasien dan atau
bantu nafas keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan
napas buatan

8. Implementasi

23
No Implementasi Respon Klien
.
1. - posisikan pasien semi fowler - Klien kooperatif
- monitor TTV pasien - TD 110/75 mmHg
MAP : 87 mmHg
N : 75x/menit
RR : 25x/menit
S : 36.5˚C
- memberikan obat oral - Pasien minum obat yang diresepkan
- berikan lingkungan yang tenang dan dokter secara teratur
batasi pengunjung - Pasien dan keluarga pasien kooperatif
- tingkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan untuk menghindari kelelahan
2. - monitor TTV psien - TD : 120/80 mmHg
MAP : 85 mmHg
N : 80x/menit
RR : 22x/menit
S : 36.2˚C

- memasang alat bantu napas dan - pasien dan keluarga pasien kooperatif
menjelaskan kepada pasien atau
keluarga prosedur pemasangan alat
bantu napas - Pasien kooperatif dan merasa nyaman
- jika pasien sudah tidak terpasang alat
bantu napas, bantu pasien untuk
melakukan personal hygiene (sikat
gigi)

9. Evaluasi

24
No SOAP
.
1. S : klien mengatakan masih sesak napas
O : TD 110/75 mmHg
MAP : 87 mmHg
N : 75x/menit
RR : 25x/menit
S : 36.5˚C
KU cukup
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. S : klien mengatakan sesak napas berkurang
O : TD : 120/80 mmHg
MAP : 85 mmHg
N : 80x/menit
RR : 22x/menit
S : 36.2˚C
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi

BAB IV

25
PENUTUP

A. Simpulan
CHF adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk
mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan
peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013). Pada kondisi gagal jantung
kongestif adanya peningkatan tekanan vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri
menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan (Aaronson & Ward, 2010).

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung kongesti melalui


penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa distrimia, infeksi sistemik,infeksi
paru-paru, dan emboli paru. Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga
mekanisme respons primer yaitu, meningkatkan aktivitas adrenergik simpatis,
peningkatan beban awal melalui system RAA, dan hipertrofi ventrikel. Secara khas
gejala gagal jantung hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah
beratnya gaggal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-
gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.Pemeriksaan diagnostik
pada gagal jantung meliputi pemeriksaan EKG, sonogram, scan jantung, kateterisasi
jantung, rontgen dada dan lain sebagainya. Gagal jantung ditangani dengan tindakan
umum untuk mengurangi beban kerja jantung.

Fokus pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung ditujukan untuk


mengobservasi adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan tanda serta
gejala sistemis. Berdasarkan pada data pengkajian, maka diagnose yang akan didapat
yaitu, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan dispnu akibat turunya
curah jantung, kecemasan berhubungan dengan kesulitan napas dan kegelisahan
akibat oksigenasi yang tidak adekuat, dan gangguan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan statis vena. Rencana tindakan yang bisa dilakukan seperti
mengatur posisi pasien, mempertahankan oksigen yang adekuat, dan memberikan
kenyamanan fisik atau menghindari situasi yang cenderung menyebabkan kecemasan,
dengan hasil yang diharapkan mampu beristirhat secara adekuat baik fisik maupun

26
emosional, mengalami penurunan kecemasan dan mendapat asupan oksigen yang
cukup.

B. Saran
Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap tentang
gagal jantung, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku – buku yang
berhubungan dengan gagal jantung.Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun dan menyempurnakan penulisan makalah – makalah selanjutnya sangat
diharapkan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, I. Philip, P.T. Jeremy. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
American Heart Association. 2007. Heart Diesease. Dallas, Texas: American Heart
Association.
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal Jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang:
UNDIP Jayanti.
Dipiro, Joseph at all. 2015. Pharmacotherapy Principles and Practice 9th ed. America
Unitited States.
Malabar, Uniee. 2017. Laporan Pendahuluan CHF. Diakses dari
https://www.academia.edu/9895855/laporan_pendahuluan_CHF, tanggal 21 Agustus
2019.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2012. Daftar Tanda dan Gejala Ragam Penyakit. Yogyakarta:
Fleshbooks
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Diakses dari

http://www.google.com/url?
q=http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%2520Riskesdas
%25202013.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwiNkre1pd7eAhVKMo8KHWqRBlwQFggUMA
A&usg=AOvVaw1CX6Cppz2mRd334m_SoS7k, tanggal 20 Agustus 2019.
Saputra, Lyndon, 2013. Buku Saku Harrison Kardiologi (diterjemahkan oleh: Fajar Arifin
Gunawijaya). Tanggerang: Karisma Publishing Group.
Smeltzer, S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi 12. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Stillwell. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta: EGC

28
Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah I: Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

29

Anda mungkin juga menyukai