UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2014
Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama, yaitu: tipe 1 (destruksi sel beta
pankreas) dan tipe 2 (gangguan sekresi insulin). Tipe 1 disebut juga sebagai Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Tipe 1 sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Defisiensi insulin
terjadi karena produksi yang rendah yang disebabkan oleh adanya destruksi sel beta pankreas (pembuat
insulin) melalui mekanisme imunologik, sehingga pasien ini selalu memerlukan insulin dalam
pengobatannya dan cenderung mengalami ketoasidosis jika insulin dihentikan pemberiannya. Tipe 2
disebut juga sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada tipe 2 terjadi defisiensi
insulin relatif. Tipe 2 sering terjadi pada usia dewasa dan biasanya berbadan gemuk. Pengobatan
penderita ini kadang dengan diet saja, bila perlu diberikan obat anti diabetes oral dan jarang sekali
memerlukan insulin.
B. PATOFISIOLOGI
Pulau-pulau langerhans terdiri dari 3 jenis sel: sel-sel alfa
menjadi faktor hiperglikemik), sel-sel beta (yang mensekresi insulin), dan sel-sel delta ( yang membuat
somatostatin). Insulin mula-mula disintesa sebagai proinsulin yang diubah menjadi insulin melalui
pembelahan proteolitik dan kemudian dibungkus ke dalam butir-butir diantara sel-sel beta. Sejumlah
besar insulin, normalnya kira-kira 200 unit disimpan dalam pankreas. Sintesa terus berlangsung dengan
rangsangan glukosa. Glukosa dan fruktosa merupakan pengatur utama pelepasan insulin. Stimulator
lain yang berperan dalam pelepasan insulin antara lain asam amino, glukagon, dan hormon-hormon
gastrointestinal (gastrin, sekretin, dan enteroglucagon), serta asetilkolin. Epinefrin dan norepinefrin
menghambat pelepasan insulin dengan merangsang reseptor alfa adrenergik dan merangsang pelepasan
insulin pada reseptor beta adrenergik.
Pada tipe 1 terjadi defisiensi insulin yang berat menyebabkan mobilisasi asam lemak bebas dari
jaringan lemak dan pelepasan asam amino dari dalam otot. Hiperglikemia terjadi karena terjadi
peningkatan kebutuhan insulin dan insulin yang normal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Glukoneogenesis yang terjadi dalam hepar akan mengubah asam amino dan asam lemak bebas
membentuk glukosa dan benda keton. Keduanya memiliki peran penting dalam terjadinya gejala
ketoasidosis. Pada tipe 1 terjadi peningkatan glukagon yang merangsang hepar untuk mengubah asam
lemak bebas menjadi benda keton. Hipotesis terjadinya tipe 1 dihubungkan dengan infeksi virus yang
membentuk respon autoimun yang menyebabkan dirusaknya sel beta oleh antibodi. Infeksi oleh virus
dianggap sebagai faktor pemicu pada pasien yang mempunyai predisposisi genetik terhadap diabetes
mellitus. Pada tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan, yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel
beta pancreas. Reistensi insulin adalah keadaan dimanan insulin tidak dapat bekerja optimal pada selsel targetnya seperti sel otot, sel hepar, dan sel lemak. Keadaan ini menyebabkan sel beta pancreas
mensekresi insulin dalam jumlah besar untuk mempertahankan homeostatis glukosa darah, sehingga
terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu
dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi
dengan hiperinsulinemia dan disertai juga dengan peningkatan asam lemak bebas dalam darah.
Keadaan glukotoksisitas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah
dikompensasi dengan hiperinsulinemia) dapat mengakibatkan sel beta pancrean mengalami disfungsi
3. Olahraga
Olahraga yang teratur dengan porsi yang cukup dapat membantu mengontrol kadar gula darah
penderita. Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga rithmis dan dinamis seperti jogging, senam
aerobik, dan lain-lain. Olah raga harus disesuaikan dengan kondisi penderita.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi pada DM dapat terjadi secara akut atau kronis. Komplikasi-komplikasi akut antara
lain koma diabetik, infeksi di kulit, luka yang menahun dan sukar sembuh sehingga menjadi gangren
dan lain-lain. Sedangkan komplikasi kronis antara lain gagal ginjal ringan sampai berat, mata kabur
disebabkan oleh kerusakan retina, gangguan pada syaraf tepi yang ditandai dengan gejala kesemutan,
baal-baal pada anggota tubuh, gangguan pada jantung yang menyebabkan jantung koroner, gangguan
pada hati yang menyebabkan perlemakan hati dan sirosis hati, gangguan pembuluh darah berupa
penyakit hipertensi dan penebalan dinding pembuluh darah.
F. PENGARUH PEMBEDAHAN DAN PEMBIUSAN PADA DIABETES MELLITUS
Pada diabetes mellitus terjadi pengaturan abnormal gula darah yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin relatif atau absolut atau karena resistensi insulin. Kadar gula darah tergantung dari
produksi dan penggunaan gula darah tubuh. Selama pembedahan atau sakit/stres terjadi respon
katabolik dimana terjadi peningkatan sekresi katekolamin, glukagon, kortisol, tetapi terjadi penurunan
sekresi insulin. Sehingga pembedahan menyebabkan hiperglikemia, penurunan penggunaan gula darah,
peningkatan glukoneogenesis, dan katabolisme protein. Respon tersebut tidak hanya dipicu oleh nyeri
tetapi juga oleh sekresi peptida seperti interleukin 1 dan berbagai hormon. Efek pembiusan pada respon
tersebut sangan bervariasi. Analgesia epidural tinggi dapat menghambat respon katabolik terhadap
pembedahan dengan cara blokade aferen dan saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi sebagian dapat
mencegah respon stres, sedangkan anestesi umum mempunyai efek menghambat lebih kecil.
G. FAKTOR RESIKO UNTUK PASIEN BEDAH DIABETES
Suatu penelitiian menunjukkan bahwa pasien diabetes mempunyai mortalitas dan morbiditas
pasca bedah lebih tinggi dibandingkan pasien normal. Masalah yang dapat muncul adalah infeksi,
sepsis, ketoasidosis, dan komplikasi dari arteriosklerosis.
H. PENILAIAN PREOPERATIF
K AS U S
IDENTITAS
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal operasi
: Tn. H
: Laki-laki
: 53 tahun
: Kadipaten kulon KP 1/303 RT 12/04 kadipaten kraton Yogyakarta
: 28 September 2014
: 30 September 2014
I.
DATA SUBJEKTIF: AUTOANAMNESIS 28 September 2014
A. Keluhan Utama : luka di sebagian kaki kanan bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
: Disangkal
: Disangkal
: (+) sejak 1 tahun yang lalu
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
II.
: Disangkal
: Disangkal
: (+) Ibu pasien
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
DATA OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : kompos mentis, GCS E4V5M6
2. Tanda Utama : TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit, isi & tegangan kuat, teratur
Suhu
: 36,3oC per axilla
Pernapasan : 20 x/menit
BB
: 57 kg
TB
: 165 cm
3. Kepala
Mata
: Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-),
lendir (-), sumbatan (-)
Mulut
: Mukosa bibir kering, hiperemis (-), sianosis (-), faring hiperemi (-),
gigi palsu (-), gigi goyang (-), malampati gradasi I
4. Leher
Tampak simetris, limfonodi tidak teraba, JVP tidak meningkat, massa (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin dan patobiokimiawi (28 Sepetember 2014)
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
HITUNG JENIS
Basophil
Eosinophil
Netrofil Staf
Netrofil Segmen
Limphosit
Monosit
Penunjang lainya
Glukosa darah sewaktu
CT
BT
HBs Ag (Rapid)
HASIL
NILAI RUJUKAN
SATUAN
21.7
3.17
7.3
22.6
71.3
23.0
32.3
417
4.6-10.6
3.90-5.50
12.0-16.0
37-47
81-99
27-31
33-37
150-450
10e3/ul
10e3/ul
gr/dl
%
Fl
Pg
gr/dl
10e3/ul
0
0
0
92
8
0
0-1
0-5
0-3
40-74
18-48
0-8
%
%
%
%
%
%
207
850
85-140
<12
Mg/dl
Menit
245
<6
Menit
Negatif
Negatif
HASIL
67
NILAI RUJUKAN
70-116
SATUAN
Mg/dl
101
85-140
Mg/dl
V.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis
Status Anestesi
: ASA II
: Tn. H
Umur
: 53 tahun
Berat Badan
: 57 kg
Bangsal/ kelas
: Bougenvil/I
: II
Ahli anestesi
Ahli bedah
Perawat anestesi
: Suyadi
Pemeriksaan Fisik
Vital sign
TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Suhu
: 36,3oC
Respiration rate
: 18x/menit
- Berat badan
: 57 kg
- ASA
: II
Induksi
: Lidodex 100 mg
Pemeliharaan
: O2
Teknik anestesi
: Subarachnoid Blok
Ijin Operasi
: (+)
Tanggal Operasi
: 17 September 2014
: jam 12.50
Akhir operasi
: jam 13.10
Obat-obat
Inj. Ondansentron 4 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
Infus:
Pemantauan di Recovery Room :
a. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
b. Infus RL 20 tpm
VII.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam/malam
PEMBAHASAN
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium. Pada pasien ini
dapat ditegakkan diagnosis diabetes mellitus dari gejala klinis yang disampaikan pasien dari hasil
anamnesis. Pasien mengalami trias diabetes mellitus yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi. Pasien ini
juga sudah mengalami neuropati pada kakinya. Hal ini ditunjukkan dengan rasa tebal dan tidak terasa
bila disentuh pada kakinya. Diabetes mellitus pada pasien ini merupakan DM tipe 2. Hal ini dapat
DAFTAR PUSTAKA
Latief, SA., Suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Perceptor
Feni Alfiona/20090310191