Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Kondisi Darurat pada Diabetes

Disusun Oleh :
Timothy John-112021041

Pembimbing:
dr. Yanti Muliawati, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RS PANTI WILASA dr. CIPTO

PERIODE 4 JULI 2022-10 SEPTEMBER 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1
Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan


metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Terkadang mereka yang menderita diabetes mungkin mengalami keadaan darurat diab
etes, di mana kadar gula darah mereka menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kedu
a kondisi tersebut bisa serius dan mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit. Ins
ulin merupakan suatu bahan kimia yang diproduksi oleh pankreas. Ini mengatur kadar
gula darah dalam tubuh. Ketika seseorang menderita diabetes, tubuh mereka tidak dap
at menjaga kadar gula darah dalam kisaran normal. Glukosa dalam darah mereka bisa
lebih tinggi atau lebih rendah dari gula darah normal.

Etilogi DM

Etiologi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau faktor
keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih dari 50%
berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan begitu dapat dikatakan
bahwa Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Faktor lainnya yaitu
nutrisi, nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang
diketahui menyebabkan Diabetes Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat
nutrisi berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya Diabetes Melitus. Sering
mengalami stress dan kecanduan merokok juga merupakan faktor penyebab Diabetes
Melitus.

Klasifikasi

Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti American


Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya.

Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni tahun 2015 adalah
sebagai berikut :

a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau
destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin
yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan
idiopatik.

2
b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang
diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi tidak
dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita Diabetes
Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat
bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat
kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
Diabetes Melitus.

d. Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil.
Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin.

Epidemiologi

Pada 2021, International Diabetes Federation (IDF) mencatat 537 juta orang dewasa
(umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes di seluruh dunia.
Diabetes juga menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1 tiap 5 detik. Jumlah penderita
diabetes pada 2021 tersebut meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir. Penderita
diabetes tercatat meroket 167% dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada
2011 yang mencapai 7,29 juta.Peningkatan jumlah tersebut jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan antara 2000 hingga 2011. Dalam periode tersebut,
jumlah penderita diabetes meningkat 29% dari 5,65 juta pada 2000. Pada 2021,
jumlah kematian yang diakibatkan oleh diabetes di Indonesia mencapai 236.711.
Jumlah ini meningkat 58% jika dibandingkan dengan 149.872 pada 2011 lalu.

Faktor Risiko Diabetes Mellitus

1. Nutrisi yang tidak seimbang. Pola makan seseorang yang tidak memiliki nutrisi
seimbang cenderung meningkatkan gula darah. Menu makanan yang hanya
didominasi oleh karbohidrat, lemak, dan makanan berkolesterol membuat darah
akan penuh dengan kolesterol. Lain halnya dengan serat dan sayuran yang
membuat nutrisi terserap sempurna.
2. Aktifitas fisik yang tidak seimbang. Ketika jam kerja selama 8 jam hanya
didominasi oleh kegiatan duduk saja, maka otot tubuh tidak akan terlatih dengan
baik. Terlebih lagi peredaran darah akan tersumbat karena darah tidak mengalir
ketika kolesterol dan lemak jahat dalam darah tidak dikeluarkan melalui aktifitas
fisik yang menghasilkan keringat.
3. Mengonsumsi minuman yang disertakan Pemanis Buatan. Kadar glukosa
berlebih dalam darah juga bisa disebabkan oleh pemanis buatan. Mengapa
begitu? Karena pemanis sederhana tidak memerlukan waktu lama untuk diserap

3
oleh tubuh, sedangkan pemanis buatan akan bertahan dalam darah dan merusak
sistem kerja insulin.
4. Cemilan tidak sehat. Apa yang kita konsumsi merupakan pilihan. Jika tidak
pintar dalam memilih cemilan, seperti coklat atau es krim, maka glukosa dalam
darah meningkat. Pilihlah dengan pintar cemilan yang menyehatkan bagi aliran
darah dan tentu saja diri sendiri, seperti buah, sayur ataupun biji-bijian.

Faktor Resiko yang dapat diubah diantaranya :

 Kegemukan (Berat badan lebih /IMT > 23 kg/m2)


 Lingkar Perut (Pria > 90 cm dan Perempuan >80cm)
 Kurang aktivitas fisik
 Hipertensi/Tekanan darah Tinggi (> 140/90 mmHg)
 Dislipidemia (Kolesterol HDL laki-laki ≤ 35 mg/dL dan perempuan ≤ 45,
trigliserida ≥ 250 mg/dL).
 Riwayat penyakit jantung
 Diet tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak dan rendah serat)
 Merokok/terpapar asap rokok

Faktor Resiko yang tidak dapat diubah:

 Usia ≥40 tahun


 Mempunyai riwayat keluarga menderita DM
 Kehamilan dengan gula darah tinggi
 Ibu dengan riwayat melahirkan bayi dengan (Berat Badan Lahir) > 4 kg
 Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir (BBL) < 2,5 kg

Gejala dari Diabetes Mellitus


Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan
beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak
menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena
gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2
meliputi:

 Sering merasa haus.


 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
 Sering merasa sangat lapar.
 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
 Berkurangnya massa otot.
 Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot
dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.
 Lemas.
 Pandangan kabur.
 Luka yang sulit sembuh.
 Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran
kemih.

Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami diabetes,
antara lain:

4
 Mulut kering.
 Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.
 Gatal-gatal.
 Disfungsi ereksi atau impotensi.
 Mudah tersinggung.
 Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam
setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan.
 Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan,
(akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa
dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai
diabetes.

Kegawatdaruratan dalam Diabetes Mellitus:

1. Hipoglikemia
a) Hipoglikemia merupakan suatu kondisi di mana kadar gula darah (glukosa) d
alam darah lebih rendah dari kisaran standar. Glukosa merupakan sumber ene
rgi utama tubuh manusia. Hipoglikemia sering dikaitkan dengan pengobatan
diabetes, akan tetapi obat lain dan berbagai kondisi – banyak yang jarang terj
adi – dapat menyebabkan gula darah rendah pada orang yang tidak menderita
diabetes. Hipoglikemia membutuhkan perawatan segera. Bagi banyak orang,
gula darah puasa 70 miligram per desiliter (mg/dL), atau 3,9 milimol per liter
(mmol/L), atau di bawahnya harus berfungsi sebagai peringatan untuk hipogl
ikemia. Perawatan melibatkan dengan cepat mengembalikan gula darah man
usia ke dalam kisaran standar baik dengan makanan atau minuman tinggi gul
a atau dengan obat-obatan. Pengobatan jangka panjang memerlukan identifik
asi dan pengobatan penyebab hipoglikemia. Sebagian pasien dengan DM dap
at menujukan tanda dan gejala glukosa darah rendah tetapi pemeriksaan kada
r glukosa darah normal. Di lain pihak, tidak semua pasien DM mengalami tan
da dan gejala hipoglikemia meskipun pada pemeriksaan kadar glukosa darah
nya rendah. Penuruna n kesadaran yang terjadi pada pasien DM harus selalu
dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia paling
sering disebabkan oleh pengunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia aki
bat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai selur
uh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Pengawasan glukosa dar
ah pasien harus dilakukan selama 24-72 jam, terutama pada pasien dengan ga
gal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengin
gat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental yang bermakna pad
a pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan meme
rlukan pengawasan yang lebih lama. Pasien dengan risiko hipoglikemi harus dipe
riksa mengenai kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun asimtomatik pada
setiap kesempatan.
b) Tanda dan Gejala:

5
i. Terlihat pucat
ii. Kegoyahan
iii. Berkeringat
iv. Sakit kepala
v. Kelaparan atau mual
vi. Detak jantung tidak teratur atau cepat
vii. Kelelahan
viii. Iritabilitas atau kecemasan
ix. Sulit berkonsentrasi
x. Pusing atau sakit kepala ringan
xi. Kesemutan atau mati rasa pada bibir, lidah atau pipi
xii. Saat hipoglikemia memburuk, tanda dan gejala dapat meliputi:
1. Kebingungan, perilaku yang tidak biasa atau keduanya, seperti ketid
akmampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas rutin
2. Kehilangan koordinasi
3. Bicara cadel
4. Penglihatan kabur atau penglihatan terowongan
5. Mimpi buruk, jika tertidur
6. Hipoglikemia berat dapat menyebabkan:
7. Tidak responsif (kehilangan kesadaran)
8. Kejang

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian terkait dengan


derajat keparahannya, yaitu:
Hipoglikemia ringan: pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain ut
nuk pemberian glukosa per-oral
Hipoglikemia berat: pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberia
n glukosa intravena, glukagon, atau resusitasi lainnya.

Gambar 1. Klasifikasi Hipoglikemia

Penyebab: Saat makan tubuh manusia akan memecah makanan menjadi glukosa.
Glukosa merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia , memasuki sel den
gan bantuan insulin – hormon yang diproduksi oleh pankreas Anda. Insulin mem
ungkinkan glukosa memasuki sel dan menyediakan bahan bakar yang dibutuhkan
sel Anda. Glukosa ekstra disimpan di hati dan otot Anda dalam bentuk glikogen.
Ketika manusia belumm makan selama beberapa jam dan kadar gula darah menur
un, tubuh akan berhenti membentuk insulin. Hormon lain dari pankreas yaitu gluk
agon memberi sinyal kepada hati untuk memecah glikogen yang disimpan dan me

6
lepaskan glukosa ke dalam aliran darah tubuh manusia. Proses ini terjadi terutama
di hati, tetapi juga di ginja. Dengan puasa yang berkepanjangan, tubuh dapat mem
ecah simpanan lemak dan menggunakan produk pemecahan lemak sebagai bahan
bakar alternatif.
c) Penyebab yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus: Jika seseorang menderita
diabetes, manusia mungkin tidak dapat memproduksi insulin (diabetes tipe 1)
atau mungkin kurang responsif terhadapnya (diabetes tipe 2). Akibatnya, glu
kosa menumpuk di aliran darah dan dapat mencapai tingkat yang sangat ting
gi. Untuk memperbaiki masalah ini, seseorang mungkin menggunakan insuli
n atau obat lain untuk menurunkan kadar gula darah akan tetapi terlalu banya
k insulin atau obat diabetes lainnya dapat menyebabkan kadar gula darah turu
n terlalu banyak, yang mengakibatkan hipoglikemia. Hipoglikemia juga dapa
t terjadi jika mengkonsumsi makanan dalam jumlah lebih sedikit dari biasany
a setelah minum obat diabetes dosis reguler, atau jika berolahraga lebih bany
ak dari biasanya.
d) Penyebab yang tidak berkaitan dengan Diabetes Mellitus:
i. Obat-obatan: Mengambil obat diabetes oral dengan tidak disengaja meru
pakan salah satu kemungkinan penyebab hipoglikemia. Obat lain dapat
menyebabkan hipoglikemia, terutama pada anak-anak atau orang dengan
gagal ginjal. Salah satu contohnya adalah kina (Qualaquin), yang diguna
kan untuk mengobati malaria.
ii. Konsumsi alkohol berlebihan. Minum banyak tanpa makan dapat mence
gah hati melepaskan glukosa dari simpanan glikogennya ke dalam aliran
darah. Hal ini dapat menyebabkan hipoglikemia.
iii. Beberapa penyakit kritis. Penyakit hati yang parah seperti hepatitis parah
atau sirosis, infeksi berat, penyakit ginjal, dan penyakit jantung lanjut da
pat menyebabkan hipoglikemia. Gangguan ginjal juga dapat mencegah t
ubuh Anda mengeluarkan obat dengan benar. Hal ini dapat mempengaru
hi kadar glukosa karena penumpukan obat yang menurunkan kadar gula
darah.
iv. Kelaparan jangka panjang. Hipoglikemia dapat terjadi dengan malnutrisi
dan kelaparan ketika manusia tidak mendapatkan makanan yang cukup,
dan simpanan glikogen yang dibutuhkan tubuh membuat glukosa habis.
Gangguan makan yang disebut anoreksia nervosa merupakan salah satu c
ontoh kondisi yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan mengakibatka
n kelaparan jangka panjang.
v. Produksi insulin yang berlebihan. Tumor pankreas yang langka (insulino
ma) dapat menyebabkan produksi insulin berlebihan, yang mengakibatka
n hipoglikemia. Tumor lain juga dapat menyebabkan terlalu banyak prod
uksi zat seperti insulin. Sel-sel pankreas yang tidak biasa yang memprod
uksi insulin dapat mengakibatkan pelepasan insulin yang berlebihan, me
nyebabkan hipoglikemia.
vi. Kekurangan hormon. Gangguan kelenjar adrenal dan tumor hipofisis tert
entu dapat mengakibatkan jumlah hormon tertentu yang mengatur produ
ksi atau metabolisme glukosa tidak mencukupi. Anak-anak dapat mengal
ami hipoglikemia jika mereka memiliki terlalu sedikit hormon pertumbu
han.
Hipoglikemia berat dapat ditemui pada berbagi keadaan, antara lain:

7
a. Kendali glikemik teralu ketat
b. Hipoglikemia berulang
c. Hilangnya respon glukagon terhadap hipoglikemia setelah 5 tahun terdiagnos
is DMT1
d. Attenuation of epinephrine, norepinephrine, growth hormone, cortisol respon
ses
e. Neuropati autonom
f. Tidak menyadari hipoglikemia
g. End Stage Renal Disease (ESRD)
h. Tumor penghasil IGF-2 seperti insulinoma dan NICTH (Non Islet Cell Tumo
rHypoglcemia) berupa karsinoma hepatoseluler, tumor Phylloides, GIST (G
astro Intestinal Stromal Tumor), mesothelioma, hemangioperisitoma, adenok
arsinoma, sarkoma, tumor renal, tumor korteks ginjal dan tumor tiroid.
i. Malnutrisi
j. Konsumsi alkohol tanpa makanan yang tepat

Tatalaksana

8
Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Hipoglikemia

Penyulit dari Hipoglikemia:


1. Makroangiopati
a) Pembuluh darah otak: stroke
b) Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
c) Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada pasien
DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah nyeri pada saat be
raktivitas dan berkurang saat istiraah (claudicatio intermittent), namun sering
juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan lain
yang dapat ditemukan pada pasien DM.
d) Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati
a) Retinopati diabetik: kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan meng
urangi risiko atau memperlambat progresi retinopati. Terapi aspirin tidak dap
at mencegah timbulnya retinopati.
b) Nefropati diabetik:
i. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko ata
u memperlambat progresifitas nefropati
ii. Untuk pasien penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan protein samp
ai di bawah 0.8g/KgBB/hari tidak direkomendasikan karena tidak memp
erbaiki risiko kardiovaskular dan menurunkan LFG ginjal.
c) Neuropati
i. Pada neuropati perfier, hilangnya sensasi distal merupakan faktor pentin
g yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan ris
iko amputasi.
Gejala yang sering dirasakn berupa kaki terasa terbakar dan bergetar sen
diri, dan terasa lebih sakit di malam hari.
ii. Setelah diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakuk
an skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal yang simetris d
engan melakukan pemeriksaan neurologi sederhana (menggunakan mon
ofilamen 10 gram). Pemeriksaan ini kemudian diulang paling sedikit seti
ap tahun.
iii. Pada keadaan polineuropati distal perlu dilakukan perawatan kaki yang
memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus dan amputasi.
iv. Pemberian terapi antidepressan trisiklik, gabapentin atau pregabalin dapa
t mengurangi rasa sakit.
v. Semua pasien DM yang diserati neuropati perifer harus diberikan edukas
i perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
vi. Untuk pengelolaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan
bidang/disiplin umum lain.
d) Kardiomiopati
i. Pasien DM tipe 2 memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi untuk terjadiny
a gagal jantung dibandingkan pada non-diabetes
ii. Diagnosis kardiomiopati diabetik harus dipastikan terlebih dahulu bahwa
etiologinya tidak ada berkaitan dengan adanya hipertensi, kelainan katup
jantung, dan penyakit jantung koroner.

9
iii. Pada pasien diabetes disertai dengan gagal jantung, piilihan terapi yang d
isarankan adalah golongan penghambat SGLT-2 atau GLP-1 RA.
e) Pencegahan hipoglikemia
i. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemia, pengangan sem
entara, dan hal lain yang harus dilakukan.
ii. Anjurkan melakukan PDGM, khusunya bagi pengguna insuli atau obat o
ral golongan insulin sekretagog.
iii. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tenta
ng: dosis, waktu mengkonsumi, efek samping.
iv. Bagi dokter yang menghadapi pasien DM dengan kejadian hipoglikemia
perlu melakukan:
1. Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien
2. Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan me
lakukan program ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seper
ti: jadwal makan, kegiatan olah raga, atau adanya penyakit penyerta
yang memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh terhdap gluk
osa darah.
3. Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkina
n menimbulkan hipoglikemia.

2. Ketoasidosis diabetik, atau DKA, adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa y
ang disebabkan ketika tidak memiliki cukup insulin dan hati harus memecah lemak m
enjadi keton untuk energi, tetapi terlalu cepat untuk ditangani oleh tubuh. Penumpuka
n keton dapat mengubah kimia darah dan meracuni. Seseorang bisa mengalami koma.
DKA adalah komplikasi paling umum dari diabetes tipe 1 , tetapi juga mungkin terjad
i pada diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional. Orang tersebut mungkin tidak:
a) Tidak menyuntikkan insulin yang cukup, atau membutuhkan lebih dari biasa
nya
b) Tidak cukup makan makanan
c) Memiliki reaksi insulin (gula darah rendah) saat mereka sedang tidur
Pemicu DKA yang paling umum adalah sedang sakit atau mengalami infeksi. Beberap
a obat-obatan atau stres berat, seperti serangan jantung, juga dapat menyebabkannya.
DKA dapat terjadi dengan cepat, biasanya dalam waktu kurang dari 24 jam.
Gejala awalnya adalah:
 Rasa haus yang ekstrim
 Mulut kering
 Sering kencing

Gejala yang lebih serius adalah:


 Lelah sepanjang waktu
 Kulit kering atau memerah
 Nafas yang berbau buah
 Mual, muntah, atau sakit perut
 Kesulitan bernapas
 Merasa pusing, bingung, atau pingsan

10
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
 Infark miokard akut
 Edema otak
 Kematian < 5%

Ketoasidosis diabetic adalah suatu keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang


ditandai oleh tria hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisi
ensi insulin absolut atau relatif.
Patofisiogi:
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator ( glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan), keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan u
tilisasi sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala
dan tanda klinis KAD dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu:
Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis

Gambar 2. Patofisologi KAD

Tatalaksana KAD :

11
Gambar 3. Tatalaksana KAD

3.Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS) adalah komplikasi akut pada diabetes


melitus. Perubahan istilah HHS menjadi HONK (koma hiperosmolar non ketotik)
terjadi karena hiperglikemik hiperosmolar memungkinkan fakta bahwa beberapa
pasien mungkin sangat sakit tetapi tidak koma dan bisa terjadi ketotik ringan dan
asidosis. Angka kematian keseluruhan diperkirakan setinggi 20%, yaitu sekitar 10 kali
lebih besar daripada Ketosidosis Diabetik (KAD). HHS sering dipersulit oleh infeksi,
komplikasi vaskular, kejang, edema serebral, dan mielinolisis pontine sentral
(CPM).HHS merupakan suatu kedaruratan metabolik yang serius namun jarang
ditemui, angkat morbiditas dan mortalitas sangat tinggi jika tidak ditangani dengan
segera dan adekuat. Definisi tepat HHS tidak ada tetapi ada fitur karakteristik yang
membedakannya dari keadaan hiperglikemia lain seperti ketoasidosis. Mendefinisikan
HHS dengan osmolalitas saja tidak tepat tanpa mempertimbangkan fitur klinis
lainnya. Diagnosa dapat ditegakkan jika ditemukan keadaan :
1. Hypovolemia
2. Hiperglikemia ( ≥ 30 mmol/L atau 540 mg/dL) tanpa tanda hiperketonemia (<3
mmol/L) atau asidosis (pH>7.3 , bikarbonat >15 mmol/L)
3. Osmolaritas ≥ 320 mOsm/Kg.

Faktor Pencetus
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada faktor yang
mencetuskannya. Faktor pencetus HHS antara lain infeksi (bronkopneumonia, infeksi
saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit sere-brovaskular, infark
miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan
gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi intestinal), obatobatan

12
(diuretik, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon, interferon, agen
simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin). Faktor
predisposisi terjadinya HSS paling umum adalah infeksi pada 40-60% pasien, dan
infeksi yang paling sering adalah bronkopneumonia.

Gambar 4. Patofisiologi HHS

Gejala Klinis
Pasien dengan HHS, umumnya berusia lanjut, sering tidak ada riwayat DM, dan
pasien DM tipe 2 yang dapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Sering
juga dijumpai pada penggunaan obat yang dapat meningkatkan gula darah, seperti
diuretik. Keluhan pasien HHS ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang, dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika
dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf,
disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata
cekung dan perabaan ektremitas yang dingin serta denyut nadi yang cepat dan
lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi, dapat
pula dijumpai distensi abdomen yang membaik setelah rehidrasi adekuat.

Gambar 5. Tatalaksana HHS

13
Kesimpulan

Pasien diabetes sering memanfaatkan sistem perawatan pra-rumah sakit. Masalah


umum dalam kelompok ini termasuk DKA, HHS, hipoglikemia, hiperglikemia tanpa
asidosis, dan masalah medis umum lainnya yang dapat bermanifestasi dengan
presentasi atipikal. Pertimbangan yang cermat dari diagnosis ini pada semua pasien
diabetes akan menghasilkan diagnosis dan pengobatan lebih awal.Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci dari manajemen terutama KAD
adalah diagnosis, tatalaksana, dan pemantauan yang baik. Diagnosis harus
dilakukan secaratepat. Tatalaksana harus mencakup terapi cairan, insulin, koreksi
gangguan elektrolit, pemantauan, dan penanganan infeksi,dapat menjadi pelajaran
dalam mengelola KAD,misalnya bahwa koreksi kaliumharus diberikan sejak awal
resusitasi agar tidak menimbulkan hipokalemia di kemudian hari. Pemantauan yang
baik juga dapat membantu mengenali gangguan elektrolit ini secara lebih dini.

14
Daftar Pustaka

1. Ioannidis I. Diabetic coma. In: Katsilambros N, Diakoumopoulou E, Ioannidis I,


Liatis S, Makrilakis K, Tentolouris N, Tsapogas P (ed), Diabetic ketoacidosis in
adults 31 Diabetes in Clinical Practice, Questions and Answers from Case Studies,
West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd, 2006: 81-91.
2. Umpierrez GE, Smiley D, Kitabchi AE. Narrative review: ketosis-prone type 2
diabetes mellitus. Ann Intern Med 2006; 144: 350-7.
3. Faich GA, Fishbein HA, Ellis SE. The epidemiology of diabetic acidosis: a
population-based study Am J Epidemiol 1983; 117: 551-8.
4. Katsilambros N. Epidemiology of acute manifestations and complications. In:
Williams R, Papoz L, Fuller J (ed), Diabetes in Europe, A Monograph on Diabetes
Epidemiology in Europe produced as part of the ‘Eurodiab’ Concerted Action
Programme of the European Community, London, UK: John Libbey & Company Ltd,
1994: 39-209.
5. Ellemann K, Soerensen JN, Pedersen L, Edsberg B, Andersen O. Epidemiology
and treatment of diabetic ketoacidosis in a community population. Diabetes Care
1984; 7: 528-32.
6. Wyckoff J, Abrahamson MJ. Diabetic ketoacidosis and hyperosmolar
hyperglycemic state. In: Kahn R, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM,
Smith RJ (ed), Joslin’ s Diabetes Mellitus, 14th edn, Philadelphia, USA: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005: 887-99.
7. Javor KA, Kotsanos JG, McDonald RC, Baron AD, Kesterson JG, Tierney WM.
Diabetic ketoacidosis charges relative to medical charges of adult patients with Type I
diabetes. Diabetes Care 1997; 20: 349-54.
8. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI,
Wall BM. Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes
Care 2001: 24: 131-53.
9. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, et al. Hyperglycemic crises in adult
patients with diabetes: a consensus statement from the American Diabetes
Association. Diabetes Care 2009; 32: 1335-43.
10. Krentz AJ, Nattrass M. Acute metabolic complications of diabetes: diabetic
ketoacidosis, hyperosmolar non-ketotic hyperglycemia and lactic acidosis. In: Pickup
JC, Williams G (ed), Textbook of Diabetes Mellitus, 3rd edn, Oxford, UK: Blackwell
Publishing, 2003: 32. 1-24.
11. Maldonado M, Hampe CS, Gaur LK, et al. Ketosis-prone diabetes: dissection of a
heterogeneous syndrome using an immunogenetic and beta-cell functional classifi
cation, prospective analysis, and clinical outcomes. J Clin Endocrinol Metab 2003;
88: 5090-8.
12. Balasubramanyam A, Nalini R, Hampe CS, Maldonado M. Syndromes of ketosis-
prone diabetes mellitus. Endocr Rev 2008; 29: 292-302.
13. Umpierrez, GE. Ketosis-prone type 2 diabetes: time to revise the classify cation
of diabetes. Diabetes Care 2006; 29: 2755-7.
14. Newton CA, Raskin P. Diabetic ketoacidosis in Type 1 and Type 2 diabetes
mellitus. Arch Intern Med 2004; 164: 1925-31.
15. Pinero-Pilona A, Raskin P. Idiopathic Type 1 diabetes. J Diabetes Complications
2001; 15: 328-35.
16. Alemzadeh R, Wyatt DT. Type 1 diabetes mellitus. Dalam: Behrman RE, 65 II
Juli-Desember 2013 Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2003. h.1948-67.

15
16

Anda mungkin juga menyukai