Anda di halaman 1dari 62

HASIL DISKUSI SKENARIO 2

BLOK Endocrine, Metabolism,

and

Nutrition
Skenario 2: Lukanya Sudah Kering Dok!
Seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik penyakit dalam dengan
keluhan luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya
luka tersebut disebabkan karena tertusuk duri saja dan sudah diobati oleh mantri
kesehatan di kampung. Satu minggu kemudian luka bertambah luas. Kemudian
dibawa kembali berobat ke mantridan disarankan berobat ke dokter umum.
Kemudian saat berobat ke dokter umum didapatkan keluhan banyak makan,
minum, dan kencing serta penurunan berat badan. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik dan laboratorium darah meliputi gula darah sewaktu dan puasa maka dokter
merujuk pasien ke rumah sakit.
Karena pasien menolak untuk dirujuk ke rumah sakit, maka dokter
memberikan edukasi pada penderita tentang prinsip pencegahan DM berdasarkan
five level prevention. Dokter juga memberikan obat minum dan membersihkan
luka kepada pasien seperti pengaturan pola makan, aktivitas fisik, perawatan luka,
dan mengenali tanda bahaya hiperglikemia dan hipoglikemia. Setelah pasien
melakukan semua instruksi dokter umum dimana ia berobat, luka yang dialaminya
semakin kering dan semua keluhan yang ia rasakan semakin berkurang.

Step 1Define Unfimiliar Terms

Hipoglikemia : Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah


(glukosa) secara abnormal

rendah. Dalam keadaan

normal,

tubuh

mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Sementara pada

penderita diabetes, kadar gula darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu
tinggi; dan pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya berada pada
tingkat terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai
sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak merupakan organ yang
sangat peka terhdap kadar gula darah yang rendah karena glukosa merupakan
sumber energi otak yang utama. Otak memberikan respon terhadap kadar gula
darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal
untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal in akan merangsang hari untuk
melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadar gula
turun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
Hiperglikemia : Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes
melitus yang

dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and

Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/L (200


mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan
masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) 7.0 mmol/L (126
mg/dL).14 Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization
(WHO) adalah KGD 126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan
126 mg/dL (6,1 sampai 7.0 mmol/L) dikatakan suatu keadaan toleransi
abnormal glukosa.

Step 2Define the Problem


1. Apa itu insulin dan bagaimana cara kerjanya di dalam tubuh?
2. Apa itu Diabetes Melitus dan jenis-jenisnya?
3. Mengapa pada skenario pasien mengalami keluhan banyak makan, minum,
dan kencing?
4. Bagaimana pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis Diabetes melitus?
5. Bagaimana pencegahan Diabetes Melitus?

6. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Melitus?


7. Mengapa ada masalah pada kaki pasien dan apakah ada komplikasi dari
Diabetes melitus?

Step 3Brainstorming
1. Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan
kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa
darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama
dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan
tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk
biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan
terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan
atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa
maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi
insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa
3

darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme


glukosa yang fisiologis.
2. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala klinis (sindroma klinis)
yang timbul oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
kronis akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Diabetes dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Diabetes mellitus tipe I (Insulin dependent)
DM tipe I umumnya timbul pada anak-anak dan dewasa muda. DM tipe I
terjadi karena destruksi sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme
imunologik sehingga menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin
endogen. Penderita DM tipe I mengalami ketergantungan terhadap insulin
eksogen untuk menurunkan kadar glukosa plasma dan menghindari
ketoasidosis (KAD) serta untuk mempertahankan hidupnya . Pada
penderita DM tipe I perawatan insulin adalah mutlak .
b. Diabetes melitus tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM tipe II biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun. Pada DM tipe II
sel pankreas tidak rusak tetapi terjadi resistensi terhadap kerja insulin.
Produksi insulin biasanya dapat untuk mencegah KAD, namun KAD dapat
timbul bila ada stress berat.
c. DM tipe lain
Dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi dan sindrom genetika lain yang berkaitan
dengan diabetes mellitus.
d. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes yang timbul selama kehamilan, artinya kondisi diabetes atau
intoleransi glukosa yang didapati selama masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus gestasional berhubungan
dengan meningkatnya komplikasi perinatal (di sekitarwaktu melahirkan),
dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita penyakit diabetes

mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun setelah
melahirkan .
3. Poliuria karena kadar glukosa dalam darah yang tinggi meningkatkatkan
kekentalan darah sehingga terjadi osmosis pada tubulus ginjal dan air banyak
dikeluarkan lewat urin. Polifagi karena glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke sel-sel tubuh sehingga sel selalu merasa lapar meskipun aaupan dari
luar terus diberikan. Polidipsi karena sel mengalami dehidrasi akibat terlalu
banyak cairan yang dikeluarkan tubuh lewat urin sehingga pasien akan selalu
merasa haus.
4.

Tes-tes yang digunakan untuk pengukuran kadar glukosa adalah :

Kadar glukosa plasma. Penderita dikatakan DM bila kadar glukosa


plasmanya lebih dari 140 mg/dl yang ditunjukkan pada sedikitnya dua kali
pemeriksaan.

Uji toleransi glukosa oral. Hasil yang normal menunjukkan kadar glukosa
plasma pada keadaan puasa kurang dari 115 mg/dl. Kadar glukosa plasma
2 jam sesudah pemberiaan glukosa meningkat menjadi 200 mg/dl.

Toleransi glukosa ditunjukkan oleh kurva glukosa darah sesudah


pemberian sejumlah glukosa untuk tes. Penyakit diabetes mellitus (DM
tipe I) ditandai dengan penurunan toleransi glukosa akibat berkurangnya
sekresi insulin sebagai respon terhadap pemberian glukosa.

5. Pencegahan diabetes melitus terdiri dari:

Pencegahan primer

Pencegahan sekunder

Pencegahan tersier

6. Farmakoterapi Diabetes Melitus

Obat Hipoglikemik Oral


Obat hipoglikemik peroral biasanya diberikan kepada penderita Diabetes
Mellitus tipe II jika diet dan olahraga gagal menurunkan kadar glukosa.
5

Obat ini kadang biasa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun
beberapa

penderita

memerlukan

2-3

kali

pemberian.

Jika

obat

hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar glukosa dengan baik


maka penderita akan memerlukan suntikan insulin.

Terapi Insulin
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe I, pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin sehingga harus disuntikkan insulin pengganti.
Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan. Insulin
disuntikkan dibawah kulit kedalam lapisan lemak, biasanya dilengan atau
dipaha.

7. Komplikasi dari Diabetes Mellitus

Impoten atau disfungsi ereksi dan kesemutan dikaki penderita, mampu


merusak jaringan saraf dan pembuluh darah baik pada kemaluan maupun
kaki, sehingga dapat menyebabkan impoten dan kesemutan.

Kerusakan ginjal.

Ganggren (infeksi berat pada kaki hingga membusuk).

Kebutaan.

Serangan stroke.

Serangan jantung koroner.

Kematian mendadak.

Step 4Analysing the problem


1. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase,

preproinsulin

mengalami

pemecahan

sehingga

terbentuk

proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung


(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan
enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide)
yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel. Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses
metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan
dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah
yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan
terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa
jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam
rangsangan

terhadap

sel

beta.

Mengenai

bagaimana

mekanisme

sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan


tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat
dipahami secara jelas. Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi
insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama
adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati
membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter
(GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel
yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh.
7

Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya,


diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati
membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni
molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel
dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,
dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K
channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya
pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca
channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi
proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum
seutuhnya dapat dijelaskan. Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai
proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon
ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh
jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor
(insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang
berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan
lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas.
Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas
GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong
penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk
selanjutnya

mengalami

metabolisme.

Untuk

mendapatkan

proses

metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika


sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.

2.

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Dengan kata lain, diabetes adalah kondisi yang
kronis, dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan menjadi energi
sebagaimana harusnya. Kondisi ini sering kali menjurus ke arah masalahmasalah kesehatan lainnya seperti:

Kebutaan.

Penyakit jantung dan urat nadi.

Gagal ginjal.

Beragam amputasi.

Kerusakan pada syaraf.

Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengganggu kehamilan, dan pada


umumnya menyebabkan cacat bagi bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu
penderita diabetes.

Tiga jenis utama diabetes adalah:


Diabetes tipe I
Tipe 1 diabetes, mulanya disebut diabetes usia muda, biasanya diagnosa
awal bagi anak-anak, remaja dan dewasa muda. Pada diabetes tipe 1,
pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Karena kekurangan insulin
menyebabkan glukosa tetap ada di dalam aliran darah dan tidak dapat
digunakan sebagai energi. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat
menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1, antara lain karena:
a. Faktor keturunan atau genetika. Jika salah satu atau kedua orang tua
menderita diabetes, maka anak akan beresiko terkena diabetes.
b. Autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis
selnya sendiridalam hal ini, yang ada dalam pankreas. Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
c. Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel
(kelompok-kelompok sel) dalam pankreas tempat insulin dibuat.
Semakin banyak sel yang rusak, semakin besar kemungkinan seseorang
menderita diabetes.
9

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan


kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara
klinis menandakan bahwa kerusakan sel-sel beta telah mencapai status
terakhir. Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe merupakan penyakit
autoimun. Ini termasuk:

Kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas yang


diinfiltrasi.

Asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon imun)


gen mayor histokompatibilitas kompleks (MHC; leukosit manusia
antigen HLA).

Kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet of Lengerhans.

Perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 +


Kompartemen.

Keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin


dalam proses penyakit.

Respons terhadap immunotherapy.

Sering terjadi reaksi autoimun pada organ lain yang pada penderita
Diabetes tipe 1 atau anggota keluarga mereka.
Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk berespon
terhadap sel-sel beta sedang dikaji secara intensif.

Diabetes tipe II
DM tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe 1 DM. Satu studi
populasi kembar yang berbasis di Finlandia telah menunjukkan rate
konkordansi pada kembar yang setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi
faktor yang menyebabkan tingkat konkordansi diabetes tibe 2 lebih tinggi
daripada tipe 1 DM. Studi genetika molekular pada DM tipe 2, menunjukkan
bahwa mutasi pada gen insulin mengakibatkan sintesis dan sekresi insulin
yang abnormal, keadaan ini disebut sebagai insulinopati. Sebagian besar
pasien dengan insulinopati menderita hiperinsulinemia, dan bereaksi normal

10

terhadap administrasi insulin eksogen. Gen reseptor insulin terletak pada


kromosom yang mengkodekan protein yang memiliki alfa dan subunit beta,
termasuk domain transmembran dan domain tirosin kinase. Mutasi
mempengaruhi gen reseptor insulin telah diidentifikasi dan asosiasi mutasi
dengan DM tipe 2 dan resistensi insulin tipe A telah dipastikan. Insulin
resistensi tidak cukup untuk menyebabkan overt glucose intolerance, tetapi
dapat memainkan peranan yang signifikan dalam kasus obesitas di mana
terdapat penurunan fungsi insulin. Insulin resistensi mungkin merupakan
event sekunder pada diabetes tipe 2, karena juga ditemukan pada individual
obese non-diabetic. Namun, gangguan dalam sekresi insulin barulah faktor
primer dalam diabetes tipe 2. Banyak faktor berkontribusi kepada
ketidakpekaan insulin, termasuk obesitas dan durasi obesitas, umur,
kurangnya latihan, peningkatan pengambilan lemak dan kurangnya serat dan
faktor genetik. Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetika bahkan faktor
lingkungan, namun, ini memiliki efek yang kuat pada pengembangan diabetes
tipe 2 DM seperti yang ditemukan di negara-negara barat dan beberapa etnis
seperti Pima Indian. Evolusi obesitas sehingga menjadi diabetes tipe 2 adalah
seperti berikut:

Augmentasi

dari

massa

jaringan

adiposa,

yang

menyebabkan

peningkatan oksidasi lipid.

Insulin resistensi pada awal obesitas, dinampakkan dari klem


euglycemic,

sebagai

resistent

terhadap

penyimpanan

glukosa

insulinmediated dan oksidasi. Seterusnya memblokir fungsi siklus


glikogen.

Meskipun sekresi insulin dipertahankan, namun, glikogen yang tidak


terpakai mencegah penyimpanan glukosa lebih lanjut dan mengarah ke
DM tipe 2.

Kelehan sel beta yang menghasilkan insulin secara komplet.

Dari proses-proses ini, dapat dinyatakan bahwa obesitas lebih dari sekedar
faktor risiko sahaja, namun dapat memiliki efek kausal dalam pengembangan
diabetes tipe 2
11

Pada diabetes tipe ini, penderita mampu menghasilkan insulin, tetapi insulin
yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya di dalam tubuh.
Jenis ini adalah jenis yang paling umum. Beberapa penyebab utama diabetes
tipe 2 dapat diringkaskan sebagai berikut:
a. Faktor keturunan, apabila orang tua atau adanya saudara sekandung yang
mengalaminya.
b. Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Banyaknya gerai makanan
cepat saji (fastfood) yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat.
c. Kadar kolesterol yang tinggi.
d. Jarang berolahraga.
e. Obesitas atau kelebihan berat badan.
Diabetes tipe lain

Defek genetik dari fungsi sel dikarakteristikkan dengan mutasi pada:


1. Faktor transkripsi inti hepatosit (HNF) 4 (MODY 1)
2. Glukokinase (MODY 2)
3. HNF-1 (MODY 3)
4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)
5. HNF-1 (MODY 5)
6. NeuroD1 (MODY 6)
7. DNA mitokondria
8. Konversi insulin atau proinsulin

Defek insulin pada kerja insulin


1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprekaunism
3. Sindrom rabson-mendenhall
4. Sindrom lipodistrofi

Penyakit

dari

eksokrin

pankreaspankreatitis,

pankreatektomi,

neoplasia, kistik fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulous.

Endokrinopatiakromegali,

sindrom

cushing,

glukagonoma,

feokromasitoma, hipertiroid, stomatostatinoma, aldosteronoma.


12

Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid,


hormon tiroid, -bloker.

Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.

Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun
"stiff-man" sindrom.

Diabetes masa kehamilan (gestational)


DM yang terjadi pada saat kehamilan trimester ke-2 dan ke-3. Terjadi
Intoleransi glukosa pada saat kehamilan. Diabetes masa kehamilan
berkembang pada masa kehamilan. Diabetes ini biasanya hilang setelah sang
bayi dilahirkan, tetapi masih terdapat kemungkinan bahwa wanita ini akan
menderita diabetes jenis 2 dalam hidupnya nanti. Diabetes masa kehamilan
(gestational) ini disebabkan oleh hormon kehamilan.
Beberapa gejala dan tanda-tanda umum diabetes adalah sebagai berikut:
1. Sering buang air kecil.
2. Sering merasa sangat haus.
3. Sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga tubuh
memberi sinyal lapar.
4. Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha
menurunkan berat badan. Hal ini karena sewaktu tubuh tidak dapat
menyalurkan gula ke dalam sel-selnya, tubuh membakar lemak dan
proteinnya sendiri untuk mendapatkan energi.
5. Sering kesemutan pada kaki atau tangan.
6. Mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok.
7. Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh.
8. Perubahan perilaku seperti mudah tersinggung. Penyebabnya karena

penderita diabetes tipe 1 sering terbangun pada malam hari untuk buang
air kecil sehingga tidak dapat tidur nyenyak.
9. Mudah merasa lelah.
3.

3 tanda klasik Diabetes Melitus

13

Poliuria
Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan lebih banyak glukosa yang
masuk ke dalam tubulus ginjal untuk difiltrasi melebihi jumlah yang dapat
direabsorbsi dan kelebihan glukosa akan dikeluarkan ke dalam urin. Hal
ini secara normal dapat timbul bila kadar glukosa darah meningkat di atas
180 mg/dl, yaitu suatu kadar yang disebut sebagai nilai ambang darah
untuk timbulnya glukosa dalam urin.

Polidipsi
Tingginya kadar glukosa darah dapat menyebabkan dehidrasi berat pada
sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat
dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan naiknya
tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel menyebabkan timbulnya
perpindahan air secara osmosis keluar dari sel.

4.

Diagnosis diabetes mellitus hanya bisa dipastikan setelah terbukti dengan


pemeriksaan glukosa darah.
Keadaan

Kadar Gula Darah


Normal

Pradiabetes

Diabetes

Kadar

< 100

100 - 126

> 126

gula

mg/dl

mg/dl

mg/dl

Kadar

< 140

140 - 200

> 200

gula 2

mg/dl

mg/dl

mg/dl

setelah
puasa

jam
setelah
makan

Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan


gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes

14

mellitus, kadar GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak
memperlihatkan gejala khas diabetes mellitus, apabila ditemukan kadar GDS
atau GDP yang abnormal maka harus dilakukan pemeriksaan ulang
GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk
mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan kriteria diagnosis
diabetes mellitus (GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau TTGO 200 mg/dl).
Pemeriksaan

penyaring

ditujukan

untuk

mengidentifikasi

kelompok yang tidak menunjukkan gejala diabetes mellitus tetapi memiliki


resiko diabetes mellitus, yaitu: 1) Umur > 45 tahun, 2) Berat badan lebih
(dengan kriteria: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2), 3)
Hipertensi ( 140/90 mmHg), 4) Terdapat riwayat diabetes mellitus dalam
garis keturunan, 5) terdapat riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat,
atau BB lahir bayi > 4000 gram, 6) Kadar kolesterol HDL 35 mg/dl dan
atau trigliserida 250 mg/dl.
Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar gula
darah sewaktu (GDS) atau gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat
dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Dari
pemeriksaan GDS, disebut diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDS
200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun darah kapiler. Sedangkan pada
pemeriksaan GDP, dikatakan sebagai diabetes mellitus apabila didapatkan
kadar GDP 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau 110 mg/dl dari
sampel darah kapiler.

15

5.

Pencegahan Diabetes Melitus berdasarkan five level reventions. Pada


dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang
meliputi:

pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan

tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan


pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang
meliputi diagnosa dini serta pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan
rehabilitasi.

Pencegahan Tingkat Dasar


Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah
terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi
usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup
16

yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap
penyakit dengan melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang
dapat mencegah atau mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit
tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum. Umpamanya
memelihara cara masyarakat pedesaan yang kurang mengonsumsi lemak
hewani dan banyak mengonsumsi sayuran, kebiasaan berolahraga dan
kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang
rendah terhadap penyakit .Bentuk lain dari pencegahan ini adalah usaha
mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah
generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak meniru atau melakukan
kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap beberapa
penyakit. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama pada kelompok
masyarakat berusia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang
dewasa dan kelompok manula.

Pencegahan Tingkat Pertama.


Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah
agar

tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Faktor yang berpengaruh

pada terjadinyadiabetes adalah faktor keturunan, faktor kegiatan jasmani


yang kurang, faktor kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon,
dan faktor lain seperti obat-obatan. Faktor keturunan jelas berpengaruh
pada terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang yang mengidap
diabetes (apalagi kalau kedua orangtuanya mengidap diabetes, jelas lebih
besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes daripada orang normal).
Demikian pula saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100%
dapat dipastikan akan juga mengidap diabetes pada nantinya. Faktor
keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor
lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani kurang, nutrisi berlebih)
merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini
dilakukan menyeluruh pada masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan
untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk
kemudian mengidap diabetes. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi
untuk mengidap diabetes adalah orang-orang yang pernah terganggu

17

toleransi glukosanya, yang mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke


arah kegiatan jasmani yang kurang, yang juga mengidap penyakit yang
sering timbul bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan
kegemukan. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi
penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini
mungkin dengan cara memberikan pedoman:
a. Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang
dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
b. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi
badan.
c. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.

Pencegahan Tingkat Kedua


Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan

menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta

pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan


pencegahan tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada
tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala, penyaringan
(screening) yakni pencarian penderita dini untuk penyakit yang secara
klinis belum tampak pada penduduk secara umum pada kelompok resiko
tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat. Upaya
pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai dengan
mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada
setiap kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar
dilakukan pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian,
mereka yang memiliki resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk
diperiksa dan kemudian yang dicurigai diabetes akan dapat ditindaklanjuti,
sampai diyakinkan benar mereka mengidap diabetes. Bagi mereka dapat
ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian dapat dikelola dengan baik,
guna mencegah penyulit lebih lanjut .

18

Pencegahan Tingkat Ketiga


Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan
dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha
mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat
serta program rehabilitasi. Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit
lebih lanjut, seperti perawatan dan pengobatan khusus pada penderita
diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan saraf serta mencegah
terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha
rehabilitas .
Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan
kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat
penyulit diabetes ada beberapa macam, yaitu:
1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.
2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan
tindakan cuci darah.
4. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.
Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai
dengan deteksi dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat
dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Pemeriksaan pemantauan yang
diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa jenis pemeriksaan,
yaitu:
1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau
ada keluhan batuk kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya
protein dalam urin.
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai
cara perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah
kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang
mungkin ditimbulkannya.

19

6. Berdasarkan cara pemberiannya obat hipoglikemik terdiri dari obat


hipoglikemik oral dan obat hipoglikemik suntik yang mengandung insulin.

Obat antidiabetik oral


a.

Golongan Sulfonilurea
Tolbutamid termasuk golongan sulfonilurea yang dapat merangsang
keluarnya insulin dari pankreas. Tolbutamid mengandung tidak kurang
dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C12H18N2O3S, terhitung
dari zat yang telah dikeringkan. Pemerian dari tolbutamid adalah
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak pahit.Tolbutamid
merupakan obat turunan dari karbutamida, dengan menggantikan
gugus-P amino dengan gugus metil efek-efek sulfa dilenyapkan.Daya
hipoglikemik tolbutamid relatif lemah, maka jarang menyebabkan
hipoglikemia.Obat ini banyak digunakan pada penderita diabetes tipe2 . Pada pasien lanjut usia secara lebih amannya digunakan tolbutamid
karena mempunyai durasi kerja paling cepat. Plasma t - nya sekitar
4-5 jam, tetapi ternyata bahwa penakaran single-dose pagi hari cukup
efektif untuk mengendalikan kadar gula selama 24 jam. Zat ini
dioksidasi menjadi metabolit inaktif yang diekskresikan 80% lewat
kemih. Dosis permulaan 0,5-1 g pada waktu makan (guna
menghindari iritasi lambung), bila perlu dinaikkan tiap minggu sampai
maksimal 1-2 g. Dosis di atas 2 g per hari diperkirakan tidak ada
gunanya.

b.

Golongan Inhibitor -Glukosidase


Acarbose merupakan penghambat kompetitif alfa glucosidase usus
dan memodulasi pencernaan pasca prandial dan absorpsi zat tepung
dan disakarida. Akibat klinis pada hambatan enzim adalah untuk
meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda
absorpsi zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian
distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan dan menciptakan
suatu efek hemat insulin. Data farmakokinetik acarbose adalah onset

20

efek pertama kali muncul 0,5 jam, waktu paruh (t1/2) 1-2 jam, durasi
4 jam.
c.

Golongan Biguanid
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
insulin yang diproduksi oleh tubuh, tidak merangsang peningkatan
produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat
hipoglikemia. Contoh obat golongan biguanid antara lain metformin
(glucophage). Golongan Meglitinid ,Obat ini dapat dikombinasikan
dengan metformin digunakan dalampengobatan Diabetes Mellitus
tipe-2 sebagai tambahan terhadap diet dan olah ragauntuk penderita
yang hiperglikemiknya tidak dapat dikontrol secara memuaskan
dengan cara-cara tersebut. Contoh obat dari golongan ini antara lain
repaglinid (novonorm), nateglinid (starlix).

d.

Golongan Thiazolidindion
Golongan ini dapat digunakan bersama sulfonilurea, insulin atau
metformin untuk memperbaiki kontrol glikemia. Contohnya antara
lain pioglitazon (actos), rosiglitazon (avandia).

Insulin
Pada diabetes mellitus tipe I, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan peningkatan
kadar glukosa darah. Selain DM tipe I, insulin kadang digunakan oleh
pasien DM tipe II dan ibu hamil yang disertai Diabetes Mellitus, namun
untuk waktu yang singkat.
Penggunaan insulin dapat juga untuk indikasi sebagai berikut :

Kencing manis dengan komplikasi akut seperti gangren, ketoasidosis,


dan koma.

Kencing manis pada kehamilan yang tak terkontrol dengan dietary


control.

Penurunan badan yang drastis

Penyakit DM yang tidak berhasil dengan obat hipoglikemik dosis


maksimal.

Penyakit dengan gangguan fungsi hati dan ginjal berat.


21

Ada 4 tipe utama insulin yang tersedia:


1) Ultra short acting yang mempunyai mula kerja sangat cepat dan masa
kerja yang pendek.
2) Insulin reguler, jenis insulin ini bekerja dalam waktu yang pendek
dengan mula kerja cepat.
3) Insulin lente bekerja dalam waktu menengah.
4) Insulin yang bekerja dalam jangka waktu panjang dengan mula kerja
lambat.
7.

Angka kejadian komplikasi pada pasien DM sekitar 15% terjadi pada DM


Tipe 1 dan 85%terjadi padaDM tipe 2. Secara umum komplikasi DM dibagi
menjadi 2:
KomplikasiMakrovaskular
Komplikasi meliputi penyakit pembuluh darah besar, termasuk penyakit
jantung koroner dan stroke, adalah penyebab terbesar kematian dan kesakitan
pada pasienDM.
Pathogenesis
Hiperglikemia meningkatkan reaksi dari glukosa dan komponen dalam
dinding arteri untukmembentuk Product ini cross-link dengan collagen, yang
menyebabkan peningkatan .Pada dyslipidaemia, peningkatan level dari Lowdensity

lipoprotein

(LDL)

cholesterol,

termasuk

semua

partikel,

meningkatkan atherogenesis. Hipertensi meningkat dan berkembang menjadi


penyakit vaskular.
Pencegahan komplikasi Makrovaskular dilakukan dengan pengaturan Gaya
Hidup, pengaturan gaya hidup meliputi modifikasi diet, latihan fisik secara
teratur, berhenti merokok, mengatasi Hipertensi, kontrol Dyslipidaemia,
kontrol Hiperglikemi, pengontrolan kadar gula darah secara intensif
mengurangi resiko terjadinya retinopathy.

KomplikasiMikrovaskular
Secara umum mekanisme komplikasi mikrovaskular merupakan dampak dari
hiperglikemia yang lama, dengan kekambuhan hipertensi. Bentuk-bentuk
komplikasi

mikrovaskular

adalah

diabetic

nephropathy,

peripheral

neuropathy, retinopathy. Diabetik neuropathy adalah penyebab tertinggi

22

terjadinya kebutaan pada usia muda. Diabetik nephropathy adalah penyebab


tertinggi kerusakan pada ginjal yang memerlukan terapi dialysis atau cuci
darah. Diabetik neuropathy adalah penyebab tertinggi terjadinya penyakit
vaskuler ekstremitas bawah yang merupakan penyebab tertinggi penyebab
dilakukannya

amputasi

oleh

penyebab

non

traumatik.

Pencegahan

Komplikasi Mikrovaskular dengan cara kontrol hiperglikemi dan kontrol


hipertensi.

23

Step 5Formulating Learning Objective


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bagaimana rencana diet pada penderita Diabetes Melitus?


Bagaimana pemantauan terapi pada penderita Diabetes Melitus?
Apa faktor resiko pada Diabetes Melitus?
Epidemiologi Diabetes Melitus?
Jelaskan tentang ulkus diabetikum secara lengkap!
Apa obat toksik yang mempengaruhi sel beta pankreas?
Bagaimana pengobatan pada Diabetes Melitus?
Jelaskan tentang terapi insulin!

Step 6Self study


24

Step 7Reporting
25

1. Bagaimana pengaturan diet pada penderita Diabetes Melitus?


Tujuan Diet pada Diabetes mellitus adalah mempertahankan atau
mencapai berat badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal, mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas
hidup.
Penderita

Diabetes

mellitus

didalam

melaksanakan

diet

harus

memperhatikan 3 J, yaitu : jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan


yang harus diikuti, dan jenis makanan yang harus diperhatikan.
Jumlah Makanan
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita Diabetes Mellitus harus sesuai untuk
mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal.
Komposisi energy adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 2025 % dari lemak. Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung sumber
zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur.
a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan
protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti : roti, mie,
kentang, dan lain-lain.
b. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan
mineral. Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan,
tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, susu, keju, dan lain-lain.
c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral.
Makanan sumber zat pengatur antara lain : sayuran dan buah-buahan.
Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh,
diantaranya dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi ( 2530%), tergantung beberapa faktor misalnya jenis kelamin, umur, aktivitas dan
berat badan. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi sebagai berikut :
BBI = 90% X (TB dalam cm 100) X 1 kg
Bagi pria tinggi dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
dimodifikasi sebagai berikut :
BBI = (TB dalam cm 100) X 1 kg

26

Kriteria :
BB Normal : BB ideal 10%
BB Kurus : < BBI 10%
BB Gemuk : >BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh dapat dihitung
dengan rumus :
IMT : BB(kg) / TB(m2)
Kriteria :
BB Kurang : < 18,5
BB Normal : 18,5 22,9
BB Lebih : 23
- Dengan risiko : 23 24,9
- Obesitas I : 25-29,9
- Obesitas II : 30 3,41.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25
kal/kg BB.
2) Umur
Diabetisi di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59
tahun dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70
tahun dikurang 20%.
3) Aktifitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas
fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan
30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.
4) Berat badan
Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila
kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB.
5) Kondisi Khusus
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi,
dapat ditambahkan 10-20%.
Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan
penyakit yang dideritanya. Jika penderita juga tergolong penderita obesitas,

27

maka selain pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan
terhadap kandungan kalori dalam dietnya. Ada delapan diet baku dengan
berbagai tingkatan kandungan kalori yaitu:
1. Diet I

: 1100 kalori

2. Diet II

: 1300 kalori

3. Diet III

: 1500 kalori

4. Diet IV

: 1700 kalori

5. Diet V

: 1900 kalori

6. Diet VI

: 2100 kalori

7. Diet VII : 2300 kalori


8. Diet VIII : 2500 kalori
Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong
penderita obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada penderita dengan
berat badan normal, Diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada penderita
yang kurus, diabetes dengan komplikasi, atau penderita diabetes yang
sedang hamil.
Jenis Bahan Makanan
Banyak yang beranggapan bahwa penderita Diabetes Mellitus harus
makan-makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan
utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu
sangat penting bagi kita terutama penderita Diabetes Mellitus untuk
mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang
dianjurkan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah makanan yang kaya serat
seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Yang terpenting adalah jangan
terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula
darah yang sangat rendah (hypoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak
makan makanan yang memperparah penyakit Diabetes Mellitus.
Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang
tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita Diabetes Mellitus yaitu :
a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita Diabetes Mellitus
adalah :
28

Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong,

ubi, dan sagu.


Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tampa kulitnya, susu

skim, tempe, tehu dan kacang-kacangan.


Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang
mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, disetup, dierbus dan dibakar.

b. Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita
Diabetes Mellitus adalah :

Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa,


sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, minuman

botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.


Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast-food),

goreng-gorengan.
Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin, dan makanan
yang diawetkan.

Interval Makan Penderita Diabetes Mellitus


Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol kadar
gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan peningkatan gula darah
mendadak dan bila berulang-ulang dalam jangka panjang, keadaan ini dapat
menimbulkan komplikasi Diabetes Mellitus. Oleh karena itu makanlah
sebelum lapar karena makan disaat lapar sering tidak terkendali dan
berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturan jadwal
makan yang teratur yaitu makan pagi, makan siang, makan malam dan snack
diantara makan besar dan dilaksanakan dengan interval 3 jam.

3 X makanan utama

2-3 X makanan selingan


Interval 3-5 jam
Pembagian kalori :
- makan pagi : 20% total kalori
- makan siang 30% dan makan malam 25% total kalori
- makanan selingan @ 10-15% total kalori

2. Bagaimana cara pemantauan terapi Diabetes Mellitus?

29

Pemeriksaan HbA1C untuk menilai efek terapi 8-12 minggu. Nilai

normalnya < 6,5%


Pemeriksaan Gula Darah Puasa, nilai normalnya 80-120
Pemeriksaan Gula Darah 2 jam Post Prandial, milai normalnya <

160mg/dL
Pemeriksaan Kolesterol Total
Pemeriksaan Kolesterol HDL, nilai normalnya:
- Pria > 40 mg/dL
- Wanita > 50 mg/dL
Pemeriksaan Kolesterol LDL, nilai normalnya < 100 mg/dL
Trigliserida, nilai normalnya < 150 mg/dL
Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk melihat adanya

nefropati

diabetikum. Bahan pemeriksaannya berupa urin tampung 24 jam, urin


sewaktu, dan urin pada waktu tertentu. Diagnosis ditegakkan bila,
-

Kadar albumin >30mg/24jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam


kurun waktu 3-6 bulan tanpa penyebab albuminuria yang lain.

Bila hasil negatif dilakukan evaluasi ulang setiap tahun

Pemeriksaan benda keton dalam urin maupun darah dilakukan untuk


memantau kemungkinan terjadinya ketoasidosis pada DM.
- Pada urin yang dinilai adalah asetoasetan dan asetat, sedangkan benda
keton terbanyak adalah beta hidroksi butirat sehingga kemungkinan
-

terjadi negatif palsu


Pada darah dapat dilihat beta hidroksi butirat (Norma: <0,6 mmol/L,

ketosis: 1 3 mmol/L, indikasi Diabetes ketoasidosis : > 3 mmol/L)


Pemeriksaan fungsi hati seperti ALT dan AST
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
Pemeriksaan urinalisis rutin

3. Apa yang dimaksud Ulkus Diabetikum?


Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat.
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak

30

dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri


aerob maupun anaerob.
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15-20%
dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan merupakan sebab
utama perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian kasus
kontrol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 16% perawatan DM dan
23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus diabetika dan amputasi kaki
karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total amputasi kaki. Sebanyak 15%
penderita

DM akan mengalami

persoalan kaki suatu saat dalam

kehidupannya.
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.
Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk. menunjukkan
bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% terdapat dislipidemia, pada penderita
ulkus diabetika dengan dislipidemia kadar kolesterol lebih tinggi secara

31

bermakna (p=0,045) dan kadar trigliserida lebih tinggi secara bermakna


(p=0,002) dibandingkan dengan penderita DM tanpa dislipidemia.
Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar
trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer
yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering.
Diagnosis Ulkus diabetika
Diagnosis ulkus diabetika meliputi :

Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus


pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi
vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis

pedis menurun atau hilang.


Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya.

Patogenesis Ulkus diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus
adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang
sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf

karena

adanya

penimbunan

sorbitol

dan

fruktosa

sehingga
32

mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia,


menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan
hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan
menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal
ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
berkurang kemudian timbul ulkus diabetika.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah
besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar
kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul
nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.

33

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit


menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan
yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan
lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensitylipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko
lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis .
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun
sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh
sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan
bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu
kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.
Faktor-faktor Predisposisi Ulkus Diabetikum
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah umur > 60 tahun, lama menderita
Diabetes Melitus> 10 tahun.
2. Faktor resiko yang dapat diubah :
Neuropati

(Sensorik,

motorik,

perifer), hipertensi,

glikolisis

hemoglobin (HBA1C) tidak terkontrol, kolesterol total, hdl dan trigliserida


34

tidak terkontrol, kurangnya aktifitas fisik, pengobatan tidak teratur,


perawatan kaki pada penderita diabetes melitus tidak teratur, penggunaan
alas kaki tidak tepat, obesitas, Ketidakteraturan kontrol gula darah,
kebiasaan merokok, ketidakpatuhan diet Diabete Mellitus.
Faktor-faktor resiko terjadinya ulkus diabetikum lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut :
A. Obesitas
Salah satu permasalahan global dalam dunia kesehatan saat ini
terutama pada diabetes melitus adalah permasalahan kelebihan berat
badan

dan kegemukan.

Kelebihan

berat

badan

(overweight)

merupakan suatu keadaan terjadinya penimbunan lemak secara


berlebihan, yang menyebabkan kenaikan berat badan.
Lantas cara untuk mengidentifikasi kegemukan pada seseorang
dengan menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh), yaitu dengan
kategori : Sangat kurus : < 17, Kurus sedang : 17-18, Normal : 18-25,
Gemuk : 26-30, Sangat gemuk : > 30. Kelebihan berat badan hingga
kegemukan jelas sangat beresiko bagi kesehatan dan memperbesar
timbulnya penyakit, terutama sekali pada penderita diabetes melitus
kelebihan berat badan membuat tubuh rentan penyakit karena lemak
yang mengumpul telah menghambat peredarah darah dan asupan gizi
yang diperlukan tubuh. Fakta menunjukkan bahwa orang yang gemuk
lebih mudah terserang penyakit ( terutama diabetes melitus )dan angka
kematian yang tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
Ada dugaan bahwa seseorang yang memiliki badan gemuk
( penderita diabetes melitus ) jaringan adiposa mengeluarkan zat yang
mengganggu kerja insulin pada jaringan otot rangka dan hati. Zat
asam lemak bebas plasma diduga kuat menyebabkan resistensi insulin
pada otot rangka dan hati secara langsung. Apabila kadar insulin
melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang
dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai

35

yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren


diabetikum / penyakit diabetes melitus .
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wirakusumah yang
dikutip oleh Arief Sudarmoko, dimana hasil penelitiannya pada
penyakit diabetes melitus menunjukkan bahwa dari 500 penderita
obesitas, sekitar 88 % mendapat resiko penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes, bahkan terjadinya komplikasi diabetes seperti
Ulkus diabetikum.
B. Ketidakteraturan kontrol gula darah
Kontrol/check-up kadar gula darah merupakan suatu cara untuk
mencegah terjadinya penyakit Diabetes mellitus yang makin
bertambah parah, terutama untuk umur > 40 tahun, dan untuk
penderita Diabetes Mellitus yang mengidap penyakit kardiovaskuler,
lakukan check-up setiap 1, 2, 3 bulan.
Cek gula darah perlu dilakukan oleh mereka yang memiliki faktor
resiko diabetes, pemeriksaan harus rutin 1 kali seminggu/bulan.
Peningkatan kadar gula darah bisa juga terjadi karena mereka yang
menjalankan gaya hidup yang kurang baik dan pola makan buruk
sehingga kadar gula darah mereka tidak terkontrol. Penelitian yang
dilakukan oleh Naimatus syadiyah. Yang dilakukan di Wilayah
Sorosutan Umbulharjo Yogyakarta, dimana sebagian pasien Diabetes
Melitus tipe 2 yang bertempat tinggal di Wilayah sorosutan
Umbulharjo Yogyakarta tidak patuh dalam upaya pengendalian kadar
gula darah dan memiliki kadar gula darah yang tidak terkendali dan
memiliki resiko terjadinya ulkus diabetikum / penyakit diabetes
melitus.
C. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam
rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi
penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi
kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance

36

lemak

darah

dan

mempermudah

timbulnya

aterosklerosis.

Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke


arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun sehingga
bias menyebabkan resiko terjadinya ulkus diabetikum / penyakit
diabetes melitus
D. Ketidakpatuhan diet DM ( Diabetes Melitus )
Kepatuhan Diet Diabetes Melitus merupakan upaya yang sangat
penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan
trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi
kronik, seperti ulkus diabetika.
Kepatuhan Diet DM ( Diabetes Melitus ) mempunyai fungsi yang
sangat

penting

yaitu

mempertahankan

berat

badan

normal,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar


glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas
reseptor insulin dan memperbaiki system koagulasi darah.
Sebuah studi baru yang dilakukan para periset Harvard yang
dikutip oleh budi triyanto, menunjukkan bahwa orang yang makan
satu saji (3,5 ons) daging olahan, sama dengan 2 iris bacon atau
sebuah hot dog setiap hari, mengalami peningkatan resiko diabetes
melitus tipe 2 sebanyak 51 % dan bisa menyebabkan terjadinya ulkus
diabetikum / penyakit diabetes melitus.
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara
komprehensif

melalui

upaya;

mengatasi

penyakit

komorbid,

menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka


agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi.
Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan
mempengaruhi

penyembuhan

luka.

Hipertensi,

hiperglikemia,hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke,

37

penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya


harus dikendalikan.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada
kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka
tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris,
calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang.
Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan
garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing
(kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
-

Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka


cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka

untuk membersihkan jaringan nekrotik.


Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian
enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim
tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya,
kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan

fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang
terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid
dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan
nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla
serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen
biologi.

Belatung

menghasilkan

enzim

yang

dapat

menghancurkan jaringan nekrotik.

38

Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling


cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
1. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
3.
4.

penyembuhan,
Menghilangkan jaringan kalus,
mengurangi risiko infeksi lokal.

Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman.
Namun, sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia
antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik
yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik
terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang
diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk
coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)
antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,
tazobactam,

ticarcillin/clavulanate,

Cefotaxime

atau

ceftazidime

piperacillin/
+

clindamycin,

fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang


bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif
antibiotika

seperti

berikut:

piperacillin/tazobactam

metronbidazole+ceftazidime,

ampicillin/sulbactam
vancomycin,

+aztreonam,

vancomycin

imipenem/cilastatin

+
atau

fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat


pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi
lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di
samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah.
Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6
39

minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi.


Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan
waktu 2 minggu.
4. Bagaimana epidemiologi Diabetes Melitus?
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan
tidak terkendali, diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang
berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal,
kebutaan dan lain-lain.
Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita
Diabetes Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus
diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi
jumlah penderita Diabetes Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun
2010 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025.
Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta
penderita Diabetes Mellitus di tahun 2025. Pada tahun 2030 bisa mencapai 21
juta penderita. Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk
Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus
di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika
Serikat.
Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo,
Diabetes Mellitus Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari
keseluruhan kasus Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu
oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti
makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.
Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta
orang. Rata-rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka

40

menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30%
saja pasien diabetes yang berobat.
Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia
setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis
(Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing manis di Indonesia kini
mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti
jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah
perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah
penduduk.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total
populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada
tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari
populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama
tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di
Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya
hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa
selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami
Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada
wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat
pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM
paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,
sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah
obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayurbuah kurang dari 5 porsi perhari.

41

Menurut data WHO,Indonesia menempati urutan k3-4 terbesar jumlah


diabetes melitus (DM), pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 14 Juta orang
dengan diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan diantara
mereka sekitar 30% yang datang berobat teratur.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe I
Di Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe I sangat jarang.
Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini rupanya ada hubungan dengannya
dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari
angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin jauh letaknya suatu
negara dari khatulistiwa makin tinggi prevalensinya DM tipe-nya. Ini bisa
dilihat pada prevalensi DM tipe I di Eropa. Di bagian utara Eropa,misalnya di
negara-negara Skandinavia prevalensi tipe 1-nya merupakan yang tertinggi di
dunia, sedangkan di daerah bagian selatan Eropa misalnya di Malta sangat
jarang. Di samping itu juga tampak bahwa insidens DM tipe 1 di Eropa Utara
meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali
pada DM tipe 1 faktor lingkungannya juga berperan di samping yang sudah
diketahui yaitu faktor genetik. Adanya kekurangan asam asptartat pada posisi
57 dari rantai HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu mejadi rentan
(suspectable) terhadap timbulnya DM tipe 1. Tetapi kenyataan lain
menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat berperan. Ini tampak pada
angka prevalensi DM tipe 1 di dua negara dimana secara etnik tidak berbeda
tetapi prevalensi DM tipe 1 di Estonia hanya 1/3 dari Finlandia.
Dengan ditemukannya dua faktor tadi yaitu faktor genetic (non-Asp 57)
dan faktor lingkungan maka di masa mendatang, upaya pencegahan
timbulnya DM tipe 1 bukanlah suatu hal yang mustahil.
Di Indonesia prevalensi DM tipe 1 secara pasti belum diketahui, tetapi
diakui memang sangat jarang. Ini mungkin disebabkan oleh karena Indonesia
terletak di khatulistiwa atau barangkali faktor genetiknya memang tidak
menyokong, tetapi mungkin juga karena diagnosis DM tipe 1 yang terlambat
hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2

42

Lain halnya pada DM tipe 2 yang meliputi lebih 90% dari semua populasi
diabetes, faktor lingkungan diabetes, faktor lingkungan sangat berperan.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang
dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia. Dengan
demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu
kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya.
Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya
sangat menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes sangat
meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada
beberapa kelompok etnis di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya
hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang
mereka lebih makmur, prevalensi diabetes bisa mencapai 35% seperti
misalnya di beberapa bangsa mikronesia dan polinesia di pasifik, Indian pima
di Amerika Serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, bangsa
Creole di Amerika Selatan. Prevalensi tinggi juga ditemukan di Malta, Arab
Saudi, Indian Canada, dan Cina di Mauritius, Singapura dan Taiwan.
Tentang

baku

emas

yang

tadi

dibicarakan,

sebenarnya

juga

ada

keistimewaannya, misalnya suatu penelitian di Wadena Amerika Serikat,


mendapatkan bahwa prevalensi pada orang kulit putih sangat tinggi
dibandingkan dengan baku emas tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk
semua gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1% Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan ini dapat diambil
kesimpulan bahwa factor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat
pada studi Wadena tadi bahwa secara genetic mereka sama-sama kulit putih,
tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di
Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi
bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang
seperti Singapura, Korea, dan barangkali Indonesia.
Di Cina daratan prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India sangat
rendah dengan catatan di beberapa bagian dari India bagian Selatan sudah
menunjukkan peningkatan. Di Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa Afrika

43

yang tinggal di Amerika Serikat, Inggris, Mauritius dan Suriname prevalensi


DM sangat tinggi. Perlu diketahui bahwa keadaan ekonomi di Mauritius
untuk golongan etnik tadi jauh lebih baik dibandingkan dengan di negara
asalnya.
Dari data ini semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan
teutama peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan
prevalensi diabetes. Bahwa kekerapan akan menjadi dua kali lebih tinggi
dalam waktu 10 tahun bukanlah suatu hal yang mustahil terutama di Negara
berkembang yang pertumbuhan ekonominya sudah mapan. Keadaan ini tentu
saja harus diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan di tiap Negara bekembang
supaya dalam menentukan rencana jangka panjang kebijakan pelayanan
kesehatan

di

negaranya,

masalah

ini

harus

dipertimbangkan.

Data terakhir adalah data dari IDF tahun 2006 seperti tampak pada gambar 1,
prevalensi di Negara-negara timur tengah paling tinggi (di atas 20%) di susul
Mexico.
Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah
saat itu. Ini mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi.
Yang lebih memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara
maju kebanyakan sudah berumur 65 tahun jadi pada umur yang sudah tidak
produktif lagi, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien diabetes
berumur antara 45 sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat
produktif.
Diabetes di Indonesia
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah
dilaksanakan berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara
1,5% s/d 2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%.
Hasil penelitian epidemiologis berikutnya tahun 1993 di Jakarta (daerah
urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada
tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di
Depok, daerah sub urban di Selatan Jakarta menjadi 12,8%. Demikian pula
prevalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dai 1,5% pada

44

tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005
menjadi 12,5%.
Di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di suatu kota kecil di Jawa
Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja
didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara
urban dengan rural, menunjukkan bahwa haya hidup mempengaruhi kejadian
diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban
dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi
Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) yang sekarang dikategorikan
sebagai diabetes tipe pancreas di Jawa Timur sebesar 21,2% dari seluruh
diabetes di daerah rural.
Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih
tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan
DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastic yang disebabkan oleh
beberapa faktor :
1.

Faktor keturunan (genetic)

2.

Faktor kegemukan/obesitas

3.

4.

Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat

Makan berlebihan

Hidup santai, kurang gerak badan

Faktor demografi

Jumlah penduduk meningkat

Urbanisasi

Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat

Berkuranngnya penyakit infeksi dan kurang gizi


Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum

perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan
asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah
5,6% juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,

45

diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan
didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru
saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi
nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien
diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru
ketahuan diabetes saat penelitian). Angka itu diambil dari hasil penelitian di
seluruh provinsi. Kalimantan Barat dan Maluku Utara menduduki peringkat
prevalensi diabetes tertinggi tingkat provinsi.
Dengan hasil penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya
angka prevalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan menurut IDF pada
tahun 2006 angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi
Indonesia berada di antaranya. Di Malaysia, Negara tetangga/serumpun
Indonesia terdekat, pada 3rd National Health and Mortality & Morbidity
Survey in Malaysia 2006 didapatkan prevalensi yang tinggi ysitu 14,9%
tetapi survey itu dilakukan pada individu di atas 30 tahun, sedangkan di
Indonesia populasi survey melibatkan individu 15 tahun ke atas.
5. Apa saja faktor-faktor predisposisi Diabetes Melitus?
Faktor Risiko yang tidak Bisa Dimodifikasi
a. Ras/etnik
Merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki ciri fisik
bawaan yang sama, pada dasarnya ciri fisik manusia dikelompokkan atas
tiga golongan yaitu ciri fenotipe merupakan ciri-ciri yang tampak, ciri
fenotipe terdiri atas ciri kualitatif dan kuantitatif, ciri kualitatif antara lain
warna kulit, warna rambut, bentuk hidung, bentuk dagu dan bentuk bibir
sementara ciri kuantitatif antara lain tinggi badan dan ukuran bentuk
kepala, ciri filogenetif yaitu hubungan asal usul antara ras-ras dan
perkembangan sedangkan ciri getif yaitu ciri yang didasarkan pada
keturunan darah.

46

Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan


yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,
agama, bahasa, dan sebagainya, anggota-anggota suatu kelompok etnik
memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa , sistem nilai,
serta adat-istiadat dan tradisi, penelitian yang dilakukan oleh NHANES
(National Health And Nutrition Examinations Surveys) dari 11.090 sampel,
didapati 880 yang menderita diabetes dengan sampel ras kulit hitam dan
putih usia 20- 70 tahun, wanita kulit hitam mempunyai 2 kali menderita
diabetes dibandingkan dengan wanita kulit putih.
b. Riwayat Keluarga dengan Diabetes (Anak Penyandang Diabetes)
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen
genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk
timbulnya DM tipe 2 terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan
lingkungan, pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham
offspring of tipe 2 diabetes mendapatkan resiko DM tipe 2 yaitu 3,5 kali
lebih tinggi pada keturunan salah satu orang tua diabetes, dan 6 kali lebih
tinggi pada keturunan yang keduanya orang tua tersebut menderita
diabetes.
Pada penelitian epidemiologi prospektif nilai C reaktip protein
dapat digunakan untuk memprediksi DM tipe 2 Tan dalam penelitiannya
dari pasien yang non obesitas dengan gangguan toleransi glukosa
mendapatkan nilai C reaktip positif yang memprediksikan individu
tersebut akan menjadi DM.
c. Umur
Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan
produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk
perempuan biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini
tidak hanya berperan dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga
metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah satu fungsi dua
hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh
akibatnya, lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal untuk

47

perempuan < 80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya lingkaran
pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang
akan diikuti dengan sindroma metabolik yakni terganggunya metabolisme
tubuh dari sinilah mulai timbulnya penyakit degeneratif.
d. Riwayat Melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir > 4000 gram
atau Riwayat Pernah Menderita Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Diabetes Mellitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes
yang berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan, Diabetes
gestasional terjadi karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan
insulin yang cukup untuk mengkontrol gula darah ( glukosa ) wanita hamil
tersebut pada tingkat yang aman bagi dirinya maupun janin yang
dikandungnya Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang
menunjukkan wanita hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi
dalam darahnya dimana ia tidak pernah menderita diabetes sebelum
kehamilannya, Diabetes Mellitus Gestasional berbeda dengan diabetes
lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir,di
Indonesia insiden DMG sekitar 1,9 - 3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang
pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan
mengidap Diabetes Mellitus atau gangguan toleransi glukosaDiagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang menunjukkan wanita
hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi dalam darahnya dimana
ia tidak pernah menderita diabetes sebelum kehamilannya, Diabetes
Mellitus Gestasional berbeda dengan diabetes lainnya dimana gejala
penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir,di Indonesia insiden DMG
sekitar 1,9 - 3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami
DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap Diabetes
Mellitus atau gangguan toleransi glukosa.
e. Riwayat Lahir dengan Berat Badan Rendah Kurang dari 2500 gram
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki
organ yang internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak
tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka
pankreasnya juga kecil dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu

48

mencukupi kebutuhan insulin tubuh. Ketika anak ini bertumbuh dan


dewasa anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah besar ketika sudah
masuk usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ tidak
mampu mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakitpenyakit berbahaya seperti diabetes.
Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
a. Berat Badan Lebih (IMT 23 kg/m )
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) berat badan seseorang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu normal, overweight (kelebihan berat
badan) dan obesitas. Overweight dan obesitas merupakan sama-sama
menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh,
ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang
yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka
waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM.
b. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan
dengan terencana, terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau
menjaga kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan
kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis
yang dipercaya memberikan perlindungan kepada seseorang dalam
melawan beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakitjantung
koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal Aktivitas fisik (olah raga)
sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali
maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes Mellitus.
Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih
sensitif terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan
menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan
kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam setelah
melakukan olah raga.

49

Lamanya manfaat olah raga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini
menekankan pentingnya olah raga secara teratur dan berkesinambungan ,
agar benar-benar bermanfaat olahraga dilakukan 3-4 kali dalam seminggu,
berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang (Suharto, 2004).
Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa
kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga, olah raga
yang tepat untuk diabetes adalah jalan, jogging, renang, bersepeda, aerobik
Hasil penelitian Wardani (2009), aktivitas fisik rendah memiliki resiko DM
tipe 2 sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang melakukan aktivitas fisik
yang baik.
c. Hipertensi ( 140/90 mmhg)
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding
arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah
merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah,
tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik)
dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan
dinding pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai
tinggi tekanan darah yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau
aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi,
karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis,
sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit, ketika arteri-arteri
mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa melewati
jalan yang sempit, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi.
Menurut JNC 7 (Joint National Commite) (2003) bila tekanan
darah 140/90 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah
tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal atau kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit
diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui
hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl)

50

Merupakan suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah


meningkat diatas batas normal, lemak yang mengalami peningkatan ini
meliputi kolesterol, trigliserida salah satu partikel yang mengangkut lemak
dari sekitar tubuh atau dapat keduanya , berbagai penelitian membuktikan
bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia yang berlangsung lama
merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK (Penyakit
Jantung Koroner) pada DM tipe 2, studi Finnish membuktikan bahwa
peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL (High Density
Lypoprotein) merupakan faktor resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner)
pada DM tipe 2.
6. Apa saja obat yang bersifat toxic pada pankreas?
Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivate pirimidin
sederhana. Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6 - tetraoxypirimidin; 2,4,5,6primidinetetron;

1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron

(IUPAC)

dan

asam

Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4.


Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan
adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik.

Struktur Molekul Aloksan


Pengaruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel Pankreas
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi binatang
percobaan untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik)
secara cepat. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau
subkutan pada binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan
dengan menginjeksikan 120 - 150 mg/kgBB. Aloksan dapat menyebabkan

51

Diabetes Melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes)


dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia
(Yuriska, 2009). Mekanisme kerja aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke
dalam sel-sel pankreas dan kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat
diabetogenik aloksan. Ambilan ini juga dapat terjadi pada hati atau jaringan
lain, tetapi jaringan tersebut relatif lebih resisten dibanding pada sel-sel
pankreas. Sifat inilah yang melindungi jaringan terhadap toksisitas aloksan.
Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro juga menunjukkan
bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang
mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari
mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal
dari matinya sel (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk dapat
menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis,
senyawa, hewan percobaan dan status gizinya.

7. Bagaimana pengaturan terapi insulin?


Penyebab terjadinya DM sangat bervariasi, bisa karena faktor keturunan,
usia, kegemukan, ras, serta gaya hidup. Faktor genetik dan lingkungan
berperan dalam timbulnya kedua tipe DM, tetapi faktor genetik lebih nyata
pada NIDDM. Pada IDDM, faktor genetik berhubungan dengan pengaturan
genetik pada respon imun sehingga IDDM sering muncul pada penyakit
autoimun terhadap sel beta pankreas. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel
beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.
Komplikasi DM pada retina, ginjal, dan sistem saraf perifer, serta
meningkatnya mortalitas dan resiko penyakit vaskular dapat dicegah dengan
mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal, menjaga agar kadar
lipid dan tekanan darah tetap normal juga mencegah meningkatnya resiko

52

tersebut. Insulin eksogen dan obat antidiabetik oral dapat diberikan untuk
mempertahankan kadar gula darah normal. Terapi insulin yang intensif dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien DM.
Insulin
Insulin termasuk hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari
pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi
rekombinan DNA menggunakan E.coli. Susunan asam amino insulin manusia
berbeda dengan susunan insulin hewani; insulin rekombinan dibuat sesuai
dengan susunan insulin manusia sehingga disebut sebagai human insulin. Saat
ini insulin biosintetik tersedia di Indonesia.
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di dalam
pankreas dan digunakan untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah.
Sekresi insulin terdiri dari 2 komponen. Komponen pertama yaitu: sekresi
insulin basal kira-kira 1 unit/jam dan terjadi diantara waktu makan, waktu
malam hari dan keadaan puasa. Komponen kedua yaitu: sekresi insulin
prandial yang menghasilkan kadar insulin 5-10 kali lebih besar dari kadar
insulin basal dan diproduksi secara pulsatif dalam waktu 0,5-1 jam sesudah
makan dan mencapai puncak dalam 30-45 menit, kemudian menurun dengan
cepat mengikuti penurunan kadar glukosa basal. Kemampuan sekresi insulin
prandial berkaitan erat dengan kemampuan ambilan glukosa oleh jaringan
perifer.
Insulin berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk
pembentukan energi, apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat
menggunakan glukosa sehingga proses metabolisme menjadi terganggu.
Proses yang terjadi yaitu karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk
menghasilkan glukosa, glukosa tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran
pencernaan menuju ke aliran darah untuk dioksidasi di otot skelet sehingga
menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan dalam hati dalam bentuk
glikogen kemudian diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan
trigliserida. Insulin memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan meningkatkan

53

pengikatan glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati,


mengurangi pemecahan glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan
sintesis asam lemak, menurunkan pemecahan asam lemak menjadi badan
keton, dan membantu penggabungan asam amino menjadi protein.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1.

Kerja cepat (rapid acting).


Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin).
Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan,
durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat
dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang.

2.

Kerja menengah (intermediate acting).


Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente
Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau
zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan
memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk
NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.

3.

Kerja panjang ( long acting).


Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI. Insulin bentuk ini
diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan.
Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab
apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau
lipohipertrofi.
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat

cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b)
intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, c)
subkutan:

penyerapanya

tergantung

lokasi

penyuntikan,

pemijatan,

54

kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun


lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog
lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula
darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan
80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih
tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah
makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka
sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar
lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70
mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda,
tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap
pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam
unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan
kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen
human

insulin

mengandung

25-30

IU/mg.

Salah satu insulin yang dapat menjadi pilihan untuk terapi DM yaitu
LANTUS(nama dagang) dengan nama generik insulin glargine, indikasi
dari LANTUS yaitu untuk DM tipe 1 dan tipe 2. LANTUS
dikontraindikasikan bagi pasien yang hipersensitif terhadap insulin glargine,
efek samping yang mungkin terjadi yaitu nyeri pada sisi injeksi dan
hipoglikemia. LANTUS (PT Sanofi-Aventis) bisa menjadi pilihan karena
insulin glargine telah diuji dan dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan
kepada kasus-kasus DM tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA dan oleh the European
Agency for the Evaluation of Medical Products. LANTUS juga memiliki
keuntungan karena memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali
suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi
LANTUS.

55

Bentuk sediaan LANTUS yaitu (1) Cartridges: 3 ml untuk digunakan


OptiPen Pro (300 IU insulin glargine), box cartridges 5 x 3 ml, (2) Vials: 10
ml vials (1000 IU insulin glargine), (3) Pre-filled pens: 3 ml Optiset prefilled, disposable pen (pen sekali pakai) dengan nama OptiSet, optiset 53
ml, incremental dose = 2 IU, max dose/inj = 40 IU. Dosis LANTUS yaitu
pasien tipe 2 yang telah diobati dengan obat hiperglikemia oral, memulai
dengan insulin glargine dengan dosis 10 IU sekali sehari. Dosis selanjutnya
diatur menurut kebutuhan pasien,dengan dosis total harian berkisar dari 2-100
IU.Pasien yang mau menukar insulin kerja sedang atau panjang sekali sehari
menjadi insulin glargine sekali sehari, tak perlu melakukan perubahan dosis
awal. Tapi jika pemberian sebelumnya dua kali sehari, maka dosis awal
insulin glargine dikurangi sekitar 20% untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemia. Untuk selanjutnya dosis diatur sesuai kebutuhan pasien.
Insulin glargine adalah long-acting basal insulin analouge yang pertama
kali dipergunakan dalam pengobatan DM baik tipe-1 maupun tipe-2,
disuntikkan subkutan malam hari menjelang tidur. Insulin glargine tidak
diberikan secara intra vena karena dapat menyebabkan hipoglikemia. Preparat
ini dibuat dari modifikasi struktur biokimiawi native human insulin yang
menghasilkan khasiat klinik yang baru yaitu delayed onset of action and a
constant, peakless effect, yang mencapai hampir 24 jam efektif. Memiliki
potensi yang setara dengan insulin NPH dalam menurunkan HbA1c dan kadar
glukosa darah, namun lebih aman oleh karena peakless effect tersebut dapat
mengurangi kejadian hipoglikemi malam hari. Preparat ini dinyatakan efektif
dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus diabetes melitus tipe-1 maupun
tipe-2, dan mampu memenuhi kebutuhan insulin basal.
Target pengendalian glukosa darah pada penggunaan monoterapi insulin
glargine pada kasus-kasus DMG mengacu pada American Collage of
Obstetricians and Gynecologist for Women with GDM, yaitu glukosa puasa
95 mg/dl, 2 jam pp 120 mg/dl. Hasil penelitian pada dasarnya
menjelaskan bahwa insulin glargine berhasil mengendalikan glukosa darah
pada kasus-kasus DMG sesuai target seperti tersebut di atas, tanpa terjadi

56

hipoglikemi, dengan beberapa catatan sebagai berikut: (a) glukosa 2 jam pp


sebelum perlakuan tidak lebih dari 150 mg/dl, (b) dosis awal bervariasi 10-50
unit, disuntikkan pagi hari sebelum makan pagi, ditingkatkan 3-5 unit
bertahap untuk mencapai target pengendalian glukosa darah, (c) dosis waktu
partus bervariasi 18-78 unit, (d) waktu dilahirkan tidak ada bayi dengan berat
badan lebih dari normal, dan tidak ada yang mengalami hipoglikemi, (e) dosis
perhari dalam trimester pertama adalah 0,4-0,5 unit/kg, trimester kedua 0,50,6 unit/kg, dan trimester ketiga 0,7-0,8 unit/ kg.

8. Bagaimana farmakoterapi Diabetes Melitus?


TERAPI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan
penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta

57

kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan


komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik


oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan

fenilalanin).
Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida
dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan

insulin secara lebih efektif.


Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase
yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).
Disebut juga starch-blocker.

Golongan Sulfonilurea
Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai
beberapa tahun yang lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik
oral merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes
dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah
mengalami

ketoasidosis

sebelumnya.

Senyawa-senyawa

sulfonilurea

sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar
pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas
masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan
sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi
hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini
masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat
golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang
kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena
58

sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel


Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea
menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi senyawa-senyawa
sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral.
Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).
Efek Samping
Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea umumnya ringan
dan frekuensinya rendah , antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan
susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut,
hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat
berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik
termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik
dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH
(Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat
atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada
lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral
dengan masa kerja panjang.
Interaksi Obat
Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga
risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-senyawa
yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat
hipoglikemik

sulfonilurea

antara

lain:

alkohol,

insulin,

fenformin,

sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida,


dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase),
guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
Peringatan dan Kontraindikasi

Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus


hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan
fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan
glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien

59

insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih


dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya

singkat.
Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra

indikasi bagi sulfonilurea.


Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes
yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes
melitus berat. Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan
berat badan. Ada beberapa senyawa obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea yang saat ini beredar. Obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea generasi pertama yang dipasarkan sebelum 1984 dan
sekarang

sudah

hampir

tidak

dipergunakan

lagi

antara

lain

asetoheksamida, klorpropamida, tolazamida dan tolbutamida. Yang saat


ini beredar adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi
kedua

yang

dipasarkan

setelah

1984,

antara

lain

gliburida

(glibenklamida), glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon.


Senyawa-senyawa ini umumnya tidak terlalu berbeda efektivitasnya,
namun berbeda dalam farmakokinetikanya, yang harus dipertimbangkan
dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk masing-masing
pasien dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan terapi lain yang tengah
dijalani pasien.
Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin
Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat
hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan
sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja
meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya
senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini
dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya.
Golongan Biguanida
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati
(hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan
biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah
menyebabkan hipoglikemia.

60

Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat


hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak
dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya
asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak
ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadangkadang
diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat.
Kontra Indikasi
Sediaan biguanida tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi
hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil.
Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida.
Golongan Tiazolidindion (TZD)
Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh
terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome
proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan
kecepatan glikoneogenesis.
Golongan Inhibitor -Glukosidase
Senyawa-senyawa inhibitor -glukosidase bekerja menghambat enzim alfa
glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk
menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim
ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan
absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post
prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor -glukosidase juga
menghambat enzim -amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis
polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral yang
biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi
penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa
kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah
pada waktu makan

61

dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor
-glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk
kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan
dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai 150-600
mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali
makan.
Efek Samping
Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan
kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung
lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu
makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila
diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin)
dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni,
jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya
diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta
dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.

62

Anda mungkin juga menyukai