Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DENGAN HIPOGLIKEMI

Disusun Oleh:

Nama: Esyia Syifatiniah

NIM: 21009

Mata Kuliah: Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah 2

Komplek Marinir Cilandak, Jalan Yos Soedarso, RT.3/RW.5, Cilandak Timur, Pasar
Minggu, RT.3/RW.5, Cilandak Tim., Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 12560
A. Konsep dasar penyakit
1. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan/ resistensi insulin. Risiko utama yang biasa
ditemukan pada setiap penderita yang didiagnosis penyakit DM diantanya
hipoglikemia hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis.
Hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan risiko mayor yang sering diderita
pasien DM.
Diabetes tipe 2 disebut non insuline dependent atau adult onset
diabetes,ditandai dengan kurangnya produksi insulin (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI,2013). DM tipe 2 merupakan kombinasi
dari restitensi insulin dan kelainan pada produksi insulin pada beta sel
pankreas .seiring berjalannya waktu,disfungsi beta sel pankreas akan semakin
parah dan berakibat kekurangan insulin absolut (peter c. Kurniali,2013).
Diabetes tipe 2 merupakan dampak dari gangguan sekresi insulin dari
resistansi terhadap kerja insulin yang sering kali disebabkan oleh obesitas
(defisiensi relatif) (Bilous, R., & Donelly, R.2015). Menurut PERKENI
(2015),DM tipe 2 disebabkan mulai dari dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertairesistensi insulin.Pada DM tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif
karena kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa masuk
ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa dihati.
Hipoglikemi merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh
penderita diabetes melitus. Hipoglikemi disebut juga sebagai penurunan kadar
gula darah yang merupakan keadaan dimana kadar gula darah berada dibawah
normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik, dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom
hipoglikemi ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing,
lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak
jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (Nugroho, dkk.,
2016)
2. Epidemiologi
Diabetes melitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.
Prevalensi DMT2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3- 6% pada populasi
dewasa.International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2011
mengumumkan 336 juta orang di seluruh dunia mengidap DMT2 dan penyakit
ini terkait dengan 4,6 juta kematian tiap tahunnya, atau satu kematian setiap
tujuh detik. Penyakit ini mengenai 12% populasi dewasa di Amerika Serikat
dan lebih dari 25% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun (Eva Decroli,
2019). World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1
juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data
dari IDF 2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua
peringkat dibandingkan dengan tahun 2013 dengan 7,6 juta orang penyandang
DM. Penelitian epidemiologi yang dilakukan hingga tahun 2005 menyatakan
bahwa prevalensi diabetes melitus di Jakarta pada tahun 1982 sebesar 1,6%,
tahun 1992 sebesar 5,7%, dan tahun 2005 sebesar 12,8%. Pada tahun 2005 di
Padang didapatkan prevalensi DMT2 sebesar 5,12%.
3. Etiologi

Diabetes tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin, yaitu ketika tubuh menjadi
kebal atau tidak responsif terhadap insulin. Insulin sendiri membantu sel
menyerap dan mengubah gula menjadi energi. Resistensi insulin
menyebabkan gula tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga gula di dalam
darah tetap tinggi. Kondisi tersebut membuat pankreas harus bekerja lebih
keras untuk memproduksi insulin agar glukosa dapat masuk ke sel. Namun,
seiring waktu, sel pankreas akan rusak akibat bekerja terlalu keras sehingga
tidak dapat menghasilkan insulin. Hal ini menyebabkan glukosa menumpuk
dalam darah.

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan resistensi insulin.


Namun, ada dugaan diabetes tipe 2 dipicu oleh kombinasi faktor-faktor di
bawah ini:

• Kondisi genetik yang memengaruhi tubuh dalam memproduksi insulin


• Berat badan berlebih atau obesitas yang berisiko menimbulkan
resistensi insulin pada sel
• Sindrom metabolik, berupa gula darah tinggi, tekanan darah tinggi,
kolesterol tinggi, trigliserida tinggi, dan lingkar pinggang yang
melebihi normal
• Kerusakan pankreas, yang mengakibatkan gangguan terhadap proses
produksi insulin

Nugroho, dkk (2016) menyatakan bahwa penyebab hipoglikemi yaitu:


a. Dosis suntikan insulin yang terlalu banyak
Saat menyuntikan obat insulin, hendaknya harus mengetahui dan
memahami dosis obat yang akan disuntikan sesuai dengan kondisi gula
darah saat 28 itu. Terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula
darahnya sebelum disuntik sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai
dengan kadar gula darah saat itu. Oleh karena itu, apabila penderita
diabetes menggunakan insulin suntik, maka penderita diabetes harusnya
memiliki monitor atau alat periksa gula darah sendiri.
b. Lupa makan atau makan terlalu sedikit
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja
lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan.
Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang
dikonsumsi. Jika makanan yang dikonsumsi penderita diabetes kurang,
maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemi.
c. Aktifitas terlalu berat
Olahraga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat berolahraga akan menggunakan glukosa darah yang banyak
sehingga kadar glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa darah
akan menurun.
d. Minum alkohol tanpa disertai makan
Alkohol mengganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar
glukosa darah akan menurun
e. Penebalan di lokasi suntikan
Dianjurkan untuk penderita diabetes yang menggunakan suntikan insulin
agar merubah lokasi suntikan setiap beberapa hari. Melakukan suntikkan
obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan menyebabkan
penebalan jaringan. Penebalan jaringan ini akan penyerapan insulin
menjadi lambat.
f. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan
glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan isulin lebih dahulu ada di lira
darah dibandingkan dengan glukosa. Insulin yang telah beredar ini akan
menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru
menggantikannya.
g. Gangguan hormonal
Penderita diabetes terkadang mengalami gangguan hormone glucagon.
Hormone ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa
hormone ini makan pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
h. Pemakaian aspirin dosis tinggi
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi
dosis 80 mg
i. Riwayat hipoglikemi sebelumnya Hipoglikemi yang terjadi sebelumnya
mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa waktu. Meskipun saat
ini penderita diabetes merasa kondisi membaik tetapi belum menjamin
tidak akan mengalami hipoglikemi lagi.
4. Manifestasi Klinis

Pada dasarnya, gejala diabetes tipe 2 mirip dengan diabetes tipe 1. Namun,
kemunculan gejala diabetes tipe 2 cenderung lebih lama. Pada beberapa kasus,
diabetes tipe 2 bahkan tidak menimbulkan gejala sampai terjadi komplikasi.

Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami penderita diabetes tipe
2:

• Mudah haus
• Sering buang air kecil, terutama pada malam hari
• Sering merasa lapar
• Berat badan menurun
• Tubuh terasa lelah
• Penglihatan kabur
• Sulit sembuh ketika mengalami luka
• Sering mengalami infeksi
• Mati rasa atau kesemutan di tangan atau kaki
• Mulut kering
• Gusi merah, bengkak, dan nyeri
• Beberapa bagian di kulit menghitam (akantosis nigrikans), umumnya
ketiak dan leher

Gejala diabetes tipe 2 sering kali sulit dideteksi. Oleh sebab itu, lakukan
pemeriksaan kadar gula darah secara rutin, terutama jika memiliki faktor
risiko penyakit ini. Melalui pemeriksaan dan penanganan sejak dini, risiko
timbulnya komplikasi dapat dicegah.

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala diabetes tipe 2,


terutama bila disertai dengan keluhan berikut:
• Napas berbau seperti buah
• Mual dan muntah parah
• Nyeri perut parah
• Linglung
• Penurunan kesadaran

Menurut Nugroho, dkk (2016) tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari
dua fase antara lain :

a. Fase pertama

Gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus


sehingga dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi,
keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.

b. Fase kedua

Gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak,


gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun,
hilangnya ketrampilan motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang-
kejang, dan koma.

5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (Maria, 2021)
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah 23 bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Kaji status pernapasan pasien meliputi frekuensi napas, irama napas,
kedalaman napas, suara napas tambahan, retraksi dinding dada. Observasi
adanya sesak nafas, batuk, sputum dan nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /
bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 24
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien diabetes melitus
yang mengalami hipoglikemia antara lain (Black dan Hawks, 2021) :
a. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa
75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl. Biasanya pada
penderita hipoglikemia akan terjadi penurunan kadar glukosa darah
<60mg/dL
b. Pemeriksaan AGD
Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis respiratorik
sedang.
c. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula
darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes
dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin
terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 - 6%. Semakin tinggi maka
akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
d. Pemeriksaan Elektrolit
Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
e. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien
7. Tindakan Penanganan
a. Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai optimal atau gunakan
golongan obat yang mempunyai risiko hipoglikemia rendah
Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan untuk
mempertahankan kontrol glikemik selama mungkin tanpa risiko
hipoglikemia, oleh karena itu pemberian obat-obatan sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah dan kemudian dilakukan titrasi secara bertahap hingga
mencapai dosis optimal. Sesuai dengan mekanisme kerjanya maka golongan
obat-obatan anti diabetes 14 dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu
kelompok risiko rendah dan kelompok risiko tinggi sebagai penyebab
hipoglikemia. Kelompok risiko tinggi akan meningkatkan kadar insulin tanpa
dipengaruhi kadar glukosa dalam darah. Sedangkan golongan obat dengan
risiko hipoglikemia rendah berkerja bedasarkan kadar glukosa dalam darah
(Mansyur, 2018).
b. Terapi hipoglikemia
Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes adalah deteksi
dini dan atasi kadar glukosa darah yang rendah dengan mengembalikan kadar
glukosa darah secepat mungkin ke kadar yang normal sehingga gejala dan
keluhan hipoglikemia juga akan segera menghilang. Rekomendasi terapi
hipoglikemia (Setiati, Alwi dan Sudoyo, 2015):
1) Hipoglikemia ringan dan sedang
Berikan 15-20 gram glukosa tablet atau yang telah dilarutkan dalam air
minum (2-3 sendok makan). Cek ulang kadar glukosa darah 15 menit
kemudian, bila kadar glukosa darah masih kurang dari 70 mg/dl maka
pemberian 15 gram glukosa dapat diulangi, demikian pula untuk 15
menit berikutnya.
2) Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar
Berikan 20 gram glukosa secara oral. Cek ulang 15 menit kemudian, bila
kadar glukosa darah tetap < 70 mg/dl maka ulangi pemberian 20 gram
glukosa, demikian pula untuk 15 menit berikutnya.
3) Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar.
Jika terdapat gejala neuroglikopeni, maka pasien harus diberikan terapi
parenteral yaitu Dextrose 40% 25 ml, diikuti dengan infus D50% atau
D10%, 15 dengan rumus 3-2-1-1. Lakukan pemantauan gula darah setiap
1-2 jam. Apabila terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dextrose 40%
dapat diulang kembali.

Adapun tatalaksana hipoglikemia pada pasien tidak sadar yang menunjukkan


gejala neuroglikopenia menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI) tahun 2015 adalah sebagai berikut (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2015):

a. Pemberian larutan Dekstrosa 40% sebanyak 50 ml dengan bolus intravena


(IV)
b. Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf (500 cc).
c. Periksa GDS, bila:
• GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
• GDS <100mg/dL, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
d. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%, bila:
• GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
• GDS <100mg/dL, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
• GDS 100-200 mg/dL, tanpa bolus Dekstrosa 40%
• GDS 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa
10%
e. Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangkan pemberian antagonis
insulin, seperti: Deksametasin 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam
dan Manitol 1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam
8. Komplikasi
a. Komplikasi Diabetes Melitus Jangka Pendek
Salah satu penyebab komplikasi diabetes melitus adalah peningkatan atau
penurunan kadar gula darah secara drastis. Kondisi ini dapat mengancam
nyawa apabila tidak mendapatkan penanganan segera. Komplikasi diabetes
melitus sendiri dikategorikan dalam dua jenis, yaitu komplikasi jangka
pendek (akut) dan jangka panjang (kronis). Meskipun demikian, masing-
masing dari keduanya dapat berakibat fatal. Dalam jangka pendek, berikut
adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi.
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi diabetes melitus yang
disebabkan karena meningkatnya kadar gula darah ke angka yang cukup
tinggi. Komplikasi ini terjadi saat tubuh tidak mampu menggunakan gula
sebagai sumber bahan bakar. Hal tersebut menyebabkan tubuh mengolah
lemak sebagai sumber energi dan menghasilkan zat sisa berupa keton yang
bersifat asam. Apabila tidak segera mendapat penanganan, komplikasi ini
akan menimbulkan penumpukan keton yang mengakibatkan terganggunya
keasaman di dalam darah yang kemudian dapat mengakibatkan sesak
napas, koma, dehidrasi bahkan kematian.
2) Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
HHS merupakan komplikasi pada penyakit kencing manis yang tingkat
kematiannya mencapai 20%. Komplikasi ini terjadi akibat lonjakan tinggi
pada kadar gula darah secara drastis dalam waktu tertentu. HHS
atau Hyperosmolar Hyperglycemic State umumnya disertai dengan gejala
kejang, haus yang berat, dan dehidrasi akibat meningkatnya pengeluaran
urin. HHS juga berisiko tinggi menimbulkan gangguan kesadaran, lemas,
hingga koma pada penderitanya.
3) Hipoglikemia dan Hiperglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi di mana kadar gula darah menurun dengan
tajam atau mendadak. Penderita diabetes yang rutin mengonsumsi obat
dianjurkan untuk selalu memantau kadar gula darahnya agar terhindar dari
komplikasi ini. Sedangkan, hiperglikemia adalah kebalikannya, penyebab
komplikasi diabetes satu ini yaitu peningkatan kadar gula darah yang
terlalu tinggi. Kondisi ini rentan dialami penderita diabetes tipe I jika tidak
rutin melakukan suntikan insulin sebelum makan.Jika tidak segera
ditangani dengan tepat, kedua kondisi tersebut akan berakibat fatal.
Akibatnya antara lain mengarah pada stroke, koma diabetikum,
ketoasidosis diabetik (KAD), atau bahkan dapat menyebabkan kematian.

b. Komplikasi Diabetes Melitus Jangka Panjang


Komplikasi diabetes melitus jangka panjang umumnya berkembang secara
bertahap. Dalam jangka panjang, penyakit diabetes berpotensi
menyebabkan kerusakan serius pada organ tubuh jika tidak ditangani
dengan baik. Beberapa komplikasi diabetes melitus jangka panjang adalah
sebagai berikut.
1) Kerusakan Ginjal
Kerusakan ginjal atau nefropati diabetik adalah komplikasi berupa
kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah ke
ginjal pada pasien diabetes. Risikonya, penderita harus rutin melakukan
cuci darah secara rutin atau mungkin harus menjalani operasi transplantasi
ginjal.Pencegahan komplikasi diabetes melitus ini dapat dimulai dengan
membatasi asupan protein, dengan tujuan untuk mengurangi beban kerja
ginjal untuk menyaring (filtrasi) protein yang merupakan molekul yang
besar. Selain itu, diperlukan juga mengontrol tekanan darah, kadar gula
darah, serta serta konsumsi obat-obatan.
2) Gangguan pada Mata
Komplikasi diabetes melitus pada mata, atau disebut juga dengan
retinopati diabetik, disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah di retina.
Kondisi ini berpotensi mengakibatkan kebutaan. Penyumbatan pembuluh
darah pada retina juga akan memicu pembentukan pembuluh darah baru
yang tidak berkembang sempurna. Pembuluh darah yang tidak sempurna
ini mudah rusak/pecah sehingga mengakibatkan perdarahan dalam mata.
Untuk mencegah komplikasi diabetes melitus pada mata, penderita
disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata secara teratur. Hal ini
dilakukan guna mendeteksi terjadinya retinopati diabetik lebih awal.
3) Penyakit Kardiovaskular
Tingginya kadar gula darah berpotensi menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah. Di mana, jika pembuluh darah rusak, maka sirkulasi
darah di seluruh tubuh, termasuk jantung akan terganggu. Pada kondisi
tersebut, beberapa penyakit yang mungkin akan muncul adalah penyakit
jantung, seperti aterosklerosis (pengerasan pada pembuluh darah arteri
yang dapat menyebabkan aliran darah terganggu), serangan jantung,
hingga stroke. Untuk mencegahnya, kadar gula darah harus selalu
terkontrol.
4) Masalah Kulit dan Kaki
Komplikasi yang paling umum pada penderita diabetes melitus adalah
masalah pada kulit dan kaki, biasanya berupa luka yang tak kunjung
sembuh. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf,
sehingga aliran darah pada kaki terbatas. Penyebab komplikasi diabetes
melitus ini juga didukung dengan tingginya gula darah yang memudahkan
jamur dan bakteri berkembang biak. Terlebih lagi, saat mengalami
diabetes, kemampuan tubuh untuk menyembukan luka secara mandiri
turut menurun karena adanya penurunan sistem imun tubuh. Cara
mencegah komplikasi diabetes melitus pada kulit adalah dengan
menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan luka, misalnya dengan
selalu memakai alas kaki yang lembut, empuk, dan tidak ketat atau
kekecilan ketika keluar rumah. Dan juga, saat Anda terluka, segera beri
antibiotik sesuai anjuran dokter dan lakukan perawatan luka secara benar.
5) Kerusakan Saraf
Kerusakan saraf akibat diabetes, atau disebut juga dengan neuropati
diabetik, kebanyakan menyerang bagian kaki dan tangan. Penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 10-20% penderita diabetes mengalami
nyeri yang disebabkan oleh kerusakan atau gangguan saraf.
Gejala awal yang dirasakan ketika mengalami komplikasi ini di antaranya
tangan atau kaki terasa kebas, kesemutan, nyeri, timbul sensasi terbakar
hingga mati rasa. Selain itu, kerusakan saraf juga dapat terjadi di organ
lain, seperti organ pencernaan, saluran kemih, pembuluh darah dan
jantung.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan kegiatan pengumpulan data yang akurat dari
klien (Hidayat, 2021). Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui status
kesehatan pasien dan mengidentifikasi masalah kesehatan risiko, aktual
maupun potensial. Pengkajian juga merupakan kumpulan informasi subjektif
dan objekif pasien yang menjadi dasar rencana keperawatan (Siregar dkk.,
2021)
a. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian
yang menyebabkan pasien berobat (Hidayat, 2021). Pasien hipoglikemia
yang mengalami ketidakstabilan kadar glukosa darah akan mengeluhkan
terjadinya penurunan kesadaran akibat suplai glukosa ke otak tidak
maksimali (Mansyur, 2018). Selain itu pasien biasanya menunjukkan
tanda dan gejala seperti mengantuk, pusing, gangguan koordinasi,
palpitasi, mengeluh lapar, gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh,
sulit bicara, berkeringat.
b. Riwayat penyakit (Hidayat, 2021)
• Riwayat penyakit terdahulu Catatan tentang penyakit yang pernah
dialami pasien sebelum masuk RS.
• Riwayat penyakit sekarang Catatan tentang riwayat penyakit pasien
saat dilakukan pengkajian.
• Riwayat penyakit keluarga Catatan tentang penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.
c. Pemeriksaan fisik (Maria, 2021)
• Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
• Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
• Sistem pernafasan
Kaji status pernapasan pasien meliputi frekuensi napas, irama napas,
kedalaman napas, suara napas tambahan, retraksi dinding dada.
Observasi adanya sesak nafas, batuk, sputum dan nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
• Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi
/ bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
• Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
• Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
• Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
• Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi
d. Riwayat psikososial
Episode hipoglikemia pada pasien diabetes juga dapat menyebabkan
gangguan psikososial berupa ketakutan yang berlebihan terhadap
hipoglikemia, perasaan bersalah yang tinggi, menjadi irrasional, tingkat
kecemasan tinggi, dan perasaan tidak bahagia dan pada akhirnya dapat
mengucilkan diri dari dari kehidupan sosial (Mansyur, 2018).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan tindakan
pembedahan neoplasma (D.0027)
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
(D.0129)
e. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op (D.0142)
3. Rencana Tindakan
a. Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
• Identifikasi skala nyeri
• Idenfitikasi respon nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
• Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
• Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
• Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
• Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
• Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitasi istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
• Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Dukungan Ambulasi (I.06171)
Observasi
• Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
• Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
• Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
• Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)
• Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
• Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
• Anjurkan melakukan ambulasi dini
• Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
c. Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi
• Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
• Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
• Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
• Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat tidur)
• Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
• Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
• Anjurkan melakukan mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
d. Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
Observasi
• Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
• Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis:
penyakit kambuhan)
• Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
• Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis: polyuria, polydipsia,
polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
• Monitor intake dan output cairan
• Monitor keton urin, kadar Analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
Terapeutik
• Berikan asupan cairan oral
• Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
• Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
• Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
• Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
• Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
• Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urin, jika perlu
• Ajarkan pengelolaan diabetes (mis: penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan professional
kesehatan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
• Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
• Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
e. Manajemen Hipoglikemia (I.03115)
Observasi
• Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
• Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
• Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
• Berikan glucagon, jika perlu
• Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
• Pertahankan kepatenan jalan napas
• Pertahankan akses IV, jika perlu
• Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Edukasi
• Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
• Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
• Anjurkan monitor kadar glukosa darah
• Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang penyesuaian
program pengobatan
• Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
• Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis: tanda dan gejala, faktor risiko,
dan pengobatan hipoglikemia)
• Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis:
mengurangi insulin/agen oral dan/atau meningkatkan asupan makanan
untuk berolahraga)
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
• Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
f. Perawatan Luka (I.14564)
Observasi
• Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau)
• Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
• Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
• Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
• Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
• Bersihkan jaringan nekrotik
• Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
• Pasang balutan sesuai jenis luka
• Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
• Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
• Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
• Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/hari
• Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai indikasi
• Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
• Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
• Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
g. Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
• Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
• Batasi jumlah pengunjung
• Berikan perawatan kulit pada area edema
• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
• Ajarkan etika batuk
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistemastis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
a. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawatan,
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan
rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah.
C. Daftar Pustaka

Adiba, M. G. (2017, Oktober 17). repository. Retrieved from repository.ac.id:


http://repository.itsk-soepraoen.ac.id/759/3/BAB%20II.pdf

Fikry, A. (2023, Maret 29). siloamhospitals.com. Retrieved from


siloamhospitals.com: https://www.siloamhospitals.com/en/informasi-
siloam/artikel/komplikasi-diabetes-melitus

Najib Bustan, M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Jakarta: Rineka Cipta.

Novitasari, R. (2012). Diabetes Melitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Pittara. ( 2023, Februari 20 ). alodokter. Retrieved from alodokter.com:


https://www.alodokter.com/diabetes-tipe-2/gejala

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator.


Jakarta: DPP PPNI .

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan.


Jakarta: DPP PPNI .

Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik Sdm.

RI., K. K. (2016). Data Sample Registration Survey. Jakrta: Bulletin jendela data
dan informasi kesehatan. .

RULINO, L. (2022, September 28). perawat.org. Retrieved from perawat.org:


https://perawat.org/risiko-infeksi/

Wulandar, W. (2018). diabetes melitus tipe 2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Diabetes Mellitus Tipe II, 50-62.

Anda mungkin juga menyukai