Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

DIABETES MELITUS

DI

S
U
S
U
N

OLEH :

AJIRNA
NIM 210630007

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH


PRODI KEPERAWATAN PIDIE
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana tubuh
tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa
memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi
kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus bisa juga
terjadi karena hormon insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat bekerja
dengan baik (Fitriana, 2016).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati (Nurarif, Kusuma 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi (Black and
Hawks, 2014).
Jadi, diabetes mellitus merupakan suatu keadaan tubuh tidak dapat
menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh, terjadi gangguan
metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi serta diabetes mellitus merupakan
penyakit kronis progresif.

B. ETIOLOGI
Etiologi atau faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen,
akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam
mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetus
Melitus antara lain :

1
1. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
2. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain
agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan.
3. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system
imunologi
4. Adanya kelainan insulin
5. Pola hidup yang tidak sehat

C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Klinis
a. DM
1) Tipe I : DDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun.
2) Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati :
a) Tipe II dengan obesitas
b) Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2. Klasifikasi Resiko Statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelaian glukosa

2
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014);
Corwin (2009) dan Fitriana, (2016) adalah:
1. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin);
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus);
3. Polifagi (peningkatan rasa lapar);
4. Penurunan berat badan;
5. Rasa lelah;
6. Pengelihatan kabur; dan
7. Sering kesemutan.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi DM secara umum terdiri dari dua jenis komplikasi, yaitu
komplikasi jangka pendek (komplikasi akut) dan komplikasi jangka panjang
(komplikasi kronik).
1. Komplikasi Akut menurut Waspadji, 2014.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat
obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea. Penyebab glikemia yaitu
makan kurang dari aturan yang telah ditentukan, berat badan menurun,
pemberian suntikan insulin yang tidak tepat, sesudah olahraga dan sesudah
melahirkan. Beberapa gejala seperti gugup, gemetar, lapar dan pusing
dianggap tanda-tanda peringatan awal. Hal itu dinamakan gejala autonomik
karena gula darah rendah memengaruhi sistem syaraf autonomik. Sebagian
gejala hipoglikemia timbul karena pengaruh glukosa darah rendah yang
lama pada otak. Untuk mengetahui dengan pasti sebaiknya segera
melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah. Apabila hipoglikemia ringan
tidak diketahui dan diabaikan, penderita bisa mengalami hipoglikemia berat.
Apabila glukosa darah sangat rendah dalam jangka waktu terlalu lama, otak
tidak akan mendapatkan glukosa dan penderita dapat kehilangan kesadaran.

3
b. Hiperglikemi
Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan
kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang
didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai
dehidrasi berat (Soegondo, 2009). Hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya
kurang memproduksi keton seperti DM tipe 1, namun kadar glukosa darah
dapat naik sampai 600 mg/dl dan bahkan mencapai 1000 mg/dl.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan
akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulnya KAD merupakan
ancaman kematian bagi penyandang DM. Data mortalitas di negara maju
menunjukkan angka antara 4,7 sampai dengan 10%. Faktor yang
mempengaruhi angka kematian adalah terlambat ditegakkan diagnosis
karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma, pasien belum tahu
mengidap DM, sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain
yang berat.
c. Hiperglikemik Non Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan
asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Koma
hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis
disertai menurunnya kesadaran. Beberapa tanda dari HNK yaitu : sering
ditemukan pada usia lanjut, yaitu lebih dari 60 tahun, semakin muda
semakin berkurang, hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM
atau DM tanpa pengobatan insulin, mempunyai penyakit dasar, ditemukan
85% pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler, sering
disebabkan oleh obat-obatan, dan mempunyai faktor pencetus seperti
infeksi, CVD, pancreatitis.
2. Komplikasi Kronik menurut Hotma, 2014
Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ tubuh.
Kerusakan organ tubuh disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke
organ akibat kerusakan pada pembuluh darah.

4
a. Mata (retinopati diabetik)
Tiga masalah mata yang dapat terjadi pada penderita DM dan perlu
diwaspadai adalah katarak, glaukoma, dan retinopati. Dari ke tiga masalah
ini yang paling umum adalah retinopati. Penyakit DM mempengaruhi retina
mata dengan berbagai cara, yaitu :
1) Perubahan kadar glukosa darah yang tidak normal karena DM dapat
mempengaruhi lensa di dalam mata. Terutama apabila DM tidak
terkendali. Ini dapat mengakibatkan mata kabur yang datang dan
pergi tergantung kadar glukosa darah.
2) Pengaruh jangka lama DM adalah lensa mata dapat menjadi berawan
atau katarak. Katarak pada diabetes adalah lensa mata yang berawan
atau berkabut yang seharusnya terang apabila tidak ada katarak.
Gejala katarak, yaitu penglihatan kabur atau tidak jelas, kacamata
tidak membantu melihat dengan baik, biji mata yang hitam kelihatan
kelabu, kuning atau putih, warna kelihatan pudar. Glaukoma adalah
penumpukan cairan pada mata yang menyebabkan tekanan bola mata
meningkat apabila cairan di dalam mata tidak tersalurkan dengan
baik, terjadi penumpukan cairan yang mengakibatkan peningkatan
tekanan dalam optik. Tekanan ini merusak syaraf dan pembuluh
darah pada mata yang menyebabkan perubahan peradangan.
Retinopati diabetik adalah masalah mata diabetes yang disebabkan
kerusakan pembuluh darah kecil. Semakin lama seseorang
penyandang diabetes semakin tinggi risiko berkembangnya penyakit
ini. Apabila retinopati tidak ditemukan dini atau tidak diobati akan
menjurus kepada kebutaan.
b. Nefropati diabetic
Bila kadar glukosa darah meninggi makan mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang mengakibatkan kerusakan pada membrane
filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah ke dalam urin. Kondisi ini
mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus dalam terjadinya
nefropati. Nefropati diabetik dapat menyebabkan gagal ginjal. Timbulnya

5
gejala penyakit ginjal memerlukan waktu yang lama. Kerusakan ginjal dapat
mulai 5-10 tahun sebelum gejala dimulai. Penyandang diabetes yang
mengalami penyakit ginjal yang lebih berat dan kronik dapat mempunyai
gejala seperti : lelah, sakit kepala, mual dan muntah, kurang nafsu makan
dan kaki bengkak.
c. Neuropati diabetic
Kerusakan syaraf atau neuropati bisa terjadi pada penyandang DM.
Neuropati dapat mempengaruhi saraf mana saja diluar otak dan sumsum
tulang belakang, yaitu syaraf tepi Polineuropati distal simetrik adalah
kerusakan syaraf polineuropati menuju kaki dan kadang-kadang tangan.
Penyandang DM dapat mengalami baal atau kehilangan rasa, kelemahan
otot, rasa tertusuk, nyeri tersentuh alas tempat tidur atau baju. Neuropati
fokal yaitu kerusakan pada satu atau sekumpulan syaraf yang berkembang
ketika suplai darah ke syaraf tertutup karena blokade pembuluh darah yang
mensuplai syaraf.

F. PATOFISIOLOGIS
Terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu : Obesitas Genetik Proses
autoimun Idiopatik Disfungsi sel beta Destruksi sel Beta Hiperglikemia m DM
Physical inactivity Glikogenesis Glucose uptake Lipogeneses Resistensi Insulin
Hiperinsulinemia Glikogenolisis Glukoneogenesi Lipolisis Sekresi insulin Sekresi
Glukagon 8 : 1.Resistensi insulin 2. Disfungsi sel B pancreas Pada DM terjadi
gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate) sehingga menurunkan
jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang mengakibatkan berkurangnya
distribusi glukosa kejaringan yang menyebabkan penumpukan glukosa darah yang
pada akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia atau meningkatnya kadar gula
darah dalam tubuh. Pelatihan fisik mempotensiasi efek olahraga terhadap
sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam transportasi glukosa dan
metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting dalam penatalaksanaan
diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan peningkatan
glukosa transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada berkurangnya

6
resistensi insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta memperbaiki
pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar gula darah post prandial dan
gula darah puasa. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga (Borghouts,2000). DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi
insulin” (Cheng D, 2007).
Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya
aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi
glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B
langerhans secara autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. 9 Pada awal
perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi rtama, artinya
sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali
akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen.

7
G. PATHWAY
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia dan Genetik

DM tipe I DM tipe II

Sel beta penkreas hancur Sel beta pancreas hancur

Defisiensi Insulin

Anabolisme protein Katabolisme Protein Lipolisis Pemakaian glukosa


MK :
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus Hipergilkemi ketidakstabilan
Gliserol asam lemak bebas
glukosa darah

Kekebalan tubuh Pusat lapar dan haus Ateroskler Ketogenesis Glikosuria Viskositas
osis darah
Polidipsi dan Polifagi Osmotic
MK : Neuropati Ketonuria Aliran
diuresis
Resiko sensori darah
Infeksi perifer melambat
Ketoasido Poliurea
sis
Iskemik
MK : Defisit Dehidrasi jaringan
Nyeri abdomen,
Nutrisi mual muntah, coma

8
MK : MK :
Makrovaskuler Mikrovaskuler Ketidakseimba Perfusi
ngan volume Perifer
cairan Tidak
Efektif
Jantung Serebral Retina
Ginjal

Infrak Penyumbatan Retina Neuropati Produksi energy ↓


miokard pada otak Diabetik

Gagal ginjal Tubuh membentuk


MK : Nyeri Stroke Gangguan
glukosa baru
penglihatan
MK : Hambatan
Mobilitas Fisik Asidosis metabolik

Penurunan Ph
MK : Resiko serum dan ↑ CO2
Cedera
Napas cepat

MK : pola napas
tidak efektif

Nekrosis luka

MK : Gangguan
Gangren
integritas Kulit
9
H. PROGNOSIS
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c
< 7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada
gangguan mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup
lebih lama. Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan
telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup
lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun
(Khardori, 2017). DM dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena
dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan
pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati.
Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM
(Khardori, 2017).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring (Nuratif, Kusuma 2015).
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah Belum Pasti DM
DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200

Daerah Kapiler >200 80-100

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)


Kadar glukosa darah Belum Pasti DM
DM
puasa
Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitya 2 kali


pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

10
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) >
200mg/dl).
3. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes
pemantauan terapi dan test untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes Glukosa Urin
5. Tes Diagnostik
Test-test diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2
jam post prandinal), glukosa jan ke 2 TTGD.
6. Tes Monitoring Terapi
a. GDP : Plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : Plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)

J. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita
setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan
perawatan dalam jangka panjang.
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai berikut :

11
a) Obat hiperglikemik Oral
b) Insulin ; ada penurunan BB dengan drastis, hiperglikemi berat, munculnya
ketoadosis diabetikum, gangguan pada organ ginjal atau hati.
c) Pembedahan : Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan
yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
- Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.
- Neucrotomi
- Amputasi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan
yaitu :
a) Diit : Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan : Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,
jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan : Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya
secara mandiri dan optimal.
d) Terapi Insulin : Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2
kali sesudah makan dan pada malamhari.
e) Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan
sebagai edukasi bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu
mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya dan mampu
menghindarinya.
f) Nutrisi : Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energy yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik : Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya
adalah seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur
jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut.

12
h) Tindakan Pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik.

K. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat atau
mencegah orang normal atau pengidap prediabetes agar tidak menjadi diabetes.
Upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan, yaitu :
a) Penyuluhan kesehatan : Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes
adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pencegahan DM tipe
2 pada orang-orang yang berisiko atau orang dengan prediabetes pada
prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga,
penurunan berat badan, dan pengaturan pola makan. Penyuluhan sangat
penting perannya dalam upaya pencegahan primer.Masyarakat luas melalui
lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait
seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program.
b) Penyuluhan dan pendidikan kesehatan : Sejak masa prasekolah hendaknya
telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur,
pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk,
dan risiko merokok bagi kesehatan.
c) Berolah raga teratur atau melakukan kegiatan fisik : Akitivitas fisik harus
ditingkatkan dengan berolah raga rutin, minimal 150 menit perminggu,
dibagi 3-4 kali seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin
yang terjadi pada pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol

13
baik), dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olah raga,
dianjurkan juga lebih aktif saat beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan
memilih menggunakan tangga dari pada elevator, berjalan kaki ke pasar
daripada menggunakan mobil.
d) Penurunan berat badan : Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang
dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes paling
berhubungan dengan penurunan berat Menurut penelitian, penurunan berat
badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2
e) Pengaturan pola makan : Untuk mencegah DM sangat dianjurkan pula
melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks,
mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori
ditujukan untuk mencapai berat badan ideal (Regina, 2012). Perencanaan
makanan yang dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat, protein dan lemak, seperti karbohidrat = 45-
60%, protein = 10-20% dan lemak = 20-25%. Prinsipnya adalah makan
yang teratur dalam Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan (3J). Berikut menu
diet yang seimbang bagi penderita Dm :
1) Penggunaan karbohidrat dibatasi, terutama menghindari penggunaan
karbohidrat sederhana (gula pasir, gula merah, madu, gula batu),
protein cukup menggunakan lemak tak jenuh dan tinggi serat.
2) Bahan makanan yang diperbolehkan mengandung protein hewani
rendah lemak/ kolesterol (daging kurus, ayam tanpa telur rendah
kolesterol, ikan dari laut dalam) sedangkan protein nabati (tempe,
tahu, kacang-kacangan) 2-3 porsi sehari.
3) Menghindari makanan dan minuman yang diawetkan dan manis
(abon, dendeng, dodol, kurma, sirup, es krim, permen, coklat, bumbu-
bumbu manis (kecap) dan buah-buahan manis yang diawetkan
(kurma, durian, manisan buah.
4) Menghindari zat atau obat yang dapat mencetus timbulnya diabetes.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi.
Komplikasi DM banyak terjadi karena penderita DM tidak menyadari secara dini

14
bahwa mereka telah terkena penyakit DM. 46,8% kasus DM tidak terdiagnosis
terjadi di dunia. Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinik utama dan
pemeriksaan glukosa darah. Gejala klinik utama berupa trias poli yaitu poli uri,
poli dipsi, dan poli phagia dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Disamping itu keluhan lemas, gatal-gatal, penurunan libido, kesemutan dan mata
kabur juga menjadi keluhan lain yang dipertimbangkan. Diagnosis diabetes
menurut Suiraoka, 2012 ditegakkan melalui cara, yaitu :
a. Jika keluhan klasik ditemukan, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl
b. Jika keluhan klasik ditemukan, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 126 mg/dl
c. Tes toleransi glukosa (TTG) dengan beban 75g glukosa, kadar glukosa
darah ≥ 200 mg/dl.
Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus
terkendali mendekati angka normal setiap hari setiap tahun. Beberapa pencegahan
sekunder, yaitu :
a. Melakukan skrining untuk mencari penderita baru harus dilakukan karena
kelompok tidak terdiagnosa tidak sedikit jumlahnya. Sehingga jika diketahui
lebih dini komplikasi dapat dicegah. Skrinning direkomendasikan untuk
orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes, orang-orang dengan kadar
glukosa abnormal pada saat hamil, orang-orang yang mempunyai gangguan
vaskuler, dan orang-orang yang gemuk.
b. Tidak Merokok. Walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi
glukosa, merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari
intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan
berhenti merokok. Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25
kajian yang menyelidiki hubungan antara merokok dan DM yang disiarkan
antara 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri
selama 30 tahun. Mereka mendapati risiko bahkan lebih tinggi bagi perokok
berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari
memiliki risiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang
tahan terhadap insulin. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh

15
memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya
mengawali terbentuknya DM tipe 2.
c. Tetap melakukan pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi
diabetes.
3. Pencegahan tersier
Upaya pencegahan tersier menurut Regina (2012) ditujukan kepada
kelompok penderita DM yang telah mengalami komplikasi dalam upaya
mencegah kecacatan lebih lanjut. Beberapa upaya sekunder, yaitu :
a. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada
penyakit organ.
b. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ
atau jaringan.
c. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
d. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal,
mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi,
podiatris, penyuluh, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.

16
II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar dari proses keperawatan.
Data diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga dan dokumentasi rekam
medik pasien.
a. Keluhan utama
Saat dilakukan pengkajian keluhan utama pada pasien yaitu badan terasa
lemas, kepala terasa pusing, gemetaran serta berkeringat dingin, GDR pasien =
424 mg/dl. Berdasarkan teori menurut Menurut PER KENI (2011), untuk
menentukan diagnosis diabetes melitus pada pasien yaitu dengan kadar gula darah
puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu >200 mg/dl.
b. Keluhan saat dikaji
Saat dilakukan pengkajian pada hari Senin, 12 April 2021 pukul 10.30 WIB.
Pasien mengatakan kepala masih terasa pusing, badan lemah dan letih, pasien
mengatakan mudah merasa haus, sering BAK, penurunan BB sejak dalam 3 bulam
terakhir 59kg menjadi 49kg, pasien mengatakan nafsu makan berkurang, pasien
hanya menghabiskan seperempat diet yang diberikan rumah sakit, pasien tampak
lesu dan aktivitas dibantu oleh keluarga.
Keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian sesuai dengan teori
(Manurung 2018) penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relative
singkat harus menimbulkan kecurigaan, hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil
dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya pasien kehilangan lemak
dan otot sehingga menjadi kurus.
Berdasarkan teori (Riyadi, Sukarmin 2008) Kelainan pada mata, penglihatan
kabur, pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah
menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang
merusak retina serta kekeruhan pada lensa. Kelemahan dan keletihan, kurangnya
cadangan energi, dan kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah letih dan
lelah.

17
Menurut Rakhmadany dalam (Manurung 2018) faktor resiko diabetes yang
dapat diubah atau berdasarkan gaya hidup salah satunya adalah stress dan
kecemasan, stress cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis
dan berlemak tinggi untuk meningkatkan serotonin otak. Serotonin ini memiliki
efek penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah
yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.
Teori ini juga ditemukan di dalam hasil penelitian (Riswana 2018) dimana
pasien mengeluhkan badan terasa lemas, pusing, mual, muntah dan sering
kesemutan. Menurut peneliti ada kesamaan antara teori dengan yang dikeluhkan
pada pasien saat pengkajian dalam penelitian.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan suka makan yang bersantan, suka makan yang manis-
manis, makan tidak teratur, dan pasien suka ngemil. Ny.Z mengatakan pasien
sangat suka minum teh manis , kopi, dan minuman instan. Pasien mengatakan
mengalami Diabetes Melitus Tipe II sejak tahun 2014 dan pernah dirawat dengan
keluhan yang sama pada tahun 2014.
Menurut Rakhmadany dalam (Manurung 2018) salah satu factor resiko dari
diabetes adalah pola makan yang salah, pola makan yang salah dapat
mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan
resiko diabetes mellitus. Kurang gizi dapat merusak pancreas, sedangkan berat
badan berlebih mengakibatkan gangguan kerja insulin atau resistensi insulin.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan ayah pasien juga mengalami penyakit yang sama dengan
ia mempunyai riwayat diabetes. Tidak ada riwayat penyakit keturunan lainnya
seperti hipertensi, Penyakit jantung koroner, stroke dan lain-lainya.
Menurut (Manurung 2018) factor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya diabetes tipe II, dengan factor resiko diantaranya adalah riwayat
keluarga. Jika orang tua menderita diabetes tipe II, rasio diabetes dan nondiabetes
pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe II.
e. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan hasil penelitian pada pemeriksaan fisik pasien yang mengalami
gangguan yaitu penglihatan kabur, konjungtiva anemis. Berdasarkan teori

18
(Bararah & Jauhar 2013) dalam pemeriksaan fisik pada pasien diabetes mellitus
terdapat gangguan dalam sistem neurologis diantaranya teradi penurunan sensoris.
Menurut Riyadi (2008) pemeriksaan fisik pada penderita diabetes antara
lain: status penampilan kesehatan: biasanya yang sering muncul adalah kelemahan
fisik, tanda-tanda vital: hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh
glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah dan
beresiko terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi ini terjadi pada fase
diabetes melitus yang sudah lama atau penderita yang memeng mempunyai bakat
hipertensi). Berat badan: melalui penampilan atau pengukuran, biasanya kurus
(pada diabetes melitus pada fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi),
gemuk (pada fase awal penyakit tau penderita lanjutan dengan pengobatan yang
rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol). Mata : konjungtiva anemis
biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan nutrisi. Sistem
muskuloskletal : biasanya terjadi penurunan massa otot,cepat lelah, lemah, nyeri,
dan adanya ganggren di ekstremitas.
f. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium Hemoglobin : 10,8 g/dl, Hematokrit : 42
%, Leukosit : 7.300 mm3, Trombosit : 400.000 mm, Ureum darah : 31 mg/dl,
Kreatin darah : 0,8 mg/dl, GDR : 424 mg/dl. Menurut analisis peneliti kurangnya
hemoglobin klien: 12,3 g/dl yang ditandai dengan badan klien terasa lemah, nafsu
makan berkurang, mual, muntah dan tidak menghabiskan diit yang diberikan
menyebabkan kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ( SDKI ) tahun 2017,
diagnosa yang muncul pada hasil penelitian dan observasi yaitu sebanyak 3
diagnosa keperawatan diantaranya ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia, defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, keletihan berhubungan dengan kondisi
fisiologis.
Pada diagnosis keperawatan pertama, ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia, ditandai dengan data subjektif pasien

19
mengatakan sering merasa haus, pasien mengatakan sering buang air kecil, pasien
mengeluh nafsu makannya menurun, pasien mengatakan badan terasa lemah dan
letih dan data objektif pasien tampak lemah, GDR : 424 mg/dl, memiliki riwayat
diabetes semenjak 7 tahun yang lalu.
Teori dalam SDKI tahun 2017 dikatakan bahwa diagnosis ketidakstabilan
kadar glukosa darah adalah variasi kadar glukosa darah yang naik dari rentang
normal dengan tanda dan gejala mayor lelah dan lesu, kadar glukosa darah urin
tinggi , sedangkan untuk tanda gejala minor mulut kering, haus meningkat.
Menurut peneliti terdapat kesamaan antara masalah keperawatan ketidakstabilan
kadar glukosa darah pada pasien dengan teori yang ada Pada diagnosis
keperawatan kedua, defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan nafsu
makan berkurang, pasien mengeluh badan lemah dan data objektif membran
mukosa pasien tampak pucat dan kering, konjungtiva pasien tampak anemis, IMT
pasien berada dalam kategori kurus, pasien mengalami penurunan BB dari 58 kg
menjadi 49 kg dalam tiga bulan terakhir.
Teori dalam SDKI tahun 2017 dapat ditegakkan bila ketidakmampuan
memakan makanan, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan
asupan makan adekuat, kurang informasi. Pada diagnosis keperawatan ketiga,
keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis ditandai dengan data subjektif
pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih dan data objektif pasien tampak
lemas, pasien tampak mengantuk, aktivitas pasien tampak dibantu keluarga, GDR
: 424 mg/dl. Teori dalam SDKI tahun 2017 menjelaskan bahwa diagnosis
keletihan adalah merupakan perasaan subjektif yang tidak teratasi dengan istirahat
dan intervensi keperawatan tidak difokuskan untuk meningkatkan daya tahan
beraktivitas (endurance), melainkan untuk membantu pasien beradaptasi dengan
kondisi yang dialaminya. Diharapkan dengan gejala dan tanda mayor pasien
mengungkapkan merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang
tenaga, mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktivitas rutin, lesu.
Menurut peneliti terdapat kesamaan diagnosis keletihan pada pasien dengan teori
yang ada.

20
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Rencana keperawatan pada diagnosis ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia dapat mengidentiikasi factor resiko,
dengan kriteria hasil kestabilan kadar glukosa darah: tidak ada mengantuk,
tidak ada pusing, tidak ada lesu/lelah, tidak ada keluhan lapar, tidak ada
keluhan haus, kadar glukosa dalam darah dalam rentang normal kadar, kadar
glukosa dalam urine dalam rentang normal dan palpitasi membaik .Kontrol
resiko : menunjukkan kemampuan mengidentifikasi faktor resiko
meningkat, kemampuan melakukan strategi control resiko meningkat,
kemampuan modifikasi gaya hidup meningkat, kemampuan menghindari
factor resiko meningkat, dan adanya penggunaan fasilitas kesehatan.
Kontrol resiko : menunjukkan kemampuan mengidentifikasi faktor resiko
meningkat, kemampuan melakukan strategi control resiko meningkat,
kemampuan modifikasi gaya hidup meningkat, kemampuan menghindari
factor resiko meningkat, dan adanya penggunaan fasilitas kesehatan.
Rencana tindakan meliputi manajemen hiperglikemi yaitu observasi :
identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi, monitor kadar glukosa
darah monitor tanda dan gejala hiperglikemi, kadar glukosa darah, elektorlit,
tekanan darah ortostatik dan frekuensi. Terapeutik : berikan asupan cairan
oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk. Edukasi : anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl, anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga, ajarkan pengelolaan diabetes. kolaborasi: kolaborasi pemberian
insulin, kolaborasi pemberian cairan. Identifikasi resiko yaitu observasi:
identifikasi resiko biologis, lingkungan maupun perilaku, dan identifikasi
risiko secara berkala. Terapeutik: tentukan metode pengobatan resiko yang
baik dan ekonomis, dan lakukan pengelolaan resiko secara efektif.
b. Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosis
defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
intervensi yang direncanakan yaitu : mengidentifikasi perubahan berat
badan, mengidentifikasi pola makan (mis : kesukaan/ketidaksukaan
makanan cepat saji), memonitor warna konjungtiva, memonitor asupan oral,

21
memonitor hasil laboratorium, menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan, menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk
kondisi sakit, pastikan diet yang mencakup makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi.
c. Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosis
keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis intervensi yang
direncanakan yaitu : memonitor tanda tanda vital, mengidentifikasi fungsi
tubuh yang mengakibatkan kelelahan, memonitor kelelahan fisik dan
emosional, memonitor pola makan dan jam tidur, menganjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang,
menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, menganjurkan
meningkatkan asupan makanan.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Peneliti melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya, yang dilaksanakan dari tanggal 12-16 April 2021,
untuk pelaksanaan tindakan keperawatan, tidak semua tindakan dilaksanakan oleh
peneliti, karena peneliti tidak merawat klien 24 jam penuh. Namun untuk solusi
peneliti mendelegasikan rencana tindakan tersebut kepada perawat ruangan dan
mahasiswa praktik yang sedang dinas di ruangan tersebut dan selanjutnya peneliti
melakukan studi dokumentasi terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan sesuai dengan perencanaan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosa
ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia yaitu
mengukur kadar glukosa darah, mengukur tanda dan gejala hiperglikemia,
poliuria, polidipsia, polifagi, malaise, pandangan kabur, atau sakit kepala,
mengukur tanda-tanda vital, berkolaborasi dalam pemberian injeksi insulin
sebelum makan, edukasi pasien jika kekhawatiran atau stress bisa menyebabkan
kadar glukosa dalam darah meningkat serta pelaksanaan manajemen stress dengan
teknik relaksasi mendengarkan tilawah Al Quran dan dzikir.
Penelitian yang dilakukan oleh (Derek, Rottie & Kallo 2017) stress dapat
memicu kadar gula darah dalam tubuh yang semakin meningkat sehingga semakin

22
tinggi stress yang dialami oleh penderita diabetes mellitus maka diabetes yang
dialami akan semakin tambah buruk, maka diperlukan manajemen relaksasi
penurun stress. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Labindjang, Kadir &
Salamanja 2015) Kondisi yang relaks dapat mengembalikan kotra-regulasi
hormone stress dan memungkinkan tubuh untuk menggunakan insulin lebih
efektif.
Implementasi keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosa pada
diagnosa defisit nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien, tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi perubahan
berat badan pasien, mengetahui kesukaan pasien mengonsumsi makanan dari luar
rumah sakit, memonitor warna konjongtiva pasien : anemis, memonitor hasil
laboratorium pasien, memberikan obat rinitidine 2x1 amp secara iv menganjurkan
pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit, pastikan diet yang
mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi.
Implementasi keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosa pada
diagnose keletihan yang berhubungan dengan kondisi fisiologis tindakan
keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji status fisiologis pasien,
menganjurkan pasien untuk melakukan latihan jasmani secara bertahap dan
teratur, berjalan – jalan di sekiitar ruangan, memonitor intake asupan nutrisi
pasien.
Menurut (Alfiani, Yulitah &Sutriningsih 2017) kepatuhan dalam diet dan
pengobatan pasien diabetes sangat dibutuhkan, kepatuhan terjadi bila aturan
menggunakan obat yang diresepkan serta pemberiannya diikuti dengan benar.
Penelitian yang dilakukan oleh (Essy dan Widiyaningsih 2013) kepatuhan
penderita dalam menaati diet diabetes mellitus sangat berperan penting untuk
menstabilkan kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus, kepatuhan
membutuhkan dukungan agar menjadi biasa dengan perubahan yang dilakukan
dengan cara mengatur untuk meluangkan waktu dan kesempatan yang dibutuhkan
untuk menyesuaikan diri.

23
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien
dari tanggal 12 – 16 April 2021 masalah mulai teratasi intervensi dilanjutkan
untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia antara lain, pada hari pertama pasien mengatakan badan masih
terasa letih, pasien mengatakan masih sering BAK : 8-9x/hari, pasien
mengatakan sering merasa haus, pasien masih tampak lemah, TD : 144 / 87
mmHg, nadi : 82x/i, pernapasan : 20x/i, GDR : 424 mg/dl. Pada hari ke lima
pasien mengatakan letih berkurang, pasien mengatakan haus mulai berkurang,
pasien mengatakan BAK 7-8x/hari, pasien tampak mulai segar, tanda-tanda vital :
TD : 133/80 mmHg, nadi : 80x/i, pernapasan : 20x/i. GDR : 202 mg/dl Evaluasi
dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien dari tanggal
12-16 April 2021 dengan defisit nutrisi yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien didapatkan evaluasi yaitu pada hari
kelima masalah teratasi dan intervensi dihentikan, pasien mengatakan mulai
bertenaga, pasien mengatakan nafsu makan membaik, pasien tampak
menghabiskan diit yang diberikan rumah sakit.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien
dari tanggal 12-15 April 2021 dengan diagnosa keletihan berhubungan dengan
kondisi fisiologis hari pertama sampai hari keempat dengan masalah teratasi dan
intervensi dihentikan, pasien mengatakan letih mulai berkurang, pasien
mengatakan nafsu makan mulai meningkat, pasien tampak mulai bertenaga,
pasien tampak beraktivitas secara mandiri.

24
III. DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2010). Obesitas, Diabetes Melitus dan dislipidemia. Jakarta: EGC

Damayanti. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan


Yogyakarta: Nuha Medika.

Derek, Meivy, Julia Rottie, and Vandri Kallo. 2017. “Hubungan Tingkat Stres
Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIW Manado.” e-journal keperawatan 5.

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2017). Profil Kesehatan Kota Padang. Dinas
Kesehatan Kota Padang. (2018). Profil Kesehatan Essy, Herlena, and
Widiyaningsih. 2013. “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap
Penderita Diabetes Mellitus Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus Di
RSUD Am Parikesit Kalimantan Timur.”

Febty, I. K. A., Chiptarini, D., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F., Ilmu D.
A N., Jakarta, H. (2014). Penatalaksanaan Dm Pada Pasien Dm Di
Puskesmas. Hestiana, D. W. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan

Joyce M. Black, & Jane Hokanson Hawks (2014). Keperawatan Medikal Bedah
(edisi 8). Singapore : Elsevier Pte Ltd.

Kemenkes. (2016). PTM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular


di Indonesia.

Krisnatuti, D., dan Yenrina, R. 2008. Diabetes Sehat untuk Penderita Diabetes
Melitus. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.Penyakit Dalam RSUD dr.
Rasidin Kota Padang. (2018). Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Kota
Padang.

Labindjang, Kadir, and Salamanja. 2015. “Hubungan Stres Dengan Kadar


Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas
Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.”

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medical Bedah Konsep Mind Maping dan


NANDA NIC NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media.

PERKENI. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


indonesia 2015.

Raharjo, Muji. 2018. “Asuhan Keperawatan Ny.N Dengan Diabetes Melitus Di


Ruang Kirana Rumah Sakit TK.III DR. Soetarto Yogyakarta.” Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.

Smeltzer, S. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : buku kedokteran EGC

25
Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia Pustaka.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Defenisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Defenisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI

Fitriana. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Jogjakarta : Medika

Nurarif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jakarta : Mediaction

Black and Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk
Hasil yang diharapkan. Jakarta : Salemba Emban Patria

Hotma. (2014). Mencegah Diabetes Melitus dengan Perubahan Gaya Hidup.


Bogor : In Media

Waspadji. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP


PPNI

26

Anda mungkin juga menyukai