Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PRAKTIKUM

PENYAKIT BAKTERIAL DAN MIKOLOGI


ESCHERICHIA COLI
Oleh
Kelompok 3
Nurul Hikmawati B04130053 1.
Rizqi Fitriyah B04130027 2.
Albertus Rheza D B04140160 3.
M Faldy Maliqi B04140167 4.
Reza Pratama Baja Putra B04140185 5.

BAGIAN BAKTEROLOGI DAN MIKOLOGI


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN
MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
Formatted: Centered
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu faktor utama penyebab timbulnya penyakit adalah kontaminasi


mikroorganisme berupa bakteri. Beberapa spesies bakteri tertentu ada yang
menguntungkan bagi hewan dan manusia. Namun, bakteri dapat pula menjadi
penyebab timbulnya suatu penyakit yang sangat merugikan (Irianto 2006).

Manusia dan hewan mempunyai sejumlah besar flora normal yang


biasanya tidak menimbulkan penyakit tetapi membentuk suatu keseimbangan
yang memastikan kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan pertambahan jumlah
bagi keduanya, bakteri dan hospes. Beberapa bakteri yang merupakan penyebab
penting penyakit umumnya dibiakkan dengan flora normal, seperti Proteus
mirabilis, Pseudomonos aeruginosa, Lactobacillus, Escherichia coli, dan
Staphylococcus aureus (Jawetz et al 2012). Escherichia coli merupakan bagian
dari flora saluran cerna yang normal pada manusia, tetapi juga merupakan
penyebab umum infeksi pada saluran kemih, diare, dan penyakit lainnya (Jawets
et al 2012).

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui karakteristik Eschericia


coli beserta dengan gejala klinis, patogenesis, dan tindakan pengendalian serta
pencegahan.

ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

Escherichia coli merupakan mikrofilaria usus, bakteri ini tergolong bakteri


gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat
motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, dan dapat memfermentasi laktosa.
Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat
patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorrhagic Escherichia
coli (EHEC). Escherichia colimerupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. Escherichia coli dapat masuk ke
dalam tubuh manusia terutama melalui konsumen pangan yang tercemar,
misalnya daging mentah, daging yang di masak setengah matang, dan cemaran
fekal pada air dan pangan (Bibiana 1994).

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam


usus besar manusia sebagai flora normal. Bakteri ini bersifat unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus, misalnya diare pada anak, seperti juga
kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus
(Jawetz et al 2012).

Klasifikasi

Kingdom : Procaryotae

Fhylum : Protophyta

Kelas : Schzommycetes

Ordo : Eurobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Morfologi dan Sifat sifat Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang, gram negatif,


mempunyai kapsul, tidak mempunyai spora, dan bergerak aktif dengan flagella
peritrich, dan termasuk bakteri aerob dan anaerob fakultatif.

Grouping

Berdasarkan mekanisme dalam menimbulkan penyakit, serologi dan


epidemologi, bakteri Escherichia coli dibedakan menjadi beberapa tipe :
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)

Strain E.coli dari tipe ini tidak memproduksi racun dan sifat-sifat
patogennya tidak jelas. Pemeriksaan terakhir untuk tipe ini dilakukan dengan slide
aglutinasi menggunakan sera diagnostika.

Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC)

Strain Escherichia coli dari tipe ini dapat memproduksi


racun, stable dan/atau labile toxin. Stable toxin yaitu racun yang tahan panas,
sedangkanlabile toxin yaitu racun yang tidak tahan panas. Racun-racun itu dapat
menimbulkan diare seperti pada cholera. Stable toxin (ST) dapat diperiksa dengan
percobaan biologis menggunakan infant mice umur maximum 4 hari
sedangkan labile toxin (LT) dapat diperiksa dengan ELISA test.

Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)

Strain Escherichia coli tipe ini dapat menimbulkan penyakit diare seperti
pada Shigella. Identifikasi bakteri ini dapat dilakukan dengan Sereny test yaitu
dengan meneteskan suspensi pekat bakteri ini pada mata marmut.

Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)

Escherichia coli serotipe 0157 ini dapat memproduksi Vero


Cytotoxin yang dapat menimbulkan diare berdarah atau Haemorrhagic
Colitis (HC) dan Haemolytic Ureamic Syndrome (HUS). Identifikasi bakteri ini
dapat dilakukan dengan reagent kit Escherichia coli 0157 latex test (Soemarno
2000).

PATOGENESIS
E. coli terdiri dari beragam strain. Strain E. coli yang patogenik
dikelompokkan menjadi enam patotipe yang secara kolektif disebut sebagai
diarrheagenic E. coli (CDC 2015). Enam kategori tersebut yaitu Shiga toxin-
producing E. coli (STEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteropathogenic E.
coli (EPEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), enteroinvasive E. coli (EIEC),
dan diffusely adherent (DAEC). STEC adalah patogen yang dapat menyebabkan
kolitis hemoragik hingga hemolytic uremic syndrome (HUS). STEC melepaskan
toksin yang disebut Stxs. Toksin tersebut bekerja dengan menghentikan sintesis
protein pada sel inang yang berujung pada kematian sel (Melton-Celsa 2012).

Enterotoxigenic E. coli dapat memproduksi dua jenis enterotoksin, yaitu


heat-labile enterotoxin dan heat stable toxin. Heat-labile enterotoxin. Toksin ini
menstimulasi enzim adenilat siklase untuk memproduksi cAMP, meningkatkan
efluks ion dan air dari enterosit yang terinfeksi yang berujung pada diare berair.
Heat stable toxin bekerja dengan mengikat pada enzim guanilat siklase yang
terletak di membrane sel inang, dan mengaktifkan enzim tersebut. Hal ini
menyebabkan sekresi cairan serta elektrolit dan mengakibatkan diare (Clements
2012).

Enteroinvasive E. coli (EIEC) tidak memproduksi toksin. Patogenisitasnya


disebabkan oleh kemampuannya untuk menyerang dan menghancurkan jaringan
di usus besar. Bakteri ini memiliki bobot molekul yang besar dan dapat dideteksi
oleh PCR (Parsot 2005).

Enteropathogenic E. coli (EPEC) adalah penyebab terbesar diare pada


bayi di negara-negara berkembang. EPEC memiliki protein yang disebut EPEC
adherence factor (EAF) yang memungkinkan perekatan bakteri ke sel-sel intestin.
Penempelan ini menyebabkan fenomena attachment and effacing, yaitu
pengaturan ulang protein aktin yang terjadi setelah penempelan. Tidak seperti
ETEC atau EAEC, EPEC menyebabkan respon inflamasi. Diare yang disebabkan
tipe ini terjadi karena invasi ke sel inang dan gangguan pada transduksi sinyal
seluler (Clements 2012).

Enteroaggregative E. coli (EAEC) adalah strain yang mampu menempel


pada jaringan secara agregat. Bakteri ini tidak bersifat invasif, dan diketahui
memproduksi toksin, yang disebut toksin EAST (EnteroAggregative ST). Bakteri
ini juga memproduksi hemolysin yang menyebabkan infeksi traktus urinarius
(Harrington 2006).
Diffusely adherent E. coli (DAEC) memiliki substansi adhesin Afa/Dr
yang berkontribusi terhadap patogenisitasnya. Di sel epitel intestine, adhesin
Afa/DR menstimulasi reseptor membrane sel untuk mengaktivasi signaling, dan
mengakibatkan lesio structural dan fungsional sel. Lesio ini termasuk kerusakan
pelindung di usus halus, menginduksi respon inflamasi, dan angiogenesis (Servin
2014).

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA


Escherichia coli adalah spesies yang paling penting dari
genus Escherichia dan merupakan flora normal yang dapat menyebabkan infeksi
pada saluran kencing, luka, bakterimia, septisemia dan meningitis serta infeksi
gastrointestinal (Gani 2003). Sehubungan dengan infeksi pada usus dikenal lima
jenis Escherichia coli, yaitu:

1) Enteropathogenik Escherichia coli (EPEC)


EPEC menyebabkan diare pada bayi atau anak anak kurang dari
1 tahun dan jarang pada orang dewasa dengan gejala berupa demam tidak
tinggi, muntah, malaise dan diare.
2) Enterotoxigenik Escherichia coli (ETEC)
ETEC menyebabkan diare pada anak anak dan dewasa di daerah
tropis dan subtropics pada Negara yang sedang berkembang. Infeksi ETEC
ditandai dengan gejala demam rendah dan tinja encer.
3) Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)
EIEC menyebabkan diare mirip dengan yang disebabkan
oleh shigella, baik pada anak anak maupun orang dewasa. Tinja agak
encer bahkan seperti air, mengandung nanah, lender dan darah dengan
gejala panas dan malaise.
4) Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
EHEC dikenal sebagai penyebab diare hemorhagik dan colitis
serta hemolytic uremic syndrome(HUS) yang ditandai dengan jumlah
trombosit berkurang, anemia hemolitik dan kegagalan ginjal. Tinja encer
berair, mengandung darah dan abdomen terasa sakit, kram serta demam
rendah atau tanpa demam.
5) Enterodherant Escherichia coli (EAEC)
EAEC menyebabkan diare dengfan cara menempel kuat pada
permukaan mukosa usus dengan gejala tinja encer berair, muntah,
dehidrasi, dan biasanya sakit pada abdomen.

Diagnosa dan Diferential Diagnosa E Coli


Umumnya E. Coli tidak menyebabkan suatu penyakit tetapi terdapat
strains E. Coli yang bersifat virulent dan dapat menyebabkan gastroenteritis, UTI,
neonatal meningitis, hemmoraghic colitis, dan Crohns disease. Gejala umum
yang ditimbulkan ketika terinfeksi E. Coli yaitu sakit pada daerah abdominal,
diarrhea, hemorrhagic colitis, muntah, dan demam. Pada strain yang virulent,
dapat menyebabkan nekrosa bowel ginjal, hemolytic uremic syndrome,
peritonitis, mastitis, septicemia, serta gram-negative pneumonia.

Dari banyaknya strain E.Coli yang ada tedapat satu strain yang
memproduksi toxin Shiga yaitu E. Coli 0157:H7. Toxin ini dapat melisiskan RBC
sehingga dapat menyebabkan HUS. Hemolytic uremic syndrome ditandai dengan
menurunnya urinasi, lethargy, serta mukosa mata memucat. Pada 25% penderita
HUS terjadi komplikasi sistem syaraf yang menyebabkan stroke dan
menyebabkan adanya thrombus RBC di kapiler darah maupun otak. HUS dapat
menyebabkan edema pulmonum serta pembendungan darah pada kaki dan tangan
(Youn 2017).

Terdapat juga strain E.Coli yang bersifat uropathogenic. Bakteri ini


menyebabkan urinary tract infection. Penderita yang mengalami uti akibat E.Coli
ini dapat mentransmisikan infeksi ini secara veneral. Bakteri E.Coli strain ini akan
menggunakan P fimbriae untuk mengikat sel sel epitel traktus urinary kemudian
menyebar di kantung kemih (Justice et al 2006). Bakteri ini juga dapat menginvasi
sel paying superficial untuk membentuk komunitas bakteri intraseluler.

Diagnosa E coli dapat menggunakan CT scan karena kemampuannya


dalam menampilkan lapisan lapisan dalam organ tubuh (Philpotts 1994). NMR
(nuclear magnetic resonance spectroscopy) juga dapat digunakan sebagai
diagnosa e coli dalam UTI (Urinary Tract Infection) (Lussu et al 2017).Kultur
urin adalah gold standart dalam diagnosa mikrobiologis UTI dan metode ini
rutin digunakan pada laboratorium klinik secara umum (Knottnerus 2008).
Identifikasi bakteri E.coli dapat dilakukan dengan pengisolasian specimen pada
media isolasi dan dilanjutkan dengan media pembiakan seperti EMB Agar, Endo
Agar, Violet Red Blue Agar, trigitol 7 agar, dan TSI Agar (Khamid dan Mulasari
2012). Madigan et al. (2003) menyatakan bahwa Escherichia pada uji H2S (TSI)
dan urease adalah negatif, Uji indol positif dan motilitas Escherichia adalah motil
atau tidak motil.

Differential diagnosa untuk infeksi bakteri Escherichia coli yaitu infeksi


Enterobacter, infeksi enterococcal, infeksi klebsiella, infeksi proteus, infeksi
providencia, infeksi pseudomonas aeruginosa, serratia, shigellosis, dan infeksi
group B streptococcus. Pada banyak hewan, strain virulent dari E. Coli dapat
menyebabkan septicema, diarrhea pada anak sapi, mastitis akut, serta chronic
respiratory disease yang biasanya bersamaan dengan infeksi mycoplasma (Gross
1978). Cistitis dan pyelonefritis pada umumnya disebabkan oleh Escherichia coli
(75% -95%) dan dapat juga disebabkan oleh spesies lain, seperti
Enterobacteriaceae (Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae) serta
Staphylococcus saprophyticus (Tandogdu 2016).

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Pelaporan penyakit
Dokter hewan dan para pihak lain yang terlibat harus mengikuti kebijakan
nasional/lokal untuk melaporkan kasus kejadian penyakit infeksius.

