Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DIABETES MELLITUS (DM)


I.

KONSEP DASAR
1. Definsi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang terjadi
karena kurangnya produksi insulin secara absolut maupun relatif
dengan karakteristik adanya kelainan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak.
(Billings, 1987: Hal 352).
Diabetes melitus adalah kelompok gangguan genetik dengan
karak
Teristik yang heterogen yang disebabkan oleh peningkatan kadar
gula dalam darah atau hyperglicemia ( Brunner and Sudarths. Tex
book of medical surgical nursing.Eight Editions 1996).
2. Anatomi
Pancreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin.
Yang terletak di abdomen bagian tengah, dibawah dan
dibelakang lambung, didepan vertebra lumbal pertama.
Panjangnya 15cm, lebar 5cm mulai dari duodenum sampai
limpha, berat 60-90gram tediri dari 3 bagian :
a. Kepala pancreas terletak di sebelah kanan abdomen
didalam lengkungan duodenum.
b. Badan pancreas merupakan bagian utama pancreas yang
terletak di belakang lambung, di depan vertebra lumbalis
pertama.
c. Bagian yang runcing merupakan ekor pancreas, yang
terletak di sebelah kiri yang sebenernya menyentuh limpa.
Struktur pancreas : merupakan kumpulan kelenjar yang
masing masing mempunyai saluran, saluran tersebut bersatu
menjadi duktus pankreatikus; duktus pankreatikus menjadi duktus
koleduktus yang diteruskan ke duodenum dibawah pilorus.
Pankreas disebut juga sebagai organ rangkap, mempunyai dua
fungsi yaitu :
a. Fungsi Eksokrin yang mensekresi enzim pancreatin untuk
pencernaan
b. Fungsi Endokrin mempunyai 3 jenis sel
Sel mensekresi glucosa untuk meningkatkan glucosa
darah.
Sel mensekresi insulin yakni hormon insulin mengatur
metabolisme
protein,
lemak,
karbohidrat
dengan
cara
meningkatkan permiabilitas sel, yang diberikan dengan suatu

reseptor tertentu pada membran sel sehingga karbohidrat,


protein, lemak masuk dalam sel di pulau langerhans.
Sel mensekresi somatostatin.
Sel Langerhans akan mengeluarkan
hormon insulin yang
berfungsi:
1) Menghilangkan atau menghentikan pemecahan glikogen
menjadi glukosa.
2) Memacu glukosa masak ke dalam sel.
3) Memacu enzim yang mengubah glukosa menjadi glikogen
dan lemak. Sedangkan glukagon bekerja atau mempunyai
fungsi sebaliknya jika dibandingkan dengan insulin, dimana
bila glukosa dalam darah turu maka sel langerhans akan
mengeluarkan hormon glukagon yang berfugsi meningkatkan
pemecahan glukogen menjadi glukosa dan meningkatkan
proses glikoneogenosis. Insulin dibutuhkan oleh tubuh untuk
mengubah glukosa menjadi energi dan proksinya dipacu oleh
glukosa dalam aliran darah.
KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat intoleransi diabetes milletus dikenal
dua tipe yaitu:
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
DM tipe I dikenal sebagai Diabetes Juvenille, berkembang
sejak masa kanak kanak dan sebelum usia 30 tahun. Para
penderita harus mendapat suntikan insulin karena pancreas
tidak dapat memproduksi insulin atau produksinya sangat
sedikit.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM)
Dalam tipe II pada usia 40 tahun atau lebih, pada golongan
ini biasanya terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal
karena interaksi insulin dengan reseptor insulin pada sel
kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan
berkurangnya sekeresi insulin relatif. Pada penderita tipe
dua diberikan terapi diet dan obat oral diabeticum.
3. ETIOLOGI
Faktor faktor yang berperan terjadinya diabetes mellitus
(DM):
a. Faktor primer atau genetik
DM yang tidak diketahui penyebabnya dan pada umumnya
karena faktor keturunan yang berdasarkan hukum mendel
(dibawa oleh gen gen dalam kromosom)

Contoh : jika kedua orangtua DM maka semua anak DM dan


jika satu orangtua DM maka beberapa anak DM

b. Faktor sekunder atau non genetik


1) Infeksi;
virus
sebagai
faktor
pencetus
seperti
pankreatitis, hepatis, mumps, varicella dll.
2) Nutrisi; obesitas, malnutrisi protein, alkoholisme, stress
fisik emosi.
3) Obat-obatan.
4) Penyakit; endokrin, pankreas, empedu.
5) Kehamilan; masa gestasional.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang khas dari diabetes mellitus adalah:
a. Poliuria: frekuensi dan jumlah kencing yang berlebihan
terutama pada malam hari.
b. Poliphagia: makan yang sering dan banyak karena sering
merasa lapar.
c. Polidipsi: cenderung merasa haus karena banyak urine yang
keluar sehingga banyak minum.
d. Obesitas, dapat juga penurunan berat badan secara cepat.
e. Parestesi pada akral.
f. Keringat dingin.
g. Cepat capai dan lemah.
h. Gatal-gatal (pada wanita gatal di vulva, keputihan)..
i. Sering kesemutan.
j. Penglihatan ganda.
k. Gangguan elektrolit.
l. Luka sulit sembuh.
5. Patofisiologi
Manifestasi klinik diabetes dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien yang menderita
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal. Kalau hiperglikemia parah melebihi
ambang ginjal bagi zat tersebut, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan pengeluaran urine
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang
bersama urine, maka pasien menderita keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang.
Rasa lapar semakin besar (poliphagia) mungkin timbul
sebagai akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lemah dan
mengantuk. Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes
antara
lain:
pembuluh-pembuluh
kecil
(mikroangiopati),
pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati).
Mikroangiopati merupakan lesi
spesifik diabetes yang
menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syarafsyaraf perifer, otot-otot dan kulit. Makroangiopati mempunyai
gambaran berupa aterosklerosis.

Pada
akhirnya
akan mengakibatkan penyumbatan
vaskuler. Kalau ini mengenai arteri-arteri perifer maka dapa
mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer yang disertai dengan
ganggren pada ekstremitas.
6. Komplikasi
a. Hipoglikemia/hiperglikemia.
b. Diabetik ketoasidosis.
c. Mikroangiopati retinopati, nefropati, neuropati.
d. Makroangiopati; cardiovaskuler, cerebrovaskuler, pepriphural
vaskuler.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu.
b. Gula darah puasa: meningkat bila pasien tidak mengonsumsi
nutrisi lebih dari air untuk kurang lebih 3 jam.
c. Glukosa darah Post Pradial: meningkat 2 jam setelah makan
dan menggambarkan efisiensi dari insulin mediated glukosa
dan jaringan perifer.
d. Glycosylated Haemoglobin (HbA1C): normalnya glukosaa
berikatan dengan molekul Hb dalam sel darah merah. Sekali
terikat tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu pengikatan
kadar glukosa dalam darah akan meningkat kadar HbA 1C.
Hasil tes ini menunjukkan rata-rataa tingkat glukosa darah
sebelum dari 3 bulan, dan ini berguna dalam evaluasi kontrol
glycemic jangka panjang.
e. Glycosylated Albumin (Fructosamine): glukosa juga berikatan
dengan protein khususnya albumin. Nilai fruktosamine ratarata lebih dari glukosa darah sebelum 2-3 minggu.
f. Connecting Peptida (C-Peptida): sebagai indikasi jumlah
produksi insulin endogen.
g. Test Oral Glukosa Toleransi (TTG): TTG = 200 mg/dl. Biasanya
tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat pada stress.
h. Urilanisa positif terhadap glukosa, protein dan keton.
Kolesterol dan kadar trigliserida dapat meningkat menandakan
ketidak adekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas terjadinya arterosierosis.
i. Elektrolit: sodium bisa naik atau normal, potassium
normal/turun, phospor biasanya turun.

8. Therapi
a. Aktifitas dan latihan.
Fungsi latihan:
1) Menurunkan kadar gula darah akibat metabolisme yang
meningkat.
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat
dalam keadaan normal.
3) Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke
dalam sel.
Latihan yang dianjurkan: fitnes, kelenturan otot aerobik, jalan
santai. Yang perlu diperhatikan terapi aktifitas:
Jangan mulai berolahraga jika kadar gula darah rendah.
Jangan menggunakan sepatu yang sempit, karena luka
sekecil apapun dapat menimbulkan komplikasi parah.
b. Diet.
1) Diet ditujukan pada pengaturn jumlah kalori dan KH
yang dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan
tergantung pada kebutuhan untuk mempertahankan,
mengurangi atau mencegah obesitas atau menambah
glukosa.
2) Kebehasilan diet tergantung pada pasien dan
ketaatannya terhadap nutrisi sesuai dengan kebutuhan.
Prinsip: menyediakan makanan yang bergizi sesuai
dengan berat badan disesuaikan dengan kadar gula
darah.
c. Obat.
Kalau pasien memerlukan obat-obatan biasannya agen
hipoglikemia fisiologis yang disebut insulin, diberikan dalam
bentuk injeksi. Bisa juga diberi obat anti diabet oral berupa
tablet diabetikum.
Pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi
rendahnya gula darah, kebutuhan insulin biasanya meningkat
pada pasien yang mengalami: penyakit serius, penyakit
infeksi dan menderita trauma berat.
Dosis insulin diberikan sesuai dengan respon pasien atau
dikontrol pemeriksaan gula darah dan urine, kemudian
perhatikan komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat
pemberian insulin.

