Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Telaah Pustaka

1. Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

(PERKENI, 2015). Hiperglikemia kronik pada pasien diabetes

mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi

atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung dan pembuluh darah (Hermayudi dan Arini, 2017).

b. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Patofisiologi pada DM tipe I disebabkan oleh kadar glukosa

darah yang sangat tinggi, namun tidak dapat digunakan secara

optimal untuk pembentukan energi, sehingga energi diperoleh dari

peningkatan katabolisme lipid dan protein. Patofisiologi pada DM

tipe II disebabkan karena resistensi insulin, yaitu penurunan respon

jaringan perifer terhadap insulin, dan penurunan kemampuan sel

sebagai respon terhadap beban glukosa. Peningkatan produksi

glukosa dan penurunan penggunaan glukosa mengakibatkan

peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik) yang disebut

7
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
8

resistensi insulin. Sekresi insulin menjadi kurang sensitif

mengakibatkan defisiensi insulin (Wahyuningsih, 2013).

c. Klasifikasi Diabetes Melitus

1) DM tipe I

DM tipe I atau disebut juga sebagai Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM) merupakan keadaan dimana

penderita DM sangat bergantung pada insulin. Pada DM tipe I

pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang

diproduksi kurang, hal tersebut mengakibatkan penderita

memerlukan suntikan insulin dari luar. Kehilangan sel beta

pada DM tipe I adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel beta pankreas (Maulana, 2009). Terapi

untuk penderita DM tipe I, dengan menyuntikkan insulin ke

dalam tubuh, dibantu dengan olah raga dan diet yang baik.

Penderita DM tipe I akan drop karena tubuh dalam kondisi

kadar gula yang terlalu tinggi, sehingga harus mendapatkan

suntikan insulin secara teratur (Wahyuningsih, 2013). Penderita

DM tipe I biasanya terjadi pada umur muda.

2) DM tipe II

DM tipe II disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan

tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin

tetapi kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


9

membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi

kekurangan insulin relatif. Biasanya terdapat pada orang yang

berusia lebih dari 40 tahun, gemuk dan tidak aktif. Terapi

untuk penderita DM tipe II dengan pola hidup sehat yaitu

mengosumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga secara

teratur, serta mempertahankan berat badan yang normal.

3) DM Gestasional

DM pada kehamilan atau DM Gestasional merupakan

DM yang terjadi hanya pada saat hamil atau ibu hamil dengan

kondisi kadar gula darah yang tinggi. DM Gastasional bersifat

sementara dan harus ditangani dengan baik, karena dapat

menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia,

cacat janin, penyakit jangtung sejak lahir, gangguan system

saraf pusat dan cacat otot (Maulana, 2009).

4) Diabetes Tipe Lain

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang

terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang

memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel

beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam

menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan

menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali

dan sindrom genetik (ADA, 2015)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


10

d. Gejala atau Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Gejala atau manifestasi klinis khas yang mucul pada diabetes

mellitus yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Poliuria dan

polidipsia terjadi sebagai akibat kehilangan cairan berlebihan yang

dihubungkan dengan diuresis osmotic. Pasien juga mengalami

polifagia akibat dari kondisi metabolik yang diinduksi adanya

defisiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein.

Gejala lain yaitu lemah badan, kesemutan, gatal atau

kekebasan pada tangan atau kaki, kulit kering, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

(PERKENI, 2015).

Perlu adanya pemeriksaan kadar gula darah untuk

menegakkan diagnosis DM. Adapun kriteria diagnosis DM

berdasarkan kadar glukosa darah, yaitu:

Tabel 1. Kadar glukosa darah untuk diagonis diabetes dan


prediabetes
Glukosa Darah Glukosa plasma 2 jam
HbA1c (%)
Puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
Sumber : PERKENI, 2015

e. Komplikasi Diabetes Melitus

1) Komplikasi Akut

Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa meningkat atau

menurun drastis dalam waktu yang singkat, seperti:

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


11

a) Hipoglikemia yaitu keadaan kadar glukosa darah dibawah

nilai normal, ditandai dengan munculnya rasa lapar,

gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing,

dan gelisah.

b) Ketoasidosis diabetik-koma diabetik merupakan keadaan

tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat

mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, stress atau

pola makan yang bebas.

c) Koma hiperosmoler non ketotik diakibatkan adanya

dehidrasi berat, hipotensi, dan shock sehingga penderita

menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam.

d) Koma lakto asidosis merupakan keadaan tubuh dengan

asam laktat dalam darah meningkat karena tidak dapat

diubah menjadi bikarbonat dan akibatnya seseorang bisa

mengalami koma (Maulana, 2009).

2) Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskular,

mikrovaskuler dan neuropati.

a) Komplikasi makrovaskular diakibatkan karena perubahan

ukuran diameter pembuluh darah. Komplikasi ini seperti

penyakit jantung coroner, pembuluh darah kaki, dan

pembuluh darah otak.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


12

b) Komplikasi mikrovaskular melibatkan kelainan struktur

dalam membrane pembuluh darah kecil dan kapiler.

Komplikasi ini terjadi di retina yang menyebabkan

retinopati diabetik dan di ginjal menyebabkan nefropati

diabetik (Sudoyo, dkk. 2006).

c) Komplikasi neuropati

Neuropati diabetic merupakan sindroma penyakit yang

mempengaruhi semua jenis syaraf, yaitu saraf perifer,

otonom dan spinal. Komplikasi neuropati perifer dan

otonom menimbulkan ulkus kaki diabetik (Santi

Damayanti, 2016).

2. Skrining Gizi

Skrining atau penapisan adalah penggunaan tes atau metode

diagnosis lain untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit

atau kondisi tertentu sebelum menyebabkan gejala apapun. Skrining

gizi digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko malnutrisi

atau pasien malnutrisi.

Skrining gizi merupakan proses sederhana dan cepat yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan, serta cukup sensitif untuk mendeteksi

pasien yang berisiko malnutrisi. Tujuan dari skrining gizi adalah untuk

memprediksi probabilitas membaik atau memburuknya outcome yang

berkaitan dengan faktor gizi dan mengetahui pengaruh dari intervensi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


13

gizi. Skrining gizi perlu dilakukan pada awal pasien masuk rumah

sakit. Hasil skrining meliputi:

a. pasien yang tidak berisiko, tetapi membutuhkan skrining ulang

b. pasien yang berisiko dan memerlukan terapi gizi

c. pasien berisiko, tetapi membutuhkan terapi gizi khusus

d. ada keraguan apakah pasien berisiko atau tidak.

Skrining gizi mempunyai empat komponen utama, yaitu: (1)

kondisi sekarang, yang digambarkan dengan indeks massa tubuh atau

lingkar lengan atas, (2) kondisi yang stabil, digambarkan dengan

kehilangan berat badan, (3) kondisi yang memburuk, digambarkan

dengan penurunan asupan makan, dan (4) pengaruh penyakit terhadap

perburukan status gizi (Susetyowati, 2017).

3. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutritional Care Process

(NCP)

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau NCP merupakan

proses penanganan problem gizi yang sistematis. PAGT bertujuan

untuk mengembalikan status gizi baik pasien dengan mengitervensi

berbaga faktor penyebab. PAGT terdiri dari empat langkah berurutan

dan saling berkaitan dalam proses asuhan gizi, meliputi pengkajian gizi

(nutrition assessment), diagnosis gizi (nutritional diagnosis),

merencakan dan melaksanakan tindakan spesifik untuk mengatasi

masalah gizi (nutritional intervention), serta menilai kemajuan gizi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


14

pasien dengan monitoring dan evaluasi gizi (nutrition monitoring dan

evaluation) (Par’i, 2014).

a) Pengkajian Gizi (Nutrition Assessment)

Pengkajian gizi merupakan kegiatan mengumpulkan,

mengintegrasikan, dan menganalisi data untuk mengidentifikasi

masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan gizi dan makanan,

aspek klinis, serta aspek perilaku lingkungan dan penyebabnya

(Par’i, 2014). Tujuan pengkajian gizi adalah mengidentifikasi

prolem gizi dan faktor penyebabnya melalui pengumpulan,

verifikasi dan interpretasi data secara sistematis. Kategori data

pengkajian gizi, yaitu:

1) Riwayat Gizi/ Food History (FH)

Data yang dikumpulkan pada riwayat gizi meliputi

asupan makanan, gizi, dan perilaku yang berkaitan dengan

makanan. Data asupan makanan dan gizi meliputi asupan gizi

per hari yang diketahui melalui metode recall 24-hour,

sedangkan data pola dan kebiasaan makan pasien diperoleh

melalui metode Semi Quantitative Food Frequency

Questionaire (SQ FFQ) (Par’i, 2014). Serta diperlukan data

kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktifitas fisik,

olahraga dan ketersediaan makanan (Kemenkes, 2013).

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


15

2) Data Antropometri/ Antropometri Data (AD)

Antropometri merupakan pengukuran fisik pada

individu. Antropometri dapat dilakukan dengan pengukuran

tinggi badan (TB), berat badan (BB), Berat Badan Ideal

(BBI) menurut Tinggi Badan (TB), dan Indeks Massa Tubuh

(IMT). Pada kondisi tinggi badan tidak dapat diukur,

menggunakan estimasi pengukuran panjang ulna. Pengukuran

lain seperti Lingkar Lengan Atas (LiLA). Pengukuran status

gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa pengukuran

tersebut (Kemenkes, 2013).

3) Data Biokimia/ Biochemical Data (BD)

Biokimia diperoleh dari dokumen yang telah ada, yaitu

data laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang berkaitan

dengan status gizi, status metabolik dan gambaran organ yang

dapat berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi

(Wahyuningsih, 2013).

4) Pemeriksaan Fisik Terkait Gizi/ Physical Data (PD)

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui kondisi

fisik pasien yang berhubungan dengan asupan gizi atau

makanan. Bentuk pemeriksaan meliputi penampilan fisik,

keadaan otot dan lemak subkutan, fungsi menelan, serta nafsu

makan yang merupakan gambaran kondisi kurang gizi (Par’i,

2014).

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


16

5) Riwayat Klien/ Client History (CH)

Pengumpulan data riwayat personal pasien bertujuan

untuk mengetahui keadaan masa lalu dan perubahannya

sampai waktu terakhir. Riwayat personal pasien mencakup:

a) Riwayat personal yaitu menggali informasi umum seperti

umur, jenis kelamin, etnis, pekerjaan, merokok, cacat

fisik.

b) Riwayat medis/kesehatan pasien yaitu menggali penyakit

atau kondisi pada klien atau keluarga dan terapi medis

atau terapi pembedahan yang berdampak pada status

gizi. Riwayat medis/kesehatan meliputi keluhan gizi,

penyakit yang pernah maupun sedang diderita, riwayat

operasi, resiko penyakit atau komplikasi, riwayat

kesehatan keluarga, kemampuan kognitif.

c) Riwayat sosial yaitu menggali mengenai faktor sosial

ekonomi klien, situasi tempat tinggal, kejadian bencana

yang dialami, kepercayaan budaya dan agama, dukungan

kesehatan dan lain-lain (Kemenkes RI, 2014).

d) Riwayat pengobatan dan pemberian suplemen meliputi

pemberian resep dan pembelian obat bebas, suplemen

diet dan herbal, obat tidak resmi (Nutrition Diagnosis &

Intervention, 2011).

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


17

b) Diagnosis Gizi

Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan

memberi nama masalah gizi aktual, dan/atau berisiko

menyebabkan masalah gizi (Par’i, 2014). Diagnosis gizi

diuraikan atas komponen masalah gizi (problem), penyebab

masalah gizi (etiology), serta tanda dan gejala masalah gizi

(sign and symptoms).

Problem (P) atau masalah gizi mencakup 3 dominan

yaitu asupan makan/nutrient, klinik dan lingkungan. Etiology

(E) merupakan faktor-faktor penyebab yang melatari masalah

gizi dan berkembangnya masalah pathopsikologis,

psikososial, situasional, masalah perkembangan, budaya

dan/atau lingkungan. Ini berhubungan dengan problem yang

ditentukan dengan kata “berkaitan dengan”. Sign/symptoms

(S) atau tanda/gejala memuat data subjektif dan objektif yang

digunakan untuk menentukan apakah pasien/klien memiliki

diagnosa gizi yang rinci. Ini berhubungan dengan etiology

yang ditunjukkan dengan kata “ditandai dengan” (Nutrition

Diagnosis & Intervention, 2011).

c) Intervensi Gizi

Intervensi gizi adalah tindakan terencana dengan tujuan

untuk menghilangkan etiologi problem gizi atau mengurangi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


