Anda di halaman 1dari 13

DIET UNTUK PENYAKIT KOMPLIKASI PADA DIABETES MELITUS

A. Pengertian diabetes melitus


Dabetes Melitus merupakan istilah yang diambil dari bahasaYunani, "diabet" berarti "mengalir
terus" atau "bocor", sedangkan "melitus" berasal dari bahasa latin "melitus" yang berarti
"madu'. Istilah Diabetes Mellitus juga dipakai untuk menyatakan suatu kelompok penyakit yang
mempunyai manifestasi menonjol berupa hiperglikemia (Woodley dan Whelan,I995). Istilah lain
yang digunakan ialah defisiensi insutir, yang menimbulkan cacat pemakaian karbohidrat dengan
meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh (Robins dan Kumar, 1995).
Seseorang dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila kadar glukosa plasma vena (tidak
puasa) diatas 200 mg/dl. Sedangkan kadar glukosa darah ketika puasa lebih besar dari 126 mg/dl
(plasma vena). Sementara orang yang sehat kadar glukosa darah puasanya di bawa I00 mg/dl
(ptasma vena). Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa penyakit Diabetes Mellitus
terbagi menjadi dua jenis yakni diabetes melitus tipe I (insulin dependent) dan Diabetes Melitus
tipe II (non insulin dependent).
Diabetes Melitus tipe I adalah kelainan sistemik akibat adanya gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah melebihi batas normal (hiperglikemia)
yang kronik Biasanya kondisi ini disebabkan oleh proses autoimun yang merusak sel beta
pankreas sehingga produksi insulin berkurang atau batrkan terhenti.
Diabetes melitus tipe II biasanya timbul setelah dewasa dan tidak berkaitan dengan hilangnya
seluruh kemampuan mensekresi insulin, Insulin yang ada tidak berfungsi dengan baik(Ganong,
1998).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di
belakang lambung, yang berfungsi dalam pengaturan metabolisme glukosa di seluruh jaringan
tubuh, kecuali otak (Ganong 1998). Insulin dapat menurunkan kadar gula darah, kadar asam
lemak darah dan kadar asam amino darah.
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe II,insulin yang ada tidak bekerja dengan baik atau kurang
aktif karena reseftor insulin pada sel berkurang sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil
masuk sel. Akibatnya sel akan mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk
dalam darah dan menimbulkan berbagai komplikasi (pranadji dkk,1995).
Diagnosa awal Diabetes Mellitus tipe II,biasanya tidak diketahui dan jarang berkaitan dengan
ketosis, serta memperlihatkan morfologi dan kandungan insulin sel beta yang norrnal. Namun
demikian, sebagian besar penderita Diabetes Mellitus tipe II ini mengalami kegemukan dan
toleransi glukosa yarrg berlebihan. Hal ini merupakan akibat dari ketidak sesuaian respon set
beta Respon-respon ini tidak menekan pengetuaran glukosa dari hati ketingkat yang normal.
Penderita Diabetes Mellitus tipe II biasanya memiliki jumlah tansporter GLUI4 (Glumse
tansporter4) yang normal di sel peka insulin tetapi sel-sel tersebut gagal memasukkan
transporter kedalam membran sel sampai ke tingkat normal, saat reseptor insulin tergiatkan.
Kerja insulin berpengaruh juga terhadap lemak yaitu insulin memiliki peran dalam menurunkan
asam lemak darah dan memfasilitasi penyimpanan trigliserida.
Kerja insulin berpengaruh juga terhadap lemak yaitu insulin memiliki peran dalam menurunkan
asam lemak darah dan memfasilitasi tigliserida dengan cara sebagai berikut:
1. Insulin meningkatkan transport glukosa ke jaringan adiposa dengan GLUI4. Glukosa
adalah prekursor untuk pembentukan gliserol, yang merupan bahan kasar sintesis
trigliserida.
2. Insulin mengaktivasi enzim yang mengkatalisa produksi asam lemak dari turunan
glukosa.
3. lnsulin membantu masuknya asam lemak kedalam sel jaringan adiposa.
4. insulin menghambat lipolisis, oleh sebab itu menurunkan pelepasan asam lemak dari
jaringan adiposa ke dalam darah.
Hormon lain yang berperan dalam pengaturan keseimbangan glukosa dalam darah.
adalah glukagon. Glukagon dikenal sebagai hormon antagonis dari hormon insulin yang
disekresi oleh sel alfa pulau langerhans pankreas.
Fungsi glukagon pada metabolisme karbohidrat adalah pada proses terjadinya peningkatan
produksi glukosa dan pelepasan glukosa oleh hati, dengan demikian kadar glukosa di dalam
darah meningkat.Glukagon memiliki efek hiperglikemia dengan cara menurunkan
glikogenesis, meningkatkan glikogenesis dan menstimulasi glukoneogenesis.
Adapun kerja glukagon pada lemak ) yaitu glukagon memiliki efek meningkatkan pemecahan
lemak dan menghambat sintesis trigliserida" sedangkan kerja glukagon pada protein yaitu
glukagon menghambat sintesis potein dan merangsang degradasi protein hati.
Regulasi hormon insulin dan glukagon diatur oleh somatostatin yaitu hormon lain dihasilkan
oleh sel beta pulau langerhans pankreas.

Efek penghambatan hormon tersebut melalui mekanisme sebagai berikut:


1. Somatostatin bekerja secara lokal di dalam pulau Langerhans sendiri guna menekan
insulin dan glukagon.
2. Somastatin menurunkan gerakan lambung duodenum dan kandung empedu.
3. Somatostatin mengurangi sekresi dari absorbsi dalam saluran cerna.
4. Faktor-faktor yang mesomatostatin adalah faktor-faktor berhubungan dengan
pencernaan makanan yaitu naiknya:
 Glukosa darah
 Asam amino
 Asam lemak
5. Konsentrasi beberapa hormon yang dilepaskan oleh bagian atas cerna sebagai respon
terhadap makanan.

B. Jenis-Jenis diabetes melitus

1. Diabetes melitus tipe 1


Diabetes melitus tipe 1, dahulu disebut insulin -de umumnya timbul sebelum penderita
berumur 40 tahun. Jenis diabetes ini yang pertama kali di kenal. Penderita diabetes jenis ini
mengalami kerusakan sel-sel pada pulau langerhans di dalam prankeas yang memproduksi
insulin. Umumnya kerusakan di sebebkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh yang disebut
autoimmun. Gangguan sistem kekebalan ini diduga juga berkaitan dengan faktor genetik.
Reaksi autoimunitas dapat juga dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Penderita diabetes tipe 1 umumnya memiliku kesehatan dan berat badan yang baik saat
penyakit ini mudah di derita. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin
umumnya normal, terutama tahap awal. Namun, perawatan diabetes tipe 1 harus
berkelanjutan tetap, serta di siplin dalam pemeriksaan dan pengobatan yang di jalankan.
Tingkat glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal
(80-120 mg/dl). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl untuk penderita yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat di cegah. Diabetes tipe 1 hanya hanya dapat diobati
dengan penggunaan insulin. Pengawasan terhadap tingkat glukosa darah dilakukan secara teliti
melalui alat monitor pengujian darah. Tanpa insulin, akan menjadi ketosis dan diabetic
ketoacidosis sehingga bisa menyebabkan koma, bahkan kematian. Pemberian insulin umumnya
melalui injeksi.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2, dahulu di sebut non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM) atau
diabetes yang tidak bergantung pada insulin. Diabetes jenis ini terjadi karena kombinasi dari
"kecatatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya
sensitivitas terhadap insulin" (adanya efek respon jaringan terhadap insulin).
Tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin didalam darat. Pada tahap ini, hiperglikemia
dapat dibatasi, salah satunya dengan penggunaan obat antidiabetes yang dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin atau menguragi produksi glukosa dari hati. Namun, semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakit berkurang sehingga terapi dengan insulin kadang di
butuhkan.
Dibates tipe 2 lebih sering terjadi jika di bandingkan dengan DM tipe 1. Diabetes jenis ini
umumnya timbul setelah berumur 40 tahun. Faktor yang memperngaruhi timbulnya diabetes
jenis ini, di antaranya riwayat diabetes keluarga, usia lanjut, obesitas, pola makan, dan aktifitas
fisik yang kurang. Walaupun proses terjadinya DM tipe 2 juga dipengaruhi oleh faktor genetik,
bentuk cara penurunannya belum diketahui dengan jelas. Tampaknya hal tersebut berkaitan
dengan resistansi insulin sehubungan dengan kegemukan. Pasalnya 50-90% penderitanya
overweight.
Diabetes tipe 2 awalnya diatasi dengan peningkatan aktifitas fisik, pengaturan makan
(pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Tujuannya untuk
mengembalikan kepekaan hormon insulin. Langkah berikutnya dengan pemberian obat
antidiabetes jika di perlukan.
3. Diabetes melitus gestasional
DM gestasional (gestational diabetes melitus, GDM) disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh
untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang memadai selama proses kehamilan.
GDM timbul sekitar 2-5% dari terjadinya kehamilan.diabetes jenis ini mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi DM tipe 2. GDM dapat membahayakan kesehatan
ibu dan janin. Akibat yang di timbulkan, antara lain permasalahan macrosomia (bayi lahir
dengan berat badan melebihi normal), kecacatatan janin, dan penyakit jantung bawaan.
Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
Penyakit diabetes melitus atau kencing manis telah telah menjadi masalah kesehatan dunia.
Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan
negara sedang berkembang. Termasuk indonesia, pada tahun 2003 terhadap sekitas 150 juta
kasus diabetes di dunia. Tahun 2025 diperkirakan jumlah meningkat 2 kali lipat dan jumlah
penderita diabetes di indonesia di prediksi mencapai 12 juta jiwa pada tahun tersebut.
Penyebabnya adalah kemudahan hidup membuat manusia kurang bergerak dan kurang aktif
secara fisik. Selain itu, perubahan pola makan tradisional ke pola makan modern merupakan
faktor yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan prevalensi diabetes melitus.

C.Tanda-Tanda Diabetes Melitus

Tiga serangkain yang klasik tentang gejala kencing manis adalah poliuria (sering kencing),
polidipsia (sering berasa kehausan), dan polifagia (sering merasa lapar). Gejala awal tersebut
berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula lebih tinggi
dari normal, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Oleh karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria). Akibat lebih lanjut adalah penderita
merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia). Selain itu, penderita
mengalami penurunan berat badan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih.
Untuk mengompensasikan hal tersebut, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan (polifagia).

Gelaja diabetes lainnya yang timbul, di antaranya pandangan kabur, pusing, mual, dan
berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga. Selain itu, penderita diabetes yang kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

1. Gejala khusus penderita diabetes tipe 1


Gejala yang timbul pada penderita diabetes tipe 1, secara tiba-tiba dan bisa berkembang
dengan cepat kedalam suatu keadaan yang disebut dengan metoasidosis diabetikum.
Penyebab terjadinya ketoasidosis adalag kadar gula didalam darah yang tinggi. Namun,
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin sehingga sel mengambil
energi dari sumber yang lain, seperti lemak, sel lemak yang dipecah akan menghasilkan
keton. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asal
(ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah, dan nyeri perut. Selain itu, pernapasan menjadi dalam dan cepat karena
tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti
bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Sebelum menjalani pengobatan, penderita diabetes tipe 1 hampir selalu mengalami
penurunan berat badan karena kekurangan insulin yang berat. Setelah menjalani terapi
insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatka satu
kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan, atau penyakit yang
serius.
 Tanda-tanda peringatan diabetes berdasarkan american institute for preventive
medicine (diabetes and caution)
 Perhatikan munculnya gejala-gejala berikut:
 Browsiness (mengantuk)
 Itching (gatal-gatal)
 A family history of diabetes (sejarah diabetes dalam keluarga)
 Blurre vision (pandang kabut)
 Excessive weight (berat badan yang berlebiham)
 Tingting (mati rasa atau rasa sakit pada anggota tubuh bagian bawah)
 Easy infection (infeksi kulit, serasa dipotong-potong,dan gatal-gatal khususnya
kaki)
 Skin infection (infeksi kulit )
 Tanda-tanda lainnya adalah sebagai berikut:
 Constant urination (kencing terus-menerus)
 Abnormal thirst (haus yang tidak seperti biasanya)
 Unusual hunger (rasa lapar yang aneh)
 The rapid lost of weight (turun berat badan secara cepat)
 Irritability (cepat naik darah)
 Obviousty weakness and fitique (sangat lemah dan lemas)
 Nausea (mual dan muntah)
2. Gejala khusus penderita diabetes tipe 2
Sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak mengalami penurunan berat badan. Bahkan,
penderita diabetes jenis ini bisa tidak menunjukan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika
kekurangan insulin semakin parah, timbullah gejala berupa sering berkemih dan sering
merasa haus, tetapi jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula sangat tinggi (sapai lebih dari
1.000 mg/dl), penderita akan mengalami dehidrasi berat dan bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang, dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemia-
hiperosmoral nonketotik, penyebabnya adalah stres, infeksi, atau obat-obatan.
Gejala lain yang mungkin timbul, diantaranya kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten
pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Pada penderita yang tidak begitu
berat, peningkatan kadar gula darahnya tidak begitu mencolok sehingga harus dilakukan tes
toleransi terhadap glukosa. Tes toleransi glukosa berguna untuk mengetahui kemampuan
tubuh dalam mengatur kadar gula darah.

D.Faktor risiko diabetes melitus

Seseorang lebih berisiko terkena penyakit diabetes melitus (DM) apabila memiliki beberapa faktor
risiko. Faktor risiko ini dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dimodifikasi dan yang dapat dimodifikas.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain ras dan etnik, riwayat keluarga dengan DM, umur
> 45 tahun (meningkatkan seiring dengan peningkatan usia), riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir bayi > 4000gram atau riwayat menderita DM saat masa kehamilan (DM gestasional) riwayat
lahir dengan berat badan rendah ( <2500 gram).

Sedangkan yang dapat dimodifikasi mengandung makna bahwa faktor tersebut dapat diubah,salah
satunya dengan pola hidup sehat. Faktor-faktor tersebut adalah berat badan lebih (IMT >23
kg/m²,kurang aktifitas fisik,tekanan darah tinggi/hipertensi (> 240/90 Mmhg), gangguan profil lemak
dalam darah ( HDL < 35 mg/dl, dan atau irigliserida > 250 mg/dl, dan diet yang tidak sehat (tinggi gula
dan rendah serat). Penelitian juga menunjukan bahwa perokok aktif memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena DM dibanding dengan orang yang tidak merokok.

Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan glukosa darah puasa dan toleransi glukosa, menderita
sindrom metabolik (tekanan darah tinggi, peningkatan kolestrol darah, gula darah tinggi,obesita) atau
memiliki riwayat penyakit stroke atau penyakit jantung koroner, dan memiliki risiko terkena diabetes
melitus lebih tinggi.

E. Pengendalian diabete melitus

Diabetes melitus (DM) memang penyakit yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan
sehingga penderita dapat menjalani kehidupan dengan normal. Pengendalian tersebut meliputi
mengatur pola makam (diet), olahraga, dan pengobatan pemeriksaan gula darah.

1. Pengaturan makanan
Pengaturan makan atau diet pada penderita DM prinsipnya hampir sama dengan pengaturan
makanan pada masyarakat umumnya yaitu dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan
kalori serta gizi yang seimbang. Penderita DM di tekankan pada pengaruran dalam 3 jam yakni
keteraturan jadwal makan, jenis makanan, dan jumlah kandungan kalori. Komposisi makanan
yang di anjurkan terdiri dari karbohidrat yang tidak lebih dari 45-65% dari jumlah total asupan
energi yang dibutuhkan, lemak yang di anjurkan 20-25% kkal dari asupan energi, protein 10-
20% kkal dari asupan energi.

2. Olahraga

Olahraga atau latihan jasmani seharusnya di lakukan secara rutin yaitu sebanyak 3-5 kali
dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit dengan jeda latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktifitas sehari-hari bukan termasuk dalam
olahraga meskipun di anjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Olahraga selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan guna untuk memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga dapat kengendalikan kadar gula darah. Olahraga yang di anjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya di sesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi perlu di batasi atau jangan
terlalu lama. Apa bila kadar gula darah < 100 mg/dl maka pasien DM di anjurkan untuk
makan terlebih dahulu, dan jika kadar gula darah >250 mg/dl maka latihan harus di tunda
terlebih dahulu. Kegiatan fisik sehari-hari bukan dikatakan sebagai latihan jasmani.

3. Pengobatan

Pengobatan pada penderita DM diberikan sebagai tambahan jika pengaturan diet serata
olahraga belum dapan mengendalikan gula darah. Pengobatan disini berupa pemberian
obat hiperglikemi oral (OHO) atau injeksi insulin, dosis pengobatan di tentukan oleh
dokter.

4. Pemeriksaan gulan darah

Pemeriksaan gula darah digunakan untuk memantau kadar gula darah. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan kadar gula darah puasa dan glukosa 2 jam setelah makan
yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan terapi. Selain itu pada pasien yang telah
mencapai sasaran terapi disertai dengan kadar gula yang terkontrol maka pemeriksaan tes
hemoglobin terglikosilasi (HbA1C) bisa dilakukan minimal 1 tahun 2 kali. Selain itu pasien
DM juga dapat melakukan pemeriksaan gula darah mandiri ( PGDM) dwngan
menggunakan alat yang sederhana serta mudah untuk digunakan (glukometer). Hasil
pemeriksaan gula darah menggunakan alat ini dapat di percaya sejauh kalibrasi dilakukan
dengan baik dan teratur serta pemeriksaan menggunakan sesuai dengan standar yang
telah dianjurkan.

F. Pentingnya patuh pengobatan diabetes melitus dan komplikasi

Diabetes melitus ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi. Pengobatan diabetes, baik obat
minuman maupun suntikan insulin, bertujuan untuk mengendalikan kenaikan gula darah tersebut.
Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan maka akan terjadi berbagai komplikasi baik jangka pendek
(akut) maupun jangka panjang (kronis). Hipoglikemia dan ketoasidosis adalah bentuk komplikasi akut,
sedangkan komplikasi yang bersifat kronis terjadi ketika diabetes melitus sudah mempengaruhi fungsi
mata, jantung, ginjal, kulit, saluran pencernaan dan saraf.

Kompikasi DM sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang seluruh organ tubuh. Oleh karena itu,
penderita diabetes harus selalu rutin memantau dan menjaga kadar gula darahnya agar tetap normal.

 Kompikasi diabete melitus akut


Komplikasi DM akut bisa disebabkan oleh dua hal, yakni meningkatkan dan penurunan
kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan menanganan medis segera,
karena jika terlambat ditagani akan menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga
kematian.
 Terdapat 3 macam komplikasi diabetes melitus akut yaitu:
 Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi turunnya kadar gula darah yang drastis
akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengkonsumsi obat
penurun gula darah, atau terlambat makan. Gejala meliputi penglihatan
kabur, detak jantung cepat, sakit kepala, gemeteran, keringat dingin, dan
pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah bisa menyebabkan pingsan,
kejang, bahkan koma.
 Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan
kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabete melitus
yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula atau glukosa
sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak dan
menghasilkan zat keton sebagai sumber energi. Kondisi ini dapat
menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya didalam darah,
sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian,
jika tidak segera mendapat penanganan medis.
 Hyperosmoral Hyperglycemic state (HHS)
Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan dengan tingkat
kematian mencapai 20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar
gula darah yang sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gelaja HHS
ditandai dengan haus yang berat, kejang, lemas, dan gangguan
kesadaran hingga koma.
Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menimbulkan
komplikasi serius lain, yaitu sindrom hiperglikemi hiperosmoral
nonketotik.
Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius yang perlu
mendapat penanganan dan pemantauan dokter dirumah sakit.
 Kompikasi diabetes melitus kronis
Komplikasi jangka panjang biasanya berkembang secara bertahap dan terjadi ketika
diabetes tidak dikendalikan dengan baik. Tingginya kadar gula darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu akan menimbulkan kerusakan serius pada seluruh
organ tubuh.
 Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus yaitu:
 Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Tingginya kadar gula darah dapat merusak membuluh darah di retina
yang berpotensi menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh darah di
mata juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, sepertu katarak
dan glaukoma.
Deteksi dini dan pengobatan retinopati secepatnya dapat mencegah atau
menunda kebutaan. Penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan mata secara teratur.
 Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal akibat DM disebut dengan nefropati diabetik. Kondisi ini
dapat menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa berujung kematian jika tidak
ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal ginjal, penderita harus
melakukan cuci darah rutin ataupun transplantasi ginjal.
Diabetes dikatakan sebagai silent killer, karena sering kali tidak
menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun pada tahap lanjut,
dapat muncul gejala seperti anemia, mudah lelah,pembengkakan pada
kaki, dan gangguan elektrolit.
Diagnosis sejak dini, mengontrol glukosa darah dan tekanan darah,
pemberian obat-obatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi
asupan protein adalah cara yang bisa dilakukan untuk menghambat
perkembangan diabetes yang mengarah ke gagal ginjal.
 Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf di tubuh
terutama bagian kaki. Kondisi ini biasa disebut dengan neuropati diabetik,
yang terjadi karena saraf mengalami kerusakan, baik secara langsung
akibat tingginya gula darah, maupun kerena penurunan aliran darah
menuju saraf. Rusaknya saraf akan menyebabkan gangguan sensorik,
yang gejalanya dapat berupa kesemutan, mati rasa, atau nyeri.
Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi saluran pencernaan atau
disebut gastroparesis. Gejalanya berupa mual, muntah, dan merasa cepat
kenyang saat makan. Pada pria komplikasi diabetes melitus dapat
menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.
Komplikasi jenis ini bisa dicegah dan di tunda hanya jika diabetes
terdeteksi sejak dini, sehingga kadar gula darah bisa dikendalikan dengan
menerapkan pola makan dan pola hidup yang sehat, serta mengkinsumsi
obat sesuai anjuran dokter.
 Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga ini umum terjadi adalah masalah pada kulit dan luka
pada kaki yang sulit sembuh. Hal tersebut disebkan oleh kerusakan
pembuluh darah dan saraf, serta aliran darah ke kaki yang sangat
terbatas. Gula darah yang tinggi mempermuda bakteri dan jamur untuk
berkembang biak. Terlebih lagi akibat diabetes juga terjadi penurunan
kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri.
Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko untuk
muda luka dan terinfeksi sehingga menimbulkan gangren dan ulkus
diabetikum. Penanganan luka pada kaki penderita diabetes adalah dengan
pemberian antibiotik, perawatan luka yang baik, sehingga kemungkinan
amputasi bila kerusakan jaringan sudah parah.
 Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah sehingga terjadi gangguan pada sirkulasi darah di seluruh tubuh
termasuk pada jantung. Komplikasi yang menyerang jantung dan
pembuluh darah meliputi penyakit jantung,stroke, serangan jantung, dan
penyempitan arteri (aterosklerosis).
Mengontrol kadar gula darah dan faktor risiko lainnya dapat mencegah
dan menunda komplikasi pada penyakit kardiovaskular.
Komplikasi diabetes melitus lainnya bisa berupa gangguan pendengaran,
penyakit alzheimer, depresi, dan masalah gigi pada mulut.
Karena dapat terjadi berbagai komplikasi seperti yang telah disebutkan di
atas mala kepatuhan berobat pada penderita diabetes melitus sangatlah
penting.

G. Pencegahan diabete melitus

Pencegahan penyakit diabete melitus (DM) terutama di tujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko
untuk penderita DM. Tujuannya adalah untuk memperlambat timbulnya DM, menjaga fungsi sel
penghasil insulin di pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya gangguan pada jantung
dan pembuluh darah. Faktor risiko DM dapat di bedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat
dimodifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya ras dan etnik, riwayat anggota keluarga menderita
DM, usia lenih dari 45 tahun (risiko menderita DM meningkatkan sering bertambahnya usia), riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000gram atau riwayat perna menderita DM getasional
(DMG), dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat badan berlebihan (IMT > 23 kg/m²), kurangnya
aktifitas fisik, hipertensi (>140/90 mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL <35 mg/dL dan/atau
trigliserida > 250 mg/dL), dan diet tidak sehat yang tinggi gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga
harus dilakukan oleh pasien-pasien pre-diabetes yakni mereka yang mengalami intoleransi glukosa
[glukosa darah puasa terganggu (DGPT) dan toleransi glukosa terganggu (TGT) ] dan berisiko tinggi
menderita DM [mereka yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, penyakit jantung
koroner, atau PAD (peripberal arterial diseases).

Pencegahan DM pada orang-orang yang berisiko pada prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup
yang meliputi olahraga, penurunan berat badan, dan pengaturan pola makan. Berdasarkan analisis
terhadap sekelompok orang dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabates paling
berhubungan dengan penurunan berat badan. Penurut penelitian, penurunan berat badan 5/10% dapat
kencegah atau memperlambat munculnya DM. Dianjurkan pula melakukan pola makan yang sehat,
yakni terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. Asupan
kalori ditunjukan untuk mencapai berat badan ideal.

Aktifitas fisik harus di tingkatkan dengan berolahraga ruti, minimal 150 menit per minggu, dibagi 3-4 kali
seminggu. Olahraga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada pasien pre-diabetes,
meningkatkan kadar HDL (kolestrol baik), dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olahraga,
dianjurkan juga lebih aktif saat beraktifitas sehari-hari, misalnya dengan memilih menggunakan tangga
dari pada elevator, berjalan kaki ke pasar dari pada menggunakan mobil, dan lain-lain.

Merokok walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa, dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan
berhenti merokok.

 Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko,
yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menderita DM dan intoleransi
glukosa. Identifikasi dan pemeriksaan penyaring kelompok risiko tinggi diabetes dan pre-
diabetes dapat dilihat pada penjelasan bab sebelumnya. Pencegahan primer DM dilakukan
dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat yang
mempunyai risiko tinggi DM dan intoleransi glukosa.
Upaya pencegahan dilakukan terutama melalui perubahan gaya hidup. Berbagai bukti yang kuat
menunjukan bahwa perubahan gaya hidup dapat mencegah DM. Perubahan daya hidup harus
menjadi intervensi awal bagi semua pasien terutama kelompok risiko tinggi. Perubahan gaya
hidup juga dapat sekaligus memperbaiki komponen faktor risiko diabetes dan sindrom
metabolik lainnya seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan hiperglikemia.
Indikator keberhasilan intervensi gaya hidup adalah penurunan berat badan 0,5 - 1 kg/ minggu
atau 5-7% penurunan berat badan dalam 6 bulan dengan cara mengatur pola makan dan
meningkatkan aktifitas fisik. Penelitian diabetes prevention programme (DPP) menunjukan
bahwa intervensi gaya hidup yang intensif dapat menurunkan 58% insiden DM tipe 2 dalam tiga
tahun. Tindak lanjut dari DPP outcome study menunjukan penurunan insiden DM tipe 2samapai
34% dan 27% dalam 10 dan 15 tahun.
Perubahan gaya hidup yang di anjurkan untuk individu risiko tinggi DM dan intoleransi glukosa
adalah:
 Pengaturan pola makan
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggu serat larut.
 Meningkatkan aktifitas fisik dan latihan jasmani
Latihan jasmani yang di anjurkan
Latihan dikerjaka sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang
( mencapai 50 - 70% denyut jantung maksimal) atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik
berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal).
Latihan jasmani dibagi menjadi 3 -4 kali aktivitas/minggu.
Menghentikan kebiasaan merokok

 Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis


Tidak semua individu dengan risiko tinggi dapat mejalankan perubahan gaya hidup dan
mencapai target penurunan berat badan seperti yang diharapkan, oleh karena itu
dibutuhkan intervensi lain yaitu dengan pengunaan obat-obatan. Intervensi
farmakologis untuk pencegahan DM direkomendasikan sebagai intervensi sekunder
yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan intervensi perubahan gaya hidup.
Metformin merupakan obat yang faoat digunakan dalam pencegahan diabetes dengan
bukti terkuat dan kemana jangka panjang terbaik. Metformin dapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasien pre-diabetes berusia <60 tahun dengan obesitas atau
wanita dengan riwayat diabetes gestasional. Obat lain yang dapat dipertimbangkan
adalah alfa glukosidase inbibitor ( acarbose) yang bekerja dengan cara menghambat
kerja enzim alfa glukosidase yang kencerna karbohidrat. Berdasarkan studi STOP-
NIDDM dalam tindak lanjut selama 3,3 tahun, acarbose terbukti menurunkan risiko DM
tipe 2 samapi 25% dan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 49%.
 Pencegahan sekunder terhadap komplikasi diabetes melitus
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat tibulnya penyulit
oada pasien yang terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan
dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor
risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan
deteksi dini adanya penyulit meruapakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengolahan penyakit DM. Program penyuluhan
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan menjalani
program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada
pertemuan berikutnya.
Menurut kushartanti, kegiatan yang tepat untuk mencapai program pencegahan
sekunder pada penderita DM yaitu:
 Diet yaitu menkonsumsi makanan yang berserat tinggi, rendah gula, dan banyak air putih.
 Olahraga yang teratur
 Olahraga intermiten (1-3-1) untuk mengelolah kadar glukosa darah dan memperbaiki profil
lipid. Perbandingan irama gerak 1-3-1 artinya 1 anaerob, 3 (acrob), dan 1 (anaerob).
 Stretching dan loosening untuk kelenturan sendi dan lancarnta aliran darah tepi.
 Meditasi dan senam pernapasan.
Olahraga yang di anjurkan untuk penderita diabetes adalah olahraga
aerobic low impact dan ritmis seperti senam,jogging, berenang dan naik
sepeda. Porsi latihan juga harus diperhatikan, latihan yang berlebihan akan
merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu
bermanfaat. Penentuan porsi latihan tersebut harus memperhatikan
intensitas latihan, lama latihan dan frekuensi latihan.
 Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami peyulit dalam upaya mencegahan terjadinya kecacatan
lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitas pada
pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama dirumah sakit rujukan.
Kerja sama yang baik antara para ahli di berbagai disiplin (jantung, ginjal,
mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitas medis,
gizi, pediatris, dan lain"). Sangat diperlukan dalam menunjukan keberhasilan
pencegahan tersier.

DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?
id=3moPEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buku+diet+untuk+penyakit+komplikasi+pada+diabetes+m
elitus&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

https://www.researchgate.net/publication/
346495581_BUKU_SAKU_DIABETES_MELITUS_UNTUK_AWAM/link/5fc51ad64585152e9be40e3a/
download

Anda mungkin juga menyukai