Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS KEPERAWATAN HOLISTIK CARE


DI PURI AHC GLENMORE BANYUWANGI

Disusun Oleh :
Herma Yanti
(202304015)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus Keperawatan Holistik Care berikut ini


disusun oleh:

Nama : Herma Yanti


Nim : 202304015
Judul Lp : Diabetes Melitus

Telah diperiksa dan di sahkan oleh pembimbing:


Pembimbing Lahan :
Pembimbing Institusi :

Hari :
Tanggal :

Banyuwangi, Maret 2024

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

Mahasiswa
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEPERAWATAN HOLISTIK CARE
DIABETES MELITUS

NAMA : Herma Yanti

NIM : 202304015

PRODI : Profesi Ners

JUDUL LP : Asuhan Keperawatan Holistik Care Diabetes Melitus

No Hari/tanggal Pembimbing Perbaikan/masukan TTD


A. Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah organ kelenjar yang terletak di perut bagian atas, tepat di
belakang perut dan di depan tulang belakang. Pankreas memiliki dua fungsi utama
dalam tubuh, yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Sebagian besar
pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin, yang berarti bahwa ia menghasilkan
enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Enzim-enzim
ini membantu dalam pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak dalam makanan yang
kita konsumsi sehingga dapat diserap oleh tubuh. Pada poin ini, fokus kita adalah pada
fungsi endokrin pankreas yang terkait dengan Diabetes Melitus. Pankreas memiliki
kelompok sel khusus yang disebut sel-sel beta yang terletak dalam kelompok kecil yang
disebut pulau Langerhans. Sel-sel beta adalah produsen insulin, hormon yang sangat
penting dalam regulasi kadar glukosa darah.
Insulin berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah dengan dua
mekanisme utama:
 Insulin meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh, terutama di otot
dan jaringan adiposa (lemak). Hal ini memungkinkan sel-sel tersebut
menggunakan glukosa sebagai sumber energi.

 Insulin merangsang hati untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen dan


menghentikan produksi glukosa oleh hati. Dengan demikian, insulin membantu
menurunkan kadar glukosa darah.

Ketika pankreas tidak berfungsi dengan baik, misalnya karena sel-sel beta
rusak atau tidak mampu memproduksi insulin yang cukup, terjadi gangguan dalam
regulasi glukosa darah. Hal ini dapat mengakibatkan Diabetes Melitus, di mana kadar
glukosa darah menjadi tinggi dan tidak terkendali. Dalam Diabetes Melitus, pankreas
tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup (diabetes tipe 1) atau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin dengan efektif (diabetes tipe 2). Kondisi ini
mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah, yang jika tidak diatur dengan baik,
dapat menyebabkan komplikasi serius pada organ tubuh yang penting.
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah yang terjadi akibat tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif (WHO,2019). Sedangkan Menurut International
Diabetes Federation (IDF) (2019), Diabetes Melitus adalah suatu kondisi kronik
serius yang terjadi ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh
tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau tidak efektif menggunakan
insulin yang dihasilkan. Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas untuk
mengubah glukosa menjadi glukosa. Apabila dalam tubuh manusia terjadi kekurangan
insulin maka bisa menyebabkan kadar gula tinggi atau hiperglikemi. Hiperglikemi
jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada
berbagai organ tubuh ,yang menyebabkan perkembangan komplikasi kesehata yang
melumpuhkan dan mengancam jiwa seperti penyakit
kardiovaskuler,neuropati,nefropati,dan penyakit mata yang menyebabkan retinopati
dan kebutaan (IDF,2017).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut International Diabetetes Federation (IDF) tahun
2019 adalah sebagai berikut:

a) Diabetes Melitus Tipe 1, terjadi karena adanya infeksi virus atau reaksi autoimun,
dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pankreas sebagai penghasil
insulin. Keadaan ini menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas, sehingga insulin
yang diproduksi sedikit atau tidak dapat memproduksi insulin sama sekali. DM tipe
ini paling sering terjadi pada anak-anak dan anak muda. Untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam rentang yang sesuai penderita harus diberikan injeksi insulin
secara teratur..

b) Diabetes Melitus Tipe 2, ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena


ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk merespon insulin, sehingga mendorong tubuh
untuk meningkatkan produksi insulin. Terjadinya DM tipe 2 ada hubungannya dengan
kelebihan berat badan,obesitas, usia, etnis dan riwayat keluarga. Upaya promosi gaya
hidup sehat dengan diet seimbang, aktifitas fisik teratur, berhenti merokok dan
pemeliharaan berat badan ideal dapat dilakukan dalam pengelolaan DM tipe ini.
Injeksi insulin dapat diberikan ketika terapi obat per oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemi.

c) Diabetes Melitus Gestasional, hiperglikemi terjadi dan terdiagnosa pertama kali


pada masa kehamilan, biasanya terjadi setelah kehamilan 24 minggu. Faktor risiko
terjadinya DM jenis ini, diantaranya kehamilan di usia tua, penambahan berat badan
berlebih selama kehamilan, sindrom ovarium polikistik dan riwayat melahirkan bayi
dengan kelainan bawaan. DM gestasional bersifat sementara selama kehamilan,
namun memiliki risiko untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 3-6
tahun setelah melahirkan.

d) Diabetes Melitus Tipe Lain, yaitu Sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal),
penyakit pada pankreas, dan diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan
glukortikoid pada HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

3. Etiologi
Penyakit Diabetes Melitus dapat disebabkan karena penurunan pada hormone insulin
yang diproduksi oleh pankreas. Mengakibatkan glukosa yang diolah tubuh tidak dapat
diproduksi dengan baik, sehingga kadar glukosa yang ada dalam tubuh akan
meningkat. Kurangnya insulindapat disebabkan karena terjadi kerusakan sel beta
dalam pankreas. DM sering sekali berkaitan dengan faktor resiko terjadinya
kegagalan jantung seperti kolesterol tinggi serta hipertensi (Utami, 2003 dalam Jilao,
2017)..

4. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan pada penyakit DM menurut Price
dan Wilson (2005) dalam Purwansyah ( 2019), yaitu :
a) Poliuria (sering buang air kecil)
Produksi urin yang meningkat pada penderita diabetes terjadi ketika ginjal tidak
mampu mengabsorbsi partikel gula sehingga urin yang dikeluarkan banyak
mengandung glukosa (Glukosuria). Produksi urin yang meningkat diginjal
merangsang penderita untuk sering buang air kecil.
b) Polidipsi (banyak minum)
Di saat ginjal tidak mampu mengabsorbsi partikel gula dapat menyebabkan
dehidrasi ekstra sel. Keadaan ini mengakibatkan penderita DM merasakan haus
secara berlebihan dan merangsang penderita untuk banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Pada penderita DM glukosa yang ada dalam darah tidak mampu berpindah ke
dalam sel sehingga suplai glukosa ke otak dan organ tubuh lainnya tidak
mencukupi Hal ini dapat menyebabkan penderita merasakan lapar berlebih,
sehingga memicu untuk banyak makan.
d) Kekurangan tenaga atau kelelahan
Kelelahan terjadi karena penurunan glikogenesis sehingga glukosa tidak dapat
disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya pemecahan lemak (lipolisis)
yang menyebabkan terjadinya trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam lemak
bebas sehingga cadangan lemak menurun.
e) Penurunan berat badan drastic
Penurunan berat badan pada penderita diabetes melitus menunjukkan rendahnya
trigliserida yang tersimpan dalam tubuh sebagai akibat adanya gangguan
metabolisme lipid (Wang et al,2014). Trigliserida seharusnya digunakan sebagai
sumber energi untuk beraktivitas.
f) Penglihatan Kabur
Peningkatan kadar glukosa yang tinggi atau hiperglikemi dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga akan
terjadi penglihatan yang tidak jelas atau kabur.
g) Kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki
Mati rasa merupakan hasil hiperglikemi yang menginduksi perubahan resistensi
pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran darah saraf. Orang dengan
neuropati memiliki keterbatasan dalam kegiatan fisik sehingga terjadi peningkatan
gula darah (Kles,2006).
h) Lambatnya Proses Penyembuhan Luka
Kadar glukosa darah yang tinggi di dalam darah dapat menyebabkan pasien DM
mengalami penyembuhan luka yang lebih lama dibandingkan dengan manusia
normal ( Nagori & Solanki,2011).

5. Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat,protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara
optimal,jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanyaa. Gangguan
metabolisme terjadi karena tiga hal yakni, kerusakan pada sel beta pankreas karena
terpapar virus,bakteri,ataupun zat kimia lainnya.kedua ,dikarenakan penurunan
reseptor gula pada kelenjar pankreas. Dan yang ketiga karena kerusakan reseptor
insulin di jaringan perifer. Tanda dan gejala pada penderita diabetes melitus awalnya
ditandai dengan adanya kelebihan gula dalam darah yang akan menimbulkan suatu
kelainan pada neuropati dan adanya kelainan pada pembuluh darah. Neuropati
sensorik serta neuropati motorik akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada kulit
serta otot, selanjutnya akan terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
sehingga mempermudah timbulnya ulkus. Kerentanan pada infeksi akan
menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas atau menyeluruh.
Aliran darah yang kurang akan sulit di dalam pengelolaan ulkus diabetes (Askandar,
2001 dalam Fatmawaty Desi, 2019).
Pada saat awal membantuknya ulkus ada hubungannya dengan hiperglikemia
yang akan menimbulkan suatu efek di dalam saraf perifer. Dengan timbulnya suatu
tekanan mekanik akan terbentuknya keratin pada kaki yang mengalami beban yang
cukup besar. Neuropati sensori perifer kemungkinan yang akan terjadi trauma
berulang sehingga akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Dan yang selanjutnya
membentuk kavitas yang bisa membesar dan terjadi rupture hingga pada permukaan
kulit yang akan menimbulkan ulkus. 10 Menurut Suryadi, 2004 dalam Fatmawaty
Desi, (2019) penyakit neuropati merupakan salah satu faktor paling utama yang
mengkontribusi terjadinya luka. Pada pasien diabetik yang terjadi pada masalah luka
yang terkait dengan adanya pengaruh saraf yang ada pada kaki atau disebut dengan
neuropati perifer. Gangguan sirkulasi sering terjadi pada pasien diabetic. Efek
sirkulasi yang menyebabkan kerusakan pada saraf terkait dengan diabetic neuropati
yang akan berdampak pada suatu sistem saraf autonom, yang akan mengontrol fungsi
otot halus dan kelenjar. Adanya suatu gangguan pada saraf autonom akan
mempengaruhi terjadinya perubahan pada tonus otot yang akan menyebabkan kurang
normal nya aliran darah.
6. Pathway

Genetik, gaya hidup, obesitas,


Reaksi autoimun kurang olahraga, dll

Kerusakan sel beta Resistensi insulin,


pankreas gangguan sekresi insulin

Insulin menurun
Ketidakstabilan gula
Hiperglikemia darah

Glikosuria Metabolisme lemak


dan protein tergangu

Osmotik diuresis Penuruna berat Sel kekurangan


Defisit Nutrisi
badan energi
Tubulus ginjal menurun
tidak mampu reabsorbsi Katabolisme protein,
liposis terganggu
Produksi urin Glukoneogenesis
meningkat

Poliuri
Metabolis Metabolisme Gliserol
Rasa lapar meningkat
protein lemak
Sel kekurangan
Gangguan rasa
cairan dan Dehidrasi Polifagi
nyaman BUN meningkat Ketogenesis
elektrolit
Meracuni sel Defisit
Rasa haus / Ketonemia
Risiko Syok tubuh pengetahuan
polidipsi
7. Komplikasi

Black&Hawks (2005); Smeltzer, et al (2008) dalam Santi Damayanti (2017)


mengklasifikasikan komplikasi DM menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronis:

a) Komplikasi akut

Dapat terjadi karena ketidak seimbangan akut kadar glukosa yaitu


hipoglikemia (Black & Hawks, 2005 dalam Santi Damayanti, 2017). Hipoglikemia
ialah komplikasi akut pada DM yang terjadi berulang ulang dan bisa menyebabkan
kematian (Cyer, 2005 dalam Santi Damayanti, 2017). Sedangakan hipoglikemia
diabetic dapat terjadi karena peningkatan pada insulin di dalam darah dan
menurunnya kadar gula dalam darah yang diakibatkan oleh terapi pada insulin yang
adekuat (Tomky, 2005 dalam Santi Damayanti, 2017).

b) Komplikasi kronis

Komplikasi kronis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Komplikasi makrovaskuler

Diakibatkan karena perubahan ukuran pembuluh darah. Pembuluh


darah tersebut akan menabal dan akan timbul sumbatan (occlusion). Komplikasi
makro yang sering terjadi pada penyakit : penyakit vaskuler perifer, penyakit
cerebrovaskuler, penyakit arteri koroner (Smeltzer, et al, 2008 dalam Santi
Damayanti, 2017). 12

2) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler akan melibatkan kelainan struktur pada


membran pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan yang terjadi pada
pembuluh darah tersebut akan mengakibatkan dinding pembuluh darah dapat
menebal sehingga perfusi jaringan mengalami penurunan (Sudoyo, et al 2006
dalam Santi Damayanti, 2017)
3) Komplikasi neuropati

Komplikasi neuropati perifer dan otonom menimbulkan masalah pada


kaki yaitu ulkus kaki diabetic, umumnya tidak akan terjadi dalam 5-10 tahun
pertama setelah didiagnosis, akan tetapi tanda dari komplikasi ditemukan saat
awal terdiagnosis DM Tipe 2 karena DM yang dialami pasien tidak terdiagnosa
selama beberapa tahun (Smeltzer, et al. 2008 dalam Santi Damayanti, 2017).

8. Faktor Risiko
Beberapa faktor penyebab terjadinya Diabetes Melitus menurut Riyadi dan
Sukarmin (2008) dalam Purwansyah (2019), sebagai berikut:
a) Usia
Seiring bertambahnya usia seseorang akan mengalami penurunan fungsi
fisiologis terutama setelah usia 40 tahun. Resiko terjadi Diabetes Melitus lebih besar
karena penurunan fungsi pankreas dalam menghasilkan insulin.
b) Kelainan Genetik (keturunan)
Seseorang dengan keluarga mempunyai riwayat DM, risiko terjadi DM
karena seseorang yang menderita DM akan menurunkan fungsi insulin dengan
menginformasikan DNA terhadap keturunan berikutnya.
c) Pola Makan Yang Salah
Kebiasaan makan yang buruk dan tidak terkontrol akan berpengaruh pada
kerja organ pankreas. Resistensi insulin dapat terjadi karena gangguan kinerja insulin
atau kerusakan insulin akibat dari tubuh yang mengalami malnutrisi.
d) Obesitas
Pada orang dengan obesitas atau kegemukan membutuhkan energi sel dalam
jumlah banyak, sehingga akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa yang dapat
menyebabkan hipertropi sel beta pankreas. Keadaan ini dapat menyebabkan insulin
yang dihasilkan pankreas menurun.
e) Gaya Hidup Stres
Perubahan perilaku dalam mengkonsumsi makanan cepat saji akan mudah
dialami pada seseorang yang sedang mengalami stres. Metabolisme glukosa terjadi
peningkatan karena tubuh memerlukan energi lebih besar, sehingga akan berdampak
pada kerja pankreas karena kinerja insulin mengalami penurunan.
f) Infeksi
Masuknya kuman, bakteri maupun virus ke dalam pankreas dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel pada pankreas. Akibat dari kerusakan sel ini, fungsi
dari pankreas akan terganggu atau mengalami penurunan

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijaya&Putri (2013), pemeriksaan diagnostic Diabetes Mellitus


adalah :

a) Kadar gula

1) Gula darah puasa >140 mg/dl

2) Gula darah 2 jam post pradial >200 mg/dl

3) Gula darah sewaktu >200 mg/dl

b) Asam lemak bebas : peningkatan pada lipid dan kolesterol

c) Osmolaritas serum (>330 osm/l)

d) Urinalisis : proteinurin,ketonuria,glucosuria

10. Penatalaksanaan
Menurut PERKENI (2015), penatalaksanaan Diabetes Melitus secara umum
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Meminimalisir keluhan,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi akut
merupakan tujuan jangka pendek, sedangkan tujuan jangka panjang mencegah dan
menghambat faktor progresivitas mikroangiopati dan makroangiopati. Turunnya
morbiditas dan mortalitas DM merupakan tujuan akhir dari pengelolaan DM. Berikut
beberapa upaya dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a) Edukasi Kesehatan
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah memberikan
dukungan dan nasehat yang positif dengan memberikan informasi secara bertahap
dimulai dengan hal-hal yang sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
Materi edukasi yang diberikan pada tingkat awal meliputi pengenalan gejala dan
penanganan awal DM. Pada tingkat lebih lanjut materi edukasi meliputi pengetahuan
pencegahan dan penatalaksanaan penyulit/komplikasi DM ( PERKENI, 2015).
b) Perencanaan Makan
Prinsip pengaturan makan pada penderita DM adalah makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pengetahuan mengenai pentingnya 19 keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
kandungan kalori perlu diberikan pada penderita DM terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri
(PERKENI, 2015)
c) Latihan Jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging dan berenang, dilakukan secara teratur 3 sampai 5 kali per minggu selama 30
sampai 45 menit (PERKENI, 2015).
d) Intervensi Farmakologis
Ada dua jenis terapi farmakologis pada penatalaksanaan DM, yaitu terapi per
oral dan terapi melalui injeksi/suntik. Terapi per oral yang biasa digunakan
diantaranya obat untuk pemacu pengeluaran insulin yaitu Sulfonilurea dan Glinid, dan
obat untuk peningkat sensitivitas insulin yaitu Metformin dan Tiazolidindion.
Sedangkan terapi melalui injeksi, yaitu insulin, agonis dan kombinasi keduanya
biasanya diberikan pada kondisi hiperglikemi berat yang disertai ketosis atau gagal
terapi per oral dengan dosis optimal (PERKENI, 2015).
e) Pemeriksaan Gula Darah
Follow up teratur merupakan hal yang penting dilakukan untuk memantau
keberhasilan terapi dan mengatur dosis dan pilihan obat yang diberikan. Selain itu
pemeriksaan rutin gula darah bertujuan 20 untuk deteksi dini kemungkinan
munculnya komplikasi (Suciana, 2019).
B. Konsep Askep
1. Pengkajian
1) Identitas
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
tanggal MRS, dan diagnosa medis.

2) Keluhan utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya lemas
dan mudah mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat badan turun dan
mudah merasakan haus. Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetic
biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.

3) Riwayat penyakit sekarang


Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada pasien DM
tidak terdeteksi, pengobatan yang dijalani berupa kontrol rutin ke dokter maupun
instansi kesehatan terdekat.

4) Riwayat kesehatan dahulu


Dalam hal ini yang perlu dikaji yaitu tentang penyakit apa saja yang pernah
diderita. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
seperti penyakit payudara jinak, hyperplasia tipikal.

5) Riwayat penyakit keluarga


Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita penyakit DM.