Desinfeksi
E coli dapat diinaktifasi dengan beberapa desinfektan seperti 1% sodium
hypoklorit, 70% ethanol, phenol atau iodin, glutaraldehyde dan formaldehid.
Larutan klorin dapat digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri meskipun salah
satu studi menunjukkan jika pencucian dengan larutan cuka (asam asetat 6%)
lebih efektif. Bakteri ini juga inaktif dengan pemanasan uap (1210C atau 2500F
selama minimal 15 menit) atau pemanasan kering (160-1700 C atau 320-3380 F
selama minimal 1 jam). Radiasi ionisasi atau penggunaan bahan kimia seperti
sodium hypoclorite dan asam asetat dapat mengurangi atau memberantas
pertumbuhan E coli. Bakteri yang membentuk biofilm lebih sulit diberantas
sehingga harus dilakukan kombinasi dari pemanasan, desinfeksi fisik dan
desinfeksi kimia agar lebih efektif.

Higiene dan Sanitasi


Higiene yang baik, mencuci tangan dengan baik dan benar dapat
mencegah transmisi dari manusia ke manusia. Cuci tangan yang baik dan benar
sangat penting khususnya setelah mengganti popok, menggunakan toilet, sebelum
makan, sebelum mempersiapkan makanan, dan setelah mepersiapkan makanan.
Fasilitas cuci tangan harus disediakan di kebun binatang dan tempat lain yang
memungkinkan masyarakat kontak dengan hewan, aktivitas makan dan minum
dilarang pada tempat-tempat ini. Untuk melindungi anak-anak dan anggota
keluarga yang lain, orang yang bekerja dengan hewan harus menyimpan seragam
kerja termasuk sepatu terpisah dari baju lain serta dicuci terpisah. Masyarakat
harus menghindari menelan air saat berenang di danau, kolam atau sungai. Pada
beberapa daerah bahkan diterapkan kebijakan melarang anak yang sakit karena
infeksi datang ke sekolah sampai mereka sembuh.
Teknis pencegahan kontaminasi E coli dengan pengolahan daging yang
baik dapat mengurangi risiko kontamisnasi pada produk hewan meskipun tidak
dapat memberantas bakteri ini seluruhnya. Bahan makanan seperti daging sapi
dan babi aman jika dimasak dengan temperatur minimum 1600F atau 710C, dan
pada daging ayam 1850 F. Pastikan suhu minimal dalam daging tercapai saat
pemanasan. Hindari kontak antara daging mentah dengan bahan makanan lain,
baik yang mentah atau yang sudah dimasak.
Sayur dan buah harus dicuci dengan air mengalir sebelum dikonsumsi.
Susu, produk susu lain dan jus tidak terpasteurisasi yang berisiko mengandung E
coli sebaiknya dihindari untuk konsumsi. Konsumen harus menerapkan higiene
pangan yang baik seperti mencuci peralatan masak dengan sabun dan air segera
setelah digunakan untuk mencegah kontaminasi silang. Makanan atau bahan
makanan yang disimpan harus dijaga temperaturnya pada rantai dingin (pada
lemari pendingin).
Sumber: Doyle dan Padhye 1989
Good Management Practice
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara umum pada
peternakan yaitu penggunaan desinfektan (contohnya chlorhexidine) pada
kandang, penggunaan antibiotik pada rectum, penggunaan probiotik untuk
mengatur flora normal pada saluran pencernaan ternak, manipulasi diet,
pengurangan kepadatan hewan di peternakan untuk mengurangi angka transmisi,
pembersihan rutin saluran air dan pengelompokkan hewan sesuai usia, hewan juga
tidak boleh merumput disekitar saluran air yang diduga mengandung E coli
Management practices yang diterapkan pada peternakan meliputi
penyediaan lubang khusus untuk pembuanangan cairan limbah untuk menecegah
kontaminasi pada sumber air dalam tanah. Mengubur kotoran sebelum digunakan
sebagai pupuk dapat mengurangi transmisi. Proses biologis lain (pencernaan aerob
dan anaerob), pengeringan dengan panas, dan penggunaan bahan kimia dapat
diaplikasikan untuk membersihkan limbah peternakan sebelum dibuang ke
lingkungan. Penggunaan kapur atau penjemuran dengan sinar matahari juga
digunakan untuk mencegah E coli lebih menyebar dari tanah yang diduga telah
terkontaminasi.
Limbah peternakan dan air yang diduga terkontaminasi harus diatur agar
tidak masuk sumber air atau kebun sayur yang akan dikonsumsi oleh manusia.
Kebijakan terbaru di Amerika Serikat mengatur jarak minimal antara peternakan
dengan tanah pertanian seperti perkebunan sayur yaitu 120 m.
Vaksinasi
Vaksin untuk beberapa serotype E coli dapat mengurangi kejadian infeksi,
dan diizinkan penggunaannya secara bersyarat di bebarapa negara termasuk
Amerika Serikat dan Kanada, namun tidak digunakan secara luas.

Pengobatan
Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan azithromycin,
sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan
aminoglikosida. Aminoglikosida kurang baik diserap oleh gastrointestinal, dan
mempunyai efek toksik pada ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan
adalah ampisilin. Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti siklik
dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin
betalaktam, sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus amino bebas yang
mengikat satu atom H (Ganiswarna 1995). Ampisilin memiliki spektrum kerja
yang luas terhadap bakteri Gram negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae,
Salmonella, dan beberapa genus Proteus. Namun ampisilin tidak aktif terhadap
Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci (Ganiswarna 1995). Ampisilin banyak
digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan
saluran kemih (Tjay dan Raharja 2002).

SIMPULAN
Escherichia coli merupakan mikrofilaria usus yang tergolong sebagai
bakteri negatif gram berbentuk basil, tidak membentuk spora, umumnya motil
dengan bantuan flagella, dan dapat memfermentasikan laktosa.

DAFTAR PUSTAKA
Bibiana. 1994. Analisis Mikrobiologi Laboratorium. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Pustaka.

Center for Food Security & Public Health. 2016. Escherichia coli. [Internet]
https://cfsph.iastate.edu [diakses pada 14 Oktober 2017].
Clements A, Young JC, Constantinou N, Frankel G. 2012. Infection strategies of
enteric pathogenic Escheerichia coli. Gut Microbes. 3 (2): 71-87.

Doyle MP, Padhye VS. 1989. Escherichia coli: In Foodborne Bacterial Pathogens.
New York (US): Marcel Dekker, Inc

Gani A. 2003. Metode Diagnostik Bakteriologi Ke-3. Makassar (ID): Balai Labora
torium Kesehatan.

Ganiswarna, SG. 1995.Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta (ID): Fakultas


Kedokteran UI.

Gross WB. 1978. Diseases of poultry. Iowa (US): Iowa State University Press.

Harrington SM, Dudley EG, Nataro JP. 2006. Pathogenesis of enteroaggregative


Escherichia coli infection. FEMS MIcrobiol Lett. 254 (1): 12-18.
Irianto K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Edisi Ke-1. Band
ung (ID): Yrama Widy.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2012. Review of Medical Microbiology.
Jakarta (ID) : Kedokteran EGC
Justice S, Hunstad D, Seed P, Hultgren S. 2006. Filamentation by Escherichia coli
subverts innate defenses during urinary tract infection. Proc Natl Acad Sci
U S A. 103 (52): 198849.
Khamid MA, Mulasari SA. 2011. Identifikasi bakteri aerob pada lindi hasil
sampah dapur di dusun sukunan yogyakarta. KESMAS. 6(1):1-74
Knottnerus BJ, Bindels PJ, Geerlings SE, Charante MV EP, Riet G. 2008.
Optimizing the diagnostic work-up of acute uncomplicated urinary tract
infections. BMC Fam Pract.9:64.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J.2003. Biology of Microorganisms. New
York (US): Pearson Education Inc.
Melton-Celsa A, Mohawk K, Teel L, Obrien A. 2012. Pathogenesis of Shiga
toxin producing Escherichia coli. Curr Top Microbiol Immunol. 357: 67
-103.
Parsot C. 2005. Shigella spp. And enteroinvasive Escherichia coli pathogenicity
factors. J Microb. 252(1): 11-18.
Lussu M, Camboni T, Piras P, Serra C, Carratore FD, Griffin J, Atzori L, Manzin
A. H NMR spectroscopy-based metabolomics analysis for the diagnosis of
symptomatic E. coli-associated urinary tract infection (UTI). BMC
Microbiol. 17(1): 201.
Philpotts LE, Heiken JP, Westcott MA, Gore RM. 1994. Colitis: Use of CT
findings in differntial diagnosis. Radiology. 190(2): 445-449
Servin AL. 2014. Pathogenesis of human diffusely adhering Escherichia coli
expressing Afa/Dr adhesins (Afa/Dr DAEC): current insights and future
challenges. Clin Microbiol Rev. 27 (4): 823-869.
Tandogdu Z, Wagenlehner FM. 2016. Global epidemiology of urinary tract
infections. Curr Opin Infect Dis.29:739.
Tjay TH, Raharja K. 2002.Obat-Obat Penting. Edisi 5. Jakarta (ID): PT. Elex
Media Komputindo.

Youn LJ, YoonJW, Hovde, Carolyn J. 2017.A brief overview of escherichia coli
o157:h7 and its plasmid o157. J Microbiol Biotechnol. 20(1): 514.

Anda mungkin juga menyukai