18

tanda-tanda dan gejala. Terdapat dua komponen yang

berkaitan dengan intervensi gizi, yaitu perencanaan dan

implementasi (Par’i, 2014). Intervensi gizi dikelompokkan

dalam 4 domain, yaitu:

c.1) Pemberian makanan dan zat gizi

Pemberian makanan dan zat gizi merupakan

penyedian makanan atau zat gizi sesuai kebutuhan

melalui pendekatan individu meliputi jenis, frekuensi,

modifikasi diet, pemberian enteral, suplemen, substansi

bioaktif, suasana makan dan pengobatan terkait dengan

gizi (Par’i, 2014).

c.2) Edukasi gizi

Edukasi merupakan proses formal dalam melatih

ketrampilan atau membagi pengetahuan yang membantu

pasien/ klien mengelola atau memodifkasi diet dan

perubahan perilaku secara sukarela untuk menjaga atau

meningkatkan kesehatan (Kemenkes RI, 2014).

c.3) Konseling gizi

Konseling gizi bersifat suppotive process, adanya

hubungan kerja sama antara konselor dan pasien dalam

menentukan prioritas, tujuan atau target, merancang

rencana kegiatan, dan membimbing pasien untuk

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


19

merawat diri sesuai dengan kondisi yang dihadapi pasien

(Par’i, 2014).

c.4) Koordinasi gizi

Kegiatan dietisien melakukan konsultasi, rujukan

atau kolaborasi, koordinasi pemberian asuhan gizi

dengan tenaga kesehatan/institusi/ dietisien lain yang

dapat membantu dalam merawat atau mengelola masalah

yang berkaitan dengan gizi (Kemenkes RI, 2014).

d) Monitoring dan Evaluasi Gizi

Monitoring gizi adalah kegiatan mengkaji ulang dan

mengukur secara terjadwal indaktor asuhan gizi pasien sesuai

dengan kebutuhan yang ditentukan. Sedangkan evaluasi gizi

adalah membandingkan secara sistematis data sebelum

dilakukan intervensi dengan data setelah intervensi atau

menggunakan rujukan/standar. Kegiatan ini bertujuan untuk

mengetahui respons pasien terhadap intervensi yang telah

dilakukan dan keberhasilan intervensi (Par’i, 2014).

4. Penatalaksanaan Gizi pada Pasien Diabetes Melitus

a. Skrining Gizi

Skrining gizi dilaksanakan dengan menggunakan form

skirining gizi yang disesuaikan dengan usia pasien. Metode

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


20

skrining gizi untuk pasien dewasa menggunakan NRS-2002,

sedangkan untuk pasien lansia menggunakan MNA-SF.

b. Pengkajian Gizi (Assessment Gizi) pada Pasien DM

Pengkajian Gizi (Assessment) merupakan kegiatan

mengumpulkan data pasien yang merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi status gizi pasien. Data tersebut dikelompokkan

berdasarkan kategori pengkajian gizi yaitu: (Kemenkes RI, 2014)

1) Data antropometri/ Antropometri Data (AD)

Antropomeri dapat dilakukan dengan pengukuran tinggi

badan dan pengukuran berat badan. Pada kondisi tinggi badan

tidak dapat diukur digunakan pengukuran panjang ulna yang

merupakan estimasi tinggi badan. Pengukuran lain seperti

lingkar lengan atas (LiLA) untuk estimasi berat badan dan

status gizi. Penilaian status gizi dilakukan dengan

membandingkan hasil pengukurn tersebut dengan kriteria yang

ditetapkan (Kemenkes. 2013).

Estimasi TB dengan ULNA dari rumus Ilayperuma


Laki-laki = 97,252 + (2,645 x ULNA)
Perempuan = 68,777 + (3,536 x ULNA)

Gambar 1. Anatomi Tulang Ulna

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


21

Gambar 2. Pengukuran Panjang Tulang Ulna

Status gizi berdasarkan persentil LiLA


% persentil LiLA = x 100%

Tabel 2. Kategori status gizi menurut persentil LLA


Status Gizi Persentil
Obesitas >120%
Overweight 110-120%
Gizi baik 85-110%
Gizi kurang 70,1-84,9%
Gizi buruk <70%
Sumber : Sjarif et al., 2014

2) Data biokimia/ Biochemical Data (BD)

Data biokimia pada pasien DM berupa kadar glukosa

darah, nilai HbA1c, Trigliserid, Kolestrol, LDL, HDL,

Albumin, Ureum, Kreatinin, dan Keton.

Tabel 3. Pemeriksaan Biokimia


Data Laboratorium Nilai Rujukan
Kadar glukosa darah
GDP <100 mg/dl
GDS <200 mg/dl
GD2PP <145 mg/dl
HbA1c 4-5,6%
Trigliserid 4-155 mg/dl
Kolesterol <200 mg/dl
LDL <130 mg/dl
HDL 230-460 U/I
Albumin 4-5,3 g/dl
Ureum 10-50 mg/dl
Kretinin <1,5 mg/dl
Keton Negatif
Sumber : Anggraeni, 2012

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


22

3) Data Fisik Terkait Gizi/ Physical Data (PD)

Data klinis berupa data tekanan darah, nadi, respirasi dan

suhu tubuh. Sedangkan data fisik berupa keadaan umum

pasien, kemampuan mencerna makanan, nafsu makan, keluhan

khas seperti sering lapar, sering minum, dan sering kencing

serta keluhan tidak khas (luka yang sukar sembuh, mata kabur,

kesemutan, cepat lelah, mudah mengantuk, gatal pada

permukaan kulit).

Tabel 4. Pemeriksaan klinis-fisik


Pemeriksaan Nilai Rujukan
Tekanan darah <130/<85 mmHg
Nadi 60-100 x/menit
Respirasi 14-20 x/menit
Suhu 36-37oC
Sumber : Buku pedoman Praktek FK Unsoed

4) Riwayat gizi/ Food History (FH)

Data riwayat gizi yang dikumpulkan meliputi asupan

makanan, gizi, dan perilaku yang berkaitan dengan makanan.

Data tersebut diketahui melalui metode recall 24-hour dan

Semi Quantitative Food Frequency Questionaire (SQFFQ).

Metode recall 24-hour merupakan metode survai konsumsi

pangan dengan wawancara untuk mengetahui konsumsi

makanan pasien selama sehari atau 24 jam kemarin (Sirajuddin

dkk., 2018). Metode SQFFQ dapat menggambarkan kebiasaan

pasien mengonsumsi makanan atau zat gizi pada masa lalu

yang berpengaruh pada kondisi kesehatan dan gizi pasien pada

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


23

masa sekarang. Menggali mengenai diet sebelumnya,

modifikasi diet dan pemberian makan enteral atau parenteral,

sehingga mengetahui order diet saat ini.

5) Data riwayat personal/ Client History (CH)

Pengumpulan data riwayat personal bertujuan untuk

mengetahui keadaan masa lalu dan perubahannya sampai

waktu terakhir, seperti riwayat personal, diagnosis medis,

riwayat sakit pasien, dan riwayat penyakit keluarga. Data

tersebut dapat dilihat pada rekam medik atau dapat diperoleh

dengan wawancara. Data riwayat personal digali untuk

mengetahui pengaruh riwayat klien terhadap kondisi

kesehatan.

c. Diagnosis Gizi pada Pasien DM

Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi

nama masalah gizi actual, dan/ atau berisiko menyebabkan masalah

gizi. Domain diagnosis gizi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

domain asupan, domain klinis, dan domain perilaku-lingkungan.

Domain asupan atau Nutrition Intake (NI) didefinisikan

sebagai permasalahan yang berhubungan dengan kandungan

energy, nutrisi, cairan, bahan-bahan bioakif melalui diet makan

atau dukungan asupan gizi (asupan gizi dari infus atau injeksi).

Pada pasien DM, diagnosis gizi dapat berupa intake karbohidrat

berlebih berkaitan dengan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


24

dan makanan mengenai intake karbohidrat yang tepat ditandai

dengan hiperglikemia dan asupan karbohidrat lebih tinggi dari

standar (Nutrition Diagnosis, 2011).

Domain klinis atau Nutrition Clinic (NC) didefinisikan

sebagai permasalahan mengenai gizi terkait dengan kondisi medis

atau fisik, seperti fungsi gizi, biokimia serta berat badan. Pada

pasien DM, diagnosis gizi dapat berupa perubahan nilai

laboratorium terkait zat gizi khusus berkaitan dengan diabetes

melitus ditandai dengan kadar glukosa darah lebih tinggi dari

normal (Nutrition Diagnosis, 2011).

Domain perilaku-lingkungan atau Nutrition Behavior (NB)

didefinisikan sebagai permasalahan mengenai gizi terkait dengan

pengetahuan, perilaku/keyakinan, lingkungan fisik, akses terhadap

makanan atau makanan sehat. Pada pasien DM, diagnosis gizi

dapat berupa Kebiasaan yang salah mengenai asupan makanan

berkaitan dengan kebiasaan makan tidak untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi ditandai dengan makan makanan yang kurang

beragam (Nutrition Diagnosis, 2011).

d. Intervensi Gizi

Intervensi gizi adalah tindakan terencana dengan tujuan untuk

menghilangkan etiologi, problem gizi atau mengurangi tanda-tanda

dan gejala. Intervensi gizi meliputi:

1) Tujuan diet

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


25

a) Memberikan terapi diet sesuai kondisi pasien untuk

menjaga agar status gizi tetap normal.

b) Memberikan asupan makan yang sesuai dengan kondisi

pasien.

c) Membantu mengendalikan kadar glukosa dalam darah serta

mengurangi tanda dan gejala.

2) Syarat diet

a) Diet 3 J : Jumlah, Jenis, Jadwal

Tepat jumlah energi dan zat gizi yang dibutuhkan.

Rekomendasi ADA untuk energi yang diberikan pada

pasien DM disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

Kebutuan karbohidrat 45-65% dari total energi, protein

sebesar 10-20% total asupan energi, dan lemak sekitar 20-

35% dari total energi serta kebutuhan vitamin, mineral dan

cairan disesuaikan dengan kondisi pasien.

Tepat jenis bahan makanan dan atau makanan. Pasien

DM dianjurkan memilih bahan makanan atau makanan yang

tidak cepat meningkatkan kadar glukosa darah.

Tepat jadwal makan dengan porsi kecil tapi sering

dalam waktu tertentu dapat membantu memperbaiki kadar

glukosa darah. Makan secara teratur seperti makan utama 3

kali dan makan selingan atau snack 2-3 kali sehari

(Supariasa. 2019)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


26

b) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan

tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai

bumbu.

c) Bahan makanan yang dianjurkan untuk pasien DM

adalah sebagai berikut: (1) sumber karbohidrat

kompleks, seperti nasi, jagung, roti, kentang, ubi,

singkong, dan talas. (2) sumber protein rendah lemak,

seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim. (3) sumber

lemak dalam jumlah terbatas atau tidak terlalu sering.

Makanan diolah terutama dengan direbus, disetup,

dikukus, atau dipanggang.

d) Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk pasien DM

adalah yang: (1) mengandung banyak gula sederhana

seperti guls pasir, gula jawa, sirup, jam, jeli, buah-

buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis,

minuman botol ringan, es krim serta kue-kue manis,

dodol, cake dan tarcis (2) mengandung banyak lemak,

seperti cake, makanan siap saji dan gorengan (3)

mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur

asin, makanan yang diawetkan (Almatsier, 2008).

3) Preskripsi Diet

a) Perhitungan kebutuhan gizi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


27

Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada

pasien berdasarkan diagnosis gizi, kondisi pasien dan

jenis penyakitnya.

b) Jenis Diet
Diet digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan DM

dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak

dan karbohidrat. Terdapat 8 jenis diet DM antara lain

diet DM I 1100 kkal, DM II 1300 kkal, DM III 1500

kkal. Penetapan diet ditentukan oleh keadaan pasien,

jenis DM, dan program pengobatan secara keseluruhan

(Almatsier, 2008).

c) Modifikasi Diet

Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan

biasa (normal) menjadi makanan lunak, saing dan cair.

Pengubahan tersebut berupa perubahan dalam

konsistensi, meningkatkan/menurunkan nilai energi gizi,

menambah/mengurangi jenis bahan makanan atau zat

gizi yang dikonsumsi, membatasi jenis atau kandungan

makanan tertentu, menyesuaikan komposisi zat gizi

(protein, lemak, KH, cairan dan zat gizi lain), mengubah

jumlah, frekuensi makanan dan rute makanan.

d) Jadwal Pemberian Diet

Jadwal pemberian diet/makanan dituliskan dengan pola

makan.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


28

e) Jalur Makanan

Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral dan

enteral tau parenteral (Kemenkes RI, 2013).

4) Perhitungan kebutuhan energy dan zat gizi. Perhitungan

kebutuhan gizi pada pasien diabetes mellitus menggunakan

rumus konsensus PERKENI 2015.

Energi = (BMR + Faktor aktifitas) – faktor usia


Tabel 5. Kebutuhan basal menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin Kebutuhan Kalori Basal
Laki-laki 30 kkal/kg BB
Perempuan 25 kkal/kg BB
Sumber : Konsensus PERKENI 2015
5) Monitoring dan Evaluasi

Monitoring gizi adalah kegiatan mengkaji ulang

dan mengukur secara terjadwal indaktor asuhan gizi pasien

sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Sedangkan

evaluasi gizi adalah membandingkan secara sistematis data

sebelum dilakukan intervensi dengan data setelah intervensi

atau menggunakan rujukan/standar.

Monitoring dan evaluasi diperoleh melalui

pengumpulan data mengenai antropometri, pemeriksaan

biokimia, klinis-fisik dan asupan makan pasien. Asupan

makan pasien di monitoring dengan menggunkanan metode

Food Weighing.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


29

B. Landasan Teori

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Hiperglikemia

kronik pada pasien diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan

jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Hermayudi dan Arini,

2017).

Skrining gizi dilakukan pada awal pasien masuk yang bertujuan

untuk mengidentifikasi apakah pasien berisiko malnutrisi atau tidak,

sehingga intervensi gizi yang dilakukan adalah untuk mencegah penurunan

status gizi pada pasien (Susetyowati, 2015). Proses asuhan gizi terstandar

dilaksanakan secara berurutan dimulai dari langkah assessment atau

pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi dan monitoring dan evaluasi gizi

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Pengkajian Gizi (Assessment) merupakan kegiatan mengumpulkan

data pasien yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status gizi

pasien. Pengkajian gizi terdiri dari data antropometri, biokimia, klinis-

fisik, riwayat makan dan riwayat personal. Diagnosis gizi adalah kegiatan

mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi aktual, dan/ atau

berisiko menyebabkan masalah gizi. Diagonisis tersebut meliputi domain

asupan atau Nutrition Intake (NI), klinis atau Nutrition Clinical (NC) dan

perilaku-lingkungan atau Nutrition Behaviour (NB). Intervensi gizi adalah

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


30

tindakan terencana dengan tujuan untuk menghilangkan etiologi, problem

gizi atau mengurangi tanda-tanda dan gejala. Intervensi tersebut

memberikan terapi diet dengan prinsip 3J (Jumlah, Jenis, Jadwal) dan

edukasi. Monitoring gizi adalah kegiatan mengkaji ulang dan mengukur

secara terjadwal indaktor asuhan gizi pasien sesuai dengan kebutuhan yang

ditentukan. Sedangkan evaluasi gizi adalah membandingkan secara

sistematis data sebelum dilakukan intervensi dengan data setelah

intervensi atau menggunakan rujukan/standar.

Gambar 3. Proses Asuhan Gizi pada Pasien Rawat Inap

Pasien
masuk

Tidak berisiko
Skrining Malnutrisi *)

3. Intervensi
Berisiko
Gizi
Malnutri 2. Diagnosis Gizi
si
1. Asesmen Gizi Perencanaan
Problem Implementasi
 Antropometri
 Biokimia Etiologi
 Klinis-Fisik
 Dietary History Signs/
 Lain-lain Symtomps 4. Monitering & Evaluasi
Monitoring Tujuan Pasien
Mengukur hasil STOP
Tercapai Pulang
Evalusi Hasil

Tujuan tidak Ada


Tercapai masalah
baru

Sumber : Kemenkes. 2014. Proses Asuhan Gizi Terstandar

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


31

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan penapisan gizi pasien DM di RS Margono


Soekarjo Purwokerto?
2. Bagaimana pelaksanaan pengkajian gizi pasien DM di RS Margono
Soekarjo Purwokerto?
3. Bagaimana pelaksanaan diagnosis gizi pasien DM di RS Margono
Soekarjo Purwokerto?
4. Bagaimana pelaksanaan intervensi gizi pasien DM di RS Margono
Soekarjo Purwokerto?
5. Bagaimana pelaksanaan eduksi gizi pasien DM di RS Margono
Soekarjo Purwokerto?
6. Bagaimana pelaksanaan monitoring evaluasi gizi pasien DM di RS
Margono Soekarjo Purwokerto?

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai