Anda di halaman 1dari 16

Deep Vein Tombosis pada Betis Kiri

Rizki Siti Fitria


D9/102012263

Email : rizkisitifitria@gmail.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061. Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Tindakan anamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara dimana dokter
berusaha memperoleh informasi menyangkut keluhan dan penyakit pasien.1 Anamnesis
merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan utama anamnesis adalah dokter
dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan oleh
pasien,hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal lain yang akan
mempengaruhi perjalanan penyakit dan proses pengobatan.

Deep venous thrombosis (DVT) merupakan Pembekuan pembuluh darah balik, sebagai
akibatnya muncul pembengkakan pada kaki kiri, akibatnya darah yang turun sukar untuk naik
kembali ke jantung. Gejala yang biasanya dialami oleh Deep vein Thrombus adalah nyeri dan
bengkak pada betis, oedem dan kemerahan. 2 Faktor risiko Deep Vein Thrombosis (DVT) antara
lain meningkatkan umur, stroke, kelumpuhan, kanker , Operasi besar (terutama operasi
melibatkan perut, panggul dan ekstremitas bawah), kegagalan pernapasan, trauma (terutama
fraktur panggul, hip atau kaki), obesitas, varises, jantung Congestive kegagalan dan infark
miokard, berdiamnya kateter vena sentral, duduk dalam waktu yang lama, contohnya ketika
melakukan perjalanan jauh dengan kendaraan, hamil, dan meroko
Pembahasan

Anamnesis

Tindakan anamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara dimana dokter
berusaha memperoleh informasi menyangkut keluhan dan penyakit pasien.1Anamnesis
merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan utama anamnesis adalah dokter
dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan oleh

1
pasien,hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal lain yang akan
mempengaruhi perjalanan penyakit dan proses pengobatan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
melihat dan menilai adanya kelainan dan gangguan pada tubuh pasien, baik terlihat keluhannya
ataupun tidak.

Anamnesis antara dokter dan pasien harus membina hubungan yang baik dapat dilakukan
dengan cara menyampaikan ucapan selamat datang dan mempersilahkan pasien duduk dengan
sopan, serta menampilkan sikap dan wajah yang ramah. Anamnesis dapat dilakukan dengan
menanyakan;1 (1) menanyakan identitas pasien, (2) keluhan utama dan lamanya sakit, (3) riwayat
penyakit sekarang dengan menanyakan karakter keluhan utama,perkembangan keluhan utama
seperti obat-obat yang telah diminum dan hasilnya, (4) riwayat penyakit dahulu, (5) riwayat
pribadi seperti kebiasaan makan, kebiasaan merokok, alkohol, dan penggunaan narkoba, serta
riwayat imunisasi, (6) riwayat sosial ekonomi seperti lingkungan tempat tinggal dan hygiene, (7)
riwayat kesehatan keluarga, dan (8) riwayat penyakit menahun keluarga seperti alergi, asma,
hipertensi, kencing manis, dll.

Identitas Pasien
Nama lengkap pasien, jenis kelamin, umur pasien, tempat dan tanggal lahir pasien, status
perkawinan, agama, suku bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan dan riwayat keluarga
yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek sebelah ibu, ayah, ibu,
saudara kandung dan anak-anak
Keluhan utama
keluhan utamanya apa ya? (pada kasus keluhan utamanaya adalah laki-laki usia 65
tahun dengan keluhan betis kirinya sakit,bengkak, dan kemerahan )
Riwayat penyakit sekarang
sudah berapa lama? (pada kasus sejak 4 jam yang lalu)
betisnya kiri kanan atau tidak/
nyerinya seperti gimana pa?
Pada saat dibawa jalan sakit? pada saat diam ?

apakah ada keluhan lain ? ( pusing, demam, mual, muntah, sesak nafas dll)
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah bapak pernah sakit seperti ini atau ga?
sebelumnya sudah pernah ke dokter atau minum obat? Kalau sudah, minum obat apa
aja? Bagaimana perkembangannya?

2
Riwayat pribadi
Yang biasanya ditanyakan adalah apakah ada riwayat vaksin yang pernah dilakukan oleh
pasien
Riwayat sosial
Penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang mereka derita
terhadap hidup dan keluarga mereka. Pekerjaan tertentu berisiko menimbulkan penyakit tertentu
jadi penting untuk mendapatkan riwayat pekerjaan yang lengkap.1
Riwayat Keluarga
Penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien karena terdapat
konstribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat dan menilai adanya kelainan dan gangguan
pada tubuh pasien, baik terlihat keluhannya ataupun tidak. Pada pemeriksaan fisik yang perlu
kita ketahui adalah keadaan umum pasien dan memeriksa tanda-tanda vital pada pasien. Keadaan
umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan
posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis,
apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi
(frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola
pernafasan) dan suhu tubuh. Pada pemeriksaan fisik jangan lupa untuk memeriksa betis pasien
apakah ada bengkak, nyeri ataupun kemerahan. Selanjutnya yang harus dilakukan adalah :
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain :2
- Cicatrix (jaringan parut baik yang alamiah maupun yang buatan-bekas pembedahan)
- Fistulae
- Warna kemerahan/ kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi
- Benjol/ pembengkakan/ cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
- Posisi serta bentuk dari extremitas (deformitas)
- Jalannya waktu masuk kamar periksa

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari
posisi netral atau posisi anatomi. Pada dasarnya, ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien yang diperiksa; karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah pasien atau menanyakan perasaan pasien.2
Yang dicatat dalam pemeriksaan palpasi ini adalah :2

3
- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema, terutama daerah
persendian
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi
- Pada otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di permukaan
tulang atau melekat pada tulang . Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu ditentukan
permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau
tidak dan ukurannya.

c. Move (gerak)
Setelah pemeriksaan palpasi, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota
gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Krepitasi dan gerakan
abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi sendi. Gerakan sendi dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting
untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan
aktif (apabila penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan gerakan pasif (dilakukan pemeriksa).
Selain pencatatan pemeriksaan, penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting
untuk melihat kemajuan/ kemunduran pengobatan.2
Biasanya pada DVT akan ditemukan tanda-tanda klinis yaitu edema tungkai yang
unilateral, eritema, hangat, nyeri dan dapat pula diraba pembuluh darah superficial. Pada pasien
tersebut ditemukan kemerahan dan bengkak pada betis kiri nya.

Gambar 1. Phlegmasia Cerulea Dolens

Pemeriksaan Penunjang

Pasien dengan DVT dapat memiliki gejala dan tanda yang minimal dan tidak khas
karenanya pemeriksaan tambahan seringkali diperlukan untuk menegakkan diagnosa.

1. Pemeriksaan darah

4
Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin
terdegradasi oleh plasmin. Pada pemeriksaan laboratorium hemostatis didapatkan
peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin.4 Pada pemeriksaan ini sensitif walaupun
tidak spesifik, pemeriksaan ini berguna sebagai indikator adanya trombosis yang aktif atau
menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
93%, spesifitas 77% dan nilai predilksi negatif 98 % pada DVT proksimal, sedangkan pada
DVT daerah betis sensitivitasnya 70%.4 Pemeriksaan laboratorium lainnya tidak dapat
mendiagnosis penyakit, namun dapat digunakan untuk menentukan faktor resiko. Adanya
kenaikan d-dimer harus dilanjutkan dengan pemeriksaan (pencitraan) penunjang berupa:
venografi (nyeri tetapi menegakan diagnosis pasti atau ultrasanografi (kurang bisa
diandalkan untuk DVT pada tungkai bawah).5
2. Venografi (flebografi)
Merupakan suatu pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnose
trombosis vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya
kecil terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Pada pemeriksaan ini, diperlukan
pemasukan zat warna khusus dan dapat menginduksi pembentukan DVT pada ekstrimitas
yang normal.5Kontras disuntikan ke dalam vena kaki untuk memvisualisasikan sirkulasi
tungkai bawah. Tourniquet yang dipasangkan pada pergelangan kaki dan diatas lutut akan
mendorong kontras ke vena dalam, sehingga trombus akan terlihat sebagai defek pengisian
pada lumen vena. Pembentukan trombus yang luas dapat menyebabkan hilangnya seluruh
atau sebagian pangisian vena.3

3. Ultrasonografi
Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu
pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada tungkai.
Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:
Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika
tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya
trombosis pada vena.
Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan
pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik
dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya
obstruksi dari aliran vena.

5
Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan
tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh
darah.

Gambar 2. Gambaran Trombosis Vena Dalam dengan Ultrasonografi Vena


4. CT-Scan dan MRI
Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan
lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior dan
dapat juga digunakan pada wanita hamil.
Diagnosis
Working Diagnosis : Deep vein thrombosis
Different Diagnosis : Peripheral arterial oclusive disease, superficial thrombophlebitis,
dan limfadema
1. Deep vein thrombosis
Deep venous thrombosis (DVT) merupakan Pembekuan pembuluh darah balik,
sebagai akibatnya muncul pembengkakan pada kaki kiri, akibatnya darah yang turun sukar
untuk naik kembali ke jantung. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada
tungkai. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena
pada lengan, retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu
peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan
perlengketan trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi
embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit
sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombus terjadi karena perlambatan
dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah yang
sering dinamakan dengan trias Virchow. Beberapa factor inilah yang menyebabkan tingginya
insiden trombus vena dalam. Trombus terbentuk pada daerah yang aliran darahnya (arteri)
cepat pada umumnya berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet. Trombus terjadi relative
6
sangat lambat pada system vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel
darah merah.
Thrombus vena dalam ditandai dengan pembengkakan unilateral serta nyeri tekan
pada betis dan paha. Dapat eritematous dan panas.6 Gejala yang biasanya dialami oleh Deep
vein Thrombus adalah nyeri dan bengkak pada betis, oedem dan kemerahan.3
Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :7
a. 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala
b. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan ekstremitas
c. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial dapat lebih menonjol
d. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.
e. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada tungkai
f. Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak spesifik untuk
thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar didatangkan olehsetiap kondisi yang
menyakitkan pada betis
g. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya
thrombosis vena profunda
h. Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa hangat pada
daerah yang terkena.
Beberapa faktor-faktor risiko ini termasuk DVT sebelumnya, tertentu penyakit
jantung, kanker, kehamilan, merokok, usia yang lebih tua, dan beberapa darah clotting
disorders. Baru-baru ini operasi besar atau trauma juga merupakan faktor risiko. Obat-
obatan tertentu dapat juga berkontribusi terhadap pembentukan thrombus. Pil pembatasan
kelahiran dan hormon terkait telah ditemukan untuk membuat beberapa orang yang sedikit
lebih rentan untuk membentuk DVTs.
Faktor risiko Deep Vein Thrombosis (DVT)

Usia tua

Stroke

Kelumpuhan

Kanker

Operasi besar (terutama operasi melibatkan perut, panggul dan ekstremitas bawah)

7
Kegagalan pernapasan

Trauma (terutama fraktur panggul, hip atau kaki)

Obesitas

Varises

Jantung Congestive kegagalan dan infark miokard

Berdiamnya kateter vena sentral

Duduk dalam waktu yang lama, contohnya ketika melakukan perjalanan jauh dengan
kendaraan.

Hamil

Meroko

2. Peripheral arteriol occlusive disease (Penyakit vaskuler perifer/penyakit arteri perifer)

Penyakit arteri perifer adalah gangguan sirkulasi umum di mana arteri yang
menyempit mengurangi aliran darah ke anggota badan. Penyakit vaskuler perifer biasanya
timbul pada tungkai disertai nyeri saat berjalan, namun jika lebih berat bisa menimbulkan
nyeri saat istirahat, akhirnya ulserasi kulit serta ganggren.1

Gejala klinis yang tersering dialami adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang
ditandai dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, rasa lelah otot. Biasanya timbul saat aktivitas
dan berkurang setelah istirahat. Banyak pasien dengan penyakit vaskuler perifer tidak
memperlihatkan gejala. Apabila menimbulkan gejala, penyakit vaskuler menyebabkan:
nyeri, perubahan suhu dan warna kulit, oedem, ulserasi, emboli, stroke, pusing. 4 Terapi yang
digunakan untuk pengobatan pada penyakit ini adalah Angioplasti balon, pemasangan stent
logam dibawah kontrol radiologis, dan operasi graft bypass:aorto iliaka, femoropoplitea, dan
femorofemoral.3 Penyebab tersering penyakit ini adalah merokok dan diabetes mellitus,
namun dislipidemia, hipertensi, obesitas , serangan jantung , dan stroke juga merupakan
penyebab dari penyakit vesikuler perifer.

8
3. Superficial thrombophlebitis

tromboflebitis adalah Peradangan dan pembekuan darah di dalam suatu vena


superfisial (vena permukaan) yang biasanya disebabkan oleh cedera, meskipun cedera
ringan sekalipun. Gejala nya adalah nyeri yang terlokalisir, pembengkakan pada kaki karena
pembendungan darah, dan kulit yang kemerahan timbul dengan cepat diatas vena dan di
sekitar mata kaki yang sulit sembuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
thromboplebitis adalah merokok, kehamilan, terlalu banyak berdiri, kurang gerak, faktor
keturunan, dan biasanya terjadi pada orang yang menderita varises. Pasien dengan
tromboflebitis mengeluh sakit sepanjang daerah yang terkena. Beberapa melaporkan gejala
konstitusional seperti demam kelas rendah dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik, kulit di atas
vena yang terkena menunjukkan eritema, kehangatan, pembengkakan, dan nyeri tekan. USG
dupleks mengidentifikasi keberadaan, lokasi dan luasnya trombosis vena, dan dapat
membantu mengidentifikasi patologi lain yang mungkin menjadi sumber keluhan pasien.

4. Lympedema

Limfedema adalah penyakit dimana penderitanya mengalami pembengkakan karena


disebabkan oleh gangguan aliran getah bening untuk kembali ke dalam darah. Penyakit ini
merupakan kelainan bawaan yang dapat terjadi karena sedikitnya pembuluh getah bening
yang kemudian dapat membuat sulitnya organ tubuh penderita mengendalikan seluruh getah
bening. Gejala limfedema meliputi:
a. Pembengkakan pada bagian lengan atau kaki atau seluruh lengan atau kaki, termasuk
jari tangan atau kaki
b. Perasaan berat atau sesak di lengan atau kaki
c. Terbatasnya jangkauan gerak lengan atau kaki
d. Sakit atau ketidaknyamanan pada lengan atau kaki
e. Berulangnya infeksi pada anggota badan yang terkena
f. Pengerasan dan penebalan kulit pada lengan atau kaki
g. Infeksi berulang pada daerah yang terkena
Manifestasi Klinik

Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika trombosis
menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot betis akan membengkak dan
dapat timbul rasa nyeri, terutama ketika berdiri maupun berjalan, nyeri tumpul jika disentuh,

9
eritema dan teraba hangat. Pergelangan kaki, kaki atau paha juga bisa membengkak, tergantung
kepada vena yang terkena. Nyeri pada betis yang dirasakan ketika posisi dorsofleksi kaki
merupakan tanda nonspesifik trombosis vena dalam.
Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang
bisa merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang
menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki.Jika penyumbatannya tinggi, edema dapat
menjalar ke tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk
karena efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan
menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan vena akan
berjalan dengan baik.
Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas
pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang ke
dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringanpun (misalnya garukan
atau benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).
Etiologi

Ada 3 faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam, yaitu :

1. Cedera pada vena


Vena dapat cedera selama terjadinya tindakan bedah, suntikan bahan yang
mengiritasi vena, atau kelainan-kelainan tertentu pada vena.
2. Peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah
Terdapat beberapa kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kecenderungan terjadinya pembekuan darah. Beberapa jenis kanker dan penggunaan
kontrasepsi oral dapat memudahkan terjadinya pembekuan darah. Kadang-kadang
pembekuan darah juga dapat terjadi setelah proses persalinan atau setelah tindakan
operasi. Selain itu pembekuan darah juga mudah terjadi pada individu yang berusia tua,
keadaan dehidrasi, dan pada individu yang merokok.
3. Melambatnya aliran darah pada vena

Hal ini dapat terjadi pada keadaan seperti perawatan lama di rumah sakit atau
pada penerbangan jarak jauh. Pada keadaan-keadaan tersebut otot-otot pada daerah
tungkai bawah tidak berkontraksi sehingga aliran darah dari kaki menuju ke jantung
berkurang. Akibatnya aliran darah pada vena melambat dan memudahkan terjadinya
trombosis pada vena dalam

Epidemiologi

10
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-5%
menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada
anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi
pada umur lebih dari 40 tahun. Di amerika Serikat trombosis merupakan penyebab utama
kematian dengan anka kematian sekitar 2 juta penduduk setiap tahun akibat trombosis arteri,
vena atau komplikasinya. Anka kejadian trombosis vena dalam yang baru berkisar 50 per 100000
penduduk, sedangkan pada usia diatas 70 tahun diperkirakan 200 per 100000 penduduk.4
Patofisiologi
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis
dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak
tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa
perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan
stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat
menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis
vena. Trombosis sendiri terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu, faktor-faktoryang dapat mempengaruhi trombogenik itu sendiri meliputi
gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit
atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von willebrand, aktivasi koagulasi, dan
terganggunya fibrinolisis.

Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan
volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak
fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan
penimbunan darah di ekstremitas.

Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah
apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar
pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat terlepas menjadi
emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena
dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen
mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi
dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.

11
Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan
darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena
dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena.
Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan
secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan
hiperkoagulabilitas.
Sedangkan Virchow mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya
trombus, yang lebih dikenal dengan triad virchow, yang terdiri dari :4
1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan statis
2. Gangguan antara keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan
aktivasi faktor pembekuan
3. Gangguan pada dinding pembuluh darah.
Penatalaksanaa
1. Kaus kaki kompresi (stoking)
Penggunaan kaus kaki dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak, serta dengan
digunakannya kaus kaki dapat menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post
trombotik. Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik
pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30
mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-
47 % pasien yang menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT
mencegah terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi
harga yang relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik.
Pada penelitian randomize controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan
II) dibandingkan dengan kontrol penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks
VSM dan mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada
perbedaan terhadap pembentukan varises vena.
2. Antikoagulan
Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang telah lama digunakan
untuk penatalaksanaan DVT (deep vein thrombus) pada saat awal. Mekanisme kerja utama
heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan dan
melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. Akhir-akhir
ini telah dikembangkan normogram berdasarkan berat badan yang lebih mungkin
menyebabkan antikoagulasi terapeutik. Mulailah dengan bolus 80 U/kg yang diikuti dengan
tetesan 18 U/kg/jam.5Periksa PTT dalam 4 jam dan sesuaikan tetes heparin untuk

12
mempertahankan PTT sekitar 1,5 jam sampai 2 kali normal. Sebelum memulai terapi
heparin, APTT (Activated Partial Thromboplastin Time), massa protrombin, dan jumlah
trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau
dengan hati atau ginjal.
Heparin berat molekul rendah ( low molecular weight heparin/LMWH) dapat
diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang baik.
Keuntungan LMWH adalah resiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan tidak memerlukan
pemantauan laboratorium yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien-
pasien tertentu sebagai gagal ginjal atau sangat gemuk. Heparin LMW yang paling baik
diteliti sampai sekarang dan tersedia saat ini adalah enoksaprin, dosis 1 mg/ kg subkutan 12
jam untuk antikoagulasi. Namun pemberian obat ini tidak disetujui oleh FDA.
Pemberian antikoagulan diatas dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan oral
yang kerjanya menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K, antikoagulan
yang sering digunakan adalah walfarin/coumarin/derivatnya yang diberikan secara
bersamaan dengan pemantauan INR (International Normalized Ratio). Heparin diberikan
selama 5 hari dan dapat dihentikan bila koagulan oral mencapai target INR yaitu 2-3 selama
2 hari berturutan. Pemberian antikoagulan tergantung dari faktor resiko, tapi normalnya
adalah 6 minggu hingga 3 bulan.
3. Terapi trombolitik
Trombolitik memecah bekuan darah yang baru terbentuk dan mengembalikan patensi
vena lebih cepat daripada antikoagulan. Trombolitik dapat diberikan secara sistemik atau
lokal dengan catheter-directed thrombolysis (CDT). Terapi trombolitik pada episode akut
DVT dapat menurunkan resiko terjadinya rekurensi dan post thrombotic
syndrome (PTS).Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara
melepaskan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif pada fase awal
dan penggunaanya harus benar-benar dipertimbangkan secara baik-baik karena mempunyai
resiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan terapi antikoagulan saja.4 Pada umumnya
terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan oklusi total, terutama pada illiofemoral.
4. Trombektomi
Trombektomi, terutama dengan fistula arteriovena sementara, harus dipertimbangkan
pada trombosis vena iliofemoral akut yang kurang dari 7 haridengan harapan hidup lebih
dari 10 tahun.
5. Filter vena kava inferior

13
Filter ini digunakan pada trombosis diatas lutut pada kasus dimana antikoagulan
merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli berulang

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :
1. Perdarahan
Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.
2. Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian
trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan
mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari
setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai.
Gejalanya berupa nyeri dada , sesak nafas, hemoptisis, bayak berkeringat dan gelisah.3
Persentasi emboli paru ini sendiri bergantung dari ukuran emboli, emboli kecil
menyebabkan pingsan sementara dan sesak, disertai sedikit pireksia; medium biasanya
menyebabkan infark, hemoptosis, pleuritis dan kadang-kadang efusi pleura;besar dapat
menyebabkan cor pulmonale akut disertai sesakmendadak dan syok.8
3. Sindrom post trombotik
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir
keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini
mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.
Pencegahan
Selain penggunaan stoking kompresi, terdapat beberapa cara lain untuk mencegah terjadinya
DVT, yaitu:

Turunkan berat badan anda bila berat badan anda berlebih agar mencegah resiko
imobilisasi

Berhenti merokok

Jika anda harus duduk dalam waktu lama, maka usahakanlah untuk berjalan-jalan
setiap 1 atau 2 jam

Jika anda duduk lama dan tidak dapat berjalan-jalan, maka tekuklah betis dan bagian
bawah kaki anda sehingga sirkulasi darah di kaki anda tetap lancar

14
Hindari konsumsi hormon estrogen jika ada anggota keluarga anda yang menderita
DVT

Jika anda mengalami kecelakaan atau cedera yang membuat anda harus terus terbaring
di ranjang atau kursi roda, bergeraklah sebanyak mungkin.

Prognosis
Sebagian besar kasus DVT dapat hilang tanpa adanya masalah apapun, namun penyakit
ini dapat kambuh. Beberapa orang dapat mengalami nyeri dan bengkak berkepanjangan pada
salah satu kakinya yang dikenal sebagai post phlebitic syndrome. Hal ini dapat dicegah atau
dikurangi kemungkinan terjadinya dengan penggunaan compression stocking saat dan sesudah
episode DVT terjadi. Pada pasien dengan riwayat terjaid emboli paru, maka pengawasan harus
dilakukan secara lebih ketat dan teratur.
Kesimpulan
Deep venous thrombosis (DVT) merupakan Pembekuan pembuluh darah balik, sebagai
akibatnya muncul pembengkakan pada kaki kiri, akibatnya darah yang turun sukar untuk naik
kembali ke jantung. Gejala yang biasanya dialami oleh Deep vein Thrombus adalah nyeri dan
bengkak pada betis, oedem dan kemerahan. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah dengan
pemeriksaan darah, venografi, ultrasanografi, CT scan dan MRI. Maka hipotesis diterima, pasien
menderita Deep vein Thrombosis.

Daftar Pustaka
1. Mochtar I. Dokter juga manusia. Jakarta: Gramedia pustaka utama; 2009.h 61
2. Frans D. David P. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h 24-6

3. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2007. h 75


4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-
5.Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1354-8
5. Patrick D. At glance medicine: ahli bahasa: anisa rahmalia, Cut noviyanti. Jakarta:
Erlangga medical series; 2006. h 15
6. Graber MA, Toth PP, Herthing R.Buku saku dokter keluarga, ed 3. Jakarta:EGC; 2006.h
121-2
7. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Seri asuhan keperawatan klien gangguan
kardiovaskuler. Jakarta: EGC, 2008.h.68.

15
8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes:kedokteran klinis. Jakarta:
Erlangga;2006.h 295

16

Anda mungkin juga menyukai