Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

SUSUN OLEH :

JULIA PUTRI

PO.62.20.1.19.413

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

KELAS REGULER ANGKATAN V SEMESTER VIII

TAHUN AKADEMIK 2023


LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. PENGERTIAN
Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana
tubuh tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh
tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga
terjadi kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus
bisa juga terjadi karena hormon insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat
bekerja dengan baik (Fitriana, 2016).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati (Nurarif,
Kusuma 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi
(Black and Hawks, 2014).
Jadi, diabetes mellitus merupakan suatu keadaan tubuh tidak dapat
menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh, terjadi gangguan
metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi serta diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis progresif.

B. ETIOLOGI
Etiologi atau faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat
heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai
peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :
1. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai
dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
2. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara
lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan.
3. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system
imunologi
4. Adanya kelainan insulin
5. Pola hidup yang tidak sehat

C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Klinis
a. DM
1) Tipe I : DDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun.
2) Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati :
a) Tipe II dengan obesitas
b) Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2. Klasifikasi Resiko Statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelaian glukosa

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014);
Corwin (2009) dan Fitriana, (2016) adalah:
1. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin);
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus);
3. Polifagi (peningkatan rasa lapar);
4. Penurunan berat badan;
5. Rasa lelah;
6. Pengelihatan kabur; dan
7. Sering kesemutan.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi DM secara umum terdiri dari dua jenis komplikasi , yaitu
komplikasi jangka pendek (komplikasi akut) dan komplikasi jangka panjang
(komplikasi kronik).
1. Komplikasi Akut menurut Waspadji, 2014.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea. Penyebab glikemia yaitu makan kurang dari aturan
yang telah ditentukan, berat badan menurun, pemberian suntikan
insulin yang tidak tepat, sesudah olahraga dan sesudah melahirkan.
Beberapa gejala seperti gugup, gemetar, lapar dan pusing dianggap
tanda-tanda peringatan awal. Hal itu dinamakan gejala autonomik
karena gula darah rendah memengaruhi sistem syaraf autonomik.
Sebagian gejala hipoglikemia timbul karena pengaruh glukosa
darah rendah yang lama pada otak. Untuk mengetahui dengan pasti
sebaiknya segera melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Apabila hipoglikemia ringan tidak diketahui dan diabaikan,
penderita bisa mengalami hipoglikemia berat. Apabila glukosa
darah sangat rendah dalam jangka waktu terlalu lama, otak tidak
akan mendapatkan glukosa dan penderita dapat kehilangan
kesadaran.
b. Hiperglikemi
Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan
adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral
maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah
kesadaran menurun disertai dehidrasi berat (Soegondo, 2009).
Hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya kurang memproduksi
keton seperti DM tipe 1, namun kadar glukosa darah dapat naik
sampai 600 mg/dl dan bahkan mencapai 1000 mg/dl.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin
berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulnya
KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. Data
mortalitas di negara maju menunjukkan angka antara 4,7 sampai
dengan 10%. Faktor yang mempengaruhi angka kematian adalah
terlambat ditegakkan diagnosis karena biasanya penyandang DM
dibawa setelah koma, pasien belum tahu mengidap DM, sering
ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat.
c. Hiperglikemik Non Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau
ketotik dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami
koma. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu
sindrom yang ditandai hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi
berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Beberapa
tanda dari HNK yaitu : sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu
lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin berkurang, hampir
separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa
pengobatan insulin, mempunyai penyakit dasar, ditemukan 85%
pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler, sering
disebabkan oleh obat-obatan, dan mempunyai faktor pencetus
seperti infeksi, CVD, pancreatitis.
2. Komplikasi Kronik menurut Hotma, 2014
Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ
tubuh. Kerusakan organ tubuh disebabkan oleh menurunnya sirkulasi
darah ke organ akibat kerusakan pada pembuluh darah.
a. Mata (retinopati diabetik)
Tiga masalah mata yang dapat terjadi pada penderita DM dan
perlu diwaspadai adalah katarak, glaukoma, dan retinopati. Dari
ke tiga masalah ini yang paling umum adalah retinopati. Penyakit
DM mempengaruhi retina mata dengan berbagai cara, yaitu :
1) Perubahan kadar glukosa darah yang tidak normal karena
DM dapat mempengaruhi lensa di dalam mata. Terutama
apabila DM tidak terkendali. Ini dapat mengakibatkan mata
kabur yang datang dan pergi tergantung kadar glukosa darah.
2) Pengaruh jangka lama DM adalah lensa mata dapat menjadi
berawan atau katarak. Katarak pada diabetes adalah lensa
mata yang berawan atau berkabut yang seharusnya terang
apabila tidak ada katarak. Gejala katarak, yaitu penglihatan
kabur atau tidak jelas, kacamata tidak membantu melihat
dengan baik, biji mata yang hitam kelihatan kelabu, kuning
atau putih, warna kelihatan pudar. Glaukoma adalah
penumpukan cairan pada mata yang menyebabkan tekanan
bola mata meningkat apabila cairan di dalam mata tidak
tersalurkan dengan baik, terjadi penumpukan cairan yang
mengakibatkan peningkatan tekanan dalam optik. Tekanan
ini merusak syaraf dan pembuluh darah pada mata yang
menyebabkan perubahan peradangan. Retinopati diabetik
adalah masalah mata diabetes yang disebabkan kerusakan
pembuluh darah kecil. Semakin lama seseorang penyandang
diabetes semakin tinggi risiko berkembangnya penyakit ini.
Apabila retinopati tidak ditemukan dini atau tidak diobati
akan menjurus kepada kebutaan.
b. Nefropati diabetic
Bila kadar glukosa darah meninggi makan mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang mengakibatkan kerusakan pada
membrane filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah ke
dalam urin. Kondisi ini mengakibatkan tekanan dalam pembuluh
darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus dalam terjadinya nefropati. Nefropati
diabetik dapat menyebabkan gagal ginjal. Timbulnya gejala
penyakit ginjal memerlukan waktu yang lama. Kerusakan ginjal
dapat mulai 5-10 tahun sebelum gejala dimulai. Penyandang
diabetes yang mengalami penyakit ginjal yang lebih berat dan
kronik dapat mempunyai gejala seperti : lelah, sakit kepala, mual
dan muntah, kurang nafsu makan dan kaki bengkak.
c. Neuropati diabetic
Kerusakan syaraf atau neuropati bisa terjadi pada penyandang
DM. Neuropati dapat mempengaruhi saraf mana saja diluar otak
dan sumsum tulang belakang, yaitu syaraf tepi Polineuropati distal
simetrik adalah kerusakan syaraf polineuropati menuju kaki dan
kadang-kadang tangan. Penyandang DM dapat mengalami baal
atau kehilangan rasa, kelemahan otot, rasa tertusuk, nyeri
tersentuh alas tempat tidur atau baju. Neuropati fokal yaitu
kerusakan pada satu atau sekumpulan syaraf yang berkembang
ketika suplai darah ke syaraf tertutup karena blokade pembuluh
darah yang mensuplai syaraf.
F. PATOFISIOLOGIS
Terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu : Obesitas Genetik
Proses autoimun Idiopatik Disfungsi sel beta Destruksi sel Beta Hiperglikemia
m DM Physical inactivity Glikogenesis Glucose uptake Lipogeneses
Resistensi Insulin Hiperinsulinemia Glikogenolisis Glukoneogenesi Lipolisis
Sekresi insulin Sekresi Glukagon 8 1.Resistensi insulin 2. Disfungsi sel B
pancreas Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin
Substrate) sehingga menurunkan jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4
yang mengakibatkan berkurangnya distribusi glukosa kejaringan yang
menyebabkan penumpukan glukosa darah yang pada akhirnya akan
menimbulkan hiperglikemia atau meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh.
Pelatihan fisik mempotensiasi efek olahraga terhadap sensitivitas insulin
melalui beberapa adaptasi dalam transportasi glukosa dan metabolisme.
Kegiatan senam diabetes sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang
stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan peningkatan glukosa
transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada berkurangnya resistensi
insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta memperbaiki
pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar gula darah post prandial
dan gula darah puasa. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga (Borghouts,2000). DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi
insulin” (Cheng D, 2007). Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe
2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak
terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti DM tipe 2.
Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut. 9 Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi rtama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B
pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
G. PATHWAY
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia dan Genetik

DM tipe I DM tipe II

Sel beta penkreas hancur Sel beta pancreas hancur

Defisiensi Insulin

Anabolisme protein Katabolisme Protein Lipolisis Pemakaian glukosa


MK :
Kerusakan pada antibody ketidakstabilan
Merangsang hipotalamus Gliserol asam lemak bebas Hipergilkemi
glukosa darah

Kekebalan tubuh Pusat lapar dan haus Ateroskler Ketogenesis Glikosuria Viskositas
osis darah

Polidipsi dan Polifagi Osmotic


MK : Neuropati Ketonuria diuresis Aliran
Resiko sensori darah
Infeksi perifer melambat
Ketoasidos Poliurea
is
Iskemik
Dehidrasi jaringan
MK : Defisit Nyeri abdomen,
Nutrisi mual muntah, coma
MK : MK :
Ketidakseimba Perfusi
Makrovaskuler Mikrovaskuler
ngan volume Perifer
cairan Tidak
Efektif

Jantung Serebral Retina


Ginjal

Infrak Penyumbatan Retina Neuropati Produksi energy ↓


miokard pada otak Diabetik

Gagal ginjal Tubuh membentuk


MK : Nyeri Stroke Gangguan
glukosa baru
penglihatan

MK : Hambatan
Mobilitas Fisik Asidosis metabolik

Penurunan Ph
MK : Resiko serum dan ↑ CO2
Cedera

Napas cepat

MK : pola napas
tidak efektif

Nekrosis luka

MK : Gangguan
Gangren integritas Kulit
H. PROGNOSIS
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa
disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler
serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15
tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol
glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal,
gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati.
Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM (Khardori,
2017).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring (Nuratif, Kusuma 2015).

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar glukosa darah


DM Belum Pasti DM
sewaktu

Plasma vena >200 100-200

Daerah Kapiler >200 80-100

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar glukosa darah


DM Belum Pasti DM
puasa

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) > 200mg/dl).
3. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi
dan test untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes Glukosa Urin
5. Tes Diagnostik
Test-test diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2 jam post
prandinal), glukosa jan ke 2 TTGD.
6. Tes Monitoring Terapi
a. GDP : Plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : Plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)

J. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah menjalani
tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
a) Obat hiperglikemik Oral
b) Insulin ; ada penurunan BB dengan drastis, hiperglikemi berat, munculnya ketoadosis
diabetikum, gangguan pada organ ginjal atau hati.
c) Pembedahan : Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antara lain :
- Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.
- Neucrotomi
- Amputasi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :
a) Diit : Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan : Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan –
jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan : Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
d) Terapi Insulin : Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malamhari.
e) Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai
edukasi bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi : Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,
karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik : Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah
seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan.
Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan
(medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka
setelah dilakukan operasi debridement tersebut.
h) Tindakan Pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan baik.

K. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat atau mencegah orang normal
atau pengidap prediabetes agar tidak menjadi diabetes. Upaya pencegahan primer yang
dapat dilakukan, yaitu :
a) Penyuluhan kesehatan : Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pencegahan DM tipe 2 pada
orang-orang yang berisiko atau orang dengan prediabetes pada prinsipnya adalah
dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga, penurunan berat badan,
dan pengaturan pola makan. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer.Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui
semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program.
b) Penyuluhan dan pendidikan kesehatan : Sejak masa prasekolah hendaknya telah
ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan
jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko
merokok bagi kesehatan.
c) Berolah raga teratur atau melakukan kegiatan fisik : Akitivitas fisik harus
ditingkatkan dengan berolah raga rutin, minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4
kali seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada
pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), dan membantu
mencapai berat badan ideal. Selain olah raga, dianjurkan juga lebih aktif saat
beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan memilih menggunakan tangga dari pada
elevator, berjalan kaki ke pasar daripada menggunakan mobil.
d) Penurunan berat badan : Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang dengan
perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes paling berhubungan dengan
penurunan berat Menurut penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat
mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2
e) Pengaturan pola makan : Untuk mencegah DM sangat dianjurkan pula melakukan
pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung
sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk
mencapai berat badan ideal (Regina, 2012). Perencanaan makanan yang
dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat,
protein dan lemak, seperti karbohidrat = 45-60%, protein = 10-20% dan lemak =
20-25%. Prinsipnya adalah makan yang teratur dalam Jadwal, Jumlah dan Jenis
makanan (3J). Berikut menu diet yang seimbang bagi penderita Dm :
1) Penggunaan karbohidrat dibatasi, terutama menghindari penggunaan
karbohidrat sederhana (gula pasir, gula merah, madu, gula batu), protein
cukup menggunakan lemak tak jenuh dan tinggi serat.
2) Bahan makanan yang diperbolehkan mengandung protein hewani rendah
lemak/ kolesterol (daging kurus, ayam tanpa telur rendah kolesterol, ikan
dari laut dalam) sedangkan protein nabati (tempe, tahu, kacang-kacangan)
2-3 porsi sehari.
3) Menghindari makanan dan minuman yang diawetkan dan manis (abon,
dendeng, dodol, kurma, sirup, es krim, permen, coklat, bumbu-bumbu
manis (kecap) dan buah-buahan manis yang diawetkan (kurma, durian,
manisan buah.
4) Menghindari zat atau obat yang dapat mencetus timbulnya diabetes.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi. Komplikasi
DM banyak terjadi karena penderita DM tidak menyadari secara dini bahwa mereka telah
terkena penyakit DM. 46,8% kasus DM tidak terdiagnosis terjadi di dunia. Diagnosis DM
ditegakkan berdasarkan gejala klinik utama dan pemeriksaan glukosa darah. Gejala klinik
utama berupa trias poli yaitu poli uri, poli dipsi, dan poli phagia dan penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas. Disamping itu keluhan lemas, gatal-gatal, penurunan
libido, kesemutan dan mata kabur juga menjadi keluhan lain yang dipertimbangkan.
Diagnosis diabetes menurut Suiraoka, 2012 ditegakkan melalui cara, yaitu :
a. Jika keluhan klasik ditemukan, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl
b. Jika keluhan klasik ditemukan, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 126 mg/dl
c. Tes toleransi glukosa (TTG) dengan beban 75g glukosa, kadar glukosa darah ≥ 200
mg/dl.
Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus terkendali
mendekati angka normal setiap hari setiap tahun. Beberapa pencegahan sekunder, yaitu :
a. Melakukan skrining untuk mencari penderita baru harus dilakukan karena
kelompok tidak terdiagnosa tidak sedikit jumlahnya. Sehingga jika diketahui lebih
dini komplikasi dapat dicegah. Skrinning direkomendasikan untuk orang-orang
yang mempunyai keluarga diabetes, orang-orang dengan kadar glukosa abnormal
pada saat hamil, orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler, dan orang-orang
yang gemuk.
b. Tidak Merokok. Walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa,
merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan
DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok. Sebuah
universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang menyelidiki hubungan
antara merokok dan DM yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2
juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati risiko bahkan lebih
tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok
sehari memiliki risiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan
terhadap insulin. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan
insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya mengawali terbentuknya DM
tipe 2.
c. Tetap melakukan pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi diabetes.
3. Pencegahan tersier
Upaya pencegahan tersier menurut Regina (2012) ditujukan kepada kelompok
penderita DM yang telah mengalami komplikasi dalam upaya mencegah kecacatan lebih
lanjut. Beberapa upaya sekunder, yaitu :
a. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada
penyakit organ.
b. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.
c. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
d. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata,
bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris,
penyuluh, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.
L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
a) Bebas
b) Tidak Bebas : Pangkal lidah jatuh, Sputum, Darah, Spasme dan Benda Asing.
c) Suara Napas : Normal, Stridor, snoring dan gargling serta tidak ada suara
napas
d) Lain-lain…………………………………
2) Breathing
a) Pola Napas : Apnea, Sesak, Bradipnea, Takipnea dan Orthopnea.
b) Frekuensi napas :……x/mnt
c) Bunyi napas : Vesikuler, Whezing, Stridor dan Ronchi
d) Irama napas : Teratur atau Tidak teratur
e) Tanda distress pernapasan : Penggunaan otot bantu, Retraksi dada/ interkosta
Cuping hidung
f) Jenis pernapasan : Pernapasan dada atau Pernapasan perut
3) Circulation
1. Akral : Hangat atau Dingin
2. Pucat : Ya atau Tidak
3. Sianosis : Ya atau Tidak
4. Pengisisan Kapiler : < 2 detik atau > 2 detik
5. Nadi :
• Frekuensi : ……….. x/mnt
• Irama : Reguler atau Irreguler
• Kekuatan : Kuat atau Lemah
6. TD : …………………… mmHg
7. Kelembaban Kulit : Lembab atau Kering
8. Turgor : Normal atau Kurang
4) Disability
a) Tingkat kesadaran :
b) Nilai GCS : E: M: V: =
c) Pupil
• Isokor Anisokor
• Respon Cahaya : + / - Diameter : ○ 1 mm ○ 2 mm
○ 3 mm ○ 4 mm
d) Ekstremitas
• Sensorik Ya Tidak
• Motorik Ya Tidak
e) Kekuatan Otot :
5) Exposure
a) Adanya trauma pada daerah :
b) Adanya jejas/luka pada daerah:
c) Ukuran luka:
d) Kedalaman luka:
b. Secondary Survey

Pengkajian

Kepala 1. Simetris
2. Asimetris
3. Perdarahan
4. Bengkak
5. Luka
- Ukuran ………………
- Lokasi……………………………….
6. Echymosis Nyeri Tekan
7. Kelainan bentuk Tulang
Lain-lain ………………………………....

Mata 1. Kebiruan (lingkaran mata)


2. Adanya perdarahan mata :
- Ruptur……………….
- Lokasi………
3. Anemia
- Ananemia
- Ikterik
4. Respon pupil
- Isokor
- Anisokor
- Medriasis
- Miosis
Lain-lain …………………………………..

Telinga 1. Adanya cairan


- Ya atau Tidak
- Warna……………….
- Jumlah cairan……………….. cc
2. Lecet/ Kemerahan/ Laserasi Benda asing
- Ya atau Tidak
- Berupa…………………………..
Hidung 1. Adanya cairan
- Ya atau Tidak
- Warna……………….
- Jumlah cairan……………….. cc
2. Lecet/ Kemerahan/ Laserasi Adanya kelainan
bentuk tulang hidung
- Benda asing : Ya atau Tidak
- Berupa…………………………..
Leher 1. Adanya Penetrasi
2. Deviasi Trakea
3. Distensi
4. Vena jugularis Bengkak
5. Kebiruan sekitar
6. Leher : Nyeri tekan dan Krepitasi
Dada/Paru- 1. Simetris
Paru 2. Asimetris Expansi dinding dada meningkat/ turun
3. Laserasi/Jejas :
- Perdarahan atau Bengkak
4. Luka tusuk atau Luka sayat
- Ukuran Luka …………………………
5. RR : x/mnt Teratur/ Tidak Teratur
6. Penggunaan otot-otot dinding Dada
7. Suara Jantung :
- Murmur
- Gallop
- Bj I
- Bj II
8. Sakit/nyeri dada
- Saat aktifitas
- Tanpa Aktifitas
9. Skala Nyeri 2-3 Karakteristik nyeri :
- Spt ditusuk-tusuk menjalar ke punggung
- Spt Terbakar
- Spt tertimpa berat
Abdomen 1. Dinding Abdomen
- Simetris
- Asimetris
2. Perdarahan / Bengkak
3. Laserasi/jejas :
- Luka Tusuk atau Luka Sayat
- Ukuran luka…………..
- Lokasi……………………………………
4. Distensi Abdomen : BU x/mnt
- Teratur Teraba Keras
- Tegang Adanya nyeri tekan
- Lokasi……………………………………
Ekstremitas 1. Simetris atau Asimetris
2. Adanya kelainan bentuk :
- Perdarahan
3. Bentuk Laserasi/ jejas/ luka
- Ukuran luka…………………………..
- Jari-jari hilang
4. Keterbatasan gerak
- Fraktur Lokasi………………….
5. Nyeri saat bergerak
- Skala nyeri,1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6. Kekakuan pd persendian Extremitas
- Ya atau Tidak
Kulit 1. Terdapat luka
- Dekubitus
Area…………
Ukuran…… cm
- Echymosis
- Petechie
- Gatal-gatal
- Insisi operasi
Ukuran…….cm
Area………………………………………

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit cairan berhubungan dengan dehidrasi
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan defisiensi insulin
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan aliran darah melambat
DAFTAR PUSTAKA

Fitriana. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Jogjakarta : Medika


Nurarif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jakarta : Mediaction
Black and Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil yang
diharapkan. Jakarta : Salemba Emban Patria
Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologis. Jakarta :Aditia Medika
Riyadi. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
Sugondo. (2009). Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
Hotma. (2014). Mencegah Diabetes Melitus dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor : In
Media
Waspadji. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai