Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup
dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri.
Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar
gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat
terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah
jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal
ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011).

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun


2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126
mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan (postprandial) >200 mg/dL. Kadar gula darah
bervariasi pada setiap individu setiap hari dimana kandungan gula darah akan meningkat
jumlahnya setelah individu tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam
setelah makan.2 Pada keadaan normal, lebih kurang 50% glukosa dari makanan yang dimakan
akan mengalami metabolisme sempurna menjadi karbon dioksida (CO2) dan air, 10%
Universitas Sumatera Utara menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.
Semua proses metabolik terganggu pada penderita diabetes melitus akibat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.\

Menurut Pribadi dalam Rismayanthi (2011), ada dua tipe diabetes mellitus:

1) Diabetes mellitus tipe I disebut DM yang tergantung pada insulin.


Diabetes mellitus tipe ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
karena kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering
buang air kecil (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda
dan memerlukan insulin seumur hidup.
2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin.
Diabetes mellitus tipe II ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah
penderita obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun. Kegemukan atau obesitas salah satu faktor penyebab penyakit DM, dalam
pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti diabetes, perlu ditunjang dengan terapi
diet untuk menurunkan kadar gula darah serta mencegah komplikasi-komplikasi yang lain.

2.2 klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) dan yang sesuai anjuran
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

2.2.1 Diabetes melitus tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) \

Diabetes melitus tipe 1 adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini menyebabkan tubuh
kekurangan insulin. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan Universitas Sumatera Utara
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Diabetes tipe 1 lebih cenderung terjadi pada usia
muda, biasanya sebelum usia 30 tahun. Pasien dengan diabetes tipe 1 harus bergantung pada
insulin dan pengambilan obat diet kontrol.

2.2.2 Diabetes melitus tipe 2: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM])

DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau
akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Dalam hal ini, sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
sepenuhnya, sehingga terjadi defisiensi relatif insulin. Kondisi ini menyebabkan sel mengalami
desensitisasi terhadap glukosa.1,7,8 Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal. Namun, jika sel-
sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe 2.

2.2.3 Diabetes Melitus Gestasional (GDM)

Diabetes Melitus Gestasional adalah intoleransi glukosa yang terjadi pada saat
kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemi terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada Universitas Sumatera Utara perempuan
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Anak-anak dari ibu dengan GDM
memiliki risiko lebih besar mengalami obesitas dan diabetes pada usia dewasa muda.
2.2.4 Diabetes melitus “Tipe Spesifik Lain”.

Defek genetik pada fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas (pankreatitis, pankreatektomi, endokrinopati, akromegali, sindrom Cushing dan
hipertiroidisme tergolong di dalam tipe ini. Penggunaan narkoba atau obat/ zat kimia, infeksi
contohnya rubella kongenital, sitomegalovirus, penyebab imunologi yang jarang seperti
antibodi antiinsulin, dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan DM seperti
syndrome Down, syndrome Klinefelter juga tergolong ke dalam tipe ini. 1,7-9

2.3 Pengertian Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah dibawah normal
(<70mg/dl) (ADA,2016). Hipoglikemia adalah efek samping yang paling sering terjadi akibat
terapi penurunan glukosa darah pada pasien DM dan pengontrolan glukosa darah secara
intensif selalu meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia berat (Gruden et al., 2012).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan angka kejadian 10% - 30% pasien per
tahun dengan angka kematian nya 3% - 4% ( Goldman & Shcafer, 2012), sedangkan pada DM
tipe 2 angka kejadiannya 1,2 % pasien per tahun (Berber et al., 2013). Rata-rata kejadian
hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7 per 100 orang per tahun
pada penggunaan insulin ( Cull et al., 2001). Menurut penelitian lain didapatkan data kejadian
hipoglikemia terjadi sebanyak 30% per tahun pada pasien yang mengonsumsi obat
hipoglikemik oral seperti sulfonilurea (Self et al., 2013). Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2,
hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan Insulin dan Sulfonilurea (PERKENI,
2011).

Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70- 110
mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah
terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh
mengalami kelainan fungsi. Hypoglikemi adalah konsentrasi glukose darah di bawah
40mg/100ml. Hypoglikemi merupakan keadaan yang serius dan keadaan semakin gawat jika
anak semakin muda. Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60
mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas
fisik yang berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl),
dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik). Sel otak tidak
mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan dengan banyak
penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami Hyperglikemi in utero,
atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil simpanan glikogen tubuh tidak
mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan kebutuhan glikogen. Simpanan
glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pada pemanasan (Rosa M
Sacharin, 1986). Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang
rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang utama. Otak memberikan respon
terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal
untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal ini akan merangsang hati untuk melepaskan gula
agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan
fungsi otak.

Anda mungkin juga menyukai