Disusun Oleh:
NIM: 21009
Komplek Marinir Cilandak, Jalan Yos Soedarso, RT.3/RW.5, Cilandak Timur, Pasar
Minggu, RT.3/RW.5, Cilandak Tim., Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 12560
A. Konsep dasar penyakit
1. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan/ resistensi insulin. Risiko utama yang biasa
ditemukan pada setiap penderita yang didiagnosis penyakit DM diantanya
hipoglikemia hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis.
Hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan risiko mayor yang sering diderita
pasien DM.
Diabetes tipe 2 disebut non insuline dependent atau adult onset
diabetes,ditandai dengan kurangnya produksi insulin (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI,2013). DM tipe 2 merupakan kombinasi
dari restitensi insulin dan kelainan pada produksi insulin pada beta sel
pankreas .seiring berjalannya waktu,disfungsi beta sel pankreas akan semakin
parah dan berakibat kekurangan insulin absolut (peter c. Kurniali,2013).
Diabetes tipe 2 merupakan dampak dari gangguan sekresi insulin dari
resistansi terhadap kerja insulin yang sering kali disebabkan oleh obesitas
(defisiensi relatif) (Bilous, R., & Donelly, R.2015). Menurut PERKENI
(2015),DM tipe 2 disebabkan mulai dari dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertairesistensi insulin.Pada DM tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif
karena kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa masuk
ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa dihati.
Hipoglikemi merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh
penderita diabetes melitus. Hipoglikemi disebut juga sebagai penurunan kadar
gula darah yang merupakan keadaan dimana kadar gula darah berada dibawah
normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik, dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom
hipoglikemi ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing,
lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak
jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (Nugroho, dkk.,
2016)
2. Epidemiologi
Diabetes melitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.
Prevalensi DMT2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3- 6% pada populasi
dewasa.International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2011
mengumumkan 336 juta orang di seluruh dunia mengidap DMT2 dan penyakit
ini terkait dengan 4,6 juta kematian tiap tahunnya, atau satu kematian setiap
tujuh detik. Penyakit ini mengenai 12% populasi dewasa di Amerika Serikat
dan lebih dari 25% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun (Eva Decroli,
2019). World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1
juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data
dari IDF 2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua
peringkat dibandingkan dengan tahun 2013 dengan 7,6 juta orang penyandang
DM. Penelitian epidemiologi yang dilakukan hingga tahun 2005 menyatakan
bahwa prevalensi diabetes melitus di Jakarta pada tahun 1982 sebesar 1,6%,
tahun 1992 sebesar 5,7%, dan tahun 2005 sebesar 12,8%. Pada tahun 2005 di
Padang didapatkan prevalensi DMT2 sebesar 5,12%.
3. Etiologi
Diabetes tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin, yaitu ketika tubuh menjadi
kebal atau tidak responsif terhadap insulin. Insulin sendiri membantu sel
menyerap dan mengubah gula menjadi energi. Resistensi insulin
menyebabkan gula tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga gula di dalam
darah tetap tinggi. Kondisi tersebut membuat pankreas harus bekerja lebih
keras untuk memproduksi insulin agar glukosa dapat masuk ke sel. Namun,
seiring waktu, sel pankreas akan rusak akibat bekerja terlalu keras sehingga
tidak dapat menghasilkan insulin. Hal ini menyebabkan glukosa menumpuk
dalam darah.
Pada dasarnya, gejala diabetes tipe 2 mirip dengan diabetes tipe 1. Namun,
kemunculan gejala diabetes tipe 2 cenderung lebih lama. Pada beberapa kasus,
diabetes tipe 2 bahkan tidak menimbulkan gejala sampai terjadi komplikasi.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami penderita diabetes tipe
2:
• Mudah haus
• Sering buang air kecil, terutama pada malam hari
• Sering merasa lapar
• Berat badan menurun
• Tubuh terasa lelah
• Penglihatan kabur
• Sulit sembuh ketika mengalami luka
• Sering mengalami infeksi
• Mati rasa atau kesemutan di tangan atau kaki
• Mulut kering
• Gusi merah, bengkak, dan nyeri
• Beberapa bagian di kulit menghitam (akantosis nigrikans), umumnya
ketiak dan leher
Gejala diabetes tipe 2 sering kali sulit dideteksi. Oleh sebab itu, lakukan
pemeriksaan kadar gula darah secara rutin, terutama jika memiliki faktor
risiko penyakit ini. Melalui pemeriksaan dan penanganan sejak dini, risiko
timbulnya komplikasi dapat dicegah.
Menurut Nugroho, dkk (2016) tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari
dua fase antara lain :
a. Fase pertama
b. Fase kedua
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (Maria, 2021)
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah 23 bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Kaji status pernapasan pasien meliputi frekuensi napas, irama napas,
kedalaman napas, suara napas tambahan, retraksi dinding dada. Observasi
adanya sesak nafas, batuk, sputum dan nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /
bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 24
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien diabetes melitus
yang mengalami hipoglikemia antara lain (Black dan Hawks, 2021) :
a. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa
75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl. Biasanya pada
penderita hipoglikemia akan terjadi penurunan kadar glukosa darah
<60mg/dL
b. Pemeriksaan AGD
Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis respiratorik
sedang.
c. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula
darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes
dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin
terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 - 6%. Semakin tinggi maka
akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
d. Pemeriksaan Elektrolit
Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
e. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien
7. Tindakan Penanganan
a. Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai optimal atau gunakan
golongan obat yang mempunyai risiko hipoglikemia rendah
Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan untuk
mempertahankan kontrol glikemik selama mungkin tanpa risiko
hipoglikemia, oleh karena itu pemberian obat-obatan sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah dan kemudian dilakukan titrasi secara bertahap hingga
mencapai dosis optimal. Sesuai dengan mekanisme kerjanya maka golongan
obat-obatan anti diabetes 14 dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu
kelompok risiko rendah dan kelompok risiko tinggi sebagai penyebab
hipoglikemia. Kelompok risiko tinggi akan meningkatkan kadar insulin tanpa
dipengaruhi kadar glukosa dalam darah. Sedangkan golongan obat dengan
risiko hipoglikemia rendah berkerja bedasarkan kadar glukosa dalam darah
(Mansyur, 2018).
b. Terapi hipoglikemia
Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes adalah deteksi
dini dan atasi kadar glukosa darah yang rendah dengan mengembalikan kadar
glukosa darah secepat mungkin ke kadar yang normal sehingga gejala dan
keluhan hipoglikemia juga akan segera menghilang. Rekomendasi terapi
hipoglikemia (Setiati, Alwi dan Sudoyo, 2015):
1) Hipoglikemia ringan dan sedang
Berikan 15-20 gram glukosa tablet atau yang telah dilarutkan dalam air
minum (2-3 sendok makan). Cek ulang kadar glukosa darah 15 menit
kemudian, bila kadar glukosa darah masih kurang dari 70 mg/dl maka
pemberian 15 gram glukosa dapat diulangi, demikian pula untuk 15
menit berikutnya.
2) Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar
Berikan 20 gram glukosa secara oral. Cek ulang 15 menit kemudian, bila
kadar glukosa darah tetap < 70 mg/dl maka ulangi pemberian 20 gram
glukosa, demikian pula untuk 15 menit berikutnya.
3) Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar.
Jika terdapat gejala neuroglikopeni, maka pasien harus diberikan terapi
parenteral yaitu Dextrose 40% 25 ml, diikuti dengan infus D50% atau
D10%, 15 dengan rumus 3-2-1-1. Lakukan pemantauan gula darah setiap
1-2 jam. Apabila terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dextrose 40%
dapat diulang kembali.
RI., K. K. (2016). Data Sample Registration Survey. Jakrta: Bulletin jendela data
dan informasi kesehatan. .