Anda di halaman 1dari 90

BAKTERI ENTERIK

BATANG GRAM NEGATIF

Elisabeth D. Harahap
Bagian Mikrobiologi
FK UKRIDA
BAKTERI ENTERIK BATANG GRAM NEGATIF

Mikroaerofilik Aerob Anaerob

Campylobacter Oxidase Oxidase Bacteroides


Helicobacter Negative Positive Fusobacterium
Enterobacteriaceae
Pseudomonas
Alcaligenes
Peragi Tidak Peragi Vibrio
Laktosa laktosa Aeromonas
Salmonella
Escherichia Shigella
Klebsiella Proteus
Enterobacter Morganella
Citrobacter Providencia
Serratia
Enterobacteriaceae tersebar luas di alam,
terdapat di tanah, air dan merupakan flora normal
dalam tubuh manusia dan hewan.

Bakteri ini penyebab bermacam-macam penyakit


pada manusia :
 Bakteremia
 Urinary Tract Infection (UTI)
 Infeksi usus lainnya
Incidence of Enterobacteriaceae associated with bacteremia

2% 3%
4%

4%
Escherichia
Klebsiella
45% Enterobacter
20% Proteus
Enterobacter E. coli
Serratia
Citrobacter
Other

22%
Klebsiella
Bakteri enterik yang merupakan flora normal di
saluran cerna, contoh:
Escherichia, Enterobacter , Klebsiella, Proteus
Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada bagian
tubuh lainnya.

Bakteri enterik patogen di saluran cerna :


Salmonella, Shigella, Vibrio, beberapa strain
Escherichia coli (EPEC, ETEC, EIEC, EHEC, EAEC)
Site of infection
SIFAT-SIFAT
 Batang Gram negatif
 Bergerak (flagel) /tidak bergerak
 Mudah tumbuh pada perbenihan sederhana
 Meragikan glukosa  asam tanpa gas (anaerogen)
atau asam dengan gas (aerogen)
 Peragian karbohidrat lainnya bervariasi
 Mereduksi nitrat  nitrit
 Katalasa positif
 Oksidasa negatif  untuk membedakan
Enterobacteriacea dari batang Gram negatif lainnya.
 Karakteristik koloni pada media diferensial 
dapat digunakan untuk identifikasi.
Struktur antigen Enterobacteriaceae
Lipopolisakharida (LPS)

 merupakan antigen dinding sel utama


 tahan panas
 terdiri dari 3 komponen:
- polisakharida O  penting utk klasifikasi
strain
- polisakharida core  klasifikasi genus
- lipid A  aktivitas endotoksin (faktor
virulensi)
3 jenis antigen
Common Virulence Factors Associated
with Enterobacteriaceae

 Endotoxin
 Capsule
 Antigenic phase variation
 Type III secretion system
 Sequestration of growth factors
 Resistance to serum killing
 Antimicrobial resistance
Faktor virulensi pada Enterobacteriaceae
 Endotoksin  aktivitas toksin ini tergantung
pada komponen lipid A dari lipopolisakharida
yang dilepas pada saat lisis sel.

Efek patofisiologik :
aktivasi komplemen yang menyebabkan
pelepasan sitokin, lekositosis,
trombositopenia
“disseminated intravascular coagulation”,
demam, menurunnya sirkulasi darah tepi,
shock dan mati.
 Kapsul  Enterobacteriaceae yang berkapsul
dapat terhindar dari fagositosis.

 Antigenic phase variation


Variasi antigen  terekspresinya antigen O, K
dan H dibawah kontrol gen.
Masing-masing antigen ini bisa terekspresi
atau tidak terekspresi, sehingga dapat
melindungi bakteri dari “antibody-mediated cell” .
 Sistem sekresi tipe III (Type III Secretion System).
Bakteri patogen mempunyai suatu sistem untuk
mentransfer faktor virulensi ke dalam sel target.
Sistem sekresi tipe III adalah suatu molekul yang
terdiri dari  20 protein yang dapat mentransfer
faktor virulensi ke dalam sel target host.

 Sequestration of Growth Factors


Adanya komponen aerobactin dan enterobactin
pada bakteri dapat melepas ikatan protein
darah (hemoglobin, myoglobin, transferin,
laktoferin).
 Resistance to Serum Killing
Beberapa bakteri dapat dengan cepat dihilangkan
dari darah, tetapi beberapa bakteri patogen tahan
terhadap “serum killing”, mis. kapsul bakteri ,
mencegah ikatan komplemen dengan bakteri.

 Resisten terhadap antimikroba.


Bakteri dapat resisten terhadap antimikroba dan
faktor resisten ini dapat dipindah melalui plasmid.
Escherichia coli

Penyakit
 Septikemia (intra-abdominal infection
 perforasi usus)
 Infeksi saluran kemih (UTI)  80%
 sistitis, pyelonephritis, prostatitis
 Neonatal meningitis ( strain berkapsul / Ag K)
 Gastroenteritis (ETEC, EPEC, EIEC, EHEC, EAEC)
 umumnya di negara berkembang
Transmisi
 Habitat normal : usus manusia dan hewan
 Dapat berkolonisasi pada bagian bawah uretra
dan vagina
 Penularan : endogen dan eksogen (fecal-oral)
Faktor virulensi
 Endotoksin  Lipopolisakharida
 Kapsul  Ag K1
 Adhesin
- Colonization factor antigen
(CFA/I, CFA/II, dan CFA/III)
- Aggregative adherence fimbriae
(AAF/I dan AAF II)
- Bundle-forming pili (Bfp)
- Intimin
- P pili (berikatan dgn antigen P darah)
- Ipa protein (invasion plasmid antigen)
- Dr fimbriae ( berikatan dgn antigen Dr darah)
 Eksotoksin
- Heat stable toxin (STa dan STb)
- Heat labile toxin ( LT-1 dan LT-2)
- Hemolysin
- Shiga toxin ( Stx-1 dan Stx-2)

Patogenesis
 Berbagai faktor virulensi telah diidentifikasi
 Endotoksin  terdapat pada semua strain
 Adhesin  berperan pada UTI
 Faktor kolonisasi  pada infeksi saluran cerna
 Kapsul neonatal meningitidis
 Enterotoksin  gastroenteritis
Ada 5 grup E. coli penyebab gastroenteritis :

 ETEC (Enterotoxigenic E. coli)


 EPEC (Enteropathogenic E. coli)
 EAEC (Enteroaggregative E.coli)
 EHEC (Enterohaemorrhagic E.coli)
 EIEC (Enteroinvasive E.coli)
Bacteria Adhesins Exotoxins
ETEC Colonization factors antigen Heat labile toxin (LT-1)
(CFA/I, CFA/II, CFA/III) Heat stable toxin (STa)

EPEC Bundle-forming pilli (BFP);


Intimin

EAEC Aggregative adherence Enteroaggregative heat


fimbriae (AAF/I, AAF/II, stable toxin;
AAF/III) plasmid encoded toxin

EHEC Bundle-forming pilli (BFP); Shiga toxins


Intimin (Stx-1, Stx-2)

EIEC Invasive plasmid antigen Hemolysin (HlyA)


Uropathogens P pilli; Dr fimbriae
Pathogenic schema of diarrheagenic E. coli
Salmonella

Klassifikasi/taksonomi Salmonella sangat kompleks.


Dari homologi DNA nya, kebanyakan isolat klinis
adalah spesies Salmonella enterica.
Lebih dari 2500 serotip spesies ini telah ditemukan
dan dituliskan sebagai spesies, misal:
Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis,
Salmonella typhimurium, Salmonella enteritidis
Penulisan tersebut tidak tepat.