6) Pola sehari-hari
1) Persepsi, persepsi pasien ini biasanya akan mengatah pada pemikiran
negatif terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan perawatan.
2) Nutrisi, akibat produksi insulin tidak kuat atau adanya kurang insulin
maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga menyebabkan
keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum, BB menurun dan
mudah lelah.

3) Eliminasi, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik


yang menyababkan pasien sering kencing dan pengeluaran glukosa pada
urine. Pada eliminasi alva relatif tidak ada gangguan.

4) Tidur/istirahat, Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki


diabetik, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

5) Aktivitas dan latihan kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram oto,


gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan oto-otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.

6) Kognitif persepsi, pasien dengan gangren cenderung mengalami


neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

7) Persepsi dan konsep diri, adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka
yang sukar sembuh, lama perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).

8) Peran hubungan, luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percara diri dan menghindari keramaian.

9) Seksualitas, menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi


seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan netrofi.

10) Koping toleransi, waktu perawatan yang lama, perjalanan penyakit


kronik, tidak berdaya karena ketergantungan menyebablkan reaksi psikologis
yang negatif seperti marah, cemas, mudah tersinggung, dapat mengakibatkan
penderita kurang mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.

11) Nilai kepercayaan Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tapi
mempengaruhi pola ibadahnya.
7) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1) Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita yang sering muncul
adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran: normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar gula
yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan kompensasi kelebihan
kadar gula dalam darah).
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah (TD): biasanya mengalami hipertensi dan juga ada
yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N): Biasanya pasien DM mengalami takikardi saat beristirahat
meupun beraktivitas.
c) Pernapasan (RR): biasanya pasien mengalami takipnea.
d) Suhu (S): biasanya suhu tubuh pasien mengalami peningkatan jika
terindikasi adanya infeksi.
e) Berat Badan: pasien DM biasanya akan mengalami penurunan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan terjadi
peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola makan yang
terkontrol.

4) Kepala dan leher


a) Wajah, inspeksi lihat apakah kulit kepala dan wajah terdapat lesi,
edema atau tidak. Pada rambut terlihat kotor, kusam dan kering. Lihat
apakah wajah simetris atau tidak. Palpasi raba dan tentukan ada
benjolan atau tidak di kepala, tekstur kulit kasar/halus, ada nyeri tekan
atau tidak dan raba juga apakah rambut halus/kasar maupun ada
kerontokan.

b) Mata, inspeksi lihat bentuk mata simetris, ada lesi di kelopak mata,
amati reaksi pupil terhadap cahaya isokor/anisokor dan amati sklera
ikterus/tidak. Palpasi raba apakah ada tekanan intra okuler, kaji apakah
ada nyeri tekan pada mata.

c) Hidung, inspeksi lihat apakah hidung simetris/tidak, terdapat secret,


lesi, adanya polip, adanya pernapasan cuping hidung, kaji adanya nyeri
tekan pada sinus.

d) Telinga, inspeksi cek apakah telinga simetris, lesi, serumen/tidak.


Palpasi adanya nyeri tekan pada telinga, apakah telinga kadang-kadang
berdenging, dan tes ketajaman pendengaran dengan garputala atau
bisikan.

e) Mulut, inspeksi mengamati bibir apakah ada kelainan kongenital


(bibir sumbing), mukosa bibir pucat kering, jika dalam kondisi
dehidrasi akibat diuresis osmosis dan kurang bersih, gusi mudah terjadi
pendarahan. Palpasi apakah ada nyeri tekan pada daerah sekitar mulut.

f) Leher, inspeksi mengamati adanya bekas luka, kesimetrisan, ataupun


massa yang abnormal. Palpasi mengkaji adakah pembesaran vena
jugularis, kelenjar getah bening, dan kelenjar tiroid.

5) Thorax dan paru-paru


Inspeksi bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan,
nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara napas atau adanya kelainan suara
napas, tambahan atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi
lihat adanya nyeri tekan atau adanya massa. Perkusi rasakan suara paru sonor
atau hipersonor. Auskultasi, dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler. Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau
tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak). Tanda:
frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.
6) Abdomen
Inspeksi, amati kesimetrisan perut, bentuk, warna, dan ada tidaknya lesi.
Auskultasi dengarkan peristaltic usus selama satu menit (normalnya 5-35 kali
per menit). Perkusi suara perut biasanya timpani (normal). Palpasi tidak ada
distensi abdomen, dan tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen.
7) Intergument
Kulit biasanya kulit kering atau bersisik, tampak warna kehitaman di sekitar
luka karena adanya gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas
bagian bawah. Turgor menurun karena adanya dehidrasi, kuku sianosis, kuku
biasanya berwarna pucat, rambut sering terjadi kerontokan karena nutrisi
yang kurang.
8) Sirkulasi, gejalanya adanya riwayat hipertensi, kaludikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tandanya adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi,
disritma.
9) Genetalia, adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasa nyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia, kesulitan
berkemih (infeksi).
10) Neurosensori, terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas pada
otot. Tandanya disorientasi seperti mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap
lanjut).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d resistensi insulin d/d hiperglikemia
(D.0027).
2. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien d/d otot penelan
melemah (D.0019).
3. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111).
4. Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d mengeluh sulit tidur
5. Risiko syok b/d kekurangan volume cairan
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. (D.0027) (L.03022) (I.03115)
Ketidakstabilan Kestabilan kadar glukosa Manajemen
kadar glukosa darah darah meningkat Hiperglikemia
b/d resistensi insulin
d/d hiperglikemia 1) Definisi : Kadar glukosa Observasi :
darah berada dalam rentang 1. Identifikasi
normal. kemungkinan
2) Ekspektasi : meningkat penyebab
3) Kriteria Hasil : hiperglikemia
IR- ER 2. Identifikasi situasi
Koordinasi 1 2 3 4 5 yang
mengantuk 1 2 3 4 5 menyebabkan
Pusing 1 2 3 4 5 kebutuhan insulin
Lelah/ 1 2 3 4 5 meningkat (mis:
lesuh penyakit
Lapar 1 2 3 4 5 kambuhan)
Kadar 1 2 3 4 5 3. Monitor kadar
glukosa glukosa darah,
darah jika perlu
Keterangan : 4. Monitor tanda dan
IR : Initial Rate ( hasil/skor gejala
yang didapat dari pasien hiperglikemia
pada saat pengkajian). (mis: polyuria,
ER : Expectation Rate (target polydipsia,
yang diinginkan setelah polifagia,
dilakukan intervensi). kelemahan,
Koordinasi, kadar glukosa malaise,
darah: pandangan kabur,
1. Memburuk sakit kepala)
2. Cukup memburuk 5. Monitor intake
3. Sedang dan output cairan
4. Cukup membaik 6. Monitor keton
5. Membaik urin, kadar
Analisa gas darah,
Mengantuk, pusing, elektrolit, tekanan
Lelah/lesuh, lapar: darah ortostatik
1. Meningkat dan frekuensi nadi
2. Cukup meningkat Terapeutik :
3. Sedang 1. Berikan asupan
4. Cukup menurun cairan oral
5. Menurun 2. Konsultasi dengan
medis jika tanda
dan gejala
hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi
ambulasi jika ada
hipotensi
ortostatik
Edukasi :
1. Anjurkan
menghindari
olahraga saat
kadar glukosa
darah lebih dari
250 mg/dL
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa
darah secara
mandiri
3. Anjurkan
kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
4. Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis:
penggunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan
professional
kesehatan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
insulin, jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
3. Kolaborasi
pemberian
kalium, jika perlu
No Diagnosa (SDKI) Luaran (SLKI) Inteevensi (SIKI)
2. (D.0019) (L.03030) (I. 03119)
Defisit nutrisi b/d Status nutrisi membaik Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien 1) Definisi : Asupan nutrisi Observasi :
d/d otot penelan untuk memenuhi 1. Identifikasi status
melemah kebutuhan metabolisme nutrisi
membaik. 2. Identifikasi alergi
2) Ekspektasi : meningkat dan intoleransi
3) Kriteria hasil : makanan
IR- ER 3. Identifikasi
Porsi 1 2 3 4 5 makanan yang
makan disukai
Berat 1 2 3 4 5 4. Identifikasi
badan kebutuhan kalori
Indeks 1 2 3 4 5 dan jenis nutrien
massa 5. Identifikasi
tubuh perlunya
Keterangan : penggunaan selang
IR : Initial Rate ( hasil/skor nasogastrik
yang didapat dari pasien 6. Monitor asupan
pada saat pengkajian). makanan
ER : Expectation Rate 7. Monitor berat
(target yang diinginkan badan
setelah dilakukan 8. Monitor hasil
intervensi). pemeriksaan
laboratorium
Porsi makan, berat badan, Terapeutik :
dan Indeks massa tubuh : 1. Lakukan oral
1. Memburuk hygiene sebelum
2. Cukup memburuk makan, jika perlu
3. Sedang 2. Fasilitasi
4. Cukup membaik menentukan
5. Membaik pedoman diet
(mis: piramida
makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
7. Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogastik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :
1. Ajarkan posisi
duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis:
Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

No Diagnosa (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


3. (D.0111) (L.12111) (I.12383)
Defisit
Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan
pengetahuan b/d
kurang terpapar meningkat
informasi
Observasi :
1) Definisi : meningkatnya 1. Identifikasi
kecukupan informasi kognitif kesiapan dan
yang berkaitan dengan topik kemampuan
2) Ekspektasi : Meningkat menerima informasi
3) Kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor-
IR-ER faktor yang dapat
Perilaku 1 2 3 4 5 meningkatkan dan
sesuai menurunkan
anjuran motivasi perilaku
Perilaku 1 2 3 4 5 hidup bersih dan
sesuai sehat
pengetahuan Terapeutik :
Persepsi 1 2 3 4 5 1. Sediakan materi
keliru dan media
terhadap Pendidikan
masalah Kesehatan
2. Jadwalkan
Keterangan : Pendidikan
IR : Initial Rate ( hasil/skor yang Kesehatan sesuai
didapat dari pasien pada saat kesepakatan
pengkajian). 3. Berikan
ER : Expectation Rate (target kesempatan untuk
yang diinginkan setelah bertanya
dilakukan intervensi). Edukasi :
1. Jelaskan faktor
Persepsi keliru terhadap risiko yang dapat
masalah: mempengaruhi
1. Meningkat Kesehatan
2. Cukup meningkat 2. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
3. Sedang sehat
4. Cukup menurun 3. Ajarkan strategi
5. Menurun yang dapat
digunakan untuk
Perilaku sesuai anjuran, perilaku meningkatkan
sesuai pengetahuan : perilaku hidup
1. Menurun bersih dan sehat
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

4. Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana


yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya
dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakanperbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dantujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Carpenito, 2009).Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai
berhasil/tidaknya suatu tindakan,antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan
waktuyang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi
semuakriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang
dituliskan dalam tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.

Daftar Pustaka

Amelia, K. (2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy. Jakarta:


ELSEVIER.
Carpenito, L.J.2017. Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Edisi
9.Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2016. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia.A,dkk.
Jakarta: Erlangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Depkes RI
IDAI. 2017. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 2
cetakan pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI
Pamela, K. (2017). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Pamela, K. (2017). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Potter & Perry. 2017. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.
Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC
PPNI. 2016. Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Ihuldanindonesia: Definisi dan
tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Riani. (2018). Hubungan tidak sarapan pagi, jenis makanan dan minuman yang
memicu asam lambung dengan kejadian dispepsia pada remaja usia 15-19
tahun di desa tambang . 45.
Sjamsuhidajat & de jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai