Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Meningkatnya DM dibeberapa Negara berkembang akibat peningkatan

kemakmuran akhir-akhir ini banyak disorot. Peningkatan perkapita dan perubahan

gaya hidup terutama dikota-kota menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit

degenarasif seperti penyakit jantung, Hipertensi, Demam, Diabetes dan yang lain-

lain. DM merupakan penyakit endokrin yang paling lazim frekuensi

sesungguhnya sulit diperoleh karena perbedaan sekunder diagnosa, tetapi

mungkin antara 1 dan 2 %. Jika Hiperglikemia puasa merupakan kriteria

Diagnosa.

DM merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta

diantaranya penduduk berusia 25 tahun s/d 74 tahun dan juga menjadi penyebab

utama amputasi diluar terutama kecelakaan kerap di Indonesia berkisar antara 1.0

dan 1,6 %.

Pola makan dikota-kota telah tergeser dari pola makanan tradisional yang

mendukung banyak karbohidrat dan serat sayuran dan pola makan kebarat-

baratan. Dengan komposisi yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula,

dan sedikit mengandung serat.

Disamping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi

sampai malam hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak adanya

kesempatan untuk berelasi atau berolah raga. Apalagi bagi para kelas executif

hampir tiap hari lunch dan dinner dengan para relasinya dengan menu makanan

berat yang “wah” pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya

PJK, hipertensi, Diabetes, dan lain – lain.


BAB II

KONSEP TEORITIS

1. DEFENISI

Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar gulkosa dalam darah atau hiperglikemia ( Keperawatan medical

2002).

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal , yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Kapita selekta

kedokteran jilid 1 1999).

Diabetes mellitus adalah sindron yang disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara tuntutan dan suplai insulin, sindrom yang disebabkan oleh ketidak

seimbangan antara tuntutan dan suplai insulin, sindrom insulin ditandai

hiperglikemia, dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat lemak

dan protein. Diabetes melitus atau dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah

kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar glukosa darah yang

tinggi (hiperglikemia).

2. ANATOMI FISIOLOGI

Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar

glukosa darah antara 70 – 110 mg/dl (euglikemia) dalam kondisi asupan makanan

yang berbeda – beda. Pada orang non diabetik, kadar glukosa darah dapat

meningkat antara 120 – 140 mg/dl setelah makan (postprantial), namun keadaan

ini akan kembali menjadi normal dengan cepat, sedangkan kelebihan glukosa
darah diambil dari darah dan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sel – sel

otot (glikogenesis). Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan

puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan – cadangan tubuh (glikogenolisis),

dan glukosa yang baru dibentuk dari asam amino, laktat dan gliserol yang berasal

dari trgliserida (glukoneogenesis). Normalisasi glukosa darah diatur oleh hormon

– hormon.

Regulasi Hormonal Gula Darah

Dari lima hormon yang terlibat dalam regulasi kadar darah, hormon

pancreas, insulin, merupakan satu – satunya hormon yang menurunkan glukosa

darah (Glukagon, Growth hormon, epinephrine, dan glukokortikoid semuanya

meningkatkan kadar gula darah). Insulin dan glukagon diproduksi dalam

pancreas, yang merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Pankreas terletak

retroperitoneal di belakang lambung, dengan bagian kaput dan leher berada pada

kurvatura duodenum, bagian korpus memanjang secara horizontal melintasi

bagian dinding posterior abdomen, dan bagian kauda bersentuhan dengan limpa.

Lebih dari 1 juta kumpulan sel – sel terletak menyebar dalam organ ini.

Tiga jenis sel – sel endokrin yaitu sel Alpha (), yang mensekresi

glukagon, sel beta (), yang mensekresi insulin, delta (), yang mensekresi gastrin

dan somatostatin pancreas. Insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam

amino, kalium dan fosfat melintasi membrane sel, khususnya sel – sel adiposa dan

sel – sel otot yang sedang beristirahat. Insulin juga dibutuhkan untuk

mengaktivasi enzim yang meningkatkan metabolisme intraseluler. Insulin

menjalankan fungsinya dengan adanya model reseptor tertentu yaitu insulin akan

berikatan dengan suatu reseptor pada membran plasma sel dan memulai suatu
rangkaian aktivitas post reseptor yang diatur oleh second messenger,

kemungkinannya berupa cyclic guanosine 3,5 – monophosphat (CGMP). Jika

terdapat kekurangan insulin, sebagaimana halnya pada diabetes mellitus,

hiperglikemia, peningkatan metabolisme lemak dan penurunan sintesa protein

akan terjadi.

Insulin memiliki peranan metabolik yang utama selama “ keadaan makan “

sedangkan glukagon memiliki peranan utama selama keadaan puasa. Sejumlah

kecil insulin disekresi dengan terus menerus (sekresi basal), dan sejumlah bolus

disekresi dalam merespon terhadap asupan glukosa dan asam amino. Glukagon

mengatur penggunaan bahan bakar tubuh. Glukagon merangsang proses

glikogenolisis, glukoneogenesis dan lipolisis. Hormon ini menghambat

penyimpanan glikogen. Kelebihan jumlah glukagon timbul dalam diabetes

mellitus dan menimbulkan terjadinya hiperglikemia dan gangguan – gangguan

metabolic lain pada penyakit ini.

Perubahan – Perubahan Fisiologis Karena Usia

Toleransi karbohidrat secara berangsur – angsur akan menurun bersamaan

dengan berjalannya usia seseorang. Ingesti glukosa mengakibatkan kadar glukosa

darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya keadaan hiperglikemia pada orang

dengan usia lanjut. Setelah mendapat glukosa, kadar glukosa darah dalam 2 jam

dapat diharapkan meningkat 15 mg/dl pada masing – masing decade kehidupan.

Perubahan pada kadar glukosa darah puasa dikaitkan dengan usia kurang begitu

nampak, hanya 2 mg/dl per decade.

Intoleransi karbohidrat yang berhubungan dengan usia ini telah dikaitkan

dengan berbagai hal seperti berkurangnya pelepasan insulin dari sel – sel beta,
lambatnya pelepasan insulin, dan/atau penurunan sensitivitas perifer terhadap

insulin. Perubahan fisiologis kedua yang berhubungan dengan usia yang penting

dalam pengelolaan diabetes adalah peningkatan ambang ginjal untuk glukosa

darah yaitu 160 – 180 mg/100 ml.

3. ETIOLOGI

DM Tipe I
Insulin dependen diabetes melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung

insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses antoimun.

DM tipe 1 juga disebabkan kombinasi factor genetic, factor imunologi dan factor

lingkungan (infeksi virus).

DM Tipe II
Non insulin dependen diabetes mellitus atau diabetes mellitus tidak tergantung

insulin disebabkan kegagalan relative sel B dan resistensi. Resistensi insulin

adalah turunya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak

mampu mengimbangi berkurangnya resistensi sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relative insulin. Kemampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi

insulin pada rangsangan glukosa maupun rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain berarti sel B pangkreas juga mengalami

Desentifikasi terhadap glukosa. DM tipe II juga factor genetik diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin selain itu juga

faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II

yaitu :

 Usia (resistensi insulin cenderung meingkatkan pada usia diatas 65 tahun)

 Obesitas
 Riwayat hidup keluarga

 Kelompok keluarga

4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut price (1995) manifestasi klinik dari DM adalah sebagai berikut

: DM tergantung insulin /DM type I memperlihatkan gejala explosive dengan

polidipsi, poliuri, poliphagi, turunya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama

sakit atau beberapa minggu, penderita menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis

dan dapat meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan dengan segera, biasanya

diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita

peka terhadap insulin.

DM tidak tergantung insulin / DM type II

Penderita sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada

hiperglikemia yang berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri, lemah dan

samnolen, biasanya tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemi berat dan

tidak respon terhadap terapi diet mungkin berkurang normal atau mungkin

meninggi tetapi tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah

normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Gejala lain berupa lain

cepat lelah, kehilangan tenaga dan merasa tidak fit. kelelahan yang

berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit terjadi pada mereka

yang berusia siatas 40 tahun, penglihatan kabur, luka yang lama sembuh, kaki

terasa kebas, geli atau merasa terbakar, infeksi jamur pada saluran reproduksi

wanita dan impotensi pada pria.


5. FATOFISIOLOGI

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah

satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan

naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan

endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami

defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa

yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang

melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180

mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak

dapat  menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,

klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan

timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan

mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta

cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan

energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan

oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energi.


6. PATHWAY

Sel  pancreas Faktor genetik Usia Obesitas


7.
dihancurkan oleh
8. autoimun
proses

Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin


9.
Tidak mampu
10.
menghasilkan
insulin Penurunan reaksi
11.
intrasel

Produksi glukosa Tidak mampu


12.
yang tidak menghasilkan
Insulin menjadi tidak efektif untuk
13. oleh hati
terukur insulin
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan

14.
Glukosa tidak Defisiensi insulin
dapat disimpan Sel beta pancreas tidak mampu
15.
dalam hati mengimbangi peningkatan kebutuhan
Metabolisme akan insulin
protein dan lemak
16.
Konsentrasi terganggu
Hiperglikemia
17.
glukosa dalam
darah meningkat Pemecahan lemak
18. BB menurun terjadi
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar
Ginjal tidak dapat non ketotik ( HHNK ), kelelahan,
19.
menyerap kembali Simpanan kalori
Ketoasidosis iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
menurun
20. glukosa yang
semua kulit yang lama sembuh, infeksi vagina,
tersaring keluar pandangan kabur
21.
Selera makan Kelelahan dan Keseimbangan
meningkat kelemahan asam basa dalam
Glukosuria
22. tubuh terganggu

Pengeluaran
23. cairan
dan elektrolit Nyeri abdomen, mual,
24.
berlebihan muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton

25.
Poliuri Polidipsi
Kematian, koma,
perubahan kesadaran
26. KOMPLIKASI

Komplikasi DM adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999)

a) Komplikasi akut

1. Kronik hiperglikemia

2. Ketoasidosis untuk DM type 1

3. Koma hipersmolar non ketolik untuk DM Type II

b) Komplikasi kronik

1. Makro angiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak.

2. Mikro angiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetic dan

neprotic diabetes

3. Neuropati diabetic

4. Rentan infeksi seperti tuberculosis paru dan ISK

5. Ulkus diabetikum

6. Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut diabetikum.

27. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Evaluasi Diagnostik

Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan kriteria

yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada

waktu puasa (gula darah nuchter) yang besarnya di atas 140 mg/dl (SI : 7,8

mmol/L) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang di atas

200 mg/dl (SI : 11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih

merupakan criteria diagnostic penyakit diabetes. Jika kadar gula darah


puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus

berdasarkan tes toleransi glukosa.

Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive

daripada tes toleransi intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu

(mis. Untuk pasien yang pernah menjalani operasi lambung). Tes toleransi

glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat sederhana.

Pasien mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat (150 hingga 300 gram)

selama 3 hari sebelum tes dilakukan. Sesudah berpuasa pada malam hari,

keesokan harinya sample darah diambil. Kemudian karbohidrat sebanyak 75

gram yang biasanya dalam bentuk minuman diberikan kepada pasien. Pasien

diberitahu untuk duduk diam selama tes dilaksanakan dan menghindari

latihan, rokok, kopi serta makanan lain kecuali air putih.

WHO merekomendasikan pengambilan sample 2 jam sesudah konsumsi

glukosa. Rekomendasi dari National Diabetes Data Group mencakup pula

pengambilan sample darah, 30 dan 60 menit sesudah konsumsi glukosa.

2. Pemeriksaan Diagnostik

 Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih.

 Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.

 Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.

 Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.

 Elektrolit :

Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.


Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),

selanjutnya akan menurun.

Fosfor : Lebih sering menurun.

 Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal

yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir

(lama hidup SDM) karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan

DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan

dengan insiden (mis. ISK baru).

 Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada

HCO3 (asidosis etabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

 Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,

hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau infeksi.

 Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi /

penurunan fungsi ginjal).

 Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya

pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.

 Insulin darah : Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)

atau normal sampai tinggi (tipe II) uang mengindikasikan insufisiensi

insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten

insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody

(autoantibody).

 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.


 Urine : Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin

meningkat.

 Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran

kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

28. PENATALAKSANAAN

Dalam jangka pendek penatalaksaan DM bertujuan untuk menghilangkan

gejala atau keluhan, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk

mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara

menormalkan kadar glukosa.\

1. Perencanaan Makan

Menurut cokro prawiro (1999) pada concensus pertumbuhan

endokrinologi Indonesia ditetapkan bahwa standart adalah santapan

dengan komposisi seimbang :

1. Karbohidrat : 60 – 70 %

2. Protein : 10 – 15 %

3. Lemak : 20 – 25 %

2. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3 – 4 x tiap minggu selama ½

jam. Latihan dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari,

renang, bersepeda dan mendayung.

Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :

1. Insulin dapat lebih efektif

2. Menambah reseptor insulin


3. Menekan kenaikan BB

4. Menurunkan kolesterol trigliserida dalam darah

5. Meningkatkan aliran darah

3. Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, jenis

atau mecamnya, komplikasi penatalaksanaan pada penderita DM.

4. Pengaturan Diit

a. Kelompok semua umur makanan yang penting (Vitamin dan

Mineral).

b. pencapaian dan pemeliharaan BB pemenuhan kebutuhan energi.

c. pencegahan fluktuasi KGD sehari-hari yang luas, pertahankan

keadaan KGD normal.

d. Kurangi kadar lemak darah.

e. Klien yuang membutuhkan insulin untuk membantu mengontrol

KGD-nya harus mempertahankan konsistensi dalam jumlah kalori dan

karbohidrat yang dinamakan pada waktu yang berbeda.

f. Untuk klien obesitas (terutama DM tipe II) penurunan BB merupakan

kunci keberhasilan pengobatan dan factor pencegahan utama untuk

perkembangan diabetes.
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan yang dilakukan secara

sistematik untuk menentukan masalah pasien. Tahap – tahap proses keperawatan

sebagai berikut :

A. Pengkajian

pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan yang merupakan

sistematis dalam mengumpulkan data dan berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian

keperawatan dilakukan meliputi :

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, lelah, sulit bergerak / berjalan
Tanda : Takikardi dan takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi
Tanda : takikardi, perubahan TD
3. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain
Tanda : ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Poliuria
Tanda : Urine encer, pucat, kuning
5. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah
Tanda : Turgor jelek
6. Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, sakit kepala
Tanda : Mengantuk
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri
Tanda : Wajah meringis
8. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurang O2
Tanda : batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
9. Kemanan
Gejala : Kulit kering, gatal
Tanda : Deman, kulit rusak
10. Seksualitas
Gejala : Rabas Vagina (cenderung infeksi)

B. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotic ( dari hiperglikemia );

kehilangan gastric berlebihan; diare, muntah; masukan dibatasi; mual,

kacau mental d/d peningkatan haluaran urine, urine encer; kelemahan;

haus, penurunan berat badan tiba – tiba; Kulit/membrane mukosa

kering, turgor kulit buruk; hipotensi, takikardia, perlambatan pengisian

kapiler.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak cukupan

insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan

mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak); penurunan

masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen,

perubahan kesadaran; status hipermetabolism : pelepasan hormone

stress ( mis. Epinefrin, kortisol, dan hormone pertumbuhan, proses


infeksius d/d melaporkan masukan makanan takadekuat, kurang minat

pada makanan; penurunan berat badan, kelemahan, kelelahan, tonus

otot buruk; diare.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan

fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi; infeksi pernapasan yang ada

sebelumnya atau ISK.

4. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolic; perubahan kimia

darah: insufisiensi insulin; peningkatan kebutuhan energi: status

hipermetabolik/infeksi d/d kurang energi yang berlebihan,

ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan

kinerja, kecendrungan untuk kecelakaan.


C. Intervensi dan Rasionalisasi
D. EVALUASI

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilaukan dengan cara

bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

            Penilaian  dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan

rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

            Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan

klien.

TUJUAN

Tujuan umum :

1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal

2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Tujuan khusus :

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2. Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum

3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan

4. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

5. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum

tercapai
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERTANYAKAN DALAM EVALUASI :

1. Kecukupan informasi

2. Relevansi faktor-faktor yang berkaitan

3. Prioritas masalah yang disusun

4. Kesesuaian rencana dengan masalah

5. Pertimbangan fator-faktor yang unik

6. Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi

7. Logika hasil yang diharapkan

8. Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan

9. Keberhasilan rencana yang telah disusun

10. Kualitas penyusunan rencana

11. Timbulnya masalah baru.


BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah sindron yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

tuntutan dan suplai insulin, sindrom yang disebabkan oleh ketidak seimbangan

antara tuntutan dan suplai insulin, sindrom insulin ditandai hiperglikemia, dan

berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat lemak dan protein.

Diabetes melitus atau dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan

gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar glukosa darah yang tinggi

(hiperglikemia).

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM

umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM

lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang

luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena

katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan

luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. marilyn 2001, Rencana asuhan keperawatan, edisi ke 3, EGC,


Jakarta.

Smeltzer, C Suzanne RN, 2002, keperawatan medical bedah, Edisi ke 8 EGC.


Jakarta.

Manszoer, Arif, 2001, kapita selekta kedokteran, Edisi ke 3 jilid 1 FKUI, Jakarta
Buku daftar obat Indonesia.

Tim, Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito, (2008), Kumpulan Materi Bedah
Dasar umum Bagi Perawat,Angkatan XI, Penerbit Biro Diklat
RSUP,Yogyakarta.

Barbara J. Billi F. (2005). Buku Keperawatan Perioperatif. Volume 1. Penerbit


Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

David C. Sabiston. (2005). Buku Ajar Bedah. Bagian 1. Penerbit Buku


Kedokteran EGC: Jakarta.

Suzanne C. Smeltzer. Brenda G,(2001), Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8, Vol


3, EGC Buku Kedokteran, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek


Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
SYSTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS

DISUSUN

MUYASIR
NIM.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANDARUSSALAM


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
BIREUEN 2012

Anda mungkin juga menyukai