Anda di halaman 1dari 15

PROMKES PADA IBU HAMIL DENGAN

HIPEREMISIS GRAVIDARUM

DI SUSUN

O
L
E
H

MAYA TURSINA
092401S21017

DOSEN : ZAITUN M.K.M

AKADEMI KEBIDANAN DARUL HUSADA SIGLI


DIPLOMA III KEBIDANAN
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil melahirkan atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan tidak tergantung dari lama dan
lokasi kehamilan disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan
atau penanganannya tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab
lainnya(Sarwono, 2006: 22).
Berdasarkan definisi ini kematian maternal dapat digolongkan pada
kematian obstetrik langsung (direct obstetric death), kematian obstetrik tidak
langsung (inderect obstetric death), kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan misalnya kecelakaan. Kematian
obstetrik langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau
penanganannya. Di negara-negara sedang berkembang sebagian besar penyebab
ini adalah pendarahan, infeksi dan abortus. Kematian tidak langsung disebabkan
oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau
persalinan, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia,
malaria, dan lain-lain termasuk hiperemesis gravidarum. (Sarwono, 2006: 22)
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti,
perubahan-perubahan anatomik pada anak, jantung, hati dan susunan saraf
disebabkan oleh kekurangan vitamin. Beberapa faktor predisposisi yang sering
terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat
peningkatan kadar HCG, faktor organik karena masuknya villi khorialis dalam
sirkulasi maternal dan perubahan metabolik, faktor psikologis keretakan rumah
tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
memikul tanggung jawab dan faktor endoktrin lainnya. Gejala yang sering terjadi
pada 60% - 80% primigravida dan 40% - 60% multigravida. Mual biasanya terjadi
pagi hari. Rasa mual biasanya dimulai pada minggu-minggu pertama kehamilan

1
dan berakhir pada bulan keempat, namun sekitar 12% ibu hamil masih
mengalaminya hingga 9 bulan. (Khaidirmuhaj, 2009)
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
obstetri, salah satunya dengan melakukan pelayanan pemeriksaan ibu hamil untuk
mengetahui keadaan ibu dan janin secara berkala yang diikuti dengan upaya
koreksi terhadap kelainan yang ditemukan dengan tujuan agar ibu hamil dapat
melewati masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat serta
melahirkan bayi yang sehat. Dalam melakukan pelayanan Ante Natal Care (ANC)
hendaknya selalu memberikan penjelasan dan motivasi mengenai yang dirasakan
ibu hamil termasuk didalamnya hiperemesis gravidarum, karena masih banyak ibu
hamil yang tidak mengetahui cara mengatasi mual dan muntah yang dialaminya,
maka dengan ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
akan mengalami penurunan karena derajat kesehatan suatu bangsa ditentukan oleh
derajat kesehatan ibu dan anak.
Saya tertarik untuk membahas makalah ini karena banyak sekali penderita
hiperemesis gravidarum hasil penelitian menunjukkan bahwa anoreksia
memiliki persentase sebesar 55% dari seluruh pasien yang mengalami hiperemesis
gravidarum

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah bagaimana pengertian, serta bentuk patofisiologi dan komplikasi ,
penyebab Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil.

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah untuk memahami dan mempelajari tentang bagaimana pengertian, serta
bentuk patofisiologi dan komplikasi , penyebab Hiperemesis Gravidarum pada ibu
hamil.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita
hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi
buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998). Hiperemesis Gravidarum
(vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam
kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik,
dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara
berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112). Hiperemesis
gravidarum adalah bertambahnya emesis yang dapat mengakibatkan gangguan
kehidupannya sehari-hari. Hiperemesia gravidarum yang berlangsung lama
(umumnya antara minggu 6-12) dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
janin. (Manuaba, 2007).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa
hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning sicknes normal
yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal
dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan. (Varney, 2007)
Hiperemesis gravidarum adalah mual berlangsung terus menerus dan muntah
sering, cepat mengalami dehidrasi dan asidoketotik. (Llwellyn, 2011)
Dari devenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hiperemesis Gravidarum
adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang
berlebihan (muntah berat) dan terus menerus pada minggu kelima sampai dengan
minggu kedua belas, jadi mual-muntah yang berlebihan disaat kehamilan yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.

B. Faktor Hiperemesis Gravidarum


Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada
bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan

3
kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan
susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat
inanisasi. Beberapa faktor predesposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh
beberapa penulis sebagai berikut:
1. Faktor predesposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuansi yang tinggi pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor
hormonal memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik
akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap
perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga
disebut sebagai salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini,
rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup.

Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui


pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu
mengurangi frekuensi muntah. (Wiknjosastro, 2005)
Diduga terdapat factor yang menyebabkan hiperemesis gravidarum :
1. Psikologis, bergantung pada: apakah si ibu menerima kehamilannya.
Atau kehamilannya di terima atau tidak.
2. Fisik, Terjadi peningkatan yang mencolok atau belum beradaptasi dengan
kenaikan human chorionic gonadothropin
Factor konsentrasi human chorionic gonadothropin yang tinggi :
1. Primigravida lebih sering dari multigravida.

4
2. Semakin meningkat pada pola hidatidosa, hamil ganda dan hidramnion
3. Factor gizi / anemia meningkatkan terjadinya hiperemesis gravidarum.

Gejala Umum Hiperemesis Gravidarum antara lain:


1. Mual dan muntah berat terutama pada trimester I kehamilan
2. Muntah setelah makan atau minum
3. Kehilangan berat badan > 5% dari BB ibu hamil sebelum hamil, ( rata-rata
kehilangan BB 10% )
4. Dehidrasi
5. Penurunan jumlah urine
6. Sakit kepala
7. Bingung
8. Pingsan
9. Jaundisen (warna kuning pada kulit, mata dan membrane mukosa )

C. Patofisiologi
Diawali dengan mual muntah yang berlebihan sehingga dapat
menimbulkan dehidrasi, tekanan darah turun, dan diuresis menurun. Hal ini
menimbulkan perfusi ke jaringan menurun untuk memberikan nutrisi dan
mengonsumsi O2.
Oleh karena itu, dapat terjadi perubahan metabolisme menuju ke arah
anaerobik yang menimbulkan benda keton dan asam laktat. Muntah yang berlebih
dapat menimbulkan perubahan elektrolit sehingga pH darah menjadi lebih tinggi.
Dampak dari semua masalah tersebut menimbulkan gangguan fungsi alat
vital berikut ini
1. Liver
1) Dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O2 menurun.
2) Gangguan fungsi sel liver dan terjadi ikterus.
3) Terjadi perdarahan pada parenkim liver sehingga mmenyebabkan
gangguan fungsi umum.

5
2. Ginjal
1) Dehidrasi penurunan diuresis sehingga sisa metabolisme tertimbun
seperti asam laktat dan benda keton
2) Terjadi perdarahan dan nekrosis sel ginjal
3) Diuresis berkurang bahkan dapat anuria
4) Mungkin terjadi albuminuria
3. Sistem saraf pusat
1) Terjadi nekrosis dan perdarahan otak diantaranya perdarahan ventrikel
2) Dehidrasi sistem jaringan otak dan adanya benda keton dapat merusak
fungsi saraf pusat yang menimbulkan kelainan ensefalopati Wernicke
dengan gejala: nistagmus, gangguan kesadaran dan mental serta diplopia
3) Perdarahan pada retina dapat mengaburkan penglihatan. (Manuaba,
2007)

D. Tanda dan Gejala


Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3
tingkatan
1. Tingkatan I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa
nyeri pada epigastrum. Nadi meningkat ssekitar 100 per menit, tekanan darah
sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkatan II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang,
lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang
naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam

6
hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.
3. Tingkatan III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
ensefalopatiwernicke, dengan gejala: nistagmus diplopia dan perubahan mental.
Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati. (Wiknjosastro,
2005)

E. Diagnosis
Diagnosis hiperemis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan
penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus venntrikuli dan tumor serebri yang dapat
pula memberikan gejala muntah. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus
dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat memepngaruhi
perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan. (Wiknjosastro,
2005)

F. Komplikasi
a) Bagi wanita hamil
Jika tidak diobati, HG dapat menyebabkan gagal ginjal, mielinolisis
pontine pusat, koagulopati, atrofi, Mallory-Weiss sindrom, hipoglikemia,
sakitkuning, kekurangan gizi, ensefalopati Wernicke, pneumomediastinum,
rhabdomyolysis, deconditioning, avulsion limpa, dan vasospasms arteri serebral.
Depresi merupakan komplikasi sekunder umum HG. Pada kesempatan
langka seorang wanita dapat meninggal karena hiperemesis; Charlotte Bronte
adalah korban diduga penyakit ini.

7
b) Bagi janin
Bayi dari wanita dengan hiperemesis berat yang mendapatkan kurang dari
7 kg (15,4 lb) selama kehamilan cenderung berat lahir rendah, kecil untuk usia
kehamilan, dan lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Sebaliknya, bayi dari
wanita dengan hiperemesis yang memiliki keuntungan kehamilan berat lebih dari
7 kg muncul mirip sebagai bayi dari kehamilan tanpa komplikasi. Tidak ada
jangka panjang tindak lanjut penelitian telah dilakukan pada anak dari ibu
hiperemesis.

G. Penatalaksanaan Terapi Obat


Pendekatan penatalaksanaan hiperemesis gravidarum berkisar dari
tindakan konservatif seperti perubahan pola makan atau gaya hidup, obat-obatan,
hingga rawat inap untuk cairan parenteral pada pasien dengan hipovolemia.
Penatalaksanaan awal hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan
penyesuaian suplemen prenatal. Minuman atau makanan mengandung jahe
mungkin juga dapat mengurangi keluhan. Pemberian obat yang disarankan
sebagai lini pertama adalah vitamin B6-doksilamin. Jika keluhan tidak membaik,
dapat diberikan terapi lini kedua seperti dimenhydrinate, diphenhydramine,
metoclopramide, dan ondansetron.
Tujuan Penatalaksanaan
Target penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah:
1. Mengatasi dehidrasi.
2. Mengurangi gejala dengan modifikasi diet, serta terapi farmakologi.
3. Mencegah komplikasi serius dari muntah yang persisten, termasuk di
antaranya gangguan elektrolit, defisiensi vitamin, dan kehilangan berat
badan yang ekstrem.
4. Meminimalisir efek fetal baik karena kondisi mual dan muntah ibu
maupun karena pengobatan.
Perlu diketahui bahwa pemberian vitamin B6 dan doksilamin merupakan
satu-satunya yang disetujui FDA untuk penanganan hiperemesis gravidarum.[1-3]

8
Terapi Nonfarmakologi
Terapi inisial yang bisa diberikan pada hiperemesis gravidarum adalah
intervensi nonfarmakologi, berupa penggantian vitamin prenatal. Hiperemesis
gravidarum dilaporkan semakin berat pada pasien yang menggunakan
multivitamin. Penggantian ke suplemen asam folat tunggal diharapkan dapat
membantu mengurangi gejala.
Konsumsi makanan atau minuman yang mengandung jahe, misalnya teh
jahe hangat, dan penggunaan gelang akupresur juga dilaporkan bermanfaat. Meski
demikian, studi lebih lanjut masih diperlukan.
Modifikasi Diet
Diet yang direkomendasikan pada penderita hiperemesis gravidarum
adalah makan sedikit-sedikit namun sering. Pasien juga dianjurkan untuk
menghindari makanan pedas dan berlemak serta yang memicu mual. Jenis
makanan yang disarankan adalah makanan yang hambar dan kering, seperti
biskuit atau kudapan tinggi protein lainnya. Hindari konsumsi pil penambah zat
besi karena dapat menambah mual.
Terapi Lini Pertama pada Pasien yang Tidak Dehidrasi
Jika pasien masih mual dan muntah setelah intervensi nonfarmakologi,
terapi lini pertama yang dianjurkan adalah pemberian vitamin B6 (piridoksin) dan
doksilamin. Dosis yang dianjurkan adalah:
1) Vitamin B6 10-25 mg per oral dengan doksilamin 12,5 mg 3-4 kali per
hari
2) Vitamin B6 10 mg dengan doksilamin 10 mg hingga 4 kali per hari, atau
3) Vitamin B6 20 mg dengan doksilamin 20 mg hingga 2 kali per hari
Terapi vitamin B6 terbukti efektif untuk mengurangi muntah berat
secara signifikan, namun kurang efektif pada muntah ringan.

Terapi Lini Kedua pada Pasien yang Tidak Dehidrasi


Terapi lini kedua yang dapat dipilih adalah antihistamin dan antagonis
dopamin:
1) Dimenhydrinate 25-50 mg per oral setiap 4-6 jam

9
2) Diphenhydramine 25-50 mg per oral setiap 4-6 jam
3) Prochlorperazine 25 mg per rektal setiap 12 jam
4) Promethazine 12,5-25 mg per oral atau per rektal setiap 4-6 jam
Jika pasien masih mengalami gejala yang berat namun tanpa dehidrasi,
pasien dapat diberikan terapi per oral metoclopramide atau ondansetron.
Terapi pada Pasien Dehidrasi
Jika terdapat tanda dehidrasi, maka perlu diberikan rehidrasi dengan cairan
intravena. Antiemetik metoclopramide atau ondansetron dapat diberikan secara
intravena hingga pasien mampu mentoleransi obat oral.
Pemberian cairan awal dapat dilakukan dengan pemberian larutan ringer
laktat 2L selama 3-5 jam. Selanjutnya, cairan dapat diganti menjadi terapi
rumatan dengan dekstrosa 5%. Selain pemberian cairan tersebut, ditambahkan
juga dengan pemberian vitamin seperti vitamin B1 secara intravena dengan dosis
100 mg yang dilarutkan ke dalam 100 ml cairan salin normal, diberikan selama 3
hari. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya ensefalopati Wernicke.
Koreksi magnesium dan kalsium juga dapat diberikan jika ada indikasi.
Diet yang diberikan pada kondisi dehidrasi adalah diet tinggi protein untuk
mengurangi mual. Selain diet tinggi protein, pisang dan roti kering juga dapat
diberikan.
Terapi Kasus Refrakter
Pada kasus refrakter yang berat, hiperemesis gravidarum dapat diberikan
chlorpromazine intravena atau intramuskular 25-50 mg. Pilihan lain adalah
methylprednisolone per oral atau parenteral dengan dosis 16 mg setiap 8 jam.
Cara kerja kedua obat ini dalam penanganan hiperemesis gravidarum
belum diketahui dan penggunaannya masih menuai kontroversi. Beberapa studi
kecil menunjukkan bahwa keduanya efektif digunakan pada kasus refrakter,
namun masih diperlukan studi lanjutan.

H. Penanganan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan
jelas memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu

10
proses yang fisiologis, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang
muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang
setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan
makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan
segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau
biskuit denagn teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya
dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam keadaan panas
atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin,
menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh
karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
1. Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang
maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat
yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital. Vitamin
yang dianjurkan adalah B1 dan B6. Anti histaminika juga dianjurkan, seperti
dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik, seperti
disiklominhidrokhlorid atau khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum
yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.

2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, terapi cerah dan
peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sanpai muntah berhenti dan
penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam.
Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa
pengobatan.
3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini.

11
4. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila
perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan
vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino
secara intravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air
kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan
bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut
keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum
bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minum dan dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan di atas, pada umumnya
gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikistrik bila keadaan
memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus teraupetik sering sulit diambil, oleh karana itu di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala ireversibel pada organ vital. (Wiknjosastro, 2005).

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Hiperemesis Gravidarum
adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang
berlebihan (muntah berat) dan terus menerus pada minggu kelima sampai dengan
minggu kedua belas, jadi mual-muntah yang berlebihan disaat kehamilan yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan
jelas memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang
muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang
setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan
makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.

B. Saran
Saran untuk ibu yang menderita Hiperemesis Gravidarum agar lebih
memperhatikan pola makan dan keadaan fisik ibu, dan sran untuk bidan agar
dapat meberikan asuhan dan pandangan tentang Hioeremesis gravudarum dengan
cara menginformasikannya kepada seorang ibu dengan baik, agar kedepannya
seorang ibu dapat menjadi ibu yang tidap lagi menjadi penderita hiperemesis
gravidarum.

13
DAFTAR PUSTAKA

Juz Bayu. 2012. “Materi Tentang Hemeostattis” (Onine)


http://bayuajuzt.blogspot.com/2012/05/materi-tentang-hemostatis.html
Diakses pada tanggal 31 Desember 2019.

Llwellyn Jones, Derek.(2011). Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi. Jakarta. EGC

Manuaba, IBG. (2007). Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Gaya, Hidup. 2017. “Hiperemesis Gravidarum Bahayakan Ibu” (Online)


http://gayahidup.inilah.com/read/detail/1933896/hiperemesis-gravidarum-
bahayakan-ibu-janin Diakses pada tanggal 31 Desember 2019.

Prawirohardjo,Sarwono.Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta.EGC.2008

London V, Grube S, Sherer DM, Abulafia O. Hyperemesis Gravidarum: A


Review of Recent Literature. Pharmacology. 2017;100(3-4):161-171. doi:
10.1159/000477853. Epub 2017 Jun 23. PMID: 28641304.

Austin K, Wilson K, Saha S. Hyperemesis Gravidarum. Nutr Clin Pract. 2019


Apr;34(2):226-241. doi: 10.1002/ncp.10205. Epub 2018 Oct 18. PMID:
30334272.

Jennings LK, Mahdy H. Hyperemesis Gravidarum. In: StatPearls. Treasure Island


(FL): StatPearls Publishing; 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532917/

Boelig RC, Barton SJ, Saccone G, Kelly AJ, Edwards SJ, Berghella V.
Interventions for treating hyperemesis gravidarum. Cochrane Database of
Systematic Reviews 2016.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD010607.pub2

Huybrechts KF, Hernandez-Diaz S, Straub L, Gray KJ, Zhu Y, Patorno E, et al.


Association of maternal first trimester ondansetron use with cardiac
malformations and oral clefts in offspring. JAMA 2018;320:2429

Khan FH. Hyperemesis Gravidarum in Emergency. Medscape, 2021.

Michie LA, Hodson KK. Ondansetron for nausea and vomiting in pregnancy: re-
evaluating the teratogenic risk. Obstet Med 2020

14

Anda mungkin juga menyukai