Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DEGENERATIF


PADA PASIEN NY. M.A DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II
DI RUANG RAJAWALI RSUD S.K. LERIK KUPANG

Trisal Renekona Mbolik, S.Kep


PO.5303211221566

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KUPANG
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS
2023/2024
1
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


KlasifikasiDM menurut (Smeltzer dan Bare,2015), :
1) DM tipe 1
DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat terjadi
disebabkan karena adanya kerusakan sel-β, biasanya menyebabkan kekurangan
insulin absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik. Umumnya
penyakit ini berkembang ke arah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan
kematian. DM tipe 1 terjadi sebanyak 5-10% dari semua DM. DM tipe 1
dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun
(Smeltzer dan Bare, 2015).
2) DM tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat
terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin.
DM tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan kondisi
insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi reseptor
insulin di jaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut. DM tipe 2 mengenai
90-95% pasien denganDM. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,
2
obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. DM tipe ini sering terdiagnosis
setelah terjadi komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2015).
3) DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek genetik pada
fungsi sel-β, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas
(seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi,
sindrom genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare,
2015).
4) DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan.Terjadi pada 2-
5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare,
2015).

3. Etiologi
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing,
Yaitu oto antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

3
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
c. Riwayat keluarga
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya
bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
d. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
mellitus.Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena penyakit diabetes mellitus karena olahraga berfungsi untuk
membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun di
dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain
disfungsi pankreas.

4
4. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya
mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia
atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk 2016 yaitu:
1. Manifestasi Klinis DM Tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruangan intra seluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai
diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran
urin. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL, glukosa dieksresikan ke
dalam urin, suatu yang disebut glukosuria. Penurunan volume intraseluer dan
peningkatan haluaran urine yang menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi
5
kering dan sensor haus diaktifkan yang menyebabkan orang tersebut
minum jumlah air yang banyak (polidipsia).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, produksi energi
menurun. Penurunan energi sel menstimulasi rasa lapar dan orang makan
lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat, berat badan
orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan
lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan keletihan
menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum terjadi
akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata.
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsi, dan
polifagia disertai dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan sampai berat. Orang dengan DM tipe I membutuhkan sumber insulin
untuk mempertahankann hidup

2. Manifestasi Klinis DM Tipe II


Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang lambat dan
sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan
untuk beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan penurunan
berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi,
penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.

5. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat
atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka
glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh
darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
6
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi
untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga
glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat.

7
4. Pathway

DM tipe I DM tipe II

Reaksi Autoimun idiopatik, usia, genetic.dll

sel ß pankreas hacur Jumlah sel b pancreas menurun

Kegagalan produksi
insulin

cvcvcv
Glukosa tidak dapat Glukosa intrasel Katabolisme protein meningkat
masuk ke sel menurun

Penurunan BB
Kadar glukosa darah Pembentukan ATP terganggu
meningkat

Keletihan Defisit nutrisi


Lemah
Hiperglikemia

Fleksibilitas darah
merah Intoleransi Aktivitas
Komplikasi
Pengobatan dan kontrol
mikrovaskuler Tidak teratur
(retinopati, nefropati,
Pelepasan O2
neuropati)

Glukosa Tidak stabil Hipoksia perifer

Paratesia, sensibilitas,
Komplikasi Makrovaskuler
nyeri, suhu menurun Nyeri akut
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Suplai O2 ke otak menurun
Risiko Infeksi

Perfusi perifer tidak efektif

8
5. Komplikasi
1. Komplikasi akut
 Diabetes Ketoasidosis/Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI, 2015).
 Hiperosmolar Non Ketotik (NHK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritasplasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat (PERKENI, 2015).
 Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien DM yang
tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia.
Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat, gementar,
rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI,
2015).
2. Komplikasi kronis:
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM saat
ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM
yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya
komplikasi kronik.
Secara umum komplikasi jangka panjang terdiri dari :
 Komplikasi Kardiovaskuler
9
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih
cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius.Berbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan
penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan kontrol kadar gula
darah yang baik. Tetapitelah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular
dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko
kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL
akanmeningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah
pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak
atau stroke, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal
sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya
komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015).
 Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan nefropati
diabetik.Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non
proliferatif dan retinopati proliferatif.Retinopati non proliferatif merupakan
stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati
proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler,
jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.Seterusnya, nefropati diabetik adalah
gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati
diabetik ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam),
terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
10
mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul
besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih (albuminuria).Akibat dari
nefropati diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif
dan upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol
tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2015).
 Neorepati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat
DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu,
lalu ke bagian tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
dan amputasi.Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akanmenurunkan risiko amputasi. Semua
penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki (PERKENI, 2015).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien DM yaitu:
1. Kadar Glukosa Darah Puasa, dan
2. Tes Toleransi Glukosa
Kriteria diagnostic untuk Diabetes Melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
3. Glukosa plasma 2 jam post prandial >200mg/dl

11
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet:
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
2. Latihan:
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang,
dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara
langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan
sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
3. Pemantauan:
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada
lansia.
4. Terapi (jika diperlukan):
12
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.

5. Pendidikan kesehatan:
a) Diet yang harus dikomsumsi
b) Latihan
c) Penggunaan insulin
d) Pemeriksaan Diagnostik
e) Glukosa darah sewaktu
f) Kadar glukosa darah puasa

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sering lapar (polifagi) disertai banyak kencing
(poliuri) dan banyak minum (polidipsi), sudah makan tapi mengeluh lemas,
nafsu makan menurun (mungkin disertai mual atau muntah), berat badan
yang terus menurun secara signifikan dibawah BB ideal, keluhan pusing,
tremor
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Adalah riwayat yang menyebabkan klien MRS saat ini. Biasanya penderita
diabetes mellitus datang berobat karena ada keluhan mual dan tiga gejala
khas yaitu (polifagi, poliuri, polidipsi), kelemahan, mati rasa, kesemutan,
sakit kepala, pandangan mata kabur, perubahan mood/suasana hati, luka
atau bisul yang tidak sembuh-sembuh.
13
d. Riwayat penyakit Dahulu
Gambaran kesehatan pasien sebelumnyayang mendasari penyakit diabetes
melitus
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang menederita penyakit yang sama sebelumnya
untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami oleh pasien merupakan
penyakit keturunan/genetic.
f. Riwayat Psikososial
Klien yang dirinya terkena diabetes mellitus biasanya mengalami denial dan
takut mengkonsumsi makanan dan minuman sembarangan atau malah
enggan mengatur makanannya karena sudah merasa bosan dengan
penyakitnya yang bersifat kronis. Klien juga bisa mengalami putus asa,
serta cemas karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit diabetes
mellitus yang dideritanya.
g. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Biasanya klien nampak lemas karena sel-sel tubuh tidak optimal
menyerap glukosa, pasien dengan diabetes mellitus pada masa tua (> 30
tahun), obesitas disertai komplikasi mikro/makro vaskuler. Namun status
obesitas tersebut bisa jadi berubah karena klien sering mengalami polifagi
atau merasa lapar dalam frekuensi yang sering sehingga terjadi masalah
pada perubahan nutrisi klien yang beresiko mengalami penurunan.
b) Kepala dan Rambut
Meliputi bentuk kepala,keadaan kulit kepala, keadaan dari penyebaran
rambut, bau rambut, ekspresi muka, bentuk muka, kulit muka, dan keadaan
muka. Penderita diabetes mellitus yang sudah menahun dan tidak terawat
secara baik biasanya rambutnya lebih tipis, rambutnya mudah rontok.
c) Mata
Penderita diabetes mellitus juga dapat mengalami pembentukan katarak.
14
Katarak mungkin disebabkan oleh adanya hiperglikemi yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakn lensa.
d) Integumen dan ekstemitas
Perubahan - perubahan makrovaskuler, perubahan mikrovaskuler dan
neuropati semuanya menyebabkan perubahan pada ekstermitas bahwa
perubahan yang penting yakni adanya anesthesia. Keadaan ini berperan
dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren
e) Pemeriksaan saraf
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, jenis diabetes
mellitus neuropati yang paling lazim adalah polineuropati perifersimetris.
Hal ini terlihat pertama kali dengan hilangnya sensasi pada ujung-ujung
ekstermitas bawah. Kemudian hilangnya kemampuan motoric dan
ekstermitas dan mati rasa.
f) Pendengaran
Karena urat syaraf bagian pendengaran penderita diabetes mellitus mudah
rusak, telinga sering mendenging. Bila keadaan ini tidak segera diobati dan
diabetes mellitus tidak terawat dengan baik, pendengaran akan merosot
bahkan dapat menjadi tuli sebelah ataupun tuli keduanya.
g) Sistem Pernapasan
Klien diabetes mellitus rentan terhadap penyakit infeksi termasuk infeksi
saluran pernapasan disebabkan penurunan kekebalan tubuh sampai
terserang TBC paru.

h) Sistem kardiovaskuler
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menimbulkan aterosklerosis, yang
akan menyebabkan deprivasi O2 di jaringan yang akan berlanjut menjadi
Hipertensi, infark miokard, dan stroke juga klien bisa terserang penyakit
15
jantung koroner karena adanya daya pompa jantung menurun dan
rendahnya kadar HDL
i) Sistem Pencernaan
Adanya rasa lapar yang sering (polifagi) disebabkan karena glukosa yang
diperleh dari karbohidrat tidak dapat dimetabolisme seluruhnya menjadi
energi, sehingga menimbulkan kelemahan. Penurunan kemampuan
mengosongkan isi yang dikarenakan adanya neuropati syaraf-syaraf
otonom system gastrointestinal
j) Sistem Perkemihan dan reproduksi
Kencing yang sering (poliuri) dan dalam jumlah yang banyak terutama
malam hari sangat mengganggu penderita sehingga mendorong periksa.
Kerusakan syaraf-syaraf pada ginjal tidak mampu melakukan absorbsi zat-
zat yang terlarut dalam air seni sehingga terjadi proteinuria. Kondisi
seperti ini akan mudah terjadi infeksi salurah kemih. Didapatkan keluhan
kesulitan ereksi, impoten yang disebabkan neuropati.
k) Sistem Muskuloskeletal
Awalnya mungkin hanya nampak kondisi leah pada penderita sampai
terjadinya kejang pada otot kaki disebabkan dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, pada tulang terjadi osteomielitis. Jika terjadi gangren, biasanya
sering progresif dan memerlukan amputasi.
l) Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
2. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 300
mOsm/l
4. Elektrolit:
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
 Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan
16
seluler),selanjutnya akan menurun
 Fosfor: lebih sering menurun
 Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik Trombosit darah: hematokrit mungkin
meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan
respons terhadap stress atau infeksi.
5. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan
akan insulin.
6. Urin: gula positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
7. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernapasan, dan infeksi pada luka.
(PERKENI, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin. (D. 0027)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme;
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D. 0019).
3. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit kronis:
Diabetes Melitus). (D.0057)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus).
(D.0142)

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
17
.
1. Ketidakstabilan Kestabilan kadar gula Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa darah darah (L. 03022) (I.03115)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
resistensi insulin keperawatan selama 2-3 kali 1. Identifikasi kemungkinan
kunjungan maka kestabilan penyebab hiperglikemia
gula darah membaik dengan 2. Identifikasi situasi yang
kriteria hasil: menyebabkan kebutuhan
1. Kadar glukosa dalam insulin meningkat
darah membaik 3. Monitor kadar glukosa
2. Lelah/lesu menurun darah, jika perlu
3. Keluhan lapar menurun 4. Monitor tanda dan gejala
4. Rasa haus menurun hiperglikemia
5. Pusing menurun 5. Monitor intake dan output
cairan
6. Monitor keton urin, kadar
analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik,
dan frekuensi nadi.
Terapeutik:
7. Berikan asupan cairan oral
8. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
Edukasi:
9. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
18
glukosa darah lebih dari
250mg/dl
10. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
11. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
12. Ajarkan pengelolaan
diabetes
Kolaborasi:
13. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
14. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
15. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu.
2. Defisit nutrisi Berat badan (L.05038) Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
peningkatan keperawatan selama 2-3 kali 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan kunjungan, berat badan 2. Identifikasi alergi dan
metabolisme; klien membaik dengan intoleransi yang disukai
ketidakmampuan kriteria hasil: 3. Identifikasi makanan yang
mengabsorbsi 1. Berat badan membaik disukai
nutrien 2. Indeks masa tubuh 4. Identifikasi kebutuhan
membaik. kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya
penggunaan asupan
makanan
19
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik:
8. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
10. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
11. Sajikan makanan tinggi
serta untuk mencegah
konstipasi
12. Berikan makanan rendah
kalor dan tinggi protein
13. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi:
14. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
15. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
16. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
menentukanjumlah kalori
dan jenis nutrien yang
20
dibutuhkan, jika perlu
3. Keletihan Tingkat keletihan Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan (L.05046) Observasi:
kondisi fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan
(penyakit kronis: keperawatan selama 2-3 kali fungsi tubuh yang
Diabetes Melitus). kunjungan, tingkat keletihan mengakibatkan kelelahan
klien menurun dengan 2. Monitor kelelahan fisik dan
kriteria hasil: emosional
1. Verbalisasi kepulihan 3. Monitor pola dan jam tidur
energi meningkat 4. Monitor lokasi dan
2. Tenaga meningkat ketidaknyamanan selama
3. Kemampuan aktivitas
melakukan aktivitas Terapeutik:
rutin meningkat 5. Sediakan lingkungan yang
4. Verbalisasi lelah nyaman dan rendah
menurun stimulus
5. Lesu menurun 6. Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi:
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
21
11. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi:
13. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Risiko infeksi Kontrol risiko (L.14128) Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
penyakit kronis keperawatan selama 2-3 kali 1. Monitor tanda dan gejala
(Diabetes Melitus) kunjungan, kemampuan infeksi lokal dan sistemik
klien untuk melakukan Terapeutik:
kontrol risiko infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung
meningkat dengan kriteria 3. Berikan perawatan kulit
hasil: pada area edema
1. Kemampuan mencari 4. Cuci tangan sebelum dan
informasi tentang sesudah kontak dengan
faktor risiko meningkat pasien dan lingkungan
2. Kemampuan pasien
mengidentifikasi faktor 5. Pertahankan teknik aseptik
risiko meningkat pada pasien beresiko tinggi
3. Kemampuan mengubah Edukasi:
perilaku meningkat 6. Jelaskan tanda dan gejala
22
4. Kemampuan infeksi
modifikasi gaya hidup 7. Ajarkan cara mencuci
meningkat tangan dengan benar
5. Kemampuan 8. Ajarkan etika batuk
menghindari faktor 9. Ajarkan cara memeriksa
risiko meningkat kondisi luka atau luka
6. Kemampuan mengenali operasi
status kesehatan 10. Anjurkan meningkatkan
meningkat asupan nutrisi
7. Penggunaan fasilitas 11. Anjurkan meningkatkan
kesehatan asupan cairan
Kolaborasi:
12. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

6. Evaluasi keperawatan
23
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap keberhasilan rencana keperawatan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. Tahap ini merupakan kunci keberhasilan
dalam proses keperawatan.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian
ulang.
a. S (Subjektif): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan,
atau akibat pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah
potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian
teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu,
sering memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis,
rencana, dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan
periode yang telah ditentukan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo,T.,2002.,Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.,Balai Penerbit FKUI,


Jakarta.

Baradero, Marry.,2009.,Klien Gangguan Endokrin.,EGC,Jakarta

Effendi, F dan Makhfudli.,2009.,Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik


dalam Keperawatan.,Salemba Medika.,Jakarta.

Kholifah,S.N.,2016.,Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan


Gerontik.,Pusdik SDM Kesehatan, BPPSDMK.

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGG

PERKENI. (2015). Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.,2017.,Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1,


Cetakan III (Revisi).,DPP PPNI, Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.,2019.,Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1,


Cetakan II.,DPP PPNI, Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.,2018.,Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1,


Cetakan II.,DPP PPNI, Jakarta Selatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016, tentang


Rencana Aksi Nasional Kesehatan lanjut Usia Tahun 2016-2019
25

Anda mungkin juga menyukai