A. MASALAH UTAMA
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguanharga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku
orang lainyang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat
harga diriseseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang
memilikiharga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasisecara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu
yangmemiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif
danmenganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
B. Penyebab Masalah
1. Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalanyang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis.
A. Orientasi
“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Sinta. Saya Mahasiswa KeperawtanUPH. Saya
yang akan merawat bapak dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore nanti ya pak”
”Dimana k ita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu saja bu?
Berapa lama kira-kira kita akan ngobrol bu? Apakah cukup 20 menit?Oke cukup ya bu
20 menit”
B. Kerja
“Ibu T, apa saja kemampuan Ibu T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buatdaftarnya ya bu.
Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Ibu T lakukan?Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring? Wah, bagus sekali. Cukup banyak
kemampuan dan kegiatan yang Ibu T miliki “.
“Ibu T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapatdikerjakan di
rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah? yangkedua? sampai 5 (misalnya ada
3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekaliada 3 kegiatan yang masih bias dikerjakan di
rumah sakit ini”
”Sekarang, coba Ibu T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
” Ok, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimanakalau
sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Ibu T? Mari kita lihattempat tidur Ibu T.
Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus sekali bu. Sekarang kita angkat spreinya dankasurnya kita balik. Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dariarah atas, ya bagus bu T.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalusebelah pinggir masukkan. Sekarang
ambil bantal, rapihkan dan letakkan disebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah
letakkan sebelah bawah/kaki.Bagus, ibu bisa melakukannya”
”Ibu T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
“ Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu Tlakukan
tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan untuk melakukan danT (tidak)
tidak melakukan”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan
Ibu T setelah berbincang-bincang dan latihanmerapihkan tempat tidur? Iya benar bu.
Ibu T ternyata banyak memilikikemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya,merapihkan tempat tidur yang sudah Ibu T praktekkan dengan baiksekali.
Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang ya bu.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu T mau berapa kalisehari
merapihkan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?Lalu sehabis
istirahat jam berapa?”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu T masih ingatkegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkantempat tidur? Ya bagus,
cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi selama 20menit, menurut ibu bagaimana? Oke ibu,
Sampai jumpa ya”
A. Orientasi
“Selamat pagi, Ibu T masih ingat dengan saya? Iya benar sekali bu, saya perawat Sinta
yang akan merawat Ibu dari jam 8 sampai jam 3 sore nanti ya bu”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini, Waktunyasekitar 20
menit. Bagaimana menurut ibu T?”
B. Kerja
“Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring dan air
untuk membilas. Ibu T bisa menggunakan air yang mengalirdari kran ini ya? Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa makanan”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, Ibu T ambil satu piring kotor lalu buang dulu
sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.Kemudian Ibu T bersihkan
piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilasdengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikit pun di piring tersebut. Setelah itu Ibu T bisa mengeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai ibu”
“Sekarang coba Ibu T praktekkan kembali seperti yang saya contohkan tadi bu”
“Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarangdilap
tangannya bu”
C. Terminasi :
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari Ibu
T? Mau berapa kali Ibu T mencuci piring? Bagus sekali Ibu Tmencuci piring tiga kali
setelah makan.
“ Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T lakukan
tanpa disuruh, tulis B(bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan T (tidak) tidak
melakukan”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkantempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kitaakan latihan mengepel. Mau
jam berapa bu kita melakukan latihan mengepelnya? Oke baik besok jam 9 pagi ya bu
setelah ibu selesai merapikan tempattidur dan mencuci piring. Dimana kita akan
melakukan latihannya bu? Oke baik bu, kita muali dari ruangan ini saja ya bu. Kalau
begitu saya permisi duluya bu, Sampai jumpa”
LAPORAN PENDAHULUAN
IOLASI SOSIAL.
I. MASALAH UTAMA
B. PenyebabMasalah
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengansukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaa tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai
objek. Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkanrasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya, sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenali lingkungannya lebih luas, anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya.Konflik terjadi apabila tingkah
lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen, orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaa ijndividu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis
akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekanmaupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-
anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.*.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak,hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasikurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secaraterbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yangmembuat bingung dan kecemasannya meningkat).
c. Faktor Sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia.Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 78%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat danvolume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopaminen
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta stractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yangmenurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormone adrenocortical sering kali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
4) Viral hipotesis
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
5) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
6) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan
yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena
ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas
yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.
Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu
dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat. Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping
digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancamdirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing3masing tingkah
lakuadalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga : proyeksi
b) Dependency : reaksi formasic.
c) Menarik diri : regrasi, depresi, dan isolasid.
d) Curiga, waham, halusinasi : proyeksi, deniale.
e) Manipulatif : regrasi, represi, isolasi
f) Skizofrenia : displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
6. Pasien merasa tidak berguna.
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
D. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaptive menggunakan mekanisme
dalam upaya mengalami ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan 2 jenis
masalah hubungan yang spesifik (Gail, 2006 : hal 281). Koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian anti sosial antara lain : proyeksi, merendahkan orang
lain. Koping ini berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang : formasi ,
reaksi, isolasi, idelisasi orang lain dan merendahkan orang lain.
E. Sumber Koping
Menurut (Gail, 2006 : hal 280), sumber kopingberhubungan dengan respon sosial
maladaptive meliputi : keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas d
STRATEGI PELAKSANAANISOLASI SOSIAL
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
a. Klien menyendiri di kamar.
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan :
a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan :
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan caraberkenalan
dengan satu orang.
c. Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum, selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian? bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan
teman? Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain?
Bagaimana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?
c. Kontrak
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagaimana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar
ibu semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang
tamu?
2. Fase Kera.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas
di ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan? Apakah ibu masih
ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika
pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali caraberkenalan) nah silahkan
ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah bagus
sekali ibu, selain nama, alamat, hobby apakah ada yang ingin ibu ketahui
tetang perawat C dan D? (bantu pasien mengembangkan topik pembicaraan)
wah bagus sekali, wah ibu apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ?
Bagaimana kalau kita menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan
siang di ruang makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap
dengan teman yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) Apa
yang ingin ibu bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang cara menyusun
piring diatas meja silahkan ibu (jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat)
coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada
teman ibu? Apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan? silahkan. Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagaimana kalau
ibu dengan teman ibu melakukan menyusun gelas diatas meja bersama ?
Silahkan bercakap-cakap ibu.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat C dan
D dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang
di ruang makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya
berkenalan?
b. RTL :
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal
kegiatan bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan
makan siang. Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan
makan siang.
c. Kontrak yang akan datang
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
berkenalan dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saa
tmelakukan kegiatan harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00? Baiklah ibu besok
saya akan kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. Saya permisi
Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau diruang
tamu?