Anda di halaman 1dari 24

Makalah Kelompok PBL

Kelompok F2

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510

Nama Anggota

Agung Rondonuwu 10-2010-396


Nico Michael Muliawan 10-2010-194
Miranda Hartini Marpaung 10-2010-240
Herlina Madangkara 10-2010-132
Jacob Benedick Sirait 10-2010-287
Billy Gerson 10-2010-345
Veresa Chintya 10-2010-013
Mardha D Hastarini 10-2010-071

Pendahuluan

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting system ekskresi dari tubuh kita
khususnya dalam mempertahankan keseimbangan (homeostatis).Fungsi ginjal begitu
kompeks dan juga mempunyai kaitan dengan organ vital kita lainnya. Karena ginjal kita
sangat penting,maka gangguan yang berlanjut terhadap fungsi ginjal akan berakibat besar
pada seluruh tubuh. Bukan hanya pada bagian ekskresi, tapi bisa mengganggu system lainnya
juga yang sangat membahayakan bagi keselamatan.
Pembahasan
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal. Faktor
penyebabnya antara lain reaksi imunologis (lupus eritematosus sistemik, infeksi streptokokus,
cedera vascular / hipertensi, dan penyakit metabolok / diabetes mellitus). Glomerulonefritis
akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi streptokokus. Glomerulonefritis akut
biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi streptokokus. Faring, tonsil, dan
kulit (empetigo) merupakan tempat infeksi primer.
Penyakit ini banyak mengenai anak-anak usia prasekolah dan anak-anak umur sekolah.
Sekitar 1-2% individu yang terkena glomerulonefritis pascastreptokokus akan mengalami
tahap akhir gagal ginjal yang memerlukan dialysis ginjal atau transplantasi ginjal. Sekitar
90% anak-anak dan 50% individu dewasa yang mengalami glomerulonefritis akut dapat
sembuh total, walaupun memerlukan waktu sekitar dua tahun. Glomerulonefritis yang ringan
dapat saja berkembang menjadi kronik, dan glomerulonefritis berat dapat sembuh total tanpa
meninggalkan bekas.
Glomerulonefritis akut pascastreptokokus merupakan akibat reaksi antigen-antibodi dengan
jaringan glomeruli yang menyebabkan pembengkakan dan kematian sel kapiler. Akibatnya
membrane glomeruli menjadi berpori-pori sehingga protein dan eritrosit dapat menembus
membrane tersebut dan terjadi proteinuria dan hematuria. Fungsi ginjal terganggu karena
adanya pemarutan dan obstruksi sirkulasi melalui glomerulus sehingga kemampuan filtrasi
glomeruli berkurang. Terganggunya fungsi filtrasi dari glomeruli mengakibatkan retensi
sampah metabolism, natrium, dan air.

Keluhan klasik pasien adalah sakit kepala ringan, merasa lelah, anoreksia, dan nyeri panggul.
Tanda yang terkait dengan glomerulonefritis akut adalah proteinuria, hematuria, dan azotemia
(adanya zat nitrogen, terutama urea dalam darah).1
Mekanisme dan fungsi ginjal
Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukkan untuk mempertahankan homeostatis. Selsel pada organisme multisel kompleks mampu berfungsi dan bertahan hidup hanya dalam
suatu lingkungan cairan. Lingkungan cairan internal adalah cairan ekstrasel (CES) yang
membasuh semua sel di dalam tubuh dan harus dipertahankan secara homeostatis. Pada
tubuh, pertukaran antara sel dan CES dapat mengubah komposisi lingkungan cairan internal
yang kecil dan pribadi ini apabila tidak terdapat mekanisme untuk mempertahankan
stabilitasnya.
Secara garis besar, makhluk hidup di darat dapat bertahan hidup karena adanya ginjal, organ
yang bersama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengatur fungsinya, terutama
berperan dalam mempertahankan stabilitas volume dan komposisi elektrolit CES. Dengan
menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan disimpan di dalam tubuh
atau dikeluarkan melalui urin, ginjal mampu mempertahankan keseimbangan air dan
elektrolit di dalam rentang yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun
pemasukan dan pengeluaran konstituen-konstituen tersebut melalui jalan lain sangat
bervariasi.
Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES, misalnya garam NaCl, ginjal dapat
mengeleminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan ginjal sebenarnya tidak
dapat memberi tambahan konstituen yang kurang tersebut, tetapi dapat membatasi kehilangan
zat tersebut melalui urin, sehinggan dapat menyimpan sampai lebih banyak zat tersebut
didapat dari makanan. Dengan demikian, ginjal dapat lebih efisien melakukan kompensasi
untuk kelebihan daripada kekurangan, kenyataannya pada beberapa keadaan ginjal tidak
dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin, walaupun
tubuh sedang kekurangan bahan tersebut.
Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal juga
merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksik dan
senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk
padat, mereka harus dieksresikan dalam bentuk larutan, sehingga ginjal harus menghasilkan

minimal 500 ml urin berisi zat sisa per harinya. Karena H2O yang dikeluarkan di urin berasal
dari plasma darah, seseorang yang tidak mendapat H 2O sedikitpun tetap diharuskan
menghasilkan urin sampai meninggal akibat deplesi volume plasma ke tingkat fatal, karena
H2O akan turut dibuang menyertai pengeluaran zat-zat sisa.
Ginjal juga dapat melakukan penyesuaian dalam melakukan penegluaran konstituenkonstituen CES ini melalui urin untuk mengkompensasi pengeluaran abnormal, misalnya
melalui keringat berlebihan, muntah, diare, atau pendarahan. Dengan demikian, komposisi
urin sangat bervariasi karena ginjal melakukan penyesuaian terhadap perubahan pemasukan
atau pengeluaran berbagai bahan batas sempit yang cocok untuk kehidupan.
Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar
ditunjukkan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na +, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4, dan H+. Bahkan fluktuasi minor pada konsentrasi
sebagian elektrolit ini dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar. Sebagai
contoh, perubahan konsentrasi K+ di CES daoat menimbulkan disfungsi jantung yang
fatal.
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal
sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O.
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolisme tubuh,
misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat-zat sisa
tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak.
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam
tubuh.
8. Mensekresikan eritropoetin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel
darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa puasa yang
panjang, proses ini disebut glukoneogenesis. Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa
pada darah selama masa puasa yang panjang dapat menyaingi hati. Pada penyakit ginjal
kronik atau gagal ginjal akut, fungsi homeostatik ini terganggu, dan kemudian terjadi
abnormalitas komposisi dan volume cairan tubuh yang berat dan cepat. Pada gagal ginjal
lengkap, dalam beberapa hari saja dapat terjadi akumulasi kalium, asam, cairan, dan zat-zat
lainnya dalam tubuh sehingga menyebabkan kematian, kecuali jika ada intervensi klinis
seperti hemodialisis untuk perbaikan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, paling tidak
sebagian. 2
Suplai darah ginjal
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan 21% dari curah jantung, atau
sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter
dan vena renalis, kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris,
arteri arkuata, arteri interlobularis, dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus
dalam glomerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma)
difiltrasi untuk memulai pembentukan urin. Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus
bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu
kapiler peritubular, yang mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler glomerulus
dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol
eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostaltik dalam kedua perangkat kapiler.
Tekanan hidrostaltik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira 60mmHg) menyebabkan
filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostaltik yang jauh lebih rendah pada kapiler
peritubulus (kira-kira 13mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat. Dengan
mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik
kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi
glomerulus dan atau reabsorpsi tubulus sebagai respon terhadap kebutuhan homeostatik
tubuh.
Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara paralel dengan pembuluh arteriole dan secara progresif membentuk vena
interlobularus, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal di
samping arteri renalis dan ureter.

Nefron sebagai unit fungsional ginjal


Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, masing-masing dapat
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu pada trauma
ginjal, penyakit ginjal atau penuaan normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira
10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun, jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit
daripada ketika berusia 40 tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa karena
perubahan adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut dapat mengeksresi air, elektrolit,
dan produk sisa dalam jumlah yang tepat.
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama:
1. Glomerulus (kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi
dari darah.
2. Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam
perjalannya menuju pelvis ginjal.
Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosa
yang mempunyai tekanan hidrotaltik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan jaringan
kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan seluruh glomerulus
dibungkus dalam kapsula bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke
dalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada
korteks ginjal.
Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medula renal.
Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Dinding cabang decendens dan
ujung cabang ascendens yang paling rendah sangat tipis dan oleh karena itu disebut bagian
tipis dari ansa Henle. Di tengah perjalanan kembali cabang asendens dari lengkung tersebut
ke korteks, dindingnya menjadi tebal seperti bagian lain dari sistem tubular dan oleh karena
itu disebut bagian tebal dari cabang ascendens.
Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian yang pendek, yang sebenarnya merupakan
plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai makula densa. Makula densa mempunyai peranan
penting dalam mengatur fungsi nefron. Setelah makula densa, cairan memasuki tubuli distal,
yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal. Tubulus ini kemudian dilanjutkan
dengan tubulus rectus dan tubulus koligentes kortikal, yang menuju ke duktus koligentes

kortikal. Bagian awal dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung membentuk
duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medula dan menjadi duktus koligentes
medular. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif
yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papila renal. Masing-masing
ginjal, mempunyai kira-kira 250 duktus koligentes yang sangat besar, yang masingmasingnya mengumpulkan urin dari kira-kira 4000 nefron.

Perbedaan regional antara nefron kortikal dan nefron jukstamedular


Perbedaan antara nefron bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal.
Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal, nefron
tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya menembus ke dalam medula dengan
jarak dekat.
Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medula dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang
panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan menuju
ujung papila renal.
Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai
nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler
peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari
glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi
kapiler-kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju
medula, yang terletak berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa recta
kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal. Jaringan kapiler
khusus dalam medula ini memegang peranan penting dalam pembentukan urin yang pekat.3

Filtrasi, reabsoprsi dan sekresi


Sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta beberapa
zat lain yang dieksresi dalam urin. Banyak zat yang harus dibersihkan dari darah, terutama
produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan garam-garam asam urat,
direabsopsi sedikit dan karena itu diekresi dalam jumlah besar ke dalam urin. Dengan kata

lain, elektrolit, seperti ion Na, Cl, dan bikarbonat direabsorpsi dengan sangat baik sehingga
hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino
dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urin meskipun
sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut
kebutuhan tubuh. Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggu terhadap
laju eksresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau reabsorpsi daoat
menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam eksresi ginjal.

Komposisi filtrat glomerulus


Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus
ke dalam kapsula bowman. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif
imeperbeable terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi pada dasarnya bersifat bebas
protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Konsentrasi unsur
plasma lainnya, termasuk garam dan molekul lain yang terikat pada protein plasma, seperti
glukosa dan asam amino, bersifat serupa baik dalam plasma maupun filtrat glomerulus.
Pengecualian terhadap keadaan umum ini adalah zat dengan berat molekul rendah seperti
kalsium dan asam lemak yang tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat
pada protein dan bagian yang terikat ini tidak difiltrasi dari kapiler glomerulus.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapsula bowman dapat menurunkan GFR
Pengukuran langsung tekanan hidrostatik kapsula bowman dan pada tempat yang berbedabeda di tubulus proksimal, dengan menggunakan mikropipet, menunjukkan bahwa perkiraan
yang masuk akal untuk tekanan hidrostatik kapsula bowman pada manusia ialah 18mmHg
pada kondisi normal. Kenaikan tekanan hidrostatik pada kapsula bowman dapat mengurangi
GFR, sedangkan penurunan tekanan tersebut dapat meningkatkan GFR. Namun, perubahan
tekanan kapsula bowman normalnya tidak memberi arti penting untuk pengukuran GFR.
Dalam keadaan patologi tertentu yang berkaitan dengan obstruksi traktus urinarius, tekanan
kapsul bowman dapat meningkat secara nyata, menyebabkan penurunan GFR yang serius.
Kenaikan tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus dapat menurunkan GFR
Ada dua faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus:

1. Tekanan osmotik koloid plasma arterial.


2. Fraksi plasma yang disaring oleh kapiler gromelurus (fraksi filtrasi).
Kenaikan tekanan osmotik koloid plasma arterial meningkatkan tekanan osmotik koloid
kapiler glomerulus, yang kemudian menurunkan GFR. Kenaikan fraksi filtrasi juga
memekatkan protein plasma dan meningkatkan tekanan osmotik koloid glomerulus. Karena
fraksi filtrasi diartikan sebagai GFR/aliran plasma ginjal, maka fraksi filtrasi dapat
ditingkatkan dengan menurunkan aliran plasma ginjal.
Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dapat meningkatkan GFR
Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variable berada di bawah pengaturan
fisiologis :
1. Tekanan arteri.
2. Tahanan arteriol aferen dan tahanan arteriol eferen.
Kenaikan tekanan arteri cenderung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan karena
itu meningkatkan GFR.
Kontrol hormonal dan autakoid terhadap sirkulasi renal
Hormon yang mengakibatkan konstriksi arteriol aferen dan eferen, yang menyebabkan
penurunan GFR dan aliran darah renal, antara lain norepinefrin dan epinefrin yang dilepaskan
dari medula adrenal.
Angiotensin II mengakibatkan konstriksi arteriole eferen. Vasokonstriktor ginjal yang kuat,
yaitu angiotensin II, dapat dianggap sebagai hormon sirkulasi sebagaimana autakoid yang
dihasilkan secara lokal, karena dibentuk dalam ginjal dan sirkulasi sistemik. Karena
angiotensin II mengakibatkan konstriksi arteriole eferen, maka peningkatan kadar angiotensin
II dapat meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus sementara aliran darah ginjal menurun.
Kenaikan pembentukan angiotensin II selalu terjadi pada keadaan yang dikaitkan dengan
penurunan tekanan arteri atau pengurangan volume, yang cenderung menurunkan GFR.
Autoregulasi GFR dan aliran darah ginjal
Mekanisme umpan balik intrinsik terhadap ginjal normalnya mempertahankan aliran darah
ginjal dan GFR agar relatif konstan, walaupun ditandai dengan perubahan pada tekanan darah
arteri. Mekanisme ini masih berfungsi pada ginjal yang telah dipindahkan dari tubuh, yang

terbebas dari pengaruh sistemik. Ketetapan relatif GFR dan aliran darah ginjal ini disebut
autoregulasi.
Fungsi utama autoregulasi aliran darah pada banyak jaringan lain selain ginjal adalah
mempertahankan pengiriman oksigen dan bahan nutrisi lain ke jaringan pada kadar normal
dan memindahkan produk buangan metabolisme, walaupun terjadi perubahan pada tekanan
arteri. Pada ginjal, aliran darahnya jauh lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk fungsi
ini. Fungsi utama autoregulasi ginjal yaitu mempertahankan GFR agar relatif konstan dan
memungkinkan kontrol yang tepat terhadap eksresi air dan zat terlarut.
GFR secara normal mempertahankan autoregulasi sepanjang hari, walaupun terjadi fluktuasi
tekanan arteri slama aktivitas biasa pada seseorang. Pada umunya, aliran darah ginjal
diautoregulasi secara sejajar dengan GFR, tetapi GFR diautoregulasi lebih efisien pada
kondisi tertentu.
Peran umpan balik tubuloglomerulus dalam autoregulasi GFR
Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus mempunyai dua komponen yang bekerja sama
mengontrol GFR:
1. Mekanisme umpan balik arterio aferen.
2. Mekanisme umpan balik arteriol eferen.
Mekanisme umpan balik ini bergantung pada susunan anatomi khusus pada kompleks
juxtaglomerulus.
Kompleks juxtaglomerulus terdiri dari sel-sel makula densa pada bagian awal tubulus distal,
dan sel-sel juxtaglomerulus pada dinding arteriol aferen dan eferen. Makula densa merupakan
kelompok khusus sel epitel pada tubuli distal yang berkontak erat dengan arteriol aferen dan
eferen. Sel makula densa mengandung aparat Golgi, yang merupakan organel sekretorik
intraseluler, mengarah ke arteriol, dan menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mungkin
menyekresi zat ke arah arteriole.
Penurunan natrium klorida makula densa menyebabkan pelebaran arteriole aferen dan
peningkatan pelepasan renin. Penurunan GFR dapat memperlambat laju aliran pada ansa
Henle, menyebabkan kenaikan reabsorpsi ion natrium dan klorida pada ansa Henle asendens
dan karena itu menurunkan konsentrasi natrium klorida pada sel-sel makula densa. Penurunan

konsentrasi natrium klorida ini kemudian mengawali sinyal yang berasal dari makula densa,
yang memberi dua efek:
1. Menurunkan tahanan arteriol aferen, yang meningkatkan tekanan hidrostatik
glomerulus dan membantu mengembalikan GFR menjadi normal.
2. Meningkatkan pelepasan renin dan sel-sel juxtaglomerulus arteriol aferen dan eferen,
yang merupakan tempat penyimpanan utama untuk renin. Renin yang dilepaskan dari
sel-sel ini kemudian berfungsi sebagai enzim untuk meningkatkan pembentukan
angiotensin I yang diubah menjadi angiotensin II.
Akhirnya angiotensin II mengakibatkan konstriksi arteriol eferen, dengan demikian
meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan mengembalikan GFR menjadi normal.
Penghambatan pembentukan angiotensin II lebih jauh dapat menurunkan GFR selama
hipoperfusi ginjal. Pemberian obat yang menghambat pembentukan angiotensin II atau yang
menghambat kerja angiotensin II menyebabkan penurunan GFR yang lebih besar daripada
biasanya jika tekanan arteri renalis turun di bawah normal. Karena itu, komplikasi penting
dari penggunaan obat tersebut untuk mengobati penderita yang mempunyai hipertensi karena
stenosis arteri renalis adalah penurunan GFR yang hebat yang akhirnya dapat menyebabkan
gagal ginjal akut. Namun, obat-obat yang menghambat angiotensin II dapat berguna sebagai
obat terapeutik pada banyak penderita hipertensi, gagal jantung kongestif, dan kondisi lain
selama mereka tetap diawasi untuk dipastikan tidak terjadi penurunan GFR yang hebat.
Autoregulasi miogenik aliran darah ginjal dan GFR
Mekanisme kedua yang membantu mempertahankan aliran darah ginjal dan GFR agar tetap
relatif konstan adalah kemampuan aliran darah untuk menahan regangan selama kenaikan
tekanan arteri, fenomena ini disebut mekanisme miogenik. Pemeriksaan pembuluh darah
terutama arteriol kecil di seluruh tubuh telah menunjukkan bahwa pembuluh tersebut
berespons terhadap peningkatan tegangan dinding atau regangan dinding oleh kontraksi otot
polos vaskular. Regangan dinding vaskular memudahkan peningkatan gerakan ion kalsium
dari cairan ekstraseluler ke dalam sel, menyebabkan pembuluh berkontraksi. Kontraksi ini
untuk mencegah distensi pembuluh yang berlebihan dan pada waktu yang bersamaan melalui
kenaikan tahanan vaskular membantu mencegah kenaikan yang berlebihan pada aliran darah
ginjal dan GFR ketika tekanan arteri naik.
Faktor lain yang meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR

Pada diet protein tinggi yang kronik, seperti yang terjadi pada diet yang mengandung
sejumlah besar daging, kenaikan GFR dan aliran darah ginjal ini sebagian diakibatkan oleh
pertumbuhan ginjal. Namun, GFR dan aliran darah ginjal meningkat 20-30% dalam 1 atau 2
jam setelah seseorang makan daging dengan protein tinggi.
Makanan dengan protein tinggi akan meningkatkan pelepasan asam amino ke dalam darah,
yang kemudian direabsorpsi di tubulus proksimal. Karena asam amino dan natrium
direabsorpsi bersama oleh tubulus proksimal, maka kenaikan reabsorpsi asam amino juga
merangsang reabsorpsi natrium dalam tubulus proksimal. Penurunan pengiriman natrium ke
makula densa ini, kemudian menimbulkan penurunan tahanan arteriol aferen yang
diperantarai oleh umpan balik tubuloglomerulus. Penurunan tahanan arteriol aferen kemudian
meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR. Kenaikan GFR ini menyebabkan eksresi natrium
dipertahankan pada kadar yang mendekati normal sementara terjadi kenaikan eksresi produk
sisa dari metabolisme protein, seperti urea.
Peningkatan kadar glukosa darah pada DM yang tidak terkontrol. Karena glukosa sama
seperti asam amino, juga direabsorpsi bersama dengan natrium di tubulus proksimal maka
kenaikan pengiriman glukosa ke tubulus menyebabkan mereabsorpsi kelebihan natrium
bersama glukosa. Hal ini kemudian menurunkan pengiriman natrium klorida ke makula
densa, mengaktifkan dilatasi arteril aferen yang diperantarai oleh umpan balik
tubuloglomerulus, dan selanjutnya meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR.
Tujuan utama umpan balik ini ialah untuk memastikan pengiriman natrium klorida ke tubulus
distal agar tetap konstan, dimana proses akhir urin terjadi. Jadi, gangguan yang cenderung
meningkatkan reabsorpsi natrium klorida pada tubulus sebelum makula densa cenderung
akan menimbulkan kenaikan aliran darah ginjal dan GFR yang kemudian akan membantu
mengembalikan pengiriman natrium klorida distal menjadi normal, sehingga laju eksresi
natrium dan air yang normal dapat dipertahankan.4
Struktur makro ginjal
1. Tampilan. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua,
panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan
tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 g pada laki-laki dan 115
sampai 155 g pada perempuan.
2. Lokasi.

a. Ginjal terletak di area yang tinggi yaitu pada dinding abdomen posterior yang
berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ
retroperitoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum
rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di
atasnya.
b. Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati
pada sisi kanan.
3. Jaringan ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat.
a. Fasia renal adalah pembungkkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal
pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b. Lemak peritoneal (capsula adiposa) adalah jaringan adiposa yang terbungkus
fascia ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada
posisinya.
c. Capsula fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung
membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.
4. Struktur internal ginjal
a. Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
b. Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini
membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri
renalis, saraf dan limfatik.
c. Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut
menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai grandular,
bagian penghasil urin pada ginjal. Setiap kaliks major bercabang menjadi
beberapa kaliks minor.
d. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus
ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medula dalam dan korteks luar.
- Medula terdiri dari massa-massa triangular yang disebut piramida renis
(ginjal). Ujung yang sempit dari setiap piramida terdapat papila yang
-

masuk dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urin.
Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan
unit fungsional dan struktural ginjal. Korteks terletak di dalam diantara
piramida-piramida medula yang bersebelahan untuk membbentuk kolumna
ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam

duktus pengumpul.
e. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu
piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang
melapisinya.5

Gambar 1. Struktur internal ginjal


5. Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular (kapiler) dan satu
komponen tubular.
a. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel berdinding
ganda yang disebut kapsula Bowman. Glomerulus dan kapsul Bowman
bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
- Lapisan viseral kapsul Bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-sel
lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki) yaitu sel-sel
epitel khusus disekitar kapiler glomerular.
o Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapiler glomerular
melalui beberapa processus primer panjang yang mengandung
proccesus sekunder yang disebut proccesus kaki atau pedikel (kaki
kecil).
o Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan proccesus yang
sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antara pedikel-pedikel
yang berinterdigitasi disebut filtration slits (pori-pori dari celah)
yang lebarnya sekitar 25 nm. Setiap pori dilapisi selapis membran
tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan
aliran molekul lainnya.
o Barier filtrasi glomerular adalah barier yang memisahkan darah
dalam kapiler glomerular dari ruang dalam kapsul Bowman.

Barrier ini terdiri dari endotelium kapiler, membran dasar (lamina


-

basalis) kapiler, dan filtration slit.


Lapisan parietal kapsula Bowman membentuk tepi terluar korpuskel
ginjal.
o Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriola aferen masuk ke
glomerulus dan arteriol eferen keluar dari glomerulus.
o Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi

aliran yang masuk ke tubulus kontortus proksimal.


b. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku.
Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelial
kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area
permukaan lumen.
c. Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai descenden
ansa Henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang
tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk tungkai ascendens ansa
Henle.
- Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki
-

lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula.


Nefron juxtamedular terletak di dekat medula. Nefron ini memiliki

lengkung panjang yang menjulur ke dalam piramida medula.


d. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
- Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol
aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung selsel termodifikasi yang disebut makula densa. Macula densa berfungsi
-

sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.


Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa
mengandung

sel-sel

otot

polos

yang

termodifikasi

disebut

sel

juxtaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan darah


-

untuk memproduksi renin.


Macula densa, sel juxtaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama
membentuk aparatus juxtaglomerular yang penting dalam pengaturan

tekanan darah.
e. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah
tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul
besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar dan

mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam


pelvis renis melalui kaliks major. Dari pelvis ginjal, urin dialirkan ke ureter
yang mengarah ke kandung kemih.6

Gambar 2. Unit fungsional ginjal


6. Suplai darah
a. Arteri renalis adalah percabangan aorta abdominalis yang mensuplai masingmasing ginjal dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior.
b. Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri
interlobaris yang mengalir di antara piramida-piramida ginjal.
c. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara
korteks dan medula.
d. Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan
melewati korteks.
e. Arteriole aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen
membentuk sekitar 50 kapiler yang membentuk glomerulus.
f. Arteriole eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring
kapiler lain, kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal
untuk memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi.

Arteriol aferen dari glomerulus nefron korteks memasuki jaring-jaring


kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus kontortus distal dan

proksimal pada nefron tersebut.


Arteriol eferen dari glomerulus pada nefron juxtaglomerular memiliki
perpanjangan pembuluh kapiler panjang yang lurus disebut vasa recta yang
berdesenden ke dalam piramida medula. Lekukan vasa recta membentuk
lengkungan

jepit

yang

melewati

ansa

Henle.

Lengkungan

ini

memungkinkan terjadinya pertukaran zat antara ansa Henle dan kapiler


serta memegang peranan dalam konsentrasi urin.
g. Kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu
dan membentuk vena interlobularis.
h. Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara
ke dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena
renalis. Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena cava
inferior.7

Gambar 3. Pembuluh darah dan pembuluh balik ginjal


Struktur mikro ginjal
Sistem urinaria terdiri atas dua ginjal dan dua ureter yang menuju ke satu vesika urinaria
tempat keluar satu uretra.
Ginjal dibagi atas daerah luar yaitu korteks dan daerah dalam yaitu medula. Korteks ditutup
oleh simpai jaringan ikat dan jaringan ikat perirenal, dan jaringan lemak.
Di dalam korteks terdapat tubuli kontortus, glomeruli, tubuli lurus, dan berkas medula.

Korteks juga mengandung korpuskulum renal (kapsula Bowman dan glomerulus), tubuli
kontortus proksimal dan distal nefron di dekatnya, arteri interlobular dan vena interlobular.
Berkas medular mengandung bagian-bagian lurus nefron dan duktus koligens. Berkas medula
tidak meluas ke dalam kapsul ginjal karena ada zona sempit tubuli kontorti.
Medula dibentuk oleh sejumlah piramid renal. Dasar setiap piramid menghadap korteks dan
apeksnya mengarah ke dalam. Apeks piramid renal membentuk papila yang terjulur ke dalam
kaliks minor. Medula juga mengandung ansa Henle (tubuli proksimal pars desccendens atau
bagian lurus, segmen tipis dan tubuli distal pars ascendens atau bagian lurus) dan ductus
koligens. Duktus koligens bergabung di medula membentuk duktus papilaris yang besar.
Papila biasanya ditutupi epitel selapis silindris. Saat epitel ini berlanjut ke dinding luar kaliks,
epitel ini menjadi epitel transisional. Di bwah epitel, terdapat selapis tipis jaringan ikat dan
otot polos (tidak tampak) yang kemudian menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis.
Di dalam sinus renalis di antara piramid, terdapat cabang-cabang arteri dan vena renalis, yaitu
pembuluh interlobaris. Pembuluh ini memasuki ginjal, kemudian melengkung menyusuri
dasar piramid pada tau korteks-medula sebagai arteri arkuata. Pembuluh arkuata
mencabangkan arteri dan vena interlobular yang lebih kecil. Arteri arkuata berjalan secara
radial menuju korteks ginjal dan mencabangkan banyak arteri aferen glomelural di glomeruli.
Pembesaran lebih kuat korteks ginjal menampakkan kopuskulum renal secara lebih rinci.
Setiap korpuskulum terdiri atas sebuah glomerulus dan sebuah kapsula glomerular
(Bowman). Glomerulus adalah sekumpulan kapiler yang terbentuk dari arteriol aferen dan
ditunjang jaringan ikat halus.
Lapisan viseral kapsul glomerular terdiri atas sel epitel yang dimodifikasi, disebut podosit.
Sel-sel ini mengikuti jontur glomerulus dengan rapat dan membungkus kapiler-kapilernya. Di
kutub (polus) vaskular, epitel viseral membalik membentuk lapisan parietal kapsul
glomerular. Ruang diantara lapisan viseral dan parietal adalah rongga kapsul yang akan
menjadi lumen tubulus kontortus proksimal di polus urinarius. Di polus urinarius, epitel
gepeng lapisan parietal berubah menjadi epitel kuboid tubulus kontortus proksimal.
Terlihat banyak potongan tubuli di sekitar korpuskulum renal. Tubuli ini terutama terdiri atas
dua jenis, yaitu kontortus proksimal dan kontortus distal; tubuli ini berturut-turut adalah
segmen awal dan akhir dari nefron. Tubuli kontortus proksimal banyak terdapat di korteks,
dengan lumen kecil, tidak rata, dan dibentuk oleh selapis sel kuboid besar dengan sitoplasma

eosinofilik kuat dan bergranul. Terdapat brush border yang berkembang baik, namun tidak
selalu ada pada sediaan.
Tubuli kontortus distal jumlahnya lebih sedikit, memiliki lumen lebih besar yang dilapisi selsel kuboid lebih kecil. Sitoplasmanya kurang terpulas, tanpa brush border.
Korpuskulum renal dan tubuli terkait membentuk korteks ginjal. Korteks mengelilingi berkas
medula yang terdiri atas bagian-bagian lurus nefron dan duktus koligens. Berkas medula
terdiri atas tiga jenis tubuli :
1. Segmen lurus (descedens) tubuli kontortus proksimal.
2. Segmen lurus (ascendens) tubuli kontortus distal.
3. Ductus koligens.
Segmen lurus tubuli proksimal serupa dengan tubulus kontortus proksimal dan segmen lurus
tubuli distal yang serupa dengan tubulus kontortus distal. Duktus koligens dapat dikenali
karena sel-selnya kuboid pucat dan membran basalnya yang jelas terlihat.
Medula hanya mengandung bagian-bagian lurus tubuli dan segmen tipis ansa Henle. Di
bagian luar medula terlihat segmen-segmen tipis ansa Henle yang dilapisi epitel gepeng,
segmen lurus tubuli distal, dan duktus koligens.
Pembesaran lebih kuat lagi pada sebagian korteks ginjal memperlihatkan korpuskulum renal,
tubuli di dekatnya, dan aparatus kuxtaglomerular.
Korpuskulum renal menampakkan kapiler glomerular, epitel parietal dan viseral, kapsula
Bowman, dan ruang kapsular. Brush border yang tampak jelas dan sel asidofilik membedakan
tubuli kontortus proksimal dengan tubuli kontortus distal yang selnya lebih kecil dan pucat
tanpa brush border. Sel-sel tubulus koligens berbentuk kuboid, dengan batas sel jelas dan
sitoplasma pucat bening. Membran basal yang jelas mengelilingi tubuli ini.
Setiap korpuskulum renal memiliki sebuah polus vaskular pada satu sisi yang merupakan
tempat arteriol glomerular aferen masuk dan arteriol eferen keluar. Di sisi lain korpuskulum
terdapat polus urinarius tempat ruang kapsular menyatu dengan lumen tubulus kontortus
proksimal. Bidang irisan melalui korpuskulum renal kadang-kadang terlihat di dalam korteks
ginjal, meskipun demikian, gambar polus vaskular dan urinarius menggambarkan hubungan
struktur penting korpuskulum renal dengan daerah penyaringan darah, pengumpulan filtrat
glomerular, dan tahap awal modifikasi filtrat pembentukan urin.

Di polus vakular, sel-sel otot polos tunika media arteriol aferen diganti oleh sel-sel epiteloid
yang sangat termodifikasi dengan granul sitoplasma. Inilah sel-sel juxtaglommerular. Pada
segmen tubulus kontortus distal yang bersebelahan, sel-sel yang berbatasan dengan daerah
juxtaglomerular lebih langsing dan tinggi dibanding dengan bagian lain di tubulus. Daerah
dengan sel-sel yang lebih padat dan tampak lebih gelap ini disebut makula densa. Sel-sel
juxtaglomerular pada arteriol eferen dan sel-sel makula densa pada tubulus kontortus distal
bersama-sama membentuk aparatus juxtaglomerular.
Papila ginjal mengandung bagian-bagian terminal duktus koligens, yaitu duktus papilaris.
Duktus ini berdiameter besar dengan lumen lebar dan dilapisi sel silindris tinggi dan terpulas
pucat. Di sini juga terdapat potongan segmen tipis ansa Henle dan segmen lurus ascenden
tubulus kontortus distal. Jaringan ikat lebih banyak di daerah ini dan duktus koligens tidak
begitu berhimpitan. Juga terdapat banyak pembuluh darah kecil di sini. Potongan melintang
segmen tipis ansa Henle mirip kapiler atau venul.
Sejumlah duktus koligens menyatu di medula membentuk tubuli lurus dan besar disebut
duktus papilarisa yang bermuara di ujung papila. Banyaknya muara pada permukaan papila
memberi gambaran seperti saringan daerah ini disebut area kribrosa. Papila dilapisi epitel
berlapis kuboid. Namun di area kribrosa, epitel pelapisnya umumnya adalah selapis silindris
yang menyatu dengan pelapis duktus papilaris. Juga tampak segmen-segmen tipis ansa Henle
dan segmen lurus ascendens tubuli distal. Juga tampak banyak jaringan ikat dan kapiler
darah.8

Gambar 4. Struktur mikro unit fungsional ginjal


Hormon-Hormon Ginjal
Salah satu hormon penting dalam osmoregulasi adalah hormon antidiuretik (ADH). Hormon
tersebut dihasilkan dalam bagian otak yang disebut hipotalamus. ADH disimpan dan
dibebaskan dari kelenjar pituari yang berada persis dibawah hipotalamus. Sel-sel omoreseptor
dalam hipotalamus memonitor osmolaritas darah dan merangsang pembebasan tambahan
ADH ketika osmolaritas darah meningkat di atas titik pasang sebebsar 300 mosm/L.
Hilangnya air secara berlebihan dapat berakibat berkeringat atau diare merupakan contohcontoh krisis yang dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas darah. Lebih banyak ADH
kemudian dibebaskan ke dalam aliran darah dan mencapai ginjal. Target utama ADH adalah
tubula distal dan duktus pengumpul ginjal, dimana hormon itu akan meningkatkan
permeabilitas epitelium terhadap air.
Hal tersebut akan memperbesar reabsorpsi air yang membantu mencegah penyimpangan
lebih lanjut osmolaritas darah dari titik pasang itu. Melalui umpan balik negatif osmolaritas
darah yang semakin menurun tersebut mengurangi aktivitas sel-sel osmoreseptor dalam
hipotalamus. Sehingga lebih sedikit ADH yang disekresikan. Hanya tambahan asupan air

dalam makanan dan minuman yang dapat membuat osmolaritas keseluruhannya turun
kembali menjadi 300 mosm/l.
Ketika sangat sedikit ADH yang dibebaskan, seperti yang terjadi setelah sejumlah besar
volume air menurunkan osmolaritas darah. Ginjal akan menyerap sedikit air yang
mengakibatkan

peningkatan

pengeluaran

urin

encer.

Alkohol

dapat

menganggu

keseimbangan air dengan cara menghambat pembebasan ADH yang menyebabkan hilangnya
air secara berlebihan dalam urin dan menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi. Beberapa di
antara gejala hangover (perasaan sakit seteleah minum alokohol) mungkin disebabkan oleh
dehidrasi ini. Akan tetapi, secara normal osmolaritas darah. Pembebasan ADH dan reabsorpsi
air dalam ginjal semuanya dihubungkan dalam suatu perputaran umpan balik yang turut
mempertahankan homeostasis.
Mekanisme kedua yang mengatur fungsi ginjal melibatkan jaringan khusus yang mengatur
fungsi ginjal melibatkan jaringan khusus yang disebut sebagai apartus jukstaglomerulus yang
terletak disekitar arteriola aferen dan mengalirkan darah ke glomerulus. Ketika tekanan darah
atau volume darah dalam arteriola aferen turun, enzim renin mengawali reaksi kimia yang
mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut
angiotensin II.
Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume
darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan darah dengan
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler termasuk kapiler ginjal.
Angiotensisn II juga merangsang tubula proximal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan
air. Hal tersebut akan mengurangi jumlah garam air yang dieksresikan dalam urin dan
akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah.
Akan tetapi, pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal yaitu organ
yang terletak di atas ginjal, untuk membebaskan hormon yang disebut aldosteron. Hormon ini
bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih
banyak ion natrium (Na+) dan air serta meningkatkan volume dan tekanan darah.
Secara ringkas, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) merupakan bagian dari
perputaran umpan balik kompleks yang berfungsi dalam homoeostasis. Penurunan dalam
tekanan darah dan volume darah akan memicu pembebasan renin dari JGA. Selanjutnya

peningkatan tekanan dan volume darah yang disebabkan oleh berbagai kerja angiotensin II
dan aldosteron mengurangi pelepasan renin.
Mungkin kelihatannya fungsi ADH dan RAAS tumpang tindih tetapi tidak demikian halnya,
memang benar bahwa keduanya meningkatkan penyerapan kembali air, tetapi masing-masing
menghadapi permasalahan osmoregulasi yang berbeda. Pelepasan ADH merupakan respon
terhadap peningkatan dalam osmolaritas darah, seperti ketika tubuh mengalami dehidrasi
akibat kurangnya konsumsi air, misalnya. Akan tetapi, bayangkan suatu situasi yang
menyebabkan kehilangan garam dan cairan tubuh secara berlebihan=luka misalnya atau diare
hebat.
Hal tersebut akan mengurangi volume darah tanpa peningkatan osmolaritasnya. RAAS akan
menyelamatkan hidup dengan cara meningkatkan penghematan air dan NA+ sebagai respons
terhadap penurunan volume darah yang disebabkan oleh kehilangna cairan. Secara normal
yang disebabkan oleh kehilangan cairan. Secara normal ADH dan RAAS adalah pasangan
dalam homeostasis; ADH saja akan menurunkan konsentrasi NA+ darah dengan cara
merangsang penyerapan kembali air dalam ginjal, tetapi RAAS akan membantu
mempertahankan keseimbangan dengan merangsang penyerapan kembali Na+.
Ada hormon lain yaitu peptida yang disebut sebagai faktor natriuretik atrium (ANF) yang
bekerja melawan RAAS. Dinding atrium jantung melepaskan ANF sebagai respon terhadap
peningkatan volume dan tekanan darah. ANF akan menghambat pelepasan renin dari JGA,
menghambat penyerapan kembali NaCl oleh duktus pengumpul. Dan menurunkan
pembebasan aldosteron dari kelenjar adrenal. Kerja hormon ini akan menurunkan volume dan
tekanan darah. Dengan demikian, ADH, RAAS dan ANF membentuk sistem yang rumit
untuk pemeriksaan dan penyeimbangan yang mengatur kemampuan ginjal untuk mengontrol
osmolaritas, konsentrasi garam, volume dan tekanan darah.9
Kesimpulan
Mekanisme kerja ginjal terdiri dari tiga proses yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Ketiga
proses ini berlangsung mulai dari glomerulus dan kapsula Bowman menuju nefron atau unit
fungsional ginjal yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, pars descendens ansa Henle,
lengkung ansa Henle, pars ascendens ansa Henle, tubulus kontortus distalis. Dan akhirnya
akan berjalan ke duktus koligens dan duktus papilaris. Semua proses ini terjadi di ginjal.
Maka dari itu apabila ada gangguan atau kelainan yang terjadi akan menimbulkan gangguan

pada proses-proses tersebut dan hasil eksresi yaitu urin akan mengandung zat-zat yang
seharusnya tidak ada.
Daftar pustaka
1. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan ginjal: seri asuhan keperawatan.
Editor, Monica Ester. Jakarta: EGC; 2008: 35-6.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2011.h.
3.
4.
5.
6.

462-3.
Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2002.
Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2006.h. 402-14.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi pemula. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2004.h. 318-21.
Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC,

2006.h.250-4.
7. Watson R. Anatomi dan fisiologi. Edisi ke-10. Jakarta: EGC, 2002.h.390.
8. Eroschenko VP. Atlas histologi di Fiore. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2003.h.248-54.
9. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2009. h:459-61.

Anda mungkin juga menyukai