Anda di halaman 1dari 20

MODUL 2 DIABETES MELLITUS

SKENARIO 2
KRISIS
Seorang wanita umur 28 tahun G1P0A0 8-10 minggu, dibawa ke UGD
dalam keadaan tidak sadar. TD ; 80/60 mmHg. Nadi : 110x/menit. T: 35,6 C.
RR: 24x/menit. Alloanamnesis pasien sangat pemilih dalam mengkonsumsi
makanan Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar gula darah yang
tinggi, glukosuria dan ketonuria. Dokter mendiagnosanya sebagai diabetes
mellitus tipe I (insulin dependent).

Bagaimana anda menjelaskan kasus diatas?

Terminologi
1. Diabetes militus : merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gagalnya
organ pankreas memproduksi jumlah hormon insulin secara memadai sehingga
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. 

2. Ketonuria : ketonuria merupakan terjadinya peningkatan benda keton di dalam


darah yang melebihi nilai ambang batas ginjal yang kemudian diekskresikan ke
dalam urin.

3. Diabetes militus tipe I : DM tipe 1 : adanya hiperglikemia yang diakibatkan


oleh kerusakan sel Beta pankreas yang didasari oleh proses autoimun

4. Glucosuria : Keadaan abnormal dimana glukosa diekskresika ke dalam urine

Rumusan Masalah & Hipotesa


1. Bagaimana patofisiologi dari diabetes melitus pada DM tipe I?
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi tersebut merupakan penyakit
autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti
islet dalam darah (Soelistijo et al., 2015). Kerusakan pankreas menyebabkan
penurunan sekresi insulin sehingga regulasi glukosa terganggu. Selain
hilangnya sekresi insulin, kerusakan akibat autoimun ini mengakibatkan
abnormalitas sel sel alpha pankreas dimana terjadi sekresi glukagon yang
berlebihan. Kedua hal ini menyebabkan kondisi hiperglikemia yang
berkepanjangan dan mulai terjadi gangguan metabolic.
2. Apa saja gejala dan tanda dari diabetes militus?
Tanda-tanda penyakit diabetes diantaranya cepat haus, sering buang air kecil,
lekas lelah, dan berat badan menurun meskipun nafsu makan tetap tinggi.
Dalam kondisi yang lebih parah, gejala yang ditimbulkan dapat berupa
pandangan mata kabur, bila ada luka sulit untuk sembuh dan impotensi pada
pria. Menurut Emma S. Wirakusumah (2000: 4) gejala khas yang sering timbul
dan dikeluhkan oleh penderita diabetes melitus adalah:
a. Trias poli yaitu:
1). Poliuria, yaitu banyaknya kencing akibat hiperglikemia, maka terjadilah
penambahan bentuk air kemih dengan jelas penarikan cairan ke sel-sel tubuh.
2). Polidipsia, yaitu banyak minum. Sebenarnya keluhan ini merupakan reaksi
tubuh akan adanya poliuria yang menyebabkan kekurangan cadangan air tubuh.
3). Poliphagia, yaitu nafsu makan bertambah, karena karbohidrat tidak dapat
digunakan karena jumlah insulin tidak dapat menjamin proses metabolisme
glukosa.

b. Lemas, ini akibat karbohidrat yang keluarnya bersama urine maka tubuh
kekurangan kalori.

c. Berat badan menurun, oleh karena gula yang ada pada darah tidak dapat
dioksidasi, maka terpaksa menghasilkan tenaga, sehingga tubuh kehilangan
lemak yang mengakibatkan penderita menjadi kurus.

d. Polineuritis, yaitu rasa gatal-gatal seluruh tubuh, seperti diketahui untuk


metabolisme karbohidrat diperlukan vitamin B1, dimana vitamin B1 digunakan
sebagai co-enzim, karena kadar gula yang meningkat.

e. Hyperglikemia, yaitu kadar gula tubuh yang meningkat karena tubuh


kekurangan insulin, sehingga glukosa dapat dirubah menjadi glikogen.

3. Bagaimana cara mendiagnosis diabetes?

Untuk mendiagnosis diabetes pada pasien, dokter akan menjalankan tes


hemoglobin A1C (HbA1C). Tes HbA1C dilakukan untuk mengukur kadar rata-
rata gula darah pasien dalam 2-3 bulan terakhir. Bila hasil tes HbA1C
menunjukkan angka 6,5 atau lebih tinggi, tandanya pasien mengalami diabetes.

Bila pasien sedang dalam kondisi yang dapat memengaruhi hasil tes HbA1C,
misalnya dalam masa kehamilan, dokter akan menjalankan tes lain, seperti:

Tes gula darah puasa

Dalam tes ini, dokter akan meminta pasien berpuasa semalam, sebelum sampel
darah diambil dan diperiksa di laboratorium. Kadar gula pasien dinilai normal
bila kurang dari 100 mg/dL. Sedangkan bila kadar gula darah dalam kisaran
100-125 mg/dL, artinya pasien dalam kondisi pradiabetes. Pasien baru akan
didiagnosis diabetes bila kadar gula darah 126 mg/dL atau lebih.

Tes gula darah sewaktu

Sampel darah pasien akan diambil kapan saja, tanpa memerhatikan kapan
terakhir kali pasien makan. Hasil tes darah yang menunjukkan 200 mg/dL atau
lebih, artinya pasien mengalami diabetes. Dokter mungkin akan mengulang tes
untuk memastikan hasilnya.

Pada pasien yang didiagnosis diabetes, dokter dapat menjalankan tes antibodi,
guna memastikan apakah dia menderita diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2.
Selain tes antibodi, terdeteksinya keton pada tes urine lebih dicurigai menderita
diabetes tipe 1 dibanding diabetes tipe 2.

4. Apa saja komplikasi dari Diabetes militus?

komplikasi : hipoglikemia, KAD, Neuropati perifer, Nefropati diabetik, retinopati


diabetik

5. apa saja pengobatan diabetes militus ?


1)Suntik insulin
Ketika Anda mengalami diabetes tipe 1, sistem kekebalan tubuh akan
menyerang sel yang memproduksi insulin sehingga kadar insulin yang
dihasilkan tubuh berkurang. Maka dari itu, dokter biasanya akan meresepkan
suntikan insulin.

Beberapa jenis insulin yang mungkin diberikan, antara lain:

 Insulin aksi cepat: bekerja cepat untuk menurunkan gula darah.

 Insulin aksi lambat: kebalikan dari aksi cepat, insulin ini bekerja


perlahan-lahan dalam menurunkan kadar gula darah.

 Insulin aksi intermediate: meskipun lama waktu penyuntikkan insulin


jenis ini relatif panjang, insulin aksi intermediate biasanya
dikombinasikan dengan aksi yang lebih cepat, sehingga mampu
memaksimalkan manfaat dari penyuntikkan.

2)Obat-obatan

Orang yang mengalami penyakit kencing manis umumnya tidak mampu


menggunakan insulin yang ada sebagaimana mestinya.

Tak semua orang dengan penyakit gula memerlukan obat. Dalam


beberapa kasus, dokter mungkin hanya meminta pasien untuk mengubah gaya
hidupnya agar menjadi lebih sehat, seperti rutin berolahraga dan menjalani diet
khusus.

Nah, ketika kedua cara tersebut tidak cukup, barulah dokter akan
meresepkan sejumlah obat diabetes melitus untuk membantu menurunkan gula
darah. Beberapa obat diabetes melitus yang sering diresepkan dokter adalah:

 Metformin

 Pioglitazone

Obat golongan sulfonylurea

 Agonis

 Repaglinide

 Acarbose

 Sitagliptin

 Nateglinide

3) Menjalani pola hidup sehat

Jika Anda mengalami diabetes tipe 2, pengobatan utama yang biasanya


dianjurkan dokter adalah mengubah pola hidup. Perubahan gaya hidup ini
biasanya meliputi pola makan sehat dan olahraga secara teratur. Pola makan
yang diterapkan juga bisa berupa memilih makanan yang rendah gula.

6. Bagaimana epidemiologi dari dm?

• 80% penderita diabetes melitus berada di negara dengan penghasilan rendah


dan menengah
• Daridata IDF 2017 Indonesia berada di posisi 6 di dunia untuk prevalensi
penderita dm tertinggi setelah Cina, India,AS, Brazil dan Meksiko
• Estimasi jumlah orang diabetes melitus di dunia adalah 10jt jiwa, prevalensi
global: 9%
• Prevalensi di Indonesia pada 2007 sebanyak 5,7% ( 26.3 % terdiagnosis) dan
meningkat pada 2013 yaitu 6,9% (30.4% terdiagnosis)
• Proporsi penderita dm pada umur lebih dari sama dengan 15 tahun lebih
banyak terjadi pada perempuan dan di daerah pedesaan

7. Apa penyebab dari dm tipe 1?


Penyebab diabetes tipe 1 adalah ketidakmampuan pankreas untuk
memproduksi cukup insulin, sehingga glukosa di dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel. Gangguan pada pankreas ini diduga karena proses
autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang sel-sel
tubuh yang sehat.

8. Bagaimana tatalaksana pada DM tipe 1? 


Hal pertama yang harus dipahami bahwa DM tipe 1 tidak dapat
disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal
mungkin dengan mengusahakan kontrol metabolik yang baik. Kontrol
metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam
batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Komponen pengelolaan DM tipe 1 meliputi pemberian insulin, pengaturan
makan, olahraga, edukasi yang didukung oleh pemantauan mandiri.
Keseluruhan komponen berjalan secara terintegrasi untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang baik.
9. Apa saja klasifikasi dari diabetes mellitus? 
Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association 2018
dibagi dalam 4 jenis yaitu :

a)Diabetes Melitus Tipe 1


DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun.

b)Diabetes Melitus Tipe 2


Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati.

c)Diabetes Melitus Tipe Lain


DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin
lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau
bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ).

d)Diabetes Melitus Gestasional


DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal.
10. Apa saja faktor resiko dari diabetes militus
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
2. Riwayat keluarga dengan DM
3. Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram
atau pernah menderita DM saat hamil (DM Gestasional)

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


1.Overweight/berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)
2. Aktifitas fisik kurang
3.Merokok
4.Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

SKEMA

Diabetes Melitus Pemeriksaan Lab


pada DM

DM Tipe 1 Anak dan Dewasa DM Tie 2

Komplikasi DM

Kasus DM Tatalaksana dan


Rujukan Terapi
LEARNING OBJECTIVE
1. Diabetes :
- Pada dewasa (diabetes gestasional)
- Pada anak
2. Pemeriksaan laboratorium pada diabetes mellitus
3. Komplikasi diabetes mellitus
4. Terapi nutrisi dan obat-obatan pada diabetes mellitus (kasus DM dengan
rujukan)
5. Pencegahan kasus diabetes melitus

List Lo
1. Diabetes :
-Pada dewasa (diabetes gestasional)

Jenis-Jenis Diabetes

Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe
2. Diabetes tipe 1 terjadi karena sistem kekebalan tubuh penderita menyerang dan
menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah, sehingga terjadi kerusakan pada organ-organ
tubuh. Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Pemicu timbulnya
keadaan autoimun ini masih belum diketahui dengan pasti. Dugaan paling kuat
adalah disebabkan oleh faktor genetik dari penderita yang dipengaruhi juga oleh
faktor lingkungan.

Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang lebih sering terjadi. Diabetes jenis ini
disebabkan oleh sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap insulin,
sehingga insulin yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan dengan baik (resistensi
sel tubuh terhadap insulin). Sekitar 90-95% persen penderita diabetes di dunia
menderita diabetes tipe ini.

Selain kedua jenis diabetes tersebut, terdapat jenis diabetes khusus pada ibu hamil
yang dinamakan diabetes gestasional. Diabetes pada kehamilan disebabkan oleh
perubahan hormon, dan gula darah akan kembali normal setelah ibu hamil menjalani
persalinan.
Gejala Diabetes

Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan
beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang
tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun,
karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe
2 meliputi:

 Sering merasa haus.


 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
 Sering merasa sangat lapar.
 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
 Berkurangnya massa otot.
 Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan
lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.
 Lemas.
 Pandangan kabur.
 Luka yang sulit sembuh.
 Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.

Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami
diabetes, antara lain:

 Mulut kering.
 Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.
 Gatal-gatal.
 Disfungsi ereksi atau impotensi.
 Mudah tersinggung.
 Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah
makan akibat produksi insulin yang berlebihan.
 Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan,
(akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

Faktor risiko diabetes

Seseorang akan lebih mudah mengalami diabetes tipe 1 jika memiliki faktor-faktor
risiko, seperti:

 Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 1.


 Menderita infeksi virus.
 Orang berkulit putih diduga lebih mudah mengalami diabetes tipe 1 dibandingkan ras
lain.
 Bepergian ke daerah yang jauh dari khatulistiwa (ekuator).
 Diabetes tipe 1 banyak terjadi pada usia 4-7 tahun dan 10-14 tahun, walaupun
diabetes tipe 1 dapat muncul pada usia berapapun.

Sedangkan pada kasus diabetes tipe 2, seseorang akan lebih mudah mengalami
kondisi ini jika memiliki faktor-faktor risiko, seperti:

 Kelebihan berat badan.


 Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2.
 Kurang aktif. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, membakar glukosa
sebagai energi, dan membuat sel tubuh lebih sensitif terhadap insulin. Kurang aktif
beraktivitas fisik menyebabkan seseorang lebih mudah terkena diabetes tipe 2.
 Usia. Risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan meningkat seiring bertambahnya usia.
 Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi).
 Memiliki kadar kolesterol dan trigliserida abnormal. Seseorang yang memiliki kadar
kolesterol baik atau HDL (high-density lipoportein) yang rendah dan kadar trigliserida
yang tinggi lebih berisiko mengalami diabetes tipe 2.

Khusus pada wanita, ibu hamil yang menderita diabetes gestasional dapat lebih
mudah mengalami diabetes tipe 2. Selain itu, wanita yang memiliki riwayat
penyakit polycystic ovarian syndrome (PCOS) juga lebih mudah mengalami diabetes
tipe 2.

Diagnosis Diabetes

Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1 yang
gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Dikarenakan diabetes seringkali tidak
terdiagnosis pada awal kemunculannya, maka orang-orang yang berisiko terkena
penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin. Di antaranya adalah:

 Orang yang berusia di atas 45 tahun.


 Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional saat hamil.
 Orang yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) di atas 25.
 Orang yang sudah didiagnosis menderita prediabetes.

Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang mutlak akan dilakukan untuk
mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Hasil pengukuran gula darah akan
menunjukkan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak. Dokter akan
merekomendasikan pasien untuk menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan
metode tertentu. Metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain:

Tes gula darah sewaktu

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara
acak. Tes ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika hasil tes
gula darah sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat
didiagnosis menderita diabetes.

Tes gula darah puasa

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa.
Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian menjalani
pengambilan sampel darah untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes gula darah
puasa yang menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL menunjukkan
kadar gula darah normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL
menunjukkan pasien menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah puasa
126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

Tes toleransi glukosa


Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam terlebih
dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa. Setelah
tes tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus.
Kemudian sampel gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan
gula. Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah
normal. Hasil tes tes toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL
menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200
mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan
ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin,
yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C,
pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 %
merupakan kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4% menunjukkan pasien
mengalami kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5% menunjukkan pasien
menderita diabetes.

Hasil dari tes gula darah akan diperiksa oleh dokter dan diinformasikan kepada
pasien. Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan
langkah-langkah pengobatan yang akan dijalani. Khusus bagi pasien yang dicurigai
menderita diabetes tipe 1, dokter akan merekomendasikan tes autoantibodi untuk
memastikan apakah pasien memiliki antibodi yang merusak jaringan tubuh,
termasuk pankreas.

Pengobatan Diabetes

Pasien diabetes diharuskan untuk mengatur pola makan dengan memperbanyak


konsumsi buah, sayur, protein dari biji-bijian, serta makanan rendah kalori dan
lemak. Bila perlu, pasien diabetes juga dapat mengganti asupan gula dengan
pemanis yang lebih aman untuk penderita diabetes, sorbitol. Pasien diabetes dan
keluarganya dapat melakukan konsultasi gizi dan pola makan dengan dokter
atau dokter gizi untuk mengatur pola makan sehari-hari.

Untuk membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan


sensitivitas sel terhadap insulin, pasien diabetes dianjurkan untuk berolahraga
secara rutin, setidaknya 10-30 menit tiap hari. Pasien dapat berkonsultasi dengan
dokter untuk memilih olahraga dan aktivitas fisik yang sesuai.

Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula


darah sehari-hari. Selain itu, beberapa pasien diabetes tipe 2 juga disarankan untuk
menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah. Insulin tambahan tersebut akan
diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat minum. Dokter akan mengatur
jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.

Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter dapat merekomendasikan operasi
pencangkokan (transplantasi) pankreas untuk mengganti pankreas yang mengalami
kerusakan. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil menjalani operasi tersebut tidak lagi
memerlukan terapi insulin, namun harus mengonsumsi obat imunosupresif secara
rutin.

Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya
adalah metformin, obat minum yang berfungsi untuk menurunkan produksi glukosa
dari hati. Selain itu, obat diabetes lain yang bekerja dengan cara menjaga kadar
glukosa dalam darah agar tidak terlalu tinggi setelah pasien makan, juga dapat
diberikan.

Pasien diabetes harus mengontrol gula darahnya secara disiplin melalui pola makan
sehat agar gula darah tidak mengalami kenaikan hingga di atas normal. Selain
mengontrol kadar glukosa, pasien dengan kondisi ini juga akan diaturkan jadwal
untuk menjalani tes HbA1C guna memantau kadar gula darah selama 2-3 bulan
terakhir.

Komplikasi Diabetes

Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1 dan 2 adalah:

 Penyakit jantung
 Stroke
 Gagal ginjal kronis
 Neuropati diabetik
 Gangguan penglihatan
 Katarak
 Depresi
 Demensia
 Gangguan pendengaran
 Luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh
 Kerusakan kulit akibat infeksi bakteri dan jamur, termasuk bakteri pemakan daging

Diabetes akibat kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan bayi.
Contoh komplikasi pada ibu hamil adalah preeklamsia. Sedangkan contoh
komplikasi yang dapat muncul pada bayi adalah:

 Kelebihan berat badan saat lahir.


 Kelahiran prematur.
 Gula darah rendah (hipoglikemia).
 Keguguran.
 Penyakit kuning.
 Meningkatnya risiko menderita diabetes tipe 2 pada saat bayi sudah menjadi
dewasa.

Pencegahan Diabetes

Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum diketahui. Sedangkan,
diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan pola hidup
sehat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes, di antaranya
adalah:
 Mengatur frekuensi dan menu makanan menjadi lebih sehat
 Menjaga berat badan ideal
 Rutin berolahraga
 Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya sekali dalam setahun

-Pada anak

Tipe-Tipe Diabetes pada Anak Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya, penyakit diabetes pada anak secara umum terbagi


menjadi 2 tipe, yaitu:

Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 adalah tipe diabetes yang yang lebih sering terjadi pada anak-anak
dan remaja. Namun diabetes tipe 1 juga terkadang bisa menyerang bayi, balita, dan
orang dewasa.

Diabetes tipe 1 terjadi akibat kelainan autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh


anak merusak atau menghancurkan pankreasnya sendiri, sehingga fungsi pankreas
menjadi terganggu.

Akibatnya, anak yang menderita diabetes tipe 1 hanya menghasilkan sedikit atau


bahkan tidak menghasilkan hormon insulin sama sekali. Kondisi ini bisa
menyebabkan kadar gula darah meningkat dan lama kelaamaan merusak organ
serta jaringan tubuh.

Hingga saat ini, penyebab pasti terjadinya diabetes tipe 1 pada anak belum
diketahui. Namun, seorang anak bisa rentan terkena diabetes tipe1 apabila ia
memiliki faktor risiko berikut:

 Genetik atau keturunan, misalnya memiliki riwayat diabetes tipe 1 dalam keluarga.
 Riwayat infeksi virus.
 Pola makan kurang sehat, misalnya sering mengonsumsi makanan atau minuman
yang manis, misalnya permen, es krim, jus buah kemasan, atau buah kering.

Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin atau kondisi ketika sel-sel tubuh


anak kesulitan menggunakan insulin untuk memanfaatkan gula darah sebagai
energi. Pada kasus tertentu, diabetes tipe 2 juga bisa terjadi akibat berkurangnya
produksi insulin. Karena terjadinya gangguan tersebut, kadar gula darah anak dapat
meningkat.

Diabetes tipe 2 biasanya rentan terjadi pada anak berusia berusia di atas 10 tahun
atau pada usia remaja.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat membuat anak rentan terkena diabetes tipe 2,
yaitu:

 Memiliki orang tua atau saudara dengan riwayat penyakit diabetes.


 Berat badan berlebih atau obesitas pada anak.
 Kebiasaan sering mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak.
 Kurang aktif bergerak atau jarang olahraga.

Gejala-Gejala Diabetes pada Anak

Gejala diabetes tipe 1 dan 2 juga secara umum sulit dibedakan dan sering kali mirip
satu sama lain. Sebagian anak yang menderita diabetes tipe 1 atau pun tipe 2 tidak
menunjukkan adanya gejala atau merasakan adanya keluhan.

Namun, pada sebagian anak yang lain, diabetes dapat menimbulkan beberapa
gejala berikut ini:

1. Sering haus dan buang air kecil

Kadar gula darah berlebih akan dibuang melalui urine. Hal ini akan membuat anak
sering buang air kecil atau bahkan mengompol. Dengan banyaknya cairan tubuh
yang keluar, anak pun akan cepat merasa haus dan minum lebih banyak dari
biasanya.

2. Nafsu makan meningkat

Anak yang menderita diabetes akan kesulitan menghasilkan energi akibat gangguan
fungsi atau berkurangnya jumlah insulin. Akibatnya, anak akan merasa sering sering
kelaparan dan makan lebih banyak untuk memperoleh energi.

3. Berat badan turun

Meski makan lebih banyak dari biasanya, namun berat badan anak yang menderita
diabetes justru akan turun. Tanpa pasokan energi dari gula, jaringan otot dan
simpanan lemak akan menyusut. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
kerap menjadi tanda pertama dari diabetes pada anak.

4. Terlihat lelah atau lesu

Anak yang menderita diabetes mungkin akan terlihat lebih lemah dan lesu karena
kurangnya energi di dalam tubuh. Anak bisa tetap terlihat lesu meski sudah makan
dalam jumlah atau porsi yang besar.
5. Penglihatan kabur

Kadar gula darah yang tinggi akibat diabetes lama kelamaan bisa menyebabkan
saraf mata membengkak. Kondisi ini dapat membuat anak mengalami gangguan
penglihatan atau pandangannya terasa buram.

6. Muncul luka atau infeksi di tubuh yang sulit sembuh

Karena kadar gula darah yang tinggi, seorang anak yang menderita diabetes akan
memiliki luka yang sulit sembuh saat cedera atau terluka. Selain menghambat
proses penyembuhan luka, diabetes juga dapat membuat anak rentan terserang
infeksi.

7. Warna kulit menghitam

Resistensi insulin dapat menyebabkan kulit menjadi gelap, terutama di area ketiak
dan leher. Kondisi ini disebut akantosis nigrikans.

Selain beberapa gejala di atas, seorang anak yang menderita diabetes juga kerap
menunjukkan tanda gejala lain, seperti sering rewel atau menangis terus-menerus,
napas berbau seperti buah, dan muncul ruam popok.

Pengobatan Diabetes pada Anak

Pengobatan diabetes pada anak perlu disesuaikan dengan jenis diabetes yang
diderita anak. Untuk menentukan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan
fisik dan penunjang berupa tes gula darah dan tes autoantibodi diabetes untuk
menentukan apakah anak menderita diabetes tipe 1 atau 2.

Jika anak terdiagnosis menderita diabetes tipe 1, maka dokter akan memberikan
terapi insulin untuk mengendalikan gula darah. Sementara jika anak terkena
diabetes tipe 2, dokter akan memberikan obat-obatan antidiabetes. Terapi insulin
juga dapat diberikan pada diabetes tipe 2, jika diabetes yang diderita anak sudah
sudah berat.

2. Pemeriksaan laboratorium pada diabetes mellitus

1. Tes Gula Darah Sewaktu


Tujuan tes ini dilakukan adalah untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak.
Untuk menjalani tes ini, pengidap tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. Bila hasil tes gula darah
sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, maka pengidap bisa dikatakan positif
mengidap diabetes.
2. Tes Gula Darah Puasa
Sedangkan tes gula darah puasa, bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pengidap dalam
kondisi puasa. Untuk menjalani tes ini, pengidap akan diminta untuk berpuasa terlebih dahulu selama
8 jam. Setelah itu, baru akan diambil sampel darahnya untuk mengetahui kadar gula darahnya. 

Bila hasil tes gula darah puasa menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL, maka kadar
gula darah masih normal. Namun, bila hasil tes gula darah berada di antara 100–125 mg/dL, maka
pengidap mengalami kondisi yang dinamakan prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah puasa
yang berada di angka 126 mg/dL atau lebih, menunjukkan bahwa pengidap positif mengidap diabetes

3. Tes Toleransi Glukosa


Pengidap juga perlu berpuasa terlebih dahulu selama semalam untuk menjalani tes ini. Kemudian,
pengidap akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa. Setelah tes tersebut selesai dilakukan,
pengidap akan diminta meminum larutan gula khusus. Kemudian, sampel gula darah akan kembali
diambil setelah 2 jam minum larutan gula. 

Bila hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL, berarti kadar gula darah masih normal.
Sedangkan hasil tes toleransi glukosa yang berada di antara 140–199 mg/dL menunjukkan kondisi
prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih berarti pengidap
positif mengidap diabetes.

4. Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)


Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pengidap selama 2–3 bulan ke belakang.
Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah
merah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Untuk menjalani tes HbA1C, pengidap
tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 persen menunjukkan kondisi
normal. Sedangkan hasil tes HbA1C yang berada di antara 5,7–6,4 persen, menunjukkan kondisi
prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5 persen berarti pengidap mengalami diabetes.

3. Komplikasi diabetes mellitus

Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Komplikasi diabetes melitus akut bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu peningkatan dan
penurunan kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan
medis segera. Jika terlambat ditangani, bisa menyebabkan hilangnya kesadaran,
kejang, hingga kematian.

Komplikasi diabetes melitus akut terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah secara


drastis akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi obat
penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak cepat, sakit kepala, tubuh
gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah, bahkan
bisa menyebabkan pingsan, kejang, dan koma.

Ketosiadosis diabetik (KAD)

Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan kadar


gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabetes melitus yang terjadi
ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan
bakar, sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai
sumber energi.

Jika tidak segera mendapat penanganan medis, kondisi ini dapat menimbulkan
penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga menyebabkan
dehidrasi, koma, sesak napas, atau bahkan kematian.

Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan medis pada penyakit kencing
manis, dengan tingkat kematian mencapai 20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan
kadar gula darah yang sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS ditandai
dengan haus yang berat, kejang, lemas, gangguan kesadaran, hingga koma.

Komplikasi Diabetes Melitus Kronis

Komplikasi jangka panjang biasanya berkembang secara bertahap saat diabetes


tidak dikelola dengan baik. Tingginya kadar gula darah yang tidak terkontrol dari
waktu ke waktu akan meningkatkan risiko komplikasi, yaitu kerusakan serius pada
seluruh organ tubuh.

Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus adalah:

1. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)

Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina. Kondisi ini disebut retinopati


diabetik dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Pembuluh darah di mata yang
rusak karena diabetes juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti
katarak dan glaukoma.

Deteksi dini dan pengobatan retinopati secepatnya dapat mencegah atau menunda
kebutaan. Oleh karena itu, penderita diabetes dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan mata secara teratur.
2. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gangguan pada ginjal


disebut nefropati diabetik. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa
berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal ginjal,
penderita harus melakukan cuci darah rutin atau transplantasi ginjal.

Diagnosis sejak dini, mengontrol glukosa darah dan tekanan darah, pemberian obat-
obatan pada tahap awal kerusakan ginjal, serta membatasi asupan protein adalah
cara yang bisa dilakukan untuk menghambat perkembangan diabetes yang
mengarah kepada gagal ginjal.

3. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah dan saraf di
tubuh, terutama kaki. Kondisi yang biasa disebut neuropati diabetik ini terjadi ketika
saraf mengalami kerusakan, baik secara langsung akibat tingginya gula darah
maupun karena penurunan aliran darah menuju saraf.

Rusaknya saraf akan menyebabkan gangguan sensorik dengan gejala berupa


kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi saluran
pencernaan dan menyebabkan gastroparesis. Gejalanya berupa mual, muntah, dan
merasa cepat kenyang saat makan.

Komplikasi ini juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi pada pria.
Sebenarnya, kerusakan saraf bisa dicegah dan ditunda jika diabetes terdeteksi sejak
dini. Dengan demikian, kadar gula darah bisa dikendalikan dengan menerapkan pola
makan dan pola hidup sehat, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

4. Masalah kaki dan kulit

Masalah pada kulit dan luka pada kaki juga umum terjadi jika mengalami komplikasi
diabetes. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf, serta
terbatasnya aliran darah ke kaki.

Gula darah yang tinggi juga memudahkan bakteri dan jamur berkembang biak.
Terlebih jika adanya penurunan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri
sebagai akibat dari diabetes. Dengan demikian, masalah pada kulit dan kaki pun tak
dapat terelakkan.

Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko mudah luka dan
terinfeksi sehingga menimbulkan gangren dan ulkus diabetikum. Penanganan luka
pada kaki penderita diabetes adalah dengan pemberian antibiotik, perawatan luka
dengan benar, atau bahkan amputasi bila kerusakan jaringan sudah parah.
5. Penyakit kardiovaskular

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.
Ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah di seluruh tubuh, termasuk
jantung. Komplikasi diabetes melitus yang menyerang jantung dan pembuluh darah,
meliputi penyakit jantung, stroke, serangan jantung, dan penyempitan arteri
(aterosklerosis).

Mengontrol kadar gula darah dan faktor risiko lainnya dapat mencegah dan
menunda komplikasi pada penyakit kardiovaskular.

Selain kelima komplikasi di atas, komplikasi diabetes melitus lainnya bisa berupa
gangguan pendengaran, melemahnya imunitas tubuh, penyakit Alzheimer, depresi,
serta masalah pada gigi dan mulut.

4. Terapi nutrisi dan obat-obatan pada diabetes mellitus (kasus DM dengan


rujukan)
Pengobatan Diabetes Tipe 2
Hingga saat ini, diabetes tipe 2 tidak dapat disembuhkan. Perubahan pola hidup serta pemberian obat
bertujuan untuk mengontrol kadar glukosa darah agar dapat normal dan stabil, serta mencegah
komplikasi lebih lanjut.

Perubahan pola hidup sehat yang bisa dilakukan, antara lain:

 Menghindari makanan berkadar glukosa tinggi atau berlemak tinggi.

 Meningkatkan makanan tinggi serat.

 Melakukan olaraga secara teratur, minimal 3 jam dalam satu minggu.

 Menurunkan dan menjaga berat badan tetap ideal.

 Menghindari atau berhenti merokok.

 Menghindari atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.


 Menjaga kesehatan kaki dan mencegah kaki terluka.

 Memeriksa kondisi kesehatan mata secara rutin.

Pemberian obat-obatan diabetes di bawah pengawasan dokter. Obat-obatan tersebut, antara lain:

 Metformin untuk mengurangi kadar glukosa darah.

 Sulfonilurea untuk meningkatkan produksi insulin dalam pankreas.

 Pioglitazone sebagai pemicu insulin.

 Gliptin (penghambat DPP-4 ) untuk mencegah pemecahan GLP-1.

 Penghambat SGLT-2 yang berdampak pada urine.

 Agonis GLP-1 untuk memicu produksi insulin tanpa risiko hipoglikemia.

 Acarbose untuk memperlambat pencernaan karbohidrat.

 Nateglinide dan repaglinide yang bermanfaat untuk melepas insulin ke aliran darah.

 Terapi insulin sebagai pendamping obat-obatan lain.

 Obat-obatan lain yang diberikan untuk mengurangi risiko komplikasi, seperti statin dan obat
anti hipertensi.

5. Pencegahan kasus diabetes melitus


Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan perilakuk pola makan yang seimbang;
yaitu prinsip pola makan rendah lemak, rendah gula, rendah natrium, dan tinggi serat.
Kemudian juga perilaku tetap menjaga aktifitas fisik dan berolahraga secara teratur dengan
intensitas sedang; dianjurkan untuk berolahraga setiap hari selama 30 menit atau lebih
selama setidaknya 5 hari seminggu.

Batasi konsumsi Panganan Manis, Asin, dan Berlemak atau GGL (gula, garam dan lemak)
tinggi; bahkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 tentang
Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk
Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Penjelasannya adalah bahwa konsumsi gula lebih dari
50 g (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak/minyak total
lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi,
stroke, diabetes, dan serangan jantung. 

Pencegahan merujuk pada rekomendasi dari Kementerian Kesehatan adalah dengan


perilaku PATUH dan CERDIK; yaitu :

     P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter   


     A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
     T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
     U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
     H : Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya

     C : Cek kondisi kesehatan secara berkala


     E : Enyahkan asap rokok
     R : Rajin aktifitas fisik
     D : Diet sehat dengan kalori seimbang
     I : Istirahat yang cukup
     K : Kendalikan stress

Anda mungkin juga menyukai