Oleh :
Nurul Ardlianawati
0910720063
Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Suddarth)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
2. Etiologi
1) Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2) Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
Klasifikasi
Sekarang
Sebelumnya
Tipe I: Diabetes
Diabetes Juvennilis
Ciri-ciri klinik
Mellitus tergantung
insulin (IDDM), 5
tahun)
2. Biasanya bertubuh kurus pada
penderita diabetes
Diabetes awitan
mellitus tidak
dewasa (maturity
tergantung insulin
onset diabetes/
(NIDDM)
diabetes resisten
ketosis)
diagnosis
3. Etiologi mencakup faktor obesitas,
genetika, dan lingkungan
4. Tidak ada Ab sel pulau langerhans
5. Penurunan produksi insulin
endogen atau peningkatan
resistensi insulin
6. Mayoritas penderita obesitas dapat
mengendalikan kadar glukosa
Diabetes mellitus
Diabetes sekunder
yang berkaitan
dengan keadaan
menyebabkan penyakit:
Diabetes
Diabetes
gestasional
gestasional
1. Diabetes
terganggu
border line
2. Diabetes
Laten
3. Diabetes
Kimia
4. Diabetes
Subkimia
5. Diabetes
asimtomatis
Kelainan
Diabetes laten
toleransiglukosa
pradiabetes
yang terjadi
sebelumnya
(PreAGT; previous
3.
abnormality sof
sakit
Pemeriksaan glukosa darah
secara periodik sesudah usia 40
glucose tolerance)
Kelainan toleransi
glukosa yang
potensial (PoAGT;
potencial
Pradiabetes
pengendalian glikemik
1. Tidak ada riwayat intoleransi
glokosa
2. Risiko terkena diabetes
meningkat jika:
- Riwayat dalam keluarga
abnormality of
glocose tolerance)
positif
Obesitas
Ibu dengan berat bayi di
4. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai
pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
5.
Patofisiologi
mobilisasi
lemak
dari
daerah
penyimpanan
lemak
yang
pasien
yang
mengalami
defisiensi
insulin
tidak
dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria
karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa
yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal
melalui
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya
aliran darah
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut
akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam )
serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitif daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan
dalam situasi tertentu.
chromatography,
HPLC
(high
performance
liquid
negatif palsu.
g. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa
diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini
juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
h. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur
HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang
i.
baik.
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil
dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit
mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari
j.
metode HPLC.
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu
lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh
klinisi, yaitu m mol/L.
7. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis
3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia
yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness).
b. Komplikasi Kronik
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada
diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik,
kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang
lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes.
Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi
ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi
pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA
(Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada
pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif
arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
adalah
8. Penatalaksanaan
Manajemen Monitoring Mandiri Pasien Diabetes Mellitus
1. Perencanaan pola makan dan diet yang tepat
Diet yang baik untuk para diabetisi adalah diet yang seimbang, jadwal makan
yang teratur serta jenis makanan yang dimakan bervariasi yang kaya nutrisi dan
rendah karbohidrat. Diet perlu dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat
(berbagai jenis gula dan tepung termasuk nasi, kentang, ubi, singkong dan lain
sebagainya), mengurangi makanan berlemak (daging berlemak, kuning telur,
keju, dan susu tinggi lemak) serta memperbanyak makan sayur dan buah sebagai
sumber serat, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein Anda dapat
memanfaatkan ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe.
2. Monitoring kadar gula darah
Kadar gula darah harus dites secara berkala yaitu pada saat sebelum sarapan
pagi dan sebelum makan malam. Nilai yang diharapkan dari pengukuran tersebut
adalah berada pada rentang antara 70 s.d 120 mg/dl.
3. Olahraga dan latihan
Penderita diabetes disarankan untuk melakukan olahraga secara teratur dengan
cara bertahap sesuai dengan kemampuan. Olahraga yang ideal adalah yang
bersifat aerobik seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama 30-40 menit
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10
menit.
tingkat kebugaran tubuh Anda yang meningkat, maka durasi latihan Anda bisa
dinaikkan maksimal sampai dengan 3 jam. Olah raga akan memperbanyak jumlah
dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh Anda. Selain itu juga
para diabetisi bisa melakukan olahraga dengan cara berjalan kaki selama 30
menit. Kegiatan ini membantu untuk mengontrol kadar gula dan meningkatkan
kadar kolesterol baik (HDL) dalam darah
4. Pengobatan yang teratur
Diabetisi harus minum obat yang diberikan oleh dokter secara teratur, dan jangan
sampai terlewatkan. Selain itu, tidak diperkenankan untuk menambah atau
mengurangi dosis obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Untuk
para diabetisi yang mendapatkan terapi insulin secara berlanjut, mereka
diharapkan bisa melakukan penyuntikan secara mandiri. Bila tidak bisa
melakukannya, dapat minta pertolongan kepada tenaga kesehatan atau kader
kesehatan yang ada disekitar tempat tinggalnya.
5. Pengukuran tekanan darah dan kadar kolesterol secara teratur
Diabetisi harus melakukan pengukuran tekanan darah secara teratur guna untuk
mengantisipasi terjadinya komplikasi stroke akibat hipertensi. Begitu pula dengan
kadar kolesterol yang tinggi merupakan resiko tinggi terjadinya atherosklerosis.
6. Menghindari stress yang berlebihan
Stress dapat meningkatkan kadar gula darah dan tekanan darah. Stress ini bisa
berasal dari kondisi fisik, misalnya nyeri, kurang tidur, pekerjaan, pengaruh obatobatan steroids dan lainnya.
7. Mengurangi resiko
Penderita Diabetes rentan untuk mengalami komplikasi berupa luka atau borok
yang sukar sembuh. Seringnya mereka mendapati luka yang sukar sembuh pada
daerah kaki, untuk itu perawatan kaki yang teratur sangat diperlukan. Jaga
kelembaban kulit dengan menggunakan lotion yang tidak menimbulkan alergi.
Potong kuku secara teratur dan ratakan ujung kuku dengan menggunakan kikir,
jangan pernah memotong ujung kuku terlalu dalam. Pilih alas kaki yang nyaman
dan sesuai dengan bentuk serta ukuran kaki. Pilih bahan sepatu yang lembut dan
sol yang tidak keras. Pakai sepatu tertutup jika hendak bepergian keluar rumah.
Waspada jika terdapat luka sekecil apapun, segera obati dengan antiseptik.
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat pilar utama
pengelolaan DM, yang meliputi :
1. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes, yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakit
DM,
yang
diperlukan
(Perkeni,1998).
Sukardji
untuk
(2002)
mencapai
keadaan
mengatakan
bahwa
sehat
yang
penyuluhan
optimal
sangat
hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi
yang kurang lebih sama (Sukardji, 2002).
h. Pedoman diet
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien mengikuti
pedoman 3J yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya J1: energi yang
diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti sesuai dengan interval yaitu
3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus dihindari, termasuk pantang buah
golongan A. (Tjokroprawiro, 1998).
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu selama
kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous, rhytmical, interval,
progresife, endurance training) (Perkeni, 1998). Menurut Haznam (1991)
olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor
insulin dalam sel target. Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih
efektif, sehingga lebih sedikit obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang
berupa insulin maupun OHO (Obat Hipoglikemik Oral).
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu:
a. Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang berfungsi
untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi insulin.
b. Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu
makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian
insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia (Perkeni,
1998).
Pengkajian
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stress, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko Ketidakseimbangan Level Glukosa darah
Intervensi
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.
Daftar Pustaka