II.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
Tipe I;
Riwayat keluarga penderita DM.
Berat badan menurun.
Gejala yang pertama kali muncul (akut).
Biasanya terjadi pada usia >30 tahun.
Tipe II;
Riwayat keluarga penderita DM.
Kemungkinan obesitas.
Terjadi pada usia <30 tahun.
Gejala yang muncul secara bertahap.
2. Pola nutrisi metabolik.
Tipe I;
Polidipsi.
Poliphagia.
Kadang-kadang mual dan nausea.
Perut tegang, bising usus berkurang.
Tipe II;
Polidipsi.
Poliphagia.
Riwayat diet TKTP.
Luka yang sulit sembuh, infeksi kulit, kulit kering, hangat dan
merah.
3. Pola eliminasi.
Tipe I;
Poliuria.
Dapat terjadi konstipasi atau diare.
Iritasi perineum.
Tipe II;
Dapat muncul keluhan poliuria.
Konstipasi atau diare.
Riwayat penggunaan obat diuretik.
Infeksi vagina, keluarnya cairan pervagina/flour albus.
4. Pola aktifitas dan latihan.
Tipe I;
Keluhan tiba-tiba lemas.
Riwayat latihan fisik yang tidak teratur.
Takikardia, postural hipotensi, sincope, pernapasan
kussmaul.
Tipe II;
Keluhan lemas secara bertahap dan cepat lelah.
Riwayat latihan fisik yang tidak teratur.

5. Pola tidur dan istirahat.


Tipe I; gangguan tidur karena nocturia.
Tipe II; nocturia, menguap setelah makan.
6. Pola persepsi dan kognitif.
Tipe I;
Bisa muncul keluhan pusing atau hipotensi.
Mudah tersinggung, bingung dan koma.
Tipe II;
Mengeluh gatal, akut UTTI berulang, vaginitis yang berulang.
Penyembuhan luka yang lama.
Pengihatan kabur.
Kram otot, kesemutan, nyeri abdomen.
Ekstremitas; kesemutan, nyeri dan kram.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipo/hiperglikemia berhubungan dengan ketidak adekuatan
insulin.
2. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan intake, mual,
muntah.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi darah.
6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi kesehatan, adanya
gangren, prosedur operasi dan kehilangan aggota badan.
7. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan sistemik berhubungan
dengan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer,
aterosklerosis.
8. Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus,
sirkulasi tidak adekuat.

C. Rencana Keperawatan
Dx. 1. Hipo/hiperglikemia berhubungan dengan ketidak adekuatan
insulin.
Hasil yang diharapkan:
o Tidak terjadi hipoglikemia/hiperglikemia.
o Kadar gula darah dalam batas normal (GDS < 140 mg/dl).
Intervensi
Rasional
a. Kaji
tanda
dan
gejala a. Reaksi insulin dapat terjadi
hipo/hiperglikemi:
pucat,
secara
tiba-tiba
yaitu
keringat dingin, sakit kepala,
hipo/hiperglikemia
yang
gemetaran.
dapat berakibat fata.
b. Kaji membran mukosa yang b. Hiperglikemi
akan
kering, turgor kulit dan nyeri
menyebabkan
dehidrasi
abdomen.
karena hiperosmolar.
c. Monitor
tingkat
glukosa, c. Untuk memonitor respon
kadar aseton dalam urine
tubuh pasien.
dan catat berat jenis urine
setiap hari.
d. Cairan sebagai pengganti
d. Beri
dan
pertahankan
untuk
mencegah
pemberian cairan melalui IV.
peningkatan
lebih
lanjut
kadar glukosa darah dan
mengganti
sodium
pada
e. Beri terapi medik sesuai
ketoasidosis.
program (insulin atau terapi e. Insulin akan meningkat pada
oral).
sel
yang
menyebabkan
penurunan glukoneogenesis.
f. Kolaborasi cek gula darah f. Sebagai
data/indikasi
setiap
pemberian
insulin
pemberian terapi.
atau pada waktu sudah
ditentukan.
x. 2. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
Hasil yang diharapkan:
o Hidrasi yang memadai ditandai dengan TTV stabil, turgor kulit
baik, elastis, mukosa lembab.
Intervensi
Rasional
a. Kaji
tanda-tanda
vital, a. Hipovolemik dapat diajukan
perhatikan
perubahan
dengan
hipotensi
dan
tekanan darah osteostatik.
takikardia.
b. Kaji membran kulit/membran
hidrasi
dan
mukosa dan waktu pengisian b. Mengetahui
sirkulasi
tubuh
yang
kapiler.
c. Kaji
riwayat
yang
adekuat.

berhubungan dengan urine


yang berlebihan.
d. Monitor dan catat intake dan
output, cek keton dalam
urine.
e. Pertahankan
pemasukan
cairan 2,5-3 liter/hari.
f. Kolaborasi
dengan
tim
medik, pemeriksaan serum
elektrolit dan terapi cairan
intravena.

c. Menilai seluruh kekurangan


volume dan gejala.
d. Untuk
mengetahui
ketidakseimbangan cairan di
dalam tubuh.
e. Memenuhi
status
cairan
dalam tubuh.
f. Mengidentifikasi
adanya
kekurangan elektrolit dan
sebagai pemenuhan cairan
yang
keluar,
mencegah
terjadinya dehidrasi.

Dx. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan intake, mual, muntah.
Hasil yang diharapkan:
o Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
o BB dalam batas normal, kebutuhan kalori terpenuhi, hasil gula
darah dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji pola makan (program
diet yang dijalankan).
b. Timbang BB setiap 1 minggu
sekali.
c. Pantau kadar
kolaborasi.

gula

darah

d. Kaji dan catat keluhan mual


pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter
untuk
pemberian
terapi
insulin.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi.

Rasional
a. Menentukan
selanjutnya.

tindakan

b. Mengetahui jumlah nutrisi


yang baik.
c. Mengetahui tanda dini dan
menghindari
hipo/hipergilikemia.
d. Untuk mengetahui tingkat
nafsu makan pasien.
e. Untuk menurunkan kadar
gula darah.
f. Bermanfaat
dalam
perhitungan
dan
penyesuaian
diet
untuk
memenuhi
kebutuhan
nutrisi.

Dx. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Hasil yang diharapkan:
o Pasien dapat beaktifitas kembali secara mandiri.
Intervensi
Rasional

a. Kaji
tanda-tanda
vital
sebelum
dan
sesudah
melakukan aktifitas.
b. Anjurkan
pasien
untuk
melakukan aktifitas
daily
living sesuai kemampuan.
c. Bantu
pasien
dalam
pemenuhan ADL-nya dan
dekatkan
alat
yang
diperlukan oleh pasien.
d. Tingkatkan partisipasi pasien
dalam melakukan akifitas
sesuai
dengan
yang
ditoleransi.

a. Mengidentifikasi
tingkat
aktifitas
yang
dapat
ditoleransi secara fisiologis.
b. Meningkatkan
harga
diri
positif.

c. ADL terpenuhi.

d. Membantu
meningkatkan
kemampuan kemandirian.

Dx. 5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


gangguan sirkulasi darah.
Hasil yang diharapkan:
o Tidak terjadi kerusakan integritas lebih lanjut ditandai dengan
tidak ada tanda-tanda infeksi dalam waktu 1 minggu.
o Tidak terjadi perlukaan baru.
Intervensi
a. Kaji kondisi kulit setiap hari.
b. Kaki dibersihkan dengan air
hangat dan sabun bersih.
c. Keringkan kaki, khususnya di
sela jati, olesi lotion pada
seluruh kaki kecuali di sela
jari.
d. Letakkan bantal di bawah
betis sehingga kedua tumit
dapat terangkat.
e. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat luka
bila ada.

Rasional
a. Untuk mengetahui apakah
terdapat
kerusakan
kulit
(kering/pecah).
b. Melancarkan sirkulasi dan
mematikan kuman.
c. Mencegah
kekeringan
di
kulit.

d. Mencegah
terjadinya
penekanan pada kulit.
e. Mempercepat
penyembuhan.

Dx. 6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi kesehatan, adanya


gangren, prosedur operasi dan kehilangan aggota badan.
Hasil yang diharapkan:
o Pasien tampak rileks dan dapat mengungkapkan perasaannya.
Intervensi
Rasional

a. Catat perilaku cenderung


tidur, mudah tersinggung,
menolak,
kontak
mata
berkurang, suka menuntut.
b. Ciptakan
suasana
yang
tenang dan lingkungan yang
mendukung untuk istirahat.
c. Tunjukkan sikap tenang.

d. Kolaborasi dengan medik


tentang pemberian sedatif.

a. Indikator
kecemasan/stress.

tingkat

b. Mengurangi stressor baru


dan mengurangi kecemasan.
c. Dukungan
yang
adekuat
membantu pasien merasa
lepas dari stress sehingga
menunjukkan
proses
pemulihan.
d. Menurunkan kecemasan.

Dx. 7. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan sistemik


berhubungan dengan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer,
aterosklerosis.
Hasil yang diharapkan:
o Tekanan darah dan nadi dalam batas normal (TD: 120/80; N:
60-100 x/m).
o Akral hangat dan warna kulit normal.
o Pernapasan 12-20 x/menit.
o Waktu kapiler refill < 3 detik.
Intervensi
a. Monitor TTV (TD, N, P, HR),
gelisah, bingung, pucat,
sianosis.
b. Ukur intake dan output,
lapor bila urin < 30 cc/jam.
c. Anjurkan pasien untuk tirah
baring dan jelaskan pada
pasien
manfaat
dan
pentingnya tirah baring.
d. Berikan posisi semifowler.
e. Pantau data laboratorium,
contoh:
AGD,
BUN,
kreatinin.

Rasional
a. Sebagai
indikator
awal
terjadinya penurunan perfusi
jaringan sistematik.
b. Penurunan urin menandai
adanya penurunan perfusi
jaringan.
c. Mempertahankan
perfusi
jaringan dengan baik.
d. Pemenuhan
adekuat.
e. Indikator
organ.

oksigen

yang

perfusi/fungsi

Dx. 8. Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus.


Hasil yang diharapkaan:
o Pasien dapat mengontrol nyeri atau nyeri berkurang ditandai
dengan menunjukkan keadaan rileks dan dapat tidur serta
istirahat dengan tenang.

a.

b.

c.

d.

Intervensi
Kaji keluhan nyeri, lokasi,
frekuensi, serta intensitas
nyeri pasien.
Anjurkan
pasien
untuk
menginformasikan
rasa
nyeri.
Perhatikan kembali hal-hal
yang
memberatkan
atau
meningkatkan nyeri.
Beri posisi yang nyaman bagi
pasien dan anjurkan pasien

Rasional
a. Memberikan
data
dasar
untuk
mengevaluasi
kebutuhan.
b. Untuk
keperluan
dalam
pemberian analgesik.
c. Menentukan
faktor-faktor
pencetus atau meningkatkan
rasa nyeri.
d. Meningkatkan relaksasi dan
mengurangi nyeri.

untuk tarik napas dalam bila


nyeri muncul.
e. Beri obat analgesik seuai
dengan program medik.

e. Mengurangi nyeri.

Dx. 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus,


sirkulasi tidak adekuat.
Hasil yang diharapkan:
o Kerusakan integritas kulit tidak menimbulkan infeksi ditandai
dengan tidak ada tanda infeksi dalam waktu 1 minggu.
Intervensi
Rasional
a. Kaji keadaan luka setiap hari. a. Mengetahui
adanya
perbaikan
pada
luka
b. Rawat
luka
dengan
gangren.
menggunakan teknik aseptik. b. Membantu
proses
c. Letakkan bantal di atas betis
penyembuhan luka gangren.
pasien sehingga kedua tumit c. Mencegah
terjadinya
dapat terangkat.
penekanan pada tumit dan
d. Anjurkan pasien untuk tidak
membantu
melancarkan
terlalu
banyak
sirkulasi darah.
menggerakkan kaki yang ada d. Mencegah cedera pada luka.
luka.
e. Beri obat untuk luka sesuai
pesanan medik.
e. Membantu proses sirkulasi
ke daerah luka sehingga
mempercepat penyembuhan
luka.

Anda mungkin juga menyukai