Cara penulisan yang benar adalah:


Salmonella enterica, serovar. Typhi 
Salmonella Typhi
Salmonella enterica, serovar. Choleraseuis 
Salmonella Choleraesuis
Patogenesis
Infeksi Salmonella  Kuman masuk melalui mulut

Ada 3 gol. utama penyakitnya :

1. Gastroenteritis  Salmonella Enteritidis


Gejala timbul 1-3 hari (masa inkubasi).
Mungkin dalam 12 jam/kurang  diare atau
kejang perut
Demam (tidak terlalu tinggi),
mual, lemas  muntah
Biasanya sembuh dalam beberapa hari.
2. Bakteremia & Septikemia
 Salmonella Typhi, Salmonella Paratyphi ,
Salmonella Choleraesuis

Infeksi oral  sirkulasi darah  organ tubuh,


abses, meningitis, osteomielitis, pneumonia,
endokarditis (pasien dengan daya tahan tubuh
rendah)
Umumnya disebabkan oleh Salmonella Typhi,
Salmonella Paratyphi, Salmonella Choleraesuis.
Resiko lebih berat pada pasien anak, orang tua
dan pasien immunocompromised.
3. Demam enterik  demam tifoid dan paratifoid
(Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi)

Kuman tertelan (makanan/minuman


terkontaminasi)  jaringan getah bening usus 
ductus thoracicus  sirkulasi darah 
masuk organ tubuh (hati, kantong empedu,
limpa, ginjal, sumsum tulang)  dalam masa
inkubasi (10 hari pertama sakit).
Kuman memperbanyak diri dalam jaringan
limfoid  Ekskresi dalam tinja.
Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam,
lemah, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan
myalgia.

Demam meninggi, hati dan limpa membesar.


Timbul “rose spot” pada perut dan punggung.

Dapat terjadi perforasi dan pendarahan usus.


Lesi khas hiperplasia dan nekrosis jaringan limfoid
( Peyer’s patches), radang hati, kantong empedu
dan organ lainnya
Diagnosa laboratorium
Diagnosa Salmonellosis
• Isolasi bakteri dari spesimen
• Kenaikan titer antibodi (O dan H) 
adanya infeksi septikemia/ demam enterik.
Tidak pada gastroenteritis !

a. Pada Gastroenteritis  bahan pemeriksaan tinja


Kuman dapat ditemukan pada minggu I sakit
 sampai beberapa minggu.
b. Pada demam enterik dan septikemia :
Bahan pemeriksaan  darah, tinja, urin dan
sumsum tulang.

Bila perlu, beberapa spesimen darah dan tinja


diperiksa.
Hasil negatif dari satu spesimen belum dapat
dipercaya
Kurva demam tifoid
1. Isolasi Salmonella dari tinja
 dengan perbenihan diferensial, selektif dan
persemaian.

Koloni tersangka (tidak meragi laktosa) 


identifikasi dengan uji biokimia  serologi
dengan antiserum spesifik.
2. Isolasi Salmonella pada demam tifoid :
a. Darah
Dalam minggu pertama sakit
 80-90% positif dari darah
Pada minggu kedua  menurun
Setelah minggu kedua  umumnya negatif.
b. Tinja
Mulai akhir minggu pertama  meningkat
selama dan setelah minggu kedua  sampai
waktu lama.
c. Urin  seperti pada tinja
25% dari kasus S. Typhi  kumannya positif
dalam urin.
3. Reaksi serologi
Digunakan untuk 2 tujuan :
a. Identifikasi kuman yang belum diketahui dengan
menggunakan serum anti yang diketahui.

b. Dengan menggunakan antigen (kuman) yang


diketahui, mendeteksi antibodi dalam serum
pasien dengan penyakit yang belum diketahui

- Tes WIDAL  antibodi O dan H Salmonella Typhi


dan Paratyphi
- Tes TUBEX  antibodi O9/IgM Salmonella Typhi
- Tes TYPHIDOT  antibodi OMP 50 IgM
Interpretasi tes Widal
a. Sebaiknya spesimen serum ganda yang
diambil dengan interval 7- 10 hari
Adanya kenaikan titer ≥ 4kali  tanda infeksi

b. Untuk spesimen serum tunggal:


titer O >320 menunjukkan infeksi
titer H >640

c. Titer Vi tinggi  menandakan “carrier”


Pada tifoid aktif  titer Vi negatif / rendah
Tes TUBEX
Immunoassay Magnetic Binding Inhibition
(IMBI)

Deteksi antibodi IgM terhadap LPS


(Lipopolisakharida) O9 Salmonella Typhi.

Deteksi infeksi akut lebih dini  3-4 hari demam.


Pengobatan & pencegahan
a. Antibiotika :
Fluoroquinolone (ciprofloxacin),
chloramphenicol, trimethoprim-sulphamethoxazole
atau broad-spectrum cephalosporin.
Perlu uji kepekaan isolat terhadap antibiotika.

b. “Carrier” Salmonella Typhi dan Salmonella


Paratyphi perlu diobati.

c. Vaksinasi terhadap Salmonella Typhi perlu untuk


wisatawan yang akan datang ke daerah endemis.
Genus Shigella
(S. dysenteriae/S. shigae; S. flexneri; S. sonnei;
S. boydii)  penyebab disenteri basiler

• Batang negatif Gram


• Bersifat aerob / anaerob fakultatif
• Tidak bergerak
• Tidak meragi laktosa, kecuali S. sonnei
• Peragian gula lainnya tidak membentuk gas
• Mempunyai antigen spesifik untuk jenisnya
• Ditemukan dalam saluran pencernaan manusia
dan primata
Proses patologik
Infeksi Shigella terbatas hanya dalam usus,
jarang masuk dalam sirkulasi darah.
Shigella sangat menular, dosis infeksi ± 10³ mo.
(dosis infeksi salmonella dan vibrio 10⁵ - 10⁸).
Invasi sel epitel mukosa, mikroabses dinding
usus besar dan terminal ileum 
nekrosis selaput mukosa, ulkus superfisial,
pendarahan, pembentukan“pseudomembran”
pada daerah ulkus, terdiri dari fibrin, lekosit ,
sel mati, selaput nekrotik dan kuman.
Setelah proses selesai, jaringan granulosit
mengisi ulkus  jaringan parut
1.Gejala variabel
Dari sakit perut ringan  parah
Kebanyakan relatif ringan.

2. Masa inkubasi 1 – 2 hari


Timbul tiba-tiba, sakit perut, kejang perut, diare
dan demam. Tinja mula-mula lunak disertai cairan,
kemudian mengandung pus, lendir dan darah.
Pada saat ini biasanya terasa nyeri hebat dan
tenesmus. Kuman terdapat dalam tinja di dalam
ulkus (dalam jumlah besar). Kadang-kadang kuman
sampai ke kelenjar getah bening mesenterik,
tetapi tidak sampai masuk saluran darah.
3. Biasanya sembuh sendiri dalam beberapa hari.
Pada anak kecil, orang lanjut usia atau pasien
dengan daya tahan tubuh sangat rendah 
dapat meninggal karena dehidrasi
 (metabolisme terganggu).

4. Setelah sembuh  menjadi pembawa kuman


(“carrier”) untuk waktu relatif singkat, tetapi
ada juga carrier kronik dan mengalami
infeksi berulang.
Pengobatan
Kasus ringan  sembuh dalam 24-48 jam tanpa
pengobatan.

Kasus berat  perawatan suportif.


Antibiotika: ciprofloksasin, ampisilin,
doxycyclin, trimethoprim-sulfamethoxazole

Antitoksin terhadap eksotoksin


S. dysenteriae tip I  telah tersedia
Epidemiologi, pencegahan & pengawasan
• Penyebaran melalui tinja  ke mulut ( “fecal-oral”)
melalui tangan, lalat dari tinja  makanan.
“Food, Fingers, Feces and Flies”
• Paling banyak pada negara tropis / panas.
• Sering terjadi di RS jiwa / tempat yang kurang bersih
• Pembawa (“carrier”)  sebagai sumber infeksi
• Pencegahan & pengawasan  sanitasi termasuk
pengawasan pembuangan kotoran.
• Penemuan “carrier” sangat penting, terutama pada
pengelola makanan.
• Penggunaan vaksin masih terus dalam penelitian
dan percobaan lapangan.
Yersinia enterocolitica
Enterobacteriaceae penyebab gastroenteritis.
Penularan melalui menelan makanan minuman
yang terkontaminasi.
Setelah masa inkubasi 1-10 hari (± 4-6 hari), gejala
penyakit : diare, demam dan sakit perut.

Menyebabkan infeksi melalui makanan pada bayi


terutama dinegara dingin.
Bakteri ini hidup baik pada suhu 22⁰ - 25⁰ C.

Ditemukan pada berbagai macam hewan ; tikus,


kelinci, babi, kambing, kucing, kuda dan hewan
peliharaan lainnya.
Karakteristik :
• Batang negatif Gram
• Zoonosis
• Penyebab penyakit pada manusia serotip
O3, O8,O9.

Identifikasi Laboratorium :
• Tidak meragi laktosa
• Ureasa positif dan Oksidasa negatif
• “bipolar staining” (Wayson)
• Anaerob fakultatif
• Bergerak pada 25⁰ C ; tidak bergerak pada 37⁰ C
Transmisi :

Menelan makanan / minuman terkontaminasi


(susu tidak dipasteurisasi, daging mentah dsb).
Bakteri  menempel dan menembus ujung ileum
 ileocolitis non-spesifik  infeksi kelenjar
getah bening dan bakteremia.

Gejala klinis : demam, sakit perut dan diare


dapat berdarah

Y. enterocolitica dapat tumbuh pada suhu dingin.


Pada thn 1987, pertama dilaporkan Y. enterocolitica
menyebabkan bacteremia yang berhubungan dengan
transfusi darah dan shock endotoksik. Ini disebabkan
Yersinia dapat tumbuh pada 4°C, sehingga bakteri ini
dapat berkembang biak dalam darah yang disimpan
pada suhu dingin.

Pengobatan dan pencegahan :

Kebanyakan infeksi usus sembuh sendiri. Bila perlu


pengobatan dengan aminoglikosid, trimethoprim-
sulfamethoxazole atau cephalosporin.
Mencegah makanan dan minuman terkontaminasi.
VIBRIONACEAE
Genus : Vibrio
Vibrio cholerae Penyebab kolera
Karakteristik:

• Batang bengkok Gram negatif


• Gerak aktif (flagel polar)
• Aerob / anaerob fakultatif
• Mudah tumbuh pada perbenihan sederhana
• pH alkali memberikan pertumbuhan yg baik
• Tumbuh cepat pd kaldu pepton alkali (pH 8,4)
• Penyebab penyakit kolera, suatu penyakit
usus yg akut (enteritis) disertai dehidrasi dan
shock.
Struktur Antigen
• Antigen somatik (O), termostabil
• Antigen flagel (H), termolabil
• Antigen yg spesifik jenis (tip)  Ag O
• Vibrio cholerae O1 dan O139 pembentuk
“cholera-toxin”
• 2 biotip V. cholerae O1: Classical dan El Tor
• Vibrio cholerae (yg klasik dan El Tor) digolongkan
kelompok O1.
• Vibrio cholerae O1 terdiri dari 3 serotip:
Inaba, Ogawa dan Hikojima
Patogenesis

1.Vibrio cholerae secara alam hanya patogen pada


manusia (pada percobaan hewan dapat diinfeksi).
2. Kuman terlokalisasi dalam usus.
Di dalam usus memperbanyak diri dan
mengeluarkan enterotoksin / cholera toxin (LT)
 meningkatkan aktivitas siklasa-adenil 
produksi siklik AMP meningkat  terjadi
hipersekresi cairan dan elektrolit  diare
Tubuh kehilangan air dan elektrolit, menyebabkan
dehidrasi, asidosis, shock dan mati.
Jaringan usus ternyata tetap utuh.
Gejala Penyakit
1.Masa inkubasi sangat pendek umumnya 1-4 hari,
dapat juga kurang dari 24 jam.
Timbul dengan tiba-tiba : rasa mual, muntah2
dan diare ber-ulang2 dgn kejang perut.

2. Tinja berupa air beras (tidak kotor/bau) 


mengandung lendir, sel epitel dan kuman
vibrio dalam jumlah besar.
Kehilangan cairan sangat cepat (1L / jam) juga
garam  dehidrasi yg hebat, kolaps pembuluh
darah dan anuria.

3. Kedua biotip kolera memberikan gejala yang sama.


Diagnosa laboratorium
Spesimen : tinja / muntahan  ditanam dalam
kaldu pepton alkali dan TCBS (Thiosulphate
Citrate Bile Sucrose)
Koloni tersangka (warna kuning pd TCBS)
Identifikasi dengan uji biokimia dan serologi
dengan antiserum O1 dan O139
Pengobatan & Pencegahan
1.Sangat penting pengobatan dini untuk mencegah
kematian dan mempercepat kesembuhan.

2. Terapi paling utama  penggantian cairan dan


elektrolit yg hilang untuk menghindari dehidrasi
dan kehilangan garam yang berlebihan.

3. Antibiotika (mis. azithromycin) mengurangi


bakteri dan produksi eksotoksin.

4. Vaksin kombinasi sel bakteri dgn toksin cholera


subunit B yg diinaktivasi telah tersedia.
5. Vibrio choleare tahan hidup di luar tubuh,
terutama pada air payau sampai beberapa
minggu.

6. Pengawasan dan pencegahan tergantung pada


perbaikan sanitasi, termasuk pembuangan tinja.

Pasien harus diisolasi  karantina.


Penyakit dan pengobatan

• Penyebab gastroenteritis (setelah menelan


sea-food yang terkontaminasi).
• Masa inkubasi 12-24 jam ,mual, muntah,
kejang perut, demam dan diare cair
sampai berdarah dapat terjadi.
• Produksi enterotoksin termostabil hemolisin
(Kanagawa-hemolisin)
• Sumber infeksi : “sea-food”
• Pengobatan : biasanya sembuh sendiri
• Pada kasus yg parah : Infus + antibiotika
• Pengawasan : makanan laut harus dimasak
Diagnosa laboratorium
Spesimen : tinja / muntahan  ditanam dalam
kaldu pepton alkali dan TCBS (Thiosulphate
Citrate Bile Sucrose)
Koloni tersangka (warna kuning pd TCBS)
Identifikasi dengan uji biokimia dan serologi
dengan antiserum O1 dan O139
Pengobatan & Pencegahan
1.Sangat penting pengobatan dini untuk mencegah
kematian dan mempercepat kesembuhan.

2. Terapi paling utama  penggantian cairan dan


elektrolit yg hilang untuk menghindari dehidrasi
dan kehilangan garam yang berlebihan.

3. Antibiotika (mis. azithromycin) mengurangi


bakteri dan produksi eksotoksin.

4. Vaksin kombinasi sel bakteri dgn toksin cholera


subunit B yg diinaktivasi telah tersedia.
5. Vibrio choleare tahan hidup di luar tubuh,
terutama pada air payau sampai beberapa
minggu.

6. Pengawasan dan pencegahan tergantung pada


perbaikan sanitasi, termasuk pembuangan tinja.

Pasien harus diisolasi  karantina.


Vibrio parahaemolyticus
Pertama-tama dilaporkan di Jepang, kemudian
 daerah lain.
Sifat holofilikperlu NaCl 2 %
Produksi toksin termostabil hemolisin (Kanagawa-
hemolisin)
Tidak meragi sukrosa
Pada TCBS  warna koloni hijau
Penyakit dan pengobatan

• Penyebab gastroenteritis (setelah menelan


sea-food yang terkontaminasi).
• Masa inkubasi 12-24 jam ,mual, muntah,
kejang perut, demam dan diare cair
sampai berdarah dapat terjadi.
• Produksi enterotoksin termostabil hemolisin
(Kanagawa-hemolisin)
• Sumber infeksi : “sea-food”
• Pengobatan : biasanya sembuh sendiri
• Pada kasus yg parah : Infus + antibiotika
• Pengawasan : makanan laut harus dimasak
Campylobacter & Helicobacter
Campylobacter jejuni
Karakteristik
• Batang negatif Gram (bentuk “S”, koma)
• bergerak (mempunyai 1 flagel polar)
memerlukan suasana mikroaerofoilik
(O2 5% dan CO2 10%)
• Oksidasa positif
• Katalasa positif
• Tidak meragi karbohidrat
• Produksi H2S
Struktur antigen
Lipopolisakarida  Endotoksin
Toksin yang penyebab CPE ekstraseluler
dan enterotoksin  telah ditemukan 

Patogenesis
Infeksi oral (melalui makanan, minuman)
atau kontak dengan hewan/produk hewan
terinfeksi.
C. jejuni  sensitif asam lambung.
dengan menelan 104 mo 
menimbulkan infeksi
Bakteri memperbanyak diri dalam usus kecil 
menembus epitel usus  inflamasi  tinja dgn
sel darah merah dan lekosit.
Kadang-kadang  aliran darah  demam enterik

Manifestasi klinis
- kejang perut, diare disertai darah,
sakit kepala, dan demam.
- C. jejuni  biasanya sensitif Eritromisin
Infeksi Campylobacter jejuni dapat menyebabkan
 Guillain-Barré Syndrome (GBS)

Pada kasus Guillain-Barré Syndrome ini, antibodi


yang terbentuk menyerang sistim saraf tepi
dan menyebabkan kerusakan sel saraf.

Antibodi merusak selaput myelin yang menyelubungi


sel saraf, menyebabkan kelumpuhan motorik.
Diagnostik laboratorium
Spesimen  tinja diare
Pew Gram  bentuk batang khas
Dengan mikr lapang gelap / fase kontras
 pergerakan cepat dari C. jejuni

Pertumbuhan pd medium selektif


 Skirrow yang mengandung Vancomycin,
Trimethoprim
Inkubasi primer  suhu 420 C (menghambat
bakteri lain)
Tumbuh baik  suhu 36-370 C
Helicobacter pylori
Karakteristik

• batang negatif Gram berbentuk spiral


• penyebab gastritis: peptic ulcers, gastric ulcers
gastric carcinoma.
• mempunyai flagel lofotrikh
• gerak positif
• tumbuh 3-6 hari pada 370 C, mikroaerofilik
• Oksidasa positif
• Katalasa positif
• Ureasa positif
Patogenesis
• H. pylori  penetrasi lapisan mukus lambung
 berkembang biak sekitar permukaan epitel
lambung (pH lambung↓)
• H. pylori  produksi ureasa  mengubah urea
 bikarbonat dan amonia (NH3)  pH↑
• H. pylori  produksi sejumlah ensim : proteasa,
lipasa, fosfolipasa, musin, adesin, sitotoksin.
Proteasa, lipasa, fosfolipasa dan musin 
degradasi lapisan mukus dan merusak epitel 
mukus larut  mekanisme pertahanan mukosa
Adesin  penetrasi dan kolonisasi pd sel epitel
Patogenesis Helicobacter pylori
Manifestasi klinik

Helicobacter pylori dalam lambung dapat menjadi


etiologi berbagai penyakit :
- dispepsia non ulkus
- gastritis kronik
- tukak lambung
- keganasan

Sering dijumpai individu terinfeksi H. pylori


tanpa gejala klinis, meskipun ditemukan
gambaran histopatologik pada mukosa lambung.
Diagnosis infeksi H. pylori

H. pylori  hidup dilingkungan yang unik, di bawah


mukus dinding lambung yang bersuasana asam.

Prosedur diagnostik cukup sulit  karena harus


melakukan tindakan invasif  dengan gastroskopi
 untuk mendapatkan spesimen  untuk pemeriksaan
langsung, histopatologi ataupun kultur.

Ada juga pemeriksaan non-invasif :


- Serologi
- Urea Breath Test (UBT)
Non invasif :
- Serologi : IgG, IgA anti-H. pylori
 ELISA, Western blot, Fiksasi komplemen
dan Imunofluoresen.
- Urea Breath Test : C13, C14.
- Deteksi antigen dari tinja (EIA)
Invasif :
- Endoskopi :  biopsi lambung
- Tes ureasa : CLO, MIU
 merubah urea  amonia (NH3)
- Histopatologi  pew HE
- Mikrobiologi  Kultur bakteri
- PCR (Polymerase Chain Reaction)
Endoskopi Urea Breath Test
Helicobacter pylori

Pewarnaan perak  bentuk-bentuk spiral


menempel pada permukaan mukosa.
Pengobatan:

Kombinasi dari suatu “proton pump inhibitor”


(mis. omeprazole),
suatu macrolide (mis. clarithromycin)
dan suatu β-lactam ( mis.amoxycillin)
selama 7-10 hari.

Vaksin belum tersedia.


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai