Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

ENTEROBACTERIACEAE

MAKALAH

Oleh :

ASNA SAFITRI

190610033

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

JULI 2021
A. LATAR BELAKANG

Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk


batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang.
Enterobacteriaceae bersifat anaerob fakultatif, memiliki struktur antigenik yang
komplek, dan menghasilkan berbagai toksin yang mematikan. Salah satu anggota
famili Enterobacteriaceae yaitu Klebsiella pneumonia. Bakteri ini berada dalam
sistem pernafasan dan pencernaan kurang lebih 5% pada individu normal dan
merupakan patogen oportunistik karena hanya mempengaruhi individu dengan
daya tahan tubuh yang lemah. Klebsiella pneumonia juga merupakan patogen
nosokomial yang dapat menimbulkan konsolidasi hemorrhagic intensif pada paru-
paru. Kadang-kadang bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah (Brooks et al., 2005).

Sebagai langkah penanganan infeksi Klebsiella pneumonia, antibiotic


golongan betalaktam merupakan antibiotik yang paling sering digunakan. Dengan
berjalannya waktu, antibiotik ini mengalami resistensi akibat dihasilkannya enzim
betalaktamase oleh bakteri. Produksi enzim betalaktamase ini merupakan
mekanisme utama terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik betalaktam
dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam pada antibiotik (Al-Jasser, 2006).

Untuk menangani masalah tersebut, maka pada tahun 1980-an sefalosporin


generasi ketiga dengan spektrum luas dipasarkan untuk mengatasi bakteri resisten
penghasil enzim betalaktamase. Antibiotik ini lebih disukai dan lebih banyak
digunakan karena absorbsinya tidak dipengaruhi makanan, bersifat bakterisidal,
mempunyai efek nefrotoksik yang lebih kecil disbanding polimiksin dan
aminoglikosida. Namun, seiring penggunaan antibiotik yang meluas, timbul
permasalahan baru dengan munculnya bakteri resisten yang telah bermutasi
menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Enzim ESBL
ini dapat menghidrolisis penisilin, sefalosporin generasi pertama, kedua, ketiga,
dan aztreonam (kecuali sefamisin dan karbapenem). Aktivitas enzim ESBL dapat
dihambat oleh inhibitor betalaktamase seperti asam klavulanat. Gen pengkode
enzim ESBL berada di plasmid yang mudah dipindahkan ke bakteri lain sehingga
terjadi penyebaran resistensi (Winarto, 2009). Bakteri yang paling banyak
memproduksi enzim ESBL adalah bakteri famili Enterobacteriaceae, terutama
Klebsiella pneumonia dan Escherichia coli (Afunwa et al., 2011).

B. DEFISINI

Enterobacteriaceae adalah kelompok batang gram negatif yang besar dan


heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan (Brooks
et al, 2008). Kebanyakan Enterobacteriaceae merupakan flora normal pada saluran
pencernaan meskipun ada juga yang beberapa tersebar luas di lingkungan sekitar
(Tham, 2012). Enterobacteriaceae dapat menyebabkan beberapa penyakit infeksi
seperti septikemia, infeksi saluran kemih (ISK), pneumonia, kolesistitis,
kolangitis, peritonitis, meningitis dan gastroenteritis (Brooks et al, 2008).

Enterobacteriaceae famili bakteri yang terdiri dari sejumlah genus dan


spesies bakteri yang memiliki sifat yang sama, yaitu bersifat gram negatif, tidak
memiliki spora, bergerak dengan peritrichious flagellate, memiliki struktur
antigen yang komplek dan habitat normalnya di saluran pencernaan bagian bawah.
Kuman family Enterobacteriaceae juga dapat diisolasi dari alam bebas, seperti
tanah, air serta bahan-bahan yang sedang mengalami pembusukan.

Apabila kuman Enterobacteriaceae berada di luar habitat normal, maka


kuman ini dapat menyebabkan berbagai macam infeksi, yaitu infeksi
salurankemih, infeksi pada luka pasca kecelakaan, infeksi sekunder pada luka
bakar, pneumonia, radang selaput otak dan kuman Enterobacteriaceae ini
merupakan salah satu penyebab infeksi nosocomial. Kuman Enterobacteriaceae
yang diisolasi dari penderita yang dirawat dengan infeksi nosocomial,
memperlihatkan sifat yang multiresisten terhadap berbagai jenis antibiotika.
C. EPIDEMIOLOGI

Bakteri enterik mengukuhkan diri di saluran usus normal dalam beberapa


hari setelah lahir dan sejak saat itu merupakan bagian utama dari aerobik normal
(fakultatif anaerob) mikrobaflora. E coli adalah prototipe. Enterics ditemukan
dalam air atau susu yang diterima sebagai bukti kontaminasi tinja dari limbah atau
sumber lain. Langkahlangkah kontrol tidak layak sejauh flora endogen yang
normal yang bersangkutan. E coli serotipe Enteropathogenic harus dikontrol
seperti salmonella (lihat dibawah). Beberapa enterics merupakan masalah utama
pada infeksi rumah sakit. Hal ini terutama penting untuk mengenali bahwa bakteri
enterik banyak yang "oportunis" yang menyebabkan penyakit ketika mereka
diperkenalkan ke pasien lemah.

Dalam rumah sakit atau lembaga lainnya, bakteri ini biasanya ditularkan
oleh personil, instrumen, atau obat-obatan parenteral. Kendali mereka tergantung
pada mencuci tangan, asepsis ketat, sterilisasi peralatan, desinfeksi, menahan diri
dalam terapi intravena, dan tindakan pencegahan yang ketat dalam menjaga
saluran kemih steril (yaitu, drainase tertutup). Shigellae yang habitat alami
shigellae terbatas pada saluran usus manusia dan primata lainnya, di mana
mereka menghasilkan disentri basiler. Jenis-Jenis Entrobakteriaceae: Salmonella,
Proteus, E.Coli, Shigella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia

Secara epidemiologi didapatkan di beberapa negara dengan prevalensi


berbeda-beda tergantung dari pola pemakaian antibitiotik.

a. Eropa
ESBL pertama kali ditemukan di benua Eropa tepatnya di Jerman pada
tahun 1983 (Rupp dan Fey, 2013). Survei yang dilakukan di Perancis
menunjukkan terdapat 40% K. pneumoniae yang mengalami resistensi
terhadap ceftazidim. Hal yang berbeda ditemukan di Belanda dengan
prevalensi ESBL positif pada E.coli dan K. pneumoniae <1%. Perbedaan
prevalensi di benua Eropa ini belum diketahui penyebabnya (Rupp dan
Fey, 2003).
b. Amerika
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh CDC (Centers for Disease
Control and Prevention) pada tahun 2013, setiap tahunnya terjadi 26.000
infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae penghasil ESBL dan
sekitar 1.700 diantaranya meninggal dunia.
c. Asia
Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Study for Monitoring
Antimicrobial Resistance Trends (SMART) pada tahun 2007, prevalensi
E.coli dan Klebsiella spp. penghasil ESBL yang berasal dari.

D. KARAKTERISTIK
1) Faktor Virulensi

Secara umum, Enterobactericeae tumbuh pada medium pepton atau


ekstrak daging tanpa penambahan natrium klorida atau suplemen lain dan juga
pada agar MacConcey. E. coli dan sebagian besar bakteri enterik lainnya
membentuk koloni yang sirkular, konveks, dan halus dengan tepi yang datar.
Koloni Enterobacteriaceae sama dengan koloni tersebut tetapi lebih mukoid.
Koloni Klebsiella besar akan terlihat sangat mukoid dan cenderung bersatu pada
inkubasi lama. Salmonella dan Shigela akan membentuk koloni yang menyerupai
E. coli tetapi tidak memfermentasikan laktosa. Beberapa strain E. coli
menyebabkan hemolisis pada darah (Brooks et al, 2008).

2) Ciri- ciri

Pada umumnya, Enterobacteriaceae melakukan fermentasi glukosa dan


sering disertai dengan produksi gas. Enterobacteriaceae juga bersifat katalase-
positif, oksidasi negatif, dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Enterobacteriaceae bersifat aerob dan fakultatif anerob serta dapat meragikan
karbohidrat. Kemampuan meragikan karbohidrat antara satu spesies dengan
spesies yang lain tidak sama. Pembentukan gas terutama gas hidrogen dan
karbondioksida selama peragian glukosa juga berbeda-beda antara spesies satu
dengan ragi yang lainnya, hal ini penting untuk mengidentifikasi bakteri
Enterobacteriaceae.

3) Morfologi

Kuman Enterobacteriaceae berukuran 0,5 x 0,3 μm, berbentuk batang,


tidak membentuk spora dan bersifat negatif terhadap pewarnaan gram. Kuman
bergerak aktif dengan peritrichous flagellate. Di dalam family Enterobacteriaceae
terdapat dua genera yang tidak bergerak, karena tidak mempunyai flagella yaitu,
genus Kleibsiella dan Shigella. Selain memiliki flagella, kuman
Enterobacteriaceae juga mempunyai pili yang berfungsi sebagai alat untuk
melekatkan dirinya pada sel host atau sebagai alat untuk memindahkan
bahanbahan genetik dari satu kuman ke kuman yang lain.

Susunan dinding sel lebih komplek, terdiri dari murin, lipoprotein,


phospholipid, protein dan lipopolisakarida. Murein-lipoprotein merupakan 20%
dari dinding sel dan berperan dalam rigiditas dinding sel, sedang 80% sisanya
terdiri dari lipoprotein lipid yang menyusun lapisan ganda yang disebut “lipid
bilayer”. Sebagian besar dinding sel kuman Enterobacteriaceae adalah
lipopolisakarida (LPS) dan bersifat antigenik juga berperan terhadap terjadinya
endotoksemia.
E. KLASIFIKASI

Familinya memilki banyak genus (Escherichia, Shigela, Salmonella,


Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus, dan lain-lain). Enterobacteriaceae
terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, namun hanya hanya 20-25 spesies yang
memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008).
Berikut adalah beberapa genus dari famili Enterobacteriaceae:

a. Enterobacter

Enterobacter terdiri dari 11 spesies, tetapi hanya 8 spesies yang berhasil


diisolasi dari material klinis. Mereka memfermentasikan glukosa dan juga
menghasilkan asam dan gas. Pada umumnya Enterobacter memliki flagel
peritrik. Beberapa strain Enterobacter yang memilki antigen K mempunyai
kapsul sebagai pelindung dari bakteri (NHS, 2014).

b. Escherichia

Escherichia terdiri dari enam spesies dimana empat diantaranya dikenal


sebagai penyebab penyakit pada manusia. Spesies yang paling banyak
diisolasi adalah Escherichia coli (NHS, 2014). E. coli merupakan spesies
yang bersifat fakultatif anaerob yang paling banyak terdapat di saluran
cerna manusia (109CFU/g feses) sehingga ditemukannya bakteri tersebut
pada jumlah tertentu dapat dijadikan sebagai indikator dari kontimanisasi
fekal pada makanan maupun minuman. Beberapa strain dari E. coli
menghasilkan enterotoksin atau faktor virulensi lainnya. Serotipe dan
kelompok patogenitas dari E.coli dibuat berdasarkan lipopolisakaridanya
(O) dan antigen flagelanya (H) (Tham, 2012).

c. Klebsiella

Genus Klebsiella terdiri dari lima spesies dan empat subspesies (NHS,
2014). Seperti E.coli, Klebsiella spesies biasanya ditemukan di traktus
gastrointestinal manusia (104CFU/ g feses). Faktor virulensi yang paling
utama dari Klebsiella adalah kapsul polisakaridanya, yang menyebabkan
permukaan koloninya menjadi berlendir (mucoid). Klebsiella pneumoniae
adalah spesies yang paling banyak diisolasi dari infeksi pada manusia
karena dapat menyebabkan infeksi nosokomial seperti infeksi saluran
kemih (ISK), septikemia, kolesistitis, dan lain-lain (Tham, 2012).

d. Proteus

Proteus terdiri dari empat spesies, dimana tiga diantaranya dapat


menyebabkan penyakit. Semua strain dari Proteus bersifat urease positif
dan motil (NHS, 2014). Proteus sering menjadi penyebab infeksi saluran
kemih (ISK) terutama infeksi pada pasien yang memakai indwelling
catheters atau yang memilki kelainan anatomis atau fungsional pada
saluran kemihnya. Jika dibandingkan dengan E.coli, infeksi yang
disebabkan oleh Proteus cenderung akan lebih parah dan mengarah kepada
kejadian pyelonefritis (Tham, 2014).

e. Shigella

Shigella terdiri atas empat spesies, yaitu Shigella dysenteriae, Shigella


flexnerri, Shigella. boydii, dan Shigella sonnei. Keempat spesies ini
bersifat motil dan cenderung infeksius terutama S. dysenteriae (NHS,
2014).

f. Salmonella

Salmonella teridiri dari dua spesies yaitu Salmonella bongori dan


Salmonella enteritica dan memiliki enam buah sub tipe. Hampir seluruh
serotipe bersifat motil kecuali S. typhi yang menghasilkan gas dari
glukosa. Secara umum, Salmonella menghasilkan hidrogen sulfida, kecuali
S. paratyphi (NHS, 2014).
F. IDENTIFIKASI

1) Salmonella
Klasifikasi
- Domain: Bacteria
- Filum: Proteobacteria
- Kelas: Gammaproteobacteria
- Ordo: Enterobacteriales
- Famili: Enterobacteriaceae
- Genus: Salmonella
- Spesies: S. bongori dan S. enterica

Patogenesis dan Gambaran Klinik


Bakteri ini selain selain menyebabkan infeksi pada manusia juga
menyebabkan patogen bagi hewan yang merupakan reservor pada infeksi
manusia. Hewan-hewan ini meliputi unggas, babi,hewan pengerat ,sapi,
hewan peliharaan. Organisme ini hampir selalu masuk melalui mulut,
biasanya Bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini ialah :
- Demam enterik atau demam tifoid
Gejala ini ditimbulkan hanya oleh beberapa salmonella, tetapi yang
terpenting adalah salmonella typhi. Salmonella yang termakan
mencapai usus haus dan masuk melalui saluran getah bening menuju
aliran darah. Kemudian bakteri di bawa oleh darah menuju berbagai
organ termasuk usus. Setelah masa inkubasi 10- 14 hari timbul demam,
sakit kepala,konstipasi,bradikardia, dan mialgia. Demam yang diderita
sangat tinggi, dan limfa serta hati membesar meski jarang pada kasus
muncul bintik-bintik merah atau rose spots yang timbul sebentar.
- Bakterimia dengan lesi fokal
Biasanya disebabkan oleh S.choleraesuis tetapi dapat disebabkan oleh
setiap genotif salmonela. Setelah infeksi melalui mulut, terjadi infasi
dini terhadap darah dengan kemungkinan timbulnya keadaan jaringan
yang abnormal, pada paru-paru, tulang, selaput otak, dan sebagainya.
- Enterokolitis atau gastroenteritis
Adalah gejala paling sering pada infeksi salmonela. 8 sampai 48 jam
setelah memakan salmonela timbul rasa mual, sakit kepala, muntah,
dan diare hebat dengan beberapa lekosit dalam tinja. Demam ringan
sering terjadi tetapi biasanya sembuh dalam 2-3 hari.

Pengobatan

Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara terapi anti mikroba
pada infeksi Salmonella invasif adalah dengan ampisilin, trimetoprim-
sulfametoksazol, sefalosporin generasi ke tiga, atau kloramfenikol.

2) Klebsiella
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma
Proteobacteria
Orde : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Klebsiella
Spesies :
K. pneumonia, K. ozaena, K. Rhinoscleromatis, K. oxytoca, K. planticola,
K. terrigena, K. ornitinolitika, K. singaporensis, K. variicola, K.
senegalensis, K. miletis, K. Aerogenes

Patogenesis dan gambaran klinik

Melalui saluran pernafasan bagian atas bakteri masuk ke jaringan paru,


terjadi penghancuran jaringan, terbentuk daerah purulen dan nekrosis
parenkim paru, terjadi abses paru, bronkiektasis, bakteri masuk aliran
darah, septicemia, abses liver.

a. Kapsul memiliki kemampuan untuk mempertahankan organisme terhadap


fagositosis dan pembunuhan oleh serum normal.
b. Galur yang berkapsul lebih virulen daripada galur yang berkapsul ( pada
hewan percobaan).
c. Tidak ada toksin selain endotoksin yang berperan pada infeksi oportunistik
Galur Klebsiella pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah
diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan
panas) dan LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli, kemampuan
memproduksi toksin ini diperantarai oleh plasmid Klebsiella pneumoniae.
Menyebabkan pneumonia dapat menginfeksi tempat lain disamping
saluran pernafasan.
Bakteri ini sering menimbulkan pada traktus urinarius karena
nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes
mellitus atau pecandu alcohol. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ini berupa gejala demam akut, malaise (lesu), dan batuk kering,
kemudian batuknya menjadi produktif dan menghasilkan sputum berdarah
dan purulent (nanah). Bila penyakitnya berlanjut akan terjadi abses
nekrosis jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru.
3) Proteus vulgaris
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma
Proteobacteria
Or der : Enterobacteriales
Family :
Enterobacteriaceae
Genus : Proteus
Species : Proteus vulgaris

Penyakit yang ditimbulkan bakteri Proteus vulgaris


Penyakit yang ditimbulkan berupa infeksi tractus urinarius pada
nosocomial infection. Pencegahan nosocomial infection dilakukan dengan
menggunakan kateter dalam keadaan steril. Spesies ini terdapat dalam
beberapa macam serotype, strain x yang mengalami aglutinasi dalam
antiserum terhadap penyakit riketsia tertentu (Dorland : 1996). Proteus
vulgaris dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan diare pada
anakanak.

Pencegahan dari infeksi bakteri Proteus vulgaris


Pencegahannya antara lain adalah :
- Memperhatikan kebersihan sarana umum terutama sumur yang
digunakan sebagai sumber mata air untuk kehidupan sehari-hari.
- Memperhatikan kebersihan diri, mencuci tangan setiap buang air.
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman, memasak air hingga
benar benar matang agar terhindar dari infeksi bakteri.
- Memperhatikan kebersihan luka yang sedang diderita agar bakteri
Proteus vulgaris maupun bakteri yang lain tidak mudah menginfeksi
tubuh.
- Menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit seperti
pemberian multivitamin penambah imunitas tubuh.
4) Escherichia
Klasifikasi
Superdomain :
Phylogenetica
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma
Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family :
Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia
Coli

Patogenesis :
Penyakit yang sering ditimbulkan oleh E. Coli adalah DIARE. Berikut
adalah penyakit diare yang berkaitan.

Penyakit diare yang berkaitan


E. Coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia.
E, Coli ini diklasifikasikan oleh cirri khas sifat – sifat virulensinya dan
setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda,
antara lain:
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
Penyebab penting diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang.
EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil. Faktor yang diperantarai
secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat. Akibat dari
infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri taetapi
dapat juga kronik. Lamanya diare EPEC dapat diperpendek dengan
pemberian anibiotik. Diare terjadi pada manusia, kelinci, anjing,
kucing dan kuda. Seperti ETEC, EPEC juga menyebabkan diare tetapi
mekanisme molekular darikolonisasi dan etiologi adalah berbeda.
EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan
adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus.
Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan
radang.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan sangat penting
menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang. Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC
pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan
mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama
beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak
tahan panas. Prokfilaksis antimikroba dapat efektif tetapi bisa
menimbulkan peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri, mungkin
sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare,
pemberian antibiotic dapat secara efektif mempersingkat lamanya
penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada manusia, babi,
domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial
adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel
enterocit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous
enterotoksin: dua
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel
Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya
dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis
hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia
hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik
mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat
dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan
pada manusia, sapi, dan kambing.
d. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis.
Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering
terjadi pada anak – anak di Negara berkembang dan para wisatawan
yang menuju ke Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa
dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit
melaluii invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan
hanya pada manusia.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara
berkembang. Bakeri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada
sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang
sama dengan ETEC.

G. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

Pengobatan tergantung pada sistem organ yang terlibat. Secara umum,


terapi awal pasiendengan bakteremia mungkin adalah empiris. Pemilihan agen
antimikroba spesifik tergantung pada pola-pola kerentanan setempat.. Setelah
bakteremia dikonfirmasi pengobatan dapatdimodifikasi.Pengobatan dengan
aktivitas intrinsik yang tinggi terhadap K pneumoniae harus dipilih untuk pasien
sakit parah. Contoh obat tersebut termasuk sefalosporin generasi ketiga (misalnya,
cefotaxime, ceftriaxone), carbapene dengan nama genaeriknya
(imipenem/cilastatin), aminoglikosida (misalnya, gentamisin, amikasin), dan
kuinolon. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau terapi
kombinasi. Beberapa ahli menyarankan menggunakan kombinasi dari
aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga sebagai pengobatan. Lainnya
tidak setuju dan merekomendasikan monoterapi. Aztreonam dapat digunakan pada
pasien yang alergi terhadap antibiotik beta-laktam. Kuinolon juga pilihan
pengobatan yang efektif untuk rentan isolat pada pasien, baik alergi carbapenem
atau alergi beta-laktam. Antibiotik lain yang digunakan untuk mengobati rentan
isolat termasuk ampisilin/sulbaktam, piperasilin/tazobactam,
tetrakarsilin/klavulanat, seftazidim, sefepim, levofloxacin, norfloksasin,
gaitfloxacin, moksifloksasin, meropenem, dan ertapenem.

Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara terapi anti mikroba
pada infeksi Salmonella invasif adalah dengan ampisilin, trimetoprim-
sulfametoksazol, sefalosporin generasi ke tiga, atau kloramfenikol.

Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan


dan air oleh hewan pengerat atau hewan lain yang mengeluarkan salmonela.
Unggas, daging dan telur yang terinfeksi harus dimasak dengan sempurna.
Pembawa bakteri tidak boleh membuat atau menyediakan makanan, dan mereka
harus melakukan tindakan higienis yang tetap. Pengendalian dilakukan dengan 2
suntikan suspensi samonela typhi yang dimatikan dengan aseton, diikuti oleh
suntikan booster beberapa bulan kemudian, memberikan imunitas sebagian
terhadap sejumlah kecil bakteri tifoid yang termakan.

Peningkatan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh merupakan upaya


pencegahan paling penting, karena bakteri ini sebenernya sudah ada sebagai flora
normal pada orang sehat. Pencegahan nosocomial infection dilakukan dengan cara
kerja yang aseptic pada perawatan pasien di rumah sakit. Enterobacteria peka
terhadap panas dan dapat dibunuh dengan pemanasan yang merata (di atas 700C).
Sumber utama infeksi bakter ini adalah makananmentah, makanan yang kurang
matang dan kontaminasi silang, yaitu apabila makanan sudahdimasak bersentuhan
dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi misalnya alas
pemotong. Karena itu, pemanasan dengan benar dan penanganan makanan secara
higienisdapat mencegah enterobacteria.

Anda mungkin juga menyukai