Anda di halaman 1dari 21

TUGAS DIABETUS MILLETUS DAN PENGKAJIAN SISTEM ENDOKRIN

OLEH : ASMAUL HUSNA (1O1420108012)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA 2012

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa : Kami mempunyai salinan dari makalah ini yang dapat kami serahkan ulang jika makalah yang dikumpulkan hilang atau rusak. Makalah ini adalah hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang telah kami tuliskan dalam referensi, serta tidak ada seorang pun yang membuatkan makalah ini untuk saya. Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bangkalan, 01 April 2012

BAB I PEMBAHASAN 1.1 Definisi diabetes milletus

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi

makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long) Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart) Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO). Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002). Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadarglukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

1.2 Etiologi Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya. Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu : a.Faktor genetic Riwayat keluarga dengan diabetes : Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %. b.Faktor non genetic 1.)Infeksi Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus. 2.)Nutrisi a.)Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin. b.)Malnutrisi protein c.)Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis. 3.)Stres Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara. 4.)Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat

1.3 Klasifikasi Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu : a. Diabetes mellitus type insulin,

Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. b. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : 1) Non obesitas 2) Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. c. Diabetes mellitus type lain 1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. 2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :

Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik 3) diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

1.4 Patofisiology & WOC Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah

glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

1.5 Gejala klinis Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut : Pada tahap awal sering ditemukan : a. Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. b. Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. c. Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. 1.6 Diagnosis Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa 1.7 Penata laksanaan Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J(jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu : J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan. J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar. J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis) Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain : a.Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %. b.Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %. c.Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %. d.Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal. Indikasi diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya. Indikasi diet B : Diberikan pada penderita diabetes terutama yang : a.Kurang tahan lapan dengan dietnya.

b.Mempunyai hyperkolestonemia. c.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner. d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata. e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun Indikasi diet B1 Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang : a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia. b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %. c.Masih muda perlu pertumbuhan. d.Mengalami patah tulang. e.Hamil dan menyusui. f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis. g.Menderita tuberkulosis paru. h.Menderita penyakit graves (morbus basedou). i.Menderita selulitis. j.Dalam keadaan pasca bedah. Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi. Indikasi B2 dan B3 Diet B2 Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt. Sifat-sifat diet B2 a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang. b.Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial. c.Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 2300 kalori / hari. Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.

Diet B3 Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt Sifat diet B3 a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari). b.Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari. c.Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein). d.Tinggi karbohidrat dan rendah lemak. e.Dipilih lemak yang tidak jenuh. Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.

1.8 Komplikasi 1) Hiperglikemia - Insulin menurun - Glukagon meningkat - Pemakaian glukosa perifer terhambat 2) Hipoglikemia - KGD < 60 mg% - Akibat terapi insulin 3) Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis, ketonbodi, koma 4) Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual, muntah, kembung 5) Nefropati Diabetik : proteinuria 6) Retinopati Diabetik : penglihatan kabur 7) Ulkus/Gangren 8) Kelainan Vaskuler - Mikrovaskuler - Makrovaskuler

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus : a. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. b. Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. c. Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. d. Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. e. Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. f. Nyeri Pembengkakan perut, meringis. g. Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. h. Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. i. Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

2.2 Diagnosa keperawatan 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.

b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. 3. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan

ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. 4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. 5. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain 6. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

2.3 Intervensi Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar Intervensi : 1) Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. 3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine. Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. 4) Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. Berikan terapi cairan sesuai indikasi. elektrolit dalam batas normal.

Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. 2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : 1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat 2) Menunjukkan tingkat energi biasanya 3) Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi : 1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien. Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). 3) Identifikasi etnik/kultural. Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. 4) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien 5) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan

Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Tujuan : 1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. 2) Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi : 1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.

Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. 2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. 3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.

Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.

Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM ENDOKRIN A. Pemeriksaan diagnostic pada kelenjar Hipofise : 1. Foto Tengkorak (cranium) Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting. 2. Foto tulang (osteo) Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan. 3. CT scan Otak Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur. 4. Pemeriksaan darah dan urin 5. KADAR GROWTH HORMON Nilai normal 10g/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada. 6. KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH) Nilai normal 6-10 g/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus. 7. KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH) Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam. 1) Persiapan Tidak ada pembatasan makan dan minum 2) Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.

Normal bila ; ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl 17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg. Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametason 1 mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg. 3) Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman specimen 4) Cegah stress fisik dan psikologis Pelaksanaan 1. Klien diberi deksametason 4 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari 2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc 3. Urine ditampung selama 24 jam 4. Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laborator

B. Pemeriksaan diagnostic pada kalenjar tiroid : 1) T3 dan T4 Serum Persiapan fisik secara khusu tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc. 1. Nilai normal pada orang dewasa: Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl T3 : 0.2-0.3 mg/dl T4 : 6-12 mg/dl 2. Nilai normal pada bayi/anak:T3 : 180-240 mg/dl 2) Up take T3 Resin Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid ( T3 ) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.

Nilai normal pada : - Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin - Anak : pada umumya tidak ada 3) Protein Bound Iodine (PBI) Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8 jam. 4) Laju Metabolisme Basal (BMR) Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu. Persiapan: -klien puasa sekitar 12 jam -hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress -klien harus tidur paling tidak 8 jam -tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedative -jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya -tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan Pelaksanaan -segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi -dihitung dengan rumus BMR (0.75 pulse ) + ( 0.74 Tek Nadi ) -72 -nilai normal BMR : -10 s/d 15 % 5) Scanning Tyroid Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain : - Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin ( berfungsi atau tidak berfungsi ). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam. C. Permeriksaan diagnostic pada kalenjar paratiroid 1) Percobaan Sulkowitch :

Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi. Persiapan -urine 24 jam ditampung ditampung. -makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut. Pelaksanaan -masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung. -ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol. Pembacaan hasil secara kuantitatif : Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus Positif (++) : kekeruhan sedang Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika. 2) Percobaan Ellwort Howard Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon. Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya.pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah. 3) Percobaan Kalsium Intravena Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, pospor : :

serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat. 4) Pemeriksaan radiologi Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang. 5) Pemeriksaan Elektrokardiogran ( EKG ) Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q T mungkin normal. 6) Pemeriksaan Elektromiogram ( EMG ) Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada. D. Pemeriksaan diagnostic pada kalenjar pancreas Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam. Nilai normal : Dewasa : 70-110 md/dl Bayi : 50-80 mg/d Anak-anak :60-100 mg/dl Persiapan Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan Pelaksanaan 1) Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10cc. 2) Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera. 3) Bila klien mendapatkan pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.

4) Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program. Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP (post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan darah puasa,kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung paad kondisi klien. Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu di ingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-obatan senentara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan. E. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal 1) Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah Nilai normal pada : Dewasa wanita :37-47 % Pria : 45-54% Anak-anak :30-40% Neonatal :44-62% Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan. Pemeriksaan Elektrolit Serum ( Na, K, Cl ), dengan nilai normal : Natrium : 310 335 mg ( 13.6 14 meq / liter ) Kalium : 14 -20 mg% ( 3.5 5.0 meq/liter ) Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq /liter) Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus. 2) Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)

Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus. 3) Stimulasi test Daimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.

Daftar pustaka

Guyton, arthur. C. 1996. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cet. 4, ed. 7. Jakarta : EGC. Hartanto, huriawati,2005. Kamus saku mosby kedokteran, keperawatan, kesehatan. Jakarta : EGC http : //www. Harun yahya.com/indo/buku/hormon/images_hormon/80.jpg Rumahorbo, hotma. 2005. Askep klien dengan gangguan sistem endokrin. Jakarta : EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mehasiswa perawat. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai