Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

10 BESAR PENYAKIT DI BANGSAL CEMPAKA


RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

Disusun Oleh:
 Ika Wahyu Safitri
 Janarko Anca W.
 Shinta Oktaviani
 Wahyuni
 Yumira Ria Santi
 Zuria Ulfa

PROGRAM STUDY NERS STIKES


ALMA ATA YOGYAKARTA T.A
2014 - 2015
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILITUS

1. TUJUAN
a. TujuanUmum:
Untuk mengetahui standar asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit diabetes
militus
b. TujuanKhusus:
1) Untuk mengetahui pengertian diabetes militus
2) Untuk mengetahui etiologi diabetes militus
3) Untuk mengetahui patofisiologi diabetes militus
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala diabetes militus
5) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes militus
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis diabetes militus
7) Untuk mengetahui komplikasi diabetes militus
8) Untuk mengetahui asuhan keperawatan diabetes militus
9) Untuk mengetahui NCP diabetes militus

2. PENGERTIAN
Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan adanya peningkatan
kadargula (glukosa) darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik
kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, E, 2005).

3. ETIOLOGI
Penyebab diabetes militus menurut Nurarif dan Hardhi (2013) adalah:
a. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel – sel beta
pancreas yang disebabkan oleh:
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan estruksi sel beta
b. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas, riwayat dan
keluarga.

4. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produk glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan
kedalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intraselini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler non ketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).

5. TANDA DAN GEJALA


Menurut Price dan Wilson (2006) tanda dan gejala diabetes militus meliputi:
a. Poliuria, polydipsia, polifagia
b. Lelah dan mengantuk
c. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas
vulva.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes toleransi glukosa (TTG)
b. Gula darah sewaktu dan Gula darah puasa 2JPP
c. Urinalisis
d. Essei hemoglobin glikosilat
e. Kolesteroldankadartrigliserida serum

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan
= 50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolism istirahat,
dapat menurunkan BB, stress dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari
kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang
sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas
kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
Perhatian :
1) Jangan lakukan latihan jika glukosa darah > 250 mg/dl
2) Jika glukosa darah < 100 mg/dl sebelum latihan makan camilan dulu
3) Rekomendasi latihan bagi penderita yang mengalami komplikasi disesuaikan
dengan kondisinya
4) Lakukan latihan 2 jam setelah makan
c. Terapi obat – obatan
1) OHO ( Obat Hipoglikemi Oral )
2) OAD ( Oral Anti Diabetes )
d. Terapi insulin
1) Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel -sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2) Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, su plemen
dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral
tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

\
Adapun pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung pada :
1) Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya.
2) Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya.
3) Aktivitas harian penuh penderita.
4) Kecekatan penderita dalam mempelajari dan mahami penyakitnya.
5) Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari.

Empat tipe Insulin yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan
jangka waktu efeknya :
1) Insulin Kerja Singkat (short acting) ; insulin regular merupakan satu -satunya
insulin jernih atau larutan insulin, sementara lainnya adalah suspense. Insulin
regular adalah satu-satunya prodak insulin yang cocok untuk pemberian intra
vena. Contoh : Actrapid, Humulin R.
2) Insulin kerja cepat (rapid acting), cepat diabsorbsi, adalah insulin analog seperti:
Novorapid, Humalog, Apidra.
3) Insulin kerja sedang yaitu NPH termasuk Monotard, Insulatard, Humulin.
4) Insulin kerja panjang, mempunyai kadar zing yang tinggi untuk memperpanjang
waktu kerjanya. Contoh:Ultra lente
(Soegondo, dkk, 2009)

8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
2) Sindrom hiperglikemik hyperosmolar non ketotik
3) Ketoasidosis diabetic
b. Komplikasi kronik
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetic

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
10. NCP

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari keperawatan selama........................  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan tubuh diharapkan permasalahan nutrisi jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
berhubungan dengan teratasi dengan kriteria hasil: pasien.
gangguan  Berat badan ideal sesuai dengan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
keseimbangan insulin tinggi badan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan
 Tidak terjadi penurunan berat  Monitor adanya penurunan berat badan
badan yang berarti  Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
2. Resiko Setelah dilakukan asuhan  Pertahankan catatan intake dan output yang
ketidakseimbangan keperawatan selama........................ akurat
elektrolit diharapkan permasalahan elektrolit  Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
berhubungan dengan teratasi dengan kriteria hasil: mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik
gangguan  Mempertahankan urine output ), jika diperlukan
mekanisme regulasi sesuai dengan usia dan BB, BJ  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
(diabetes) urine normal, HT normal cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh  Monitor vital sign
dalam batas normal  Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, intake kalori harian
Elastisitas turgor kulit baik,  Kolaborasi pemberian cairan IV
membrane mukosa lembab, tidak  Monitor status cairan termasuk intake dan
ada rasa haus yang berlebihan output cairan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan  Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
jaringan keperawatan selama........................  Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman
berhubungan dengan diharapkan kerusakan integritas luka, jaringan nekrotik, tanda – tanda infeksi
factor mekanik jaringan teratasi dengan kriteria lokal
(tekanan) hasil:  Ajarkan keluarga tentang perawatan luka
 Perfusi jaringan normal  Kolaborasi ahli gizi pemberian diet
 Tidak ada tanda – tanda infeksi  Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
 Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera
berulang
11. DAFTAR PUSTAKA

McCloskey & Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By


Mosby-Year book.Inc,Newyork.

NANDA, 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,


USA.

Nurarif, A H dan Hardhi K. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action.

Price, S, A dan Wilson, L, M C. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses


penyakit, Edisi. 6. Jakarta: EGC.

Soegondo,dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Tapan, E. 2005. Kesehatan Keluarga Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT Elex Koputindo.

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing 0utcome Classifications,
Philadelphia, USA.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

1. TUJUAN
a. Tujuan Umum : Agar perawat mengetahui apa itu stroke dan bagaiman
penangananya
b. Tujuan Khusus : perawat tau akan stroke, perawat mampu
mengaplikasikan dalam perawatan pada pasien stroke, perawat mampu
memaksimalkan perawnya dalam perawatan

2. PENGERTIAN
Congestif Heart Failure (CHF) adalah ketidakseimbangan pada fungsi
pompa jantung, dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan (Smeltzer & Bare,
2002).

3. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
1) Kelainan otot jantung (aterosklerosis coroner, hipertensi arterial)
2) Penyakit miocard degenerative dan inflamasi
3) Penyakit jantung lain (stenosis katup, pericarditis, endo karditis dan
penyakit jantung kongengital)
b. Faktor Pencetus
1) Peningkatan asupan garam
2) Ketidakpatuhan menjalani pengobatan jantung
3) AMI, aritmia akut, emboli paru
4) Serangan hipertensi emergency
5) Faktor sistemik (demam, HIV, hipoksia, anemia, asidosis dan
tirotoksitosis (Sudoyo, 2009).
4. TANDA DAN GEJALA
1) CHF kronik
Meliputi ; anoreksia, nokturia, edema bagian perifer, kaki lebih gelap/
kehitaman, lemah, hepar membesar, asites, sesak, tidak bisa aktifitas berat
2) CHF akut
Meliputi : cemas, berat badan naik, nafas dangkal, bunyi
krekels,fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler , distensi vena
jugularis , dyspnea, orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing, bronchial
sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba , penurunan urin output,
delirium , sakit kepala
3) Gagal jantung kiri
Meliputi : dypnea, paroxismal noktumal dispnea (PND), batuk, mudah
lelah, kegelisahan dan kecemasan
4) Gagal jantung kanan
Meliputi : edema ekstermitas bawah (edema dependen), hepatomegali,
aneroksia, nokturia, lemah

5. PATOFISIOLOGI
Chf terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrakstilitas,after load,preload atau fungsi lusitropik ( fungsi
relaksasi ) jantung dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang
diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi
hemodinamik gagal jantung berespons terhadap interfensi farmakologis
standar ,terdapat interaksi neurohmonal kritis yang efek gabungannya
memperberat dan memperlama sindrom yang ada.

6. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1) Rontgen dada
2) Pemeriksaaan EKG
3) Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
4) Pemeriksaan Elektrolit : Na, Kalium dan Klorida (Doengoes, 2000).
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai
berikut
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan –
bahan farmakologis
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic dan isirahat.
4) Membatasi diet natrium (garam, makanan instant)
5) Pasien tidak mengkonsumsi obat – obat tanpa resep, seperti antasida, sirup
obat batuk, obat pencahar, obat penenang atau pengganti garam (Smeltzer
& Bare, 2002).

8. KOMPLIKASI
1) Syok Kardiogenik
2) Edema Paru Akut
3) Trombo Emboli
4) Efusi dan Tamponade Perikardium (Sudoyo, 2009).

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1) Aktifitas / istirahat
Keletihan atau kelelahan terus menerus, tidak bisa tidur, sakit dada saat
aktifitas, sesak nafas pada saat istirahat atau pengerahan tenaga, gelisah,
TTV berubah pada saat aktifitas
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, anemia, bedah jantung, endokarditis, edema
anarsaka, asites, takikardi, disritmia, bunyi jantung tambahan, nadi perifer
berkurang, sianosis, pucat, pengisian kapiler lambat, hepatomegali, bunyi
nafas krekela atau ronkhi.
3) Intergritas Ego
Ansietas, kuatir, takut, stres, marah, mudah tersinggung
4) Eliminasi
Urin berwarna gelap, nokturia, penurunan berkemih, konstipasi atau
diare
5) Makanan / Cairan
Nafsu makan menurun, muntah, mual, berat badan meningkat
signifikan, edema ekstermitas, asites
6) Neurosensori
Kelemahan, pening, episode pingsan, latargi, gangguan orientasi,
perilaku berubah, cepat tersinggung
7) Pernafasan
Dipsnea ketika aktifitas, tidur dengan posisi duduk atau menggunakan
3 bantal atau lebih , batuk berdahak atau kering, riwayat penyakit paru
kronis, takipnea, nafas dangkal, kegelisahan, sianosis atau pucat
8) Interaksi sosial
Penurunan keikutsertaan dalam aktifitas sosial yang biasa dilakukan
9) Penyuluhan atau pembelajaran
Lupa menggunakan obat-obat jantung
10) Keamanan
Kekuatan tonus otot menurun, kulit mudah lecet
11) Higiene
Ketetihan /kelemahan , kelalaian perwatan personal
10. NCP
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Penurunan cardiac Setelah dilakukan asuhan a. Monitor gejala gagal jantung dan CO menurun
output berhubungan keperawatan selama ....X 24 jam termasuk nadi perifer yang kualitasnya menurun, kulit
penurunan maka diharapkan dapat dingin dan ekstremitas, RR ↑, dipsnea, HR ↑, distensi
kontraktilitas miocard memenuhi kriteria hasil : vena jugularis, ↓ kesadaran dan adanya edema
a. Menun jukan tanda vital b. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, ritme,
stabil adanya S3 & S4 & bunyi baru
b. Melaporkan penurunan c. Observasi bingung, kurang tidur, pusing
episode dipsnea d. Observasi adanya nyeri dada/ ketidaknyamanan, lokasi,
c. Ikut serta dalam aktifitas penyebaran, keparahan, kualitas, durasi, manifestasi
yang mengurangi beban seperti mual & faktor yang memperburuk &
kerja jantung mengurangi.
e. Jika ada nyeri dada, baringkan klien, monitor ritme
jantung, beri oksigen, medikasi & beri tahu dokter
f. Monitor intake & output/ 24 jam
g. Catat hasil EKG & X Ray dada
h. Kaji hasil lab, nilai AGD, elektrolit termasuk kalsium
i. Monitor natrium, kreatinin serum
j. Memberi oksigen sesuai kebutuhan
k. Posisikan klen dalam posisi semi fowler atau posisi
yang nyaman
l. Cek TD, nadi & kondisi sebelum medikasi jatung
seperti ACE inhibitor, digoxin & β bloker. Beritahu
dokter bila nadi & TD rendah sebelum medikasi
m. Selama fase akut, pastikan klien bedrest & melakukan
aktivitas yang dapat ditoleransi jantung
n. Berikan makanan rendah garam, kolesterol
o. Berikan lingkungan yang tenang dengan
meminimalkan gangguan & stressor. Jadwalkan
istirahat setelah makan & aktivitas
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan a. Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan
berhubungan dengan keperawatan selama ....X 24 jam ketidaktoleransi terhadap aktivitas dan memerlukan
ketidakseimbangan maka diharapkan dapat pelaporan terhadap perawat dan dokter
suplai & kebutuhan memenuhi kriteria hasil : b. Tingkatkan pelaksanaan ROM pasif sesuai indikasi
a. Berpartisispasi dengan c. Atur aktivitas fisik untuk menurunkan konsumsi O2
aktifitas yang diinginkan d. Ajarkan klien & keluarga tentang teknik perawatan diri
b. Pemenuhan kebutuhan yang dapat menggunakan konsumsi O2 minimal
dengan mandiri e. Bantu klien mengidentifikasi pencapaian tingkat
c. Mencapai peningkatan aktifitas
toleransi aktifitas, f. Bantu klien untuk memotivasi diri
kelemahandan kelelahan g. Jelaskan pola peningkatan terhadap aktivitas
menurun h. Buat jadwal latihan aktivitas secara bertahap untuk
pasien dan berikan periode istirahat,
i. Berikan suport dan libatkan keluarga dalam program
terapi.
j. Berikan reinforcement untuk mencapaian aktivitas
sesuai program latihan
k. Kolaborasi ahli fisioterapi.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan asuhan a. Buat jadwal pemasukan cairan, sesuai keinginan
cairan berhubungan keperawatan selama ....X 24 jam minum bila mungkin
dengan gangguan maka diharapkan dapat b. Kaji pembuluh perifer, lihat area tubuh untuk oedema
mekanisme regulasi memenuhi kriteria hasil : dengan/ tanpa pitting, serta catat adanya oedema tubuh
a. Volume cairan stabil dengan c. Tingkatkan intake oral, monitor tanda – tanda retensi
terjadi keseimbangan cairan
masukan dan pengeluaran d. Tingkatkan infus IV
b. Bunyi nafas bersih atau jelas e. Monitor TTV
c. berat badan stabil f. Konsultasikan dengan dokter bila tanda/ gejala
d. tidak ada edema ketidakseimbangan cairan/ elektrolit
g. Kaji pola intake dan output
h. Tentukan faktor – faktor resiko yang mungkin
mempengaruhi ketidakseimbangan cairan : hipertensi,
terapi diuretik, patologis renal.
i. Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna
j. Monitor BB
k. Awasi pemberian terapi IV
l. Pantau tanda dan gejala oedema
m. Kelola terapi cairan, obat dan diet sesuai advice
n. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk perencanaan diet
di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Mansjoer, A. et al., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius:
Jakarta
NANDA. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2009-2011:
NANDA International: Philadelphia
Smeltzer, S & Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. EGC: Jakarta
Long, BC. 1996. Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. The C.V Mosby Company St. Louis: USA
Sudoyo, AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-4 Jilid ke-2. Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam
FKUI: Jakarta
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE

1. TUJUAN
a. Tujuan Umum : Agar perawat mengetahui apa itu stroke dan bagaiman
penangananya
b. Tujuan Khusus : perawat tau akan stroke, perawat mampu
mengaplikasikan dalam perawatan pada pasien stroke, perawat mampu
memaksimalkan perawnya dalam perawatan

2. PENGERTIAN
Stroke adalah gangguan peredaran darah ota yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak ( Sudoro Aru, dkk 2009 )

3. ETIOLOGI
a. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita
2) Usia lansia merupakan salah satu yang ditemui sering terkena stroke
3) Keturunan : adannya riwayat keluarga yang menderita stroke
b. Faktor yang dapat diubah
1) Hipertensi
2) Penyakit jantung
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Diabetes militus
6) Polisetemia
7) Stres emosional
c. Kebiasaan hidup
1) Merokok
2) Peminum alkohol
3) Obat – obatan terlarang
4) Aktifitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolesterol

4. TANDA DAN GEJALA


a. Tiba – tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan seluruh badan
b. Tiba – tiba hilang rasa peka
c. Bicara cedal atau pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak

5. PATOFISIOLOGI
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan kompenen
intracanial yang seharusnya konstan.adanya perubahan komponen intracanial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tik yang
bila berlanjut akan menyebabkan hernisasi otak sehingga timbul
kematian.disamping itu darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau
tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
6. PEMERIKASAAN PENUNJANG
a. Angiografi Cerebal
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
pendarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur
b. CT – scan
Memperlihatkan adanya edema, hematom, iskemia dan infark
c. Lumbal Punksi
Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
serebal dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya hemoragik. Subaranoid atau pendarahan intra kranial
kadar protein total meningkat pada kasu trombosis sampai dengan adanya
proses inflasi.
d. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi,
anteriavena (MAV)
e. USG Dopler
Mengidentifikasi penyakit anteriovena
f. EEG
Identifikasi masalah berdasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
g. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penanganan suportif imun
1) Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat
2) Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat
3) Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia
b. Meningkatkan darah cerebal
1) Elevasi tekanan darah
2) Intervensi bedah
3) Ekspansi volume intra vaskuler
4) Anti koagulan
5) Pengontrolan tekanan intrakranial
6) Obat anti edema serebi steroid proteksi cerebal ( barbitura )
c. Pemberian obat – obatan
1) Obat anti agregasi trombosit ( aspirasi )
2) Obat anti koagulasi
3) Obat trombolik ( obat yang dapat menghancurkan trombus )
4) Obat untuk edema otak

8. KOMPLIKASI
a. Hipokdis cerebal
b. Penurunan aliran darah cerebal
c. Embolisme cerebal

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Aktifitas / istirahat
a) Subjek : merasa sulit melaksanakan aktiitas karena
kelemahan kehilangan sensasi atau paralisis
b) Objek : gangguan tonus otot, paralitik dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat keadaran
2) Sirkulasi
c) Subjek : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipotensi postural
d) Objek : hipertensi arterial, disritmia ( perubahan EKG ), desiran
pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka yang abnormal
3) Intergritas Ego
e) Subjek : perasaan tidak beraya, perasaan putus asa
f) Objek : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
4) Eliminasi
g) Subjek : perubahan pola berkrmih ( seperti inkontinisia
urine, anurial, distensi abdomen, bisisng usus negatif
5) Makanan / Cairan
h) Subjek : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase
akut, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, adanya riwayat diabetes
i) Objek : kesulitan menelan atau obeitas
6) Neurosensori
j) Subjek : sakit kepala, pusing, kelemahan, kesemutan,
penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman
k) Objek : statu mental / tingkat kesadaran, afosia, pada wajah terjadi
paralisis, kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat
pasien ingin menggerakanya, kekakuan
7) Pernafasan
l) Subjek : merokok
m) Objek : ketidakmampuan menelan/ batuk / hambatan jalan nafas/
timbulnya pernafasan yang sulit/ suara nafas terdengar ronchi
8) Interaksi sosial
n) Objek : maalah bicara, ketidakmampuan untuk komunikasi
9) Penyuluhan atau pembelajaran
o) Subjek : adanya riwayat HT pada keluarga, stroke,
penggunaan kontrasepsi oral, kecanduan alkohol
10. NCP
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama a. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan yang lain
fisik berhubungan ....X 24 jam maka diharapkan dapat memenuhi tentang ambulasi
dengan hemiparasis, kriteria hasil : b. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
kehilangan a. Klian dapat meningkat dalam aktifitas c. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
keseimbangan dan b. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas secara mandiri sesuai kemampuan
koordinasi, spastisistas c. Memverbalisasikan perasaan dalam d. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
dan cedera otak meningkatkan kekuatan dan kemampuan e. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
berpindah berjalan dan cegah terhadap cedera
d. Meperagakan penggunaan alat bantu untuk f. Berikan alat bantu apabila pasien membutuhkan
mobilisasi ( walker) ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diberikan
g. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rancana
ambulasi sesuai kebutuhan
h. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan
dan lihat respon pasien pada saat latihan
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
kulit berhubungan ....X 24 jam maka diharapkan dapat memenuhi longgar
dengan hemiparasis/ kriteria hasil : b. Hindari kerutan pad tempat tidur
hemiplagia penurunan a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan c. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien ) setiap dua
mobiliatas b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit jam sekali
c. Perfusi jaringan baik d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
d. Menunjukan pemahaman dalam proses e. Oleskan lotion atau minyak baby oil pada area yang
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya tertekan
cedera berulang f. Monitor aktifitas dan monilisasi pasien
e. Mampu melindungi kulit dan g. Monitor status nutrisi pasien
mempertahankan kelembaban kulit dan h. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
perawatan alami
3 Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
perfusi jaringan otak ....X 24 jam maka diharapkan dapat memenuhi terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul
kriteria hasil : b. Monitor adanya paretese
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
b. Tekanan systole dan diastole dalam rentan jika ada lesi atau laserasi
yang diharapkan d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi batsi
c. Tidak ada ortostatik hipertensi gerakan pada kepala ,leher dan punggung
d. Tidak ada tanda – tanda peningkatan e. Monitor kemampuan BAB
intrakranial tidak lebih dari 15 mmhg ) f. Kolaborasi pemberian analgetik
e. Mendemontrasikan kemampuan kognitif g. Monitor adanya tromboplebitis
f. Berkomunikasi yang jelas dan sesuai dengan h. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
kemampuan
g. Menunjukan perhatian, konsentrasi dam
orientasi
h. Memproses informasi
i. Membuat keputusan dengan benar
j. Menunjukan fungsi sensori motori kranial
yang utuh
k. Tingkat kesadaran membaik tidak ada
gerakan – gerakan involunter
DAFTAR PUSTAKA

http://anajem.blogspot.com/2013/01/askep-stroke.html
Doengoes, M.E,. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasianperwatan Pasien, EGC, Jakarta.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

1. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui standar asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit infeksi saluran kemih (ISK).
2) Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian ISK
2) Mengetahui etiologi ISK
3) Mengetahui patofisiologi ISK
4) Mengetahui tanda dan gejala ISK
5) Mengetahui pemeriksaan penunjang ISK
6) Mengetahui penatalaksanaan medis ISK
7) Mengetahui komplikasi ISK
8) Mengetahui asuhan keperawatan ISK
9) Mengetahui NCP ISK

2. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah kolonisasi bakterii di berbagai segmen
di saluran kemih (Betz, 2009).
ISK adalah indeksi akibat berkembang biaknya microorganisme di dalam
saluran kemih, dimana dalam keadaan normal urine tidak mengandung
bakteri, virus atau micro organisme lainya (Sudoyo, 2009).

3. ETIOLOGI
ISK disebabkan oleh adanya infeksi yang terjadi disepanjang saluran
kemih termasuk ginjal, infeksi tersebut disebabkan oleh microorganisme yang
masuk kedalam tubuh, microorganisme tersebut meliputi (Corwin, 2009) :
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain
4. PATOFISOLOGI
Bakteri masuk kedalam pelvis ginjal dan menyebabkan terjadinya
inflamasi yang berakibat adanya pembengkakan didaerah tersebut.
Pembengkakan ini dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks.
Infeksi muncul setelah terjadinya cyttitis, prtotatitis (asending) atau karena
infeksi streptococcos yang berasal dari darah (desending). Pyelonefritis acut
biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang yang dikarenakan tidak
sempurna atau adanya infeksi baru. Infeksi berulang yang terjadi sebanyak
20% dan muncul 2 minggu setelah terapi selasai.

5. TANDA DAN GEJALA


ISK biasanya ditandai dengan adanya:
a. Ayang-ayangan atau rasa ingin buang air besar tetapi air kemih tidak
keluar
b. Merasanya sakit atau nyeri saat kencing, air kencing berwarna putih,
cokelat atau kemerahan karena bercampur darah dan baunya menyengat.
c. Nyeri pada pinggang
d. Demam atau menggigil (berupa tanda-tanda infeksi)
e. Peradangan pada kandung kemih yang berlanjut dan tidak kunjung
sembuh.
f. Infeksi pada bayi biasanya ditandai dengan demam yang tak kunjung
sembuh dan anoreksia
g. Infeksi pada anak-anak biasanya nyeri saat kencing, frekunsi kencing
meningkat, nyeri pada pingang dan ayang-ayangan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan urine
2) Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG/IVP)
1) Dengan USG dapat dilihat gambaran besar ginjal, permukaan ginjal,
adanya bendungan, adanya kelainan bentuk, masa kista dan batu pada
ginjal.
2) Dengan IVP dapat memberikan gambaran fungsi sekresi dan keadaan
ureter
c. Sitoskopi : untuk mengetahui kepastian sebab ISK atau mencari faktor
predisposisi seperti batu, tumor, hipertropi prostat, divertikel dan
sebagainya.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang tepat pada pasien ISK adalah dengan menghilangkan
bakteri yang ada. Penanganan ini bisa dengan cara memberikan antbiotik
sesuai dengan program terapi yang diberika(Smeltzer, 2001).

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada ISK, yaitu :
a. Pembentukan abses ginjal atau perirenal
b. Gagal ginjal

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Keluhan utama
 Disuria
 Poliuria
 Nyeri
 Kencing yang berwarna
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit terdahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat penyakit psikososial dan spiritual
b. Kebutuhan dasar manusia
1) Persepsi klien tentang kesehatan
2) Aktivitas dan istirahat
3) Nutrisi
4) Eliminasi
5) Kognitif perseptual
6) Konsep diri
7) Pola koping
8) Pola seksual reprodksi
9) Pola peran hubungan
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada head to toe.
10. Nursing Care Plan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri b/d inflamasi dan infeksi pada Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan  Lakukan pengkajian nyeri: secara komprehensif
uretra, kandung kemih dan stuktur selama ......... diharapkan pasien dengen kriteria termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
traktus urinarius. hasil : kualitas dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
menggunakan manajemen nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)  Tingkatkan istarahat
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
berkurang dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Tanda vital dalam rentang normal  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgasik pertama kali
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
2 Gangguan eliminasi urin b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan  Lakukan penilaian kemih yang komperhensif
obstruksi mekanik pada kandung selama ......... diharapkan pasien dengen kriteria berfokus pada inkontinensia ( output urin, pola
kemih ataupun struktur traktus hasil : berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing
urinarius.  Kandung kemih kosong secara penuh preeksisten
 Tidak ada residu > 100-200 cc  Memantau penggunaan obat bersifat
 Intake cairan dalam rentang normal antikolinergik atau properti alphaagnois
 Bebas dari ISK  Memonitor efek dari penggunaan obat yang
 Tdak ada spasme atau bledder diberikan
 Balance cairan seimbang  Memasang kateter atau DC
 Anjurkan pasien atau keluarga untuk memonitor
input dan output cairan
 Memantau tingkat distensi kandung kemih
dengan palpasi dan perkusi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
3 Hipertermi b/d invasi kuman ke Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan  Monitor suhu sesering mungkin
dalam tubuh selama ......... diharapkan pasien dengen kriteria  Monitor IWL
hasil :  Monitor intake dan output
 Suhu tubuh dalam rentan normal  Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Nadi da respirasi dalam rentan normal  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
pusing demam
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor TTV pasien
DAFTAR PUSTAKA

Betz, L, C. 2009. Keperawatan Pediatri. EGC: Jakarta


Corwin, E. J. 2009. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta.
NANDA. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2009-2011: NANDA
International: Philadelphia
Smeltzer, S & Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 2. EGC: Jakarta
Sudoyo, AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-
4 Jilid ke-2. Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTHRITIS

1. TUJUAN
a. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui standar asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
osteoarthritis.
b. Tujuan Khusus:
1) Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis
2) Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis
3) Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala osteoarthritis
5) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang osteoarthritis
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis osteoarthritis
7) Untuk mengetahui komplikasi osteoarthritis
8) Untuk mengetahui asuhan keperawatan osteoarthritis
9) Untuk mengetahui NCP osteoarthritis

2. PENGERTIAN
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena
osteoarthritis (Sudoyo Aru, dkk 2009).

3. ETIOLOGI
Penyebab osteoarthritis belum diketahui secara pasti, tetapi berikut faktor predisposisi
dari osteoarthritis menurut Nurarif dan Hardhi (2013):
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Faktor keturunan
e. Faktor metabolic endokrin
f. Faktor mekanik serta kelainan geometri sendi
g. Trauma dan faktor okupasi
h. Cuaca/iklim
i. Diet

4. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga
sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus.
5. TANDA DAN GEJALA
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013) tanda dan gejala osteoarthritis meliputi:
a. Nyeri sendi
b. Hambatan gerak sendi
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda – tanda peradangan (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan
warna kemerahan)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto rontgent
b. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Farmakologi
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tidak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.

b. Terapi konservatif

Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan,


upaya untuk mengistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang
berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami
inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl
dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.
c. Pembedahan

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan
adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.

1) Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti
dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.

2) Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan mengangkat


serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang
menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.

3) Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja.

Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.

8. KOMPLIKASI
a. Kekakuan pada sendi
b. Atrofi otot

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b. Aktivitas/istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya
terjadi secara bilateral dan simetris.
Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan
pada sendi dan otot.
c. Neurosensory
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan. Tanda : pembengkakan sendi simetri
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak
pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).
e. Riwayat Phsiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi
pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan
adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari
menjadi berubah.

10. NCP
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan  Lakukan pengkajian nyeri:
berhubungan keperawatan secara komprehensif
dengan penurunan selama........................ termasuk lokasi,
fungsi tulang diharapkan nyeri teratasi karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
 Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik
untuk mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non
menggunakan manajemen farmakologi
nyeri  Berikan analgetik untuk
 Mampu mengenali nyeri mengurangi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi  Evaluasi keefektifan
dan tanda nyeri) kontrol nyeri
 Menyatakan rasa nyaman  Tingkatkan istarahat
setelah nyeri berkurang  Kolaborasikan dengan
 Tanda vital dalam rentang dokter jika ada keluhan
normal dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgasik pertama kali
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Hambatan Setelah dilakukan asuhan  Monitoring vital sign
mobilitas fisik keperawatan sebelm/sesudah latihan
berhubungan selama........................ dan lihat respon pasien
dengan kaku sendi diharapkan hambatan saat latihan
mobilitas fisik teratasi, dengan
kriteria hasil:  Konsultasikan dengan
 Aktivitas fisik klien terapi fisik tentang
meningkat rencana ambulasi sesuai
 Memverbalisasikan dengan kebutuhan
perasaan dalam  Bantu klien untuk
meningkatkan kekuatan menggunakan tongkat saat
dan kemampuan berpindah berjalan dan cegah
terhadap cedera
 Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
 Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan

11. DAFTAR PUSTAKA

McCloskey & Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By


Mosby-Year book.Inc,Newyork.

NANDA, 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,


USA.

Nurarif, A H dan Hardhi K. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan
Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action.

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publising.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing 0utcome Classifications,
Philadelphia, USA.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN (ANEMIA)

1. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kepada klien dengan anemia
b. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui pengertian anemia
2) Untuk mengetahui etiologi anemia
3) Untuk mengetahui patofisiologi anemia
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala anemia
5) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang anemia
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis anemia
7) Untuk mengetahui komplikasi anemia
8) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan anemia
9) Untuk mengetahui NCP anemia

2. Pengertian
Anemia adalah Keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah
merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
ari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh (Sibuea, 2009).

3. Etiologi
a. Anemia pasca perdarahan
1) Akut : luka, pecahnya varises
2) Kronik : ankilostomiasis, polip rectum, keganasan
b. Anemia defisiensi: terutama besi (> 90% anemia pada anak), asam folat
c. Anemia aplastik
1) Kongenital : anemia fanconi (jarang)
2) Akuisita : primer/idiopatik
3) Sekuner : keganasan, obat, hepatitis
d. Anemia hemolitik
1) Faktor ekstra seluler (sepsis, IHA, racun)
2) Faktor intra seluler ( Stromatopati, Hb pati, Enzimopati)
(Mansjoer, 2002).
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, akibat penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.
Lisis sel darah merah terjadi dalam sel pagositik atau dalam sistem retikulo endotelial,
terutama dalam hati dan limfa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin
yang terbentuk dalam pagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam
urin (Hardi, 2012).

5. Tanda dan gejala


a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas berkurang
e. Rasa mengantuk
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun

6. Pemeriksaan penunjang
a. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, kadar Fe, kadar folat, vitamin B12,
hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protombin, waktu tromboplastin
parsial
b. Aspirasi dan biopsy sumsung tulang
c. Pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta
sumber kehilangan darah kronis
(Mansjoer, 2002).

7. Penatalaksaan medis
a. Transpalasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada
f. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau
g. Pemberian vitamin B12
(Sudoyo, 2009).

8. Komplikasi
Komplikasi anemia pada umumnya dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang,
akibatnya:
a. Mudah batuk pilek
b. Mudah flu
c. Mudah terkena infeksi saluran napas
d. Jantung juga menjadi gampang lelah

9. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Aktivitas/istrahat
1) Keletihan, kelemahan, malaise umum
2) Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
3) Toleransi terhadap latihan rendah
4) Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis
2) Riwayat endokarditis infektif kronis
3) Palpitasi
c. Integritas ego
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya:
penolakan tranfusi darah
d. Eliminasi
1) Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal
2) Flatulen, sindrom malabsobsi
3) Hematemesi, melana
4) Diare atau konstipasi
e. Makanan/cairan
1) Nafsu makan menurun
2) Mual/ muntah
3) Berat badan menurun
f. Nyeri/kenyamanan
Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala
g. Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
h. Seksualitas
1) Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
2) Menurunnya fungsi seksual
3) Impotent
10. NCP
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
perifer tidak selama.............. diharapkan pasien dengan kriteria terhadap panas , dingin, tajam, tumpul.
efektif hasil:  Monitor adanya paretese
berhubungan  Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
dengan penurunan diharapkan  Monitor kemampuan BAB
konsentrasi Hb  Tidak ada ortostatik hipertensi  Kolaborasi pemberian analgetik
dan darah, suplai  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan
oksigen intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
berkurang  Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
kemampuan
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
2. Ketidakseimbang Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Kaji adanya alergi makanan
an nutrisi kurang selama.............. diharapkan pasien dengan kriteria  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
dari kebutuhan hasil: jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
tubuh  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
berhubungan tujuan  Anjurka pasien untuk meningkatkan protein dan
dengan intake  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan vitamin C
yang kurang,  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Berikan substansi gula
anoreksia  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari  Monitor adanya penurunan berat badan
menelan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti nutrisi yang dibutuhkan
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan
kadar Ht

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
3. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spritual
aktivitas selama.............. diharapkan pasien dengan kriteria  Monitor ttv
berhubungan hasil:  Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi
dengan proses  Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) kekurangan dalam beraktivitas
metabolisme yang secara mandiri  Bantu pasien untuk mendapatkan alat bantuan
terganggu  Tanda-tanda vital normal aktivitas seperti kursi roda, krek
 Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan  Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
alat mampu dilakukan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai  Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR dalam merencanakan program terapi yang tepat
11. Daftar Pustaka
a. Hardhi, K. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan NANDA NIC NOC. Jilid 2. Med Action Publishing: Jakarta
b. Sibuea. H. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka cipta: Jakarta
c. Mansjoer, A. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jialid 1. Media Aesculapius:
Jakarta
d. Sudoyo, AW, Setiohadi B, Alwi I, editors. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jilid 2. FKUI : Jakarta.
e. https://ekaputrimaharani.wordpress.com/2014/08/27/makalah-anemia/ 29/12/2014
Pukul 17:10
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA RINGAN

1. TUJUAN
a. Tujun umum
Untuk mengetahui standar asuhan keperawatan pada pasien dengn cidera kepala
ringan b. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui pengertian cidera kepala ringan
2) Untuk mengetahui etiologi cidera kepala ringan
3) Untuk mengetahui patofiologi cidera kepala ringan
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala cidera kepala ringan
5) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cidera kepala ringan
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis cidera kepala ringan
7) Untuk mengetahui Komplikasi cidera kepala ringan
8) Untuk mengetahui Asuhan keperawatan cidera kepala ringan
9) Untuk mengetahui NCP cidera kepala ringan

2. PENGERTIAN
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran
tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002) yang dikutip oleh (Triyanto Agus,
2012).

3. ETIOLOGI
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Perkelahian
c. Jatuh
d. Tertusuk benda tajam
e. Tertembak

4. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler, patofisiologi
cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera k epala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampat kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia,iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya
pada epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan
cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan
autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan be rakhir
pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007) yang dikutip oleh (Triyanto Agus, 2012).

5. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri
b. Pusing
c. Muntah
d. Pingsang tidak lebih dari 10 menit
e. Tanda-tanda vital abnormal
f. GCS 13-15
(Corwin, 2000) yang dikutip oleh (Triyanto Agus, 2012)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan.
b. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya patologis.
c. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan status mental
(Doengooes, 2000) yang dikutip oleh (Triyanto Agus, 2012)
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan
menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari
perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi, dan
rehabilitasi medik.

8. KOMPLIKASI
a Perdarahan intra cranial
1) Epidural
2) Subdural
3) Sub arachnoid
4) Intraventrikuler
b Malformasi faskuler
1) Fistula karotiko-kavernosa
2) Fistula cairan cerebrospinal
3) Epilepsi
4) Parese saraf cranial
5) Meningitis atau abses otak
6) Sindrom pasca trauma

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Fokus pengkajian
Fokus pengkajian pada cedera kepala ringan menurut Doengoes (2000 ) yang dikutip oleh
(Triyanto Agus, 2012), meliputi:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera,
riwayat tidak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan
keluarga.
b. Pemeriksaan fisik head to toe
c. Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien)
d. Pemeriksaan peristen dan pemeriksaan fungsional
1) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa).
2) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat).
3) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas).
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi).
5) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,
peristaltik, eliminasi).
6) Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi).
7) Sistem reproduksi.
8) Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
9) Pola Makan / cairan.
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
10) Aktifitas / istrahat
Gejala: merasa lemah, letih, kaku, kehilangan
kesembangan.
Tanda: perubahan kesadaran, letargie, hemiparase, kuadreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus
spatik
11) Sirkulasi
Gejala: normal atau perubahan tekanan darah
Tanda: perubahan frekueni jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
disritmia)
12) Integritas ego
Gejala: perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau
dramatis)
Tanda: cemas mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsive
13) Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan
fungsi
14) Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang fotopobia.
Tanda: perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian/konsentrasi,
pemecahan masalah,pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya simetris), ketidakmampuan kehilangan
penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak
simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah, apaksia, hemiparase, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat
sensitivitas terhadap sentuhan dan gerakan.
15) Nyeri dan kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda biasanya sama.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istrahat, merintih.
(Doengoes,2000) yang dikutip oleh (Triyanto Agus, 2012).

10. NCP

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan  Lakukan pengkajian nyeri:
berhubungan keperawatan secara komprehensif
dengan agen selama........................ termasuk lokasi,
cedera fisik diharapkan pasien dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
 Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
mampu menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Gunakan teknik
mengurangi nyeri, mencari komunikasi terapeutik
bantuan) untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non
menggunakan manajemen farmakologi
nyeri  Berikan analgetik untuk
 Mampu mengenali nyeri mengurangi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi  Evaluasi keefektifan
dan tanda nyeri) kontrol nyeri
 Menyatakan rasa nyaman  Tingkatkan istarahat
setelah nyeri berkurang  Kolaborasikan dengan
 Tanda vital dalam rentang dokter jika ada keluhan dan
normal tindakan nyeri tidak
berhasil
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgasik pertama kali
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
2. Ketidakefektian Setelah dilakukan asuhan  Monitor status neurologic
pembersihan jalan keperawatan  Pantau status pernafasan
nafas berhubungan selama........................ pasien (kedalaman,
dengan obstruksi diharapkan pasien dengan frekuensi dan kecepatan
jalan nafas. kriteria hasil: pernafasan)
 Klien menunjukkan  Informasikan kepada pasie
pernafasan yang optimal dan keluarga teknik nafas
pada saat terpasang alat dalam untuk meningkatkan
bantu pernafasan pola pernafasan
 Menunjukkan kecepatan  Posisikan pasien sesuai
dan irama respirasi dalam tingkat kenyamanan
rentang batas normal
 Mempunyai jalan nafas
yang paten.
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
3. Hambatan Setelah dilakukan asuhan  Ajarkan teknik ambulasi
mobilitas fisik keperawatan perpindahan yang aman
berhubungan selama........................  Anjurkan kepada keluarga
dengan diharapkan pasien dengan untuk melakukan
ketidaknyamanan kriteria hasil: pengawasan terhadap
 Klien akan menunjukkan aktifitas klien
penggunaan alat bantu  Mengkaji kebutuhan klien
secara benar dengan akan bantuan pelayanan
pengawasan kesehatan
 Klien mampu meminta  Libatkan keluarga dalam
bantuan untuk aktifitas pemenuhan kebutuhan
mobilisasi sesuai keperluan aktifitas klien

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
4. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan  Lakukan perawatan luka
integritas kulit : keperawatan secara rutin
luka lecet dan luka selama........................  Inspeksi luka setiap hari
robek b.d faktor diharapkan pasien dengan  Kaji dan dokumentasikan
mekanik kriteria hasil: tentang karakteristik luka,
 Pasien dan keluarga akan bau luka, ada tidaknya
menunjukkan perawatan eksudat, ada atau tidaknya
kulit yang optimal tanda-tanda infeksi luka
 Menunjukkan penyembuhan dan ada tidaknya jaringan
luka yang baik ditandai nekrotik
dengan pembentukan  Ajarkan kepada klien dan
nekrosis dan pengelupasan keluarga tentan cara
jaringan nekrotik perawatan luka
11. Daftar pustaka

NANDA, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, North


American Nursing Diagnosis Association.

Triyanto Agus, 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman
Nyeri Pada Tn.S : Cidera Kepala Ringan Di Ruang Inayah Rsu Pku Muhammadiyah
Gombong.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penulisan standar asuhan keperawatan (SAK) ini
adalah agar seluruh perawat di RSUD Saras Husada Purworejo dapat memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur secara optimal.

2. Tujuan Khusus
a. Seluruh perawat mampu memahami tentang pengertian dari fraktur
b. Seluruh perawat mampu memahami tentang penyebab dari fraktur.
c. Seluruh perawat mampu memahami tentang patofisiologi dari fraktur.
d. Seluruh perawat mampu memahami tentang tanda dan gejala dari fraktur.
e. Seluruh perawat mampu memahami tentang pemeriksaan penunjang dari
fraktur.

B. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
C. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma
2. Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
3. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
4. Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendir
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut
dengan fraktur patologis.Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
D. Patofisiologi
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat
anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000).

E. Tanda dan Gejala


1. Nyeri
2. Pembengkakan
3. Perubahan warna
4. Gerakan abnormal

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT- Scan
2. Pemeriksaan darah lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah
hati.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Operasi
2. Pembeahan
3. Pengobatan ( obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut, obat-
obatan relaksan untk mengatasi spasme otot ).

H. Komplikasi
1. Syok
2. Mal union
3. Non union
4. Delayed
5. Tromboemboli
6. Emboli lemak
7. Sindrom kompartemen
8. Cedea vaskuler an kerusakan syaraf

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
J. NCP (Nursing Care Planning)
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
Nyeri b.d trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan syaraf ....... x 24 jam, nyeri dapat teratasi dengan kriteria komperhensif
hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari
1. Nyeri berkurang ketidaknyamana
2. Mampu mengenali skala nyeri ( tehnik relaksasi )
3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Berikan analgetik
berkurang.
Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Kaji secara teratur fungsi motorik
fisik b.d kelemahan otot ....... x 24 jam,kerusakan mobilitas fisik dapat  Lakukan log rolling
teratasi dengan kriteria hasil:  Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah
1. Tidak ada konstraktur log rolling
2. Kekuatan otot meningkat
3. Pasien apat beraktifitas kembali secara
bertahap
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito,2000, Diagnosa keperawaan- Aplikasi pada praktit klinis, Ed. 6, EGC,
K. Jakarta
Doenges at al 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
NANDA,2013-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,Philadelphia,
USA
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui standar asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit cronic kidney sisease (CKD) atau gagal ginjal.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian CKD
2) Mengetahui etiologi CKD
3) Mengetahui patofisiologi CKD
4) Mengetahui tanda dan gejala CKD
5) Mengetahui pemeriksaan penunjang CKD
6) Mengetahui penatalaksanaan medis CKD
7) Mengetahui komplikasi CKD
8) Mengetahui asuhan keperawatan CKD
9) Mengetahui NCP CKD

2. PENGERTIAN
CKD merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul
gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal adalah hilanganya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari
ginjal yang berfungsi, pasien sudah sampai pada penyakit gagal ginjal
(Baradero, 2008)

3. ETIOLOGI
Glumerulonefritis, nefropati analgetik, nefropati refluks, ginjal pilikistik,
nefropati diabetik dan penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gangguan
vaskuler, infeksi, agen toksik, gout dan tidak diketahui (brunner dan Suddart,
2001)

4. PATOFISIOLOGI
Perjalanan umum CRF melalui tiga stadium yaitu :
a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal )
1) Creatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimtomatik
3) Tes bebas kerja ginjal (pemekatan kemih, tes GFR)
b. Stadium II (Insufisiensi Ginjal)
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam darah)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
c. Stadium III ( gagal ginjal stadium akhir atau uremia)
1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) Ginjal tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) Air kemih atau urin isosmatis dengan plasma dengan BJ 1.010

5. TANDA DAN GEJALA


a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Hemolisis sel eritrosit
2) Ulserasi saluran cerna
3) Gangguan pembekuan
4) Masa hidup eritrosit memendek
5) Bilirubin serum meningkat
b. Kelainan saluran cerna
1) Mual, muntah, anoreksia dan cegukan
2) Stomatitis uremia
3) Pankreatitis
c. Kelainan mata :
1) Fundus hipertensif
2) Mata merah
d. Kelainan Kulit
1) Gatal/Pruritus
2) Kering bersisik
3) Kulit mudah memar
e. Neuro psikiatri
f. Kelainan selaput serosa
g. Neuromuskular meliputi: Kejang, kedutan otot, tidak mampu konsentrasi
dan perubahan tingkat kesadaran
h. Kardiovaskuler meliputi: Hipertensi, CHF, Edema Pulmoner &
Perikarditis

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin
 Asam urat serum
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
3) Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Hemopoesis
 Elektrolit
 Endokrin
 Pemeriksaan lain (infark miokard)
b. Diagnostik
1) Etiologi CRF dan terminal
 Foto polos abdomen
 USG
 Nefrotogram
 Pielografi Retrograde
 Pielografi Antegrade
 Mictuating Cysto Urograpy (MCU)
 CT Scan Abdomen
 MRI
2) Diagnosis Pemburuk Fungsi Ginjal
 Renogram
 USG

7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Konservatif
1) Pengaturan diit protein
2) Pengaturan diit kalium
3) Pengaturan diit natrium
4) Pengaturan diit cairan
b. Terapi Simtomatik
1) Suplemen alkali
2) Tranfusi
3) Obat-obatan lokal dan sistemik
4) Anti hipertensi
5) Diuretik
c. Terapi Pengganti
1) HD
2) CAPD
3) Transplantasi

8. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit terdahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat penyakit psikososial dan spiritual

b. Kebutuhan dasar manusia


1) Persepsi klien tentang kesehatan
2) Aktivitas dan istirahat
3) Nutrisi
4) Eliminasi
5) Kognitif perseptual
6) Konsep diri
7) Pola koping
8) Pola seksual reprodksi
9) Pola peran hubungan
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada head to toe.
10. Nursing Care Plan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kelebihan volume cairan b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan  Pertahankan catatan intake dan output yang
penurunan haluaran urin, diet keperawatan selama ......... diharapkan pasien adekuat
berlebih dan retensi cairan serta dengen kriteria hasil :  Pasang urin kateter jika dierlukan
natrium  Terbebas dari edema, efusi, anaskara  Monitor hasil hemodinamik termasuk CVP,
 Bunyi nafas bersih tidak ada dyspneu MAP, PAP, dan PCWP
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau  Monito vital sign
kebingungan  Kaji lokasi dan luas edema
 Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek  Kolaborasi pemberian diuretik sesuai
hepatojugular (+) dengan intrusi
 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
(cracles, CVP, edema, distensi vena leher,
asites)
 Batasi masukan cairan pada keadaan
hipotermia dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
2 Ketidakseimbangan nutrisi kuran Setelah dilakukan tindakan asuhan  BB dalam batas normal
dari kebutuhan tubuh b/d keperawatan selama ......... diharapkan pasien  Monitor adanya penurunan berat badan
anoreksia, mual dan muntah, dengen kriteria hasil :  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
pembatasan diet, dan perubahan  Adanya peningkatan berat badan sesuai dilakukan
membran mukosa mulut dengan tujuan  Monitor tugor kulit
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Monitor mual dan muntah
badan  Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dan kadar Ht
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang pavila lidah dan cavitas oral
berarti  Anjurkan pasien untuk meningkatakan
protein dan vitan c
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung
serat untuk menghindari konstipasi
 Berikan makanan sesuai dengan diit (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien tentang bagaimana membuat
catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
3 Intoleransi aktivitas b/d keletihan, Setelah dilakukan tindakan asuhan  Kolabolari dengan tenaga rehabilitasi medik
anemia, retensi, produk sampah, keperawatan selama ......... diharapkan pasien dalam merencanakan program terapi
dengen kriteria hasil :  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa yang dapat dilakukan
disertaipeningkatan tekakan darah, nadi dan  Bantu klien untuk mengembangkan
respirasi motivasi diri dan penguatan
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari  Monitor respon fisik, emosi, social, dan
(ADLs)) secara mandiri spiritual
 Vital sign dalam rntang normal  Bantu klien untuk membuat jadwal diwaktu
 Sirkulasi status baik luang
 Status respirasi: pertukaran gas dan  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
ventilasi adekuat aktivitas yang dibutuhakan (kursiroda atau
 Mampu berpindah dengan atau tanpa krek)
bantuan  Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan unuk
aktivitas yang diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry. 2008. Klien Gangguan Ginjal. EGC: Jakarta


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Nurarif. A.H, Kusuma. H. 2013. Asuhan Keperawtan Berdasarkan diagnosa
Medis dan Nanda. Media Action.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penulisan standar asuhan keperawatan
(SAK) ini adalah agar seluruh perawat di RSUD Saras Husada Purworejo
dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi
secara optimal.

2. Tujuan Khusus
a. Seluruh perawat mampu memahami tentang pengertian dari hipertensi.
b. Seluruh perawat mampu memahami tentang penyebab dari hipertensi.
c. Seluruh perawat mampu memahami tentang patofisiologi dari
hipertensi.
d. Seluruh perawat mampu memahami tentang tanda dan gejala dari
hipertensi.
e. Seluruh perawat mampu memahami tentang pemeriksaan penunjang
dari hipertensi.

B. Pengertian
Tekanan darah tinggi atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan
hipertensi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu yang lama) dan melebihi
140/90 mmHg (Lestari, 2009).

C. Etiologi
Hingga saat ini masih sangat sulit untuk menyimpulkan penyebab
hipertensi, bahkan para ahli beranggapan bahwa hipertensi lebih tepat disebut
sebagai “heterogeus group of diseases” dari pada “single diseases” karena
kompleksnya faktor-faktor yang menyebabkannya (Dalimartha, 2008). Namun
berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu :
1. Hipertensi primer atau essensial
Hipertensi primer atau yang biasa disebut dengan hipertensi
essensial, merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya
secara pasti, hipertensi jenis ini terjadi pada 90% penderita hipertensi.
Namun, kemungkinan penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi jenis ini adalah usia, riwayat keluarga (genetik), lingkungan
(life style), kelainan metabolisme intraseluler, tingkat stressor.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang dapat diketahui
penyebabnya dengan pasti. Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi
yang dialami oleh seseorang dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah sebagai akibat dari adanya penyakit lain seperti gagal jantung,
gagal ginjal, atau gangguan hormonal, diabetes, efek obat-obatan (pil
KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan
alkohol), serta pada kehamilan (pre-eklampsia) (Lestari, 2009).

D. Patofisiologi
Tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses fisiologis yang bekerja
secara bersamaan didalam tubuh manusia, tekanan darah diatur oleh
serangkaian saraf dan hormon yang memonitor volume darah dalam sirkulasi,
diameter pembuluh darah, dan kontraksi jantung. Serangkaian mekanisme
inilah yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan
jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik. Jika salah satu
mekanisme mengalami gangguan, maka dapat terjadi tekanan darah tinggi
(Palmer, 2007).
Hipertensi terjadi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh Angiotensin-Converting Enzyme (ACE). Darah yang mengandung
angiotensinogen yang diproduksi dihati akan diubah menjadi angiotensin I
oleh hormon renin (hormon yang diproduksi oleh ginjal), kemudian ACE yang
terdapat di paru-paru akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
(yang memiliki peranan penting dalam menaikkan tekanan darah) melalui dua
aksi utama. Pertama, dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH merupakan hormon yang diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urine. Meningkatnya ADH dapat menyebabkan urine
yang di ekskresikan keluar tubuh menjadi sedikit, kondisi ini yang disebut
dengan antidiuresis, sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya, untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler, yang menyebabkan terjadinya
peningkatan volume darah dengan demikian tekanan darah akan meningkat
pula. Kedua, dengan menstimulasi sekresi hormon aldosteron (hormon steroid
yang memiliki peranan penting pada ginjal) dari korteks adrenal. Pengaturan
volume cairan ekstraseluler oleh aldosteron dilakukan dengan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Hal
tersebut menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl, yang kemudian diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, dengan
demikian terjadilah peningkatan volume dan tekanan darah (Martuti, 2009).

E. Tanda dan Gejala


Menurut Palmer (2007), tanda dan gejala yang sering muncul dari
penderita hipertensi diantaranya yaitu:
1. peningkatan tekanan darah
2. Sakit kepala (Pusing)
3. Pandangan kabur
4. Kebingungan
5. Mengantuk
6. Sesak nafas
7. Epistaksis
8. Kesadaran menurun
F. Pemeriksaan Penunjang
1. pemeriksaan laboratorium yang meliputi Hb, BUN/Kreatinin, Glukosa,
Urinalisa.
2. CT Scan.
3. EKG.
4. IUP.
5. Foto Thorax.

G. Penatalaksanaan Medis
Penderita hipertensi sering diberikan berbagai macam obat, diantaranya
sebagai berikut (Dalimartha, 2008) :
1. Diuretik thiazide, yang termasuk golongan diuretik, misalnya
Hydroclorotiasid (HCT).
2. Penghambat adrenergik (alpha blocker, beta blocker, dan alpha-betha
blocker), contoh golongan obat ini yaitu metoprolol, propanolol, atenolol.
3. Vasodilator, contoh yang termasuk obat jenis ini adalah prasosin dan
hidralasin.
4. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE-inhibitor), contoh obat
yang termasuk golongan obat jenis ini adalah captopril.
5. Antagonis kalsium, yang termasuk golongan obat ini yaitu nifedipin,
diltiasem, dan veraparnil.
6. Penghambat reseptor angiotensin II, obat-obatan yang termasuk jenis
golongan obat ini ialah valsartan (diovan).

H. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi diantaranya (Julianti, 2005):
1. Kerusakan dan gangguan pada otak
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh
sulit meregang sehingga darah yang dialirkan ke otak mengalami
kekurangan oksigen. Pembuluh darah di otak juga sangat sensitif sehingga
ketika semakin melemah akan menimbulkan pendarahan yang terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah.
2. Gangguan dan kerusakan mata
Tekanan darah tinggi dapat melemahkan bahkan merusak pembuluh darah
yang berada di belakang mata sehingga mengakibatkan pandangan
menjadi kabur dan berbayang.
3. Gangguan dan kerusakan jantung
Tekanan darah yang tinggi akan mengakibatkan jantung harus memompa
darah dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan
lemah sehingga kehabisan energi untuk memompa lagi. Bahkan hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya aterosklerosis karena adanya
penyumbatan pada pembuluh darah.
4. Gangguan dan kerusakan ginjal
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah dan mengeluarkan air dan zat sisa
yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi,
pembuluh darah kecil akan mengalami kerusakan sehingga menyebabkan
ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring dan mengeluarkan zat sisa.

I. Asuhan Keperawatan
1. Aktivitas/ Istirahat
a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b. Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
2. Sirkulasi
a. Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
b. Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
3. Integritas Ego
a. Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
b. Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
5. Makanan/cairan
a. Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic.
b. Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
6. Neurosensori
a. Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit
kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
b. Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
8. Pernafasan
a. Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
b. Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
J. NCP (Nursing Care Planning)
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Nyeri b.d peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
tekanan intrakranial selama ....... x 24 jam, nyeri dapat teratasi termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dengan kriteria hasil : dan faktor presipitasi.
1. Nyeri berkurang dengan skala 1 - 3 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
2. Tanda-tanda vital DBN : 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
a. TD : < 140/90 mmHg seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
b. N :80 – 100 x/menit 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
c. RR : 16 – 22 x/menit relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.
d. S : 36 – 370c 5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
3. mampu mengontrol nyeri. 6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik

Resiko tinggi penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi tanda-tanda vital tiap hari, terutama tekanan
curah jantung b.d selama ....... x 24 jam, penurunan curah darah..
peningkatan afterload, jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : 2. Observasi warna kulit, kelembapan dan suhu.
vasokontriksi, 4. Tanda-tanda vital DBN : 3. Catat adanya edema umum/ tertentu.
hipertrofi/rigiditas e. TD : < 140/90 mmHg 4. Beri posisi yang nyaman ; semi fowler.
ventrikuler, iskemis f. N :80 – 100 x/menit 5. Anjurkan teknik relaksasi ;tarik napas dalam.
miokard g. RR : 16 – 22 x/menit 6. Kolaborasi Pemberian diuretik Vasodilator Pembatasan
h. S : 36 – 370c cairan dan diet Na.
5. klien dapat beristirahat dengan
nyaman.

Intoleransi aktifitas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji respon klien terhadap aktivitas.
kelemahan, selama ....... x 24 jam, Aktivitas klien tidak 2. Observasi tanda-tanda vital.
ketidakseimbangan terganggu dengan kriteria hasil : 3. Observasi adanya nyeri dada, pusing keletihan dan
suplai oksigen 1. Peningkatan dalam toleransi aktivitas pingsan.
2. Tanda vital dalam batas normal 4. Ajarkan cara penghematan energi.
5. berikan dorongan/motivasi untuk melakukan aktivitas.
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan.
7. Bantu klien untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
K. Daftar Pustaka
Dalimartha, Setiawan. Dkk. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jakarta :
Penebar Plus
Julianti, Elisa Diana. Dkk. 2005. Bebas Hipertensi dengan Terapi Jus. Jakarta :
Puspa Swara
Lestari, Diana Putri. 2009. Hidup Sehat Bebas penyakit. Yogyakarta : Moncer
Publisher
Martuti, A. 2009. Merawat dan Menyembuhkan Hipertensi Penyakit Tekanan
Darah Tinggi. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Palmer, Anna dan Williams, Bryan. 2007. Simple Guides Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta : Erlangga
LAPORAN STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN
RONDE KEPERAWATAN DI BANGSAL CEMPAKA
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

Disusun Oleh:
 Ika Wahyu Safitri
 Janarko Anca W
 Shinta Oktaviani
 Wahyuni
 Yumira Ria Santi
 Zuria Ulfa

PROGRAM STUDY NERS STIKES


ALMA ATA YOGYAKARTA T.A
2014 - 2015
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN
PASIEN NY. R
DENGAN MASALAH KEPER
PADA DIAGNOSA MEDIS
(DI BANGSAL CEMPAKA RSUD SARAS HUSADA)

Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Masalah Keperawatan


Intoleransi Aktifitas Berhubungan dengan Kelemahan Fisik
dengan Masalah Medis Hipoglikemi
Sasaran : Pasien P
Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Desember 2014
Waktu : 60 Menit (Pukul 10:00-11:00 WIB)

1. TUJUAN
a. Tujuan umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi yaitu intoleransi
aktifitas
b. Tujuan khusus
1) Menjastifikasi masalah yang belum teratasi
2) Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer
3) Menemukan alasan imiah terhadap masalah pasien
4) Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien

2. SASARAN
Pasien P umur 64 tahun yang dirawat di kelas II, no tempat tidur D3 di
Bangsal Cempaka RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

3. MATERI
a. Teori asuhan keperawatan pasien dengan masalah keperawatan Intoleransi
Aktifitas dan diagnosa medis CHF, DM, CKD
b. Masalah yang muncul pada pasien dengan Intoleransi Aktifitas
4. METODE
Diskusi

5. MEDIA
1. Dokumen/status pasien
2. Sarana diskusi (kertas, bulpoint)
6. KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN
Waktu Tahap Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Pasien Tempat
1 hari Pra-ronde Praronde: Penanggung jawab - Bangsal Cempaka
sebelum  Menentukan kasus dan topik RSUD Saras Husada
ronde  Menentukan tim ronde Purworejo
 Menentukan leterature
5 menit Ronde Pembukaan: Kepala ruangan - Nurse station di
 Salam pembuka (KARU) Bangsal Cempaka
 Memperkenalkan tim ronde RSUD Saras Husada
 Menyampaikan identitas dan masalah Purworejo
pasien
 Menjelaskan tujuan ronde
30 menit Penyajian Masalah: PP Mendengarkan Nurse Station
 Memberi salam dan memperkenalkan KARU,PP, Perawat
pasien dan keluarga kepada tim ronde konselor R. Perawat
 Menjelaskan riwayat penyakit dan KARU,PP, Perawat
keperawatan pasien konselor
 Menjelaskan masalah pasien dan rencana KARU
tindakan yang telah dilaksanakan serta
menetapkan prioritas yang perlu dilakukan
 Validasi data
 Mencocokkan dan menjelaskan kembali
data yang telah disampaikan
 Diskusikan antara anggota tim dan pasien
tentang masalah keperawatan tersebut
 Pemberian justifikasi oleh perawat primer
atau konselor atau kepala ruangan tentang
masalah pasien serta rencana tindakan yang
akan dilakukan
 Menentukan tindakan keperawatan dan
masalah prioritas yang telah ditetapkan
20 menit Pascarond  Evaluasi dan rekomendasi intervensi Karu, supervisor, Nurse Station
e keperawatan perawat konselor
 Penutup dan pembimbing
7. KRITERIA EVALUASI
a. Proses
PP melakukan pengkajian kepada pasien, selanjutnya menentukan prioritas
masalah pasien, setelah itu pp meinstruksikan kepada pa untuk dilakukan
asuhan keperawatan dengan melakukan terapi fisik seperti memposisikan
pasien miring kanan, miring kiri dan memberitahukan kepada keluarga
untuk menerapkan kembali instruksi yang sudah diberikan dan tidak
meninggalkan pasien sendiri.
b. Hasil
Pasien kooperatif mengikuti instruksi asuhan keperawatan yang sudah
diberikan, serta keluarga pasien mampu memahami dan menerapkan
seperti dilakukan oleh perawat.

8. PENGORGANISASIAN
a. Kepala Ruangan : Ika Wahyu Safitri
b. PP I : Wahyuni
PP II : Yumira Ria Santi
c. PA I : Zuria Ulfa
PA II : Shinta Oktaviani
Janarko Anca W.
d. Pembimbing : Siti Rustiwi AMK
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN RONDE KEPERAWATAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :
Adalah suami/istri/orang tua/anak dari pasien:
Nama :
Umur :
Alamat :
Bangsal :
No. RM :
Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan

Purworejo,
Perawat yang menerangkan Penanggungjawab
................................ .............................

................................ .............................

Saksi-saksi: Tanda tangan:


1. ............................ .............................

2. ............................. .............................
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan intoleransi aktifitas secara komprehensif.
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui definisi intoleransi aktifitas
b) Untuk mengetahui batasan karakteristik intoleransi aktifitas
c) Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan intoleransi aktifitas
d) Untuk mengetahui faktor-faktor intrnal intoleransi aktifitas
e) Untuk mengetahui faktor-faktor eksternal intoleransi aktifitas
f) Untuk mengetahui dampak masalah pada lansia akibat intoleransi
aktifitas
g) Untuk mengetahui manifestasi klinis intoleransi aktifitas
h) Untuk mengetahui penatalksanaan intoleransi aktifitas
i) Untuk mengetahui asuhan keperawatan intoleransi aktifitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan ketidakcukupan energi secara
fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan
aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan

B. BATASAN KARAKTERISTIK PATOFISIOLOGI


1. Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
2. Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
3. Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
4. Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau
iskemia

C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


1. Tirah baring dan imobilitas
2. Kelemahan secara umum
3. Gaya hidup yang kurang gerak
4. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan

D. FAKTOR-FAKTOR INTRNAL
1. Penurunan fungsimuskuloskeletal
2. Perubahan fungsi neurologist
3. Nyeri
4. Defisit perceptual
5. Berkurangnya kemampuan kognitif
6. Jatuh
7. Perubahan hubungan social
8. Aspek psikologis
E. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
1. Program terapeutik
2. Karakteristik penghuni institusi
3. Karakteristik staf
4. Sistem pemberian asuhan keperawatan
5. Hambatan-hambatan
6. Kebijakan-kebijakan institusi

F. DAMPAK MASALAH PADA LANSIA


Lansia sangat trentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari
imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit
kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-
komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan
perubahan-perubahan yang hampir sama dengan proses penuaan, oleh karena
itu memperberat efek ini. Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat
diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan
interpretasi pada kejadian.

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Penurunan konsumsi oksigen maksimum mengakibatkan intoleransi
ortostatik
2. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan peningkatan denyut
jantung, sinkope
3. Penurunan volume sekuncup mengakibatkan penurunan kapasitas
kebugaran
4. Perlambatan fungsi usus mengakibatkan konstipasi
5. Pengurangan miksi mengakibatkan penurunan evakuasi kandung kemih
6. Gangguan tidur mengakibatkan bermimpi pada siang hari, halusinasi
H. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan
yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitis dan
penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas. Contoh-contoh
pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk
mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten
dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi
gradien untuk meningkatkan aliran darah vena dan mencegah
tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah
baring.
BAB III
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan
otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara
periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan
intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau meyakinkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya
sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada pembentukan
trombosis. Tanda-tanda trombiflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan
dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu
gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung,
penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitan
dalam mengikuti perintah dan sinkop.
3. Kemunduran respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan
temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan
dada, perkusi, bunyi nafas, dan gas arteri mengidentifikasikan adanya
perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah
eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan
tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda
fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah,
dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi
termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau
nyeri pada abdomen bagian bawah.
6. Perubahan-perubahan gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan rectum
yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
7. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.
Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pengangan, karpet yang lepas,
penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat
duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-
hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang
terhalang, tempat tidur dan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.
Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatkan mobilitas.
B. NCP
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama  Lakukan perawatan luka secara ruti
kulit 3x24 jam diharpakan pasien dengan kriteria hasil:  Inspeksi luka setiap hari
 Pasien dan keluarga akan menunjukkan  Kaji dan dokumentasikan tentang
perawatan kulit yang optimal karakteristik luka, bau luka, ada tidaknya
 Menunjukkan penyembuhan luka yang baik eksudat, ada atau tidaknya tanda-tanda
ditandai dengan pembentukan nekrosis dan infeksi luka dan ada tidaknya jaringan
pengelupasan jaringan nekrotik nekrotik
 Ajarkan kepada klien dan keluarga tentan
cara perawatan luka
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama  Gunakan pendekatan yang menenangkan
nyaman 3x24 jam diharpakan pasien dengan kriteria hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
 Mampu mengontrol kecemasan dirasakan selama prosedur berlangsung
 Status lingkungan yang nyaman  Temani pasien untuk memberikan
 Mengontrol nyeri kenyamanan
 Kualitas tidur dan istrahat yang adekuat  Bantu pasien mengenal situasi untuk yang
 Status kenyamanan meningkat menimbulkan kecemasan
 Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
 Dorong keluarga untuk menenmani pasien
3 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama  Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang
(mandi) 3x24 jam diharpakan pasien dengan kriteria hasil: dibutuhkan
 Mampu untuk melakukan aktivitas perawatan  Menyediakan artikel pribadi yang dinginkan
fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan (mislany: deodoran, sikat gigi, sabun mandi,
alat bantu sampo, lotion dan produk aroma terapi)
 Mampu untuk membersihkan tubuh sendiri  Memfasilitasi gigi pasien menyikat sesuai
secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu  Memfasilitasi diri mandi pasien, sesuai
 Mampu untuk mempertahankan kebersihan  Memantau pembersihan kuku, menurut
dan penampilan yang rapi secara mandiri kemampuan perawatan diri pasien
dengan atau tanpa alat bantu  Mendorong orangtua atau keluarga
 Mampu untuk merawat mulut dan gigi secara partisipasi dalam kebiasaan tidur biasa
mandiri dengan atau tanpa alat bantu  Memberikan bantuan sampai pasien
 Membersihkan dan mengeringkan tubuh sepenuhnya dapat mengasumsikan
 Mampu untuk mempertahankan mobilitas yang perawatan diri
diperlukan untuk kekamar mandi dan
menyediakan perlengkapan mandi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Pasien dengan masalah keperawatan intoleransi aktifitas harus mendapatkan


perawatan yang benar dan tepat. Pemberian asuhan keperawatan secara
komprehensif akan meningkatkan derajat kesehatan. Aktivitas sehari-hari pasien
terhambat karena kelemahan fisik yang dialami mengharuskan perlunya bantuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Lingkungan yang baik dan nyaman sangat
mempengaruhi proses asuhan keperawatan pada pasien, oleh karena itu dukungan
keluarga diperlukan untuk mendukung jalannya asuhan keperawatan dan
berhasilnya asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA NIC NOC. 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis, North American Nursing Diagnosis Association
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2 Jakarta
EGC ; 2006
http://rumahaskep.com/2013/02/askep-intoleran-aktivitas-kdm.html 29/12/2014
Pukul 19:30 WI

Anda mungkin juga menyukai