Oleh kelompok :
1. Prisqila Willa
2. Kristina Kurnia
3. Bella Panie
4. Olivia D. Ngana
5. Januario Freitas
6. Yuliester Dahi Kale
KUPANG
2024
KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Diabetes militus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin
atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler dan neuropati ( Suci, 2019)
Diabetes militus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup dalam
memproduksi insulin (hormon yang mengatur gula darah, atau glukosa), atau ketika
tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (WHO, 2016).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Decroli, 2019).
Diabetes militus adalah penyakit menahun (kronik) berupa gangguan metabolik
yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal, yang ditandai dengan
poliuri, polidipsi dan polifagia. (Kemenkes, 2020).
2. Klasifikasi
1. Tipe 1 insulin dependent diabetes militus (IDDM) diabetes militus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen menderita diabetik adalah tipe I sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awalnya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun
2. Tipe II non insulin dependent diabetes militus (NIDDM)/ diabetes militus tak
tergantung insulin (DMTTI)
90%-95% menderita diabetes tipe II kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin ( resisten insulin ) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diiet dan olahraga.jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik( suntikan insulin dibutuhkan) jika preparat oral tidak mengontrol
hiperglikemia) terjadi paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada orang yang obesitas(Faris, 2023)
3. Etiologi
Penyebab belum diketahui secara pasti penyebabnya, diperkirakan faktor genetik menjadi
penyebab terjadinya retensi insulin pada pasien DM. Akibat dari gabungan dari
abnormalitas komplek insulin dan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin.
penyebab terjadinya diabetes menurut (Susanti, 2019)
a. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit diabetas
melitus. Sekitar 50% penderita diabetes melitus tipe 2 mempunyai orang tua yang
menderita diabetes.
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi sehingga akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Selain itu pada obesitas juga
terjadi penurunan adiponektin. Adiponektin merupakan hormon yang dihasilkan
adiposit dan berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara
menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot dan
hati sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan adiponektin menyebabkan
resistensi insulin. Adiponektin berkolerasi positif dengan HDL (high density
lipoprotein) dan berkorelasi negatif dengan LDL (low density lipoprotein).
c. Metabolic syndrom
Suatu keadaan seseorang menderita tekanan darah tinggi. Kegemukan dan
mempunyai kandungan gula dan lemak yang tinggi dalam darahnya. Orang yang
mengalami Metabolic syndrom adalah mereka yang mempunyai kelainan yaitu
tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg, kolesterol HDL kurang dari 40
mg/Dl, trigliserida darah lebih dari 150 mg/dl, obesitas sentral dan BMI lebih dari
30, lingkar pinggang lebih dari 102cm pada pria dan 88 pada wanita atau sudah
terdapat mikroalbuminuria.
d. Pola makan dan pola hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang banyak mengandung lemak dan
kalori tinggi sangat berpotensi untuk meningkatkan resiko terkena diabetes.
Adapun pola hidup buruk adalah pola hidup yang tidak teratur dan penur dengan
tekanan kejiwaan seperti stress yang berkepanjangan, perasaan khwatir dan takut
yang berlebihan .
e. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
f. Konsumsi obat
Konsumsi obat obat yang dimaksud ialah riwayat konsumsi obat-obatan dalam
waktu yang lama seperti adrenalin, diuretika, kortokosteroid, ekstra tiroid dan
obat kontrasepsi
4. Manifestasi Klinis
a. Gejalah akut penyakit Diabetes Melitus diantaranya
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (polifagia)
Pasien dengan Diabetes Melitus, karena insulin bermasalah pemasukan gula
kedalam sel-sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itu
sebabkan orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga timbul perasaan selalu
ingin makan (Faris, 2023 )
b) Pengeluaran urin (poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume urin dalam 24 jam meningkat melebihi
batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala Diabetes Melitus karena kadar
glukosa dalam tubuh yang relatif tinggi sehingga tubuh berusaha mengeluarkan
kelebihan glukosa melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi
pada malam hari dan urin yang dikeluarkan banyak mengandung glukosa (Faris,
2023 ).
c) Sering merasa haus (polidipsi)
Polidipsi adalah rasa haus yang berlebih timbul karena kadar glukosa dalam
darah terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Faris, 2023).
d) Penurunan berat yang drastis
Penyusutan berat badan pada pasien Diabetes Melitus disebabkan karena
tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energy untuk
tubuh (PERKENI, 2015).
b. Gejalah kronik yang sering dialami oleh penderita DM
a) Kesemutan
b) Gangguan penglihatan
c) Kulit terasa panas seperti tertusuk jarum
d) Mudah mengantuk
5. Patofisiologi
Diabetes melitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prospandial( sesudah makan) jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosurin). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejalah lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru
dari aam-asam amino dan substansi lain). Namaun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan
gejalah seperti nyeri abdomen, mual/muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kalainan metabolik tersebut dan mengatasi gejalah hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pamantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting (Muthia, 2019)
6. Penetalaksanaan medis
Penatalaksanaan diabetes militus menurut (Alfaqih, et al., 2022)
a. Terapi dengan insulin.
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes militus geriatri tidak berbeda dengan pasien
dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi
yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi
oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin
setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak
berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang
meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita
diabetes pasien lanjut usia.
b. Obat diabetik oral
1. Sulfonilurea adalah obat dengan golongan yang bekerja secara menstimulasi agar
insulin yang tersimpan dapat terlepas, menurunkan ambang sekresi insulin dan
untuk meningkatkan sekresi insulin sebagai rangsangan dari glukosa
2. Penghambat alfa glukosidase/acarbose
yaitu obat yang bekerja dengan cara menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi arbsobsi karbohidrat dan menghasilakn
penurunan pengkatan glukosa postprandial.
3. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat
meningkatkan efek insulin dengan meningkatkan PAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektiv untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglikemia.
Inhibitor a glukosidase adalah obat yang bekerja dengan cara menghambat cara
kerja enzim a glukosidase di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat
menurunkan penyerapan glukosa dalam darah dan dapat menurunkan
hiperglikemia pasca prandial.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita diabetes militus menurut (Intan H,
2023)
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130ml/dl, tes toleransi glukosa > 201 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa
2. Aseton plasma ( keton) positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4. Osmolaritas serum (>300 0sm/l)
5. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 : tea toleransi glukosa adalah tes
laboratorium untuk memeriksa kemampuan tubuh untuk memindahkan gula dari
darah ke jaringan seperti otot dan lemak.
b. Keluhan Utama
Pasien dengan keluhan utama yang berbeda-beda. Pada umumnya sering datang den
kerumah sakit dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan
berat badan turun. (Intan H, 2023)
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor risiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat
hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas, luka yang sukar sembuh, sakit kepala, mual muntah, lemah otot,
letargi, koma dan bingung
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini berhubungan
dengan proses genetic dimana orang tua dengan diabetes mellitus berpeluang untuk
menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d. Pola Aktivitas
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita Pola Aktivitas.
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
4) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
5) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
6) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
7) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
e. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
2) Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji
pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di
daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis, kaji
juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal ini
berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, penyebaran lemak dan, penyebaran masa otot,
berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis pasien
sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman (Intan H, 2023)
2. Diagnosis Keperawatan
Kondisi atau situasi yang berkaitan dengan masalah yang dapat menunjang kelengkapan
dan untuk menegakkan suatu diagnosis atau masalah keperawatan (SDKI PPNI, 2017).
1) Nyeri Akut (D.0077)
2) Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Neuropati perifer
3) Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0015)
4) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Gangguan toleransi glukosa
darah
5) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri
6) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
7) Risiko Infeksi dengan Faktor Risiko : Penyakit Diabetes Melitus
8) Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah dengan Faktor Risiko : Kurang terpapar
informasi tentang manajemen diabetes
9) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah tahap penyusunan luaran yang diharapkan serta penentuan
intervensi yang akan di lakukan (Tim Pokja SLKI PPNI, 2017)
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap pelaksanaan dalam proses
keperawatan . dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan pelaksanaan yang akan
mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan yang sudah ditetapakan. (Intan H, 2023)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil dari seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi
untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data subjektif, (S) adalah ungkapan
perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh pasien, data objektif (O)
keadaan objektif yang dialami pasien , analisa(A) yang membandingkan antara
informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, planing(P)
adalah rencana lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analis (Intan H, 2023)
DAFTAR PUSTAKA
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakulltas Kedokteran Universitas Andalas
Faris, M. (2019). Laporan pendahuluan Diabetes Militus Di Ruang Camelia Rsud Kota Bekasi
Intan H. (2023) Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Militus Di RSUD dr. Kanujoso
Balikpapan
Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Suci, L. (2019) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diabetes Militus Tipe II Dengan
Ketidakseimbangan nutrisi Kurang Di Ruang Melati 3 Rs Dr Soekardjo Tasikmalaya
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Nurbadriyah, W.D. (2020). Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis Dengan Pendekatan 3S.
Malang: Literasi Nusantara
Wahyuni Tri. Parliani dan Hayati Dwiva.2021. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Dilengkapi
Riset dan Praktik. Cv Jejak.