Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG 29 INFEKSI


Diabetes Mellitus disertai Luka Gangren

Oleh :
Nurul Ardlianawati
0910720063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

Diabetes Melitus

1. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Suddarth)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
2. Etiologi
1) Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2) Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnis
3. Klasifikasi
Klasifikasi

Klasifikasi

Sekarang

Sebelumnya

Tipe I: Diabetes

Diabetes Juvennilis

Ciri-ciri klinik

1. Awitan terjadi pada segala usia,

Mellitus tergantung

tetapi biasanya usia muda (< 30

insulin (IDDM), 5

tahun)
2. Biasanya bertubuh kurus pada

-10% dari seluruh

saat didiagnosis, dengan

penderita diabetes

penurunan berat badan yang baru


saja terjadi
3. Etiologi mencakup faktor genetik,
imunologi, dan lingkungan
4. Sering memiliki Ab sel pulau
Langerhans
5. Sedikit atau tidak memilki insulin
endogen
6. Memerlukan insulin untuk
mempertahankan kelangsungan
hidup
7. Cenderung mengalami ketosis bila

Tipe II: Diabetes

Diabetes awitan

mellitus tidak

dewasa (maturity

tergantung insulin

onset diabetes/

(NIDDM)

diabetes resisten
ketosis)

tidak memiliki insulin


8. Komplikasi akut hiperglikemia
1. Awitan terjadi di segala usia ,
2.

biasanya di atas 30 tahun


Biasanya bertubuh gemuk saat di

diagnosis
3. Etiologi mencakup faktor obesitas,
genetika, dan lingkungan
4. Tidak ada Ab sel pulau langerhans
5. Penurunan produksi insulin
endogen atau peningkatan
resistensi insulin
6. Mayoritas penderita obesitas dapat
mengendalikan kadar glukosa

darahnya melalui penurunan berat


badan
7. Agens hipoglikemia oral dapat
memperbaiki kadar glukosa darah
bila modifikasi diet dan latihan
tidak berhasil
8. Mungkin memerlikan insulin dalam
waktu yang pendek atau panjang
untuk mencegah hiperglikemia

Diabetes mellitus

Diabetes sekunder

1. Disertai dengan keadaan yang

yang berkaitan

diketahui atau dicurigai dapat

dengan keadaan

menyebabkan penyakit:

atau sindrom lain

pankreatitis, kelainan hormon


2. Bergantung pada kemampuan
pankreas untuk menghasilkan
insulin, pasien mungkin
memerlukan terapi dengan obat
oral atau insulin

Diabetes

Diabetes

gestasional

gestasional

1. Awitan selama kehamilan ,


biasanya terjadi pada trimester
kedua atau ketiga
2. Disebabkan oleh hormon yang
disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin
3. Diatasi dengan diet, dan insulin
(jika diperlukan ) untuk
mempertahankan kadar glukosa
darah yang normal
4. Terjadi pada 2-5% dari seluruh
kehamilan
5. Faktor risiko mencakup:
obesitas, usia di atas 30 tahun,
riwayat diabetes dalam
keluarga, pernah melahirkan

bayi yang berat badannya lebih


dari 4,5 kg
6. Pemeriksaan skrining harus
dilakuakn pada semua wanita
hamil dengan usia kehamilan
Toleransi glukosa

1. Diabetes

terganggu

border line
2. Diabetes
Laten
3. Diabetes
Kimia
4. Diabetes
Subkimia
5. Diabetes
asimtomatis

antara 24 hingga 28 minggu


1. Kadar glokosa berada di antara
kadar normal dan kadar
diabetes
2. Pada akhirnya 25% individu
akan menderita diabetes
3. Kerentanan terhadap penyakit
ateoslerosis di atas normal
4. Komplikasi renal dan retinal
biasanya tidak signifikan
5. Dapat obesitas dan non
obesitas: penderita harus
menurunkanberat badannya
6. Harus menjalani skrining untuk

Kelainan

Diabetes laten

toleransiglukosa

pradiabetes

yang terjadi

diabetes secara berkala


1. Metabolisme glukosa yang
terakhir normal
2. Ada riwayat hiperglikemia,
misalnya selama hamil atau

sebelumnya
(PreAGT; previous

3.

abnormality sof

sakit
Pemeriksaan glukosa darah
secara periodik sesudah usia 40

glucose tolerance)

tahun jika terdapat riwayat


diabetes adalam keluarga atau
jika asimptomatik
4. Menganjurkan berat badan yang
ideal karena penurunan 5-7,5 kg
dapat memperbaiki

Kelainan toleransi
glukosa yang
potensial (PoAGT;
potencial

Pradiabetes

pengendalian glikemik
1. Tidak ada riwayat intoleransi
glokosa
2. Risiko terkena diabetes
meningkat jika:
- Riwayat dalam keluarga

abnormality of
glocose tolerance)

positif
Obesitas
Ibu dengan berat bayi di

atas 4,5 kg saat dilahirkan


Anggota suku asli indian

amerika, misalnya siku pima


3. Nasihat untuk pemeriksaan
skrining dan berat badan seperti
PreAGT

4. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai
pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
5.

Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan


salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan

mobilisasi

lemak

dari

daerah

penyimpanan

lemak

yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan


endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien

pasien

yang

mengalami

defisiensi

insulin

tidak

dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria
karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama

akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan

membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa
yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal

melalui

glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan


diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut
dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya

aliran darah

ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada

pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut
akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam )
serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitif daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan
dalam situasi tertentu.

Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan

pemberian larutan karbohidrat sederhana. Beberapa yang mempengaruhi


tes toleransi glukosa oral, mencakup metode analisis, sumber spesimen
(darah utuh, plasma atau serum, darah kapiler atau vena).
b. Pertimbangan Gerontologis

Kenaikan kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan usia


dan terjadi pada laki- laki atau perempuan di seluruh dunia. Kenaikan
glukosa darah timbul pada dekade usia kelima dan frekuensi meningkat
bersamaan dengan pertambahan usia.
c. Pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).
d. Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide.
Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk
fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual
setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada
transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.
e. Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi nonenzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan
ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori
menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.Metode pemeriksaan HbA1C:
ion-exchange

chromatography,

HPLC

(high

performance

liquid

chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography,


f.

dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.


Metode Ion Exchange Chromatography : harus dikontrol perubahan suhu
reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang
mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil

negatif palsu.
g. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa
diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini
juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
h. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur
HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang
i.

baik.
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil
dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit
mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari

j.

metode HPLC.
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu

lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh
klinisi, yaitu m mol/L.
7. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis
3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia
yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness).
b. Komplikasi Kronik
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada
diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik,
kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang
lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes.
Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi
ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi
pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA
(Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada
pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif
arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina


mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis
pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler.
b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan
mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin.
Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya
nefropati
c) Neuropati Diabetikum
Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1) Polineuropati Sensorik
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Neuropati perifer sering
mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf extremitas bagian
bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang
simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala
permulaanya

adalah

parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan

peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari).


Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal.
(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai fungsi yang
mengenai hampir seluruh system organ tubuh.

8. Penatalaksanaan
Manajemen Monitoring Mandiri Pasien Diabetes Mellitus
1. Perencanaan pola makan dan diet yang tepat
Diet yang baik untuk para diabetisi adalah diet yang seimbang, jadwal makan
yang teratur serta jenis makanan yang dimakan bervariasi yang kaya nutrisi dan
rendah karbohidrat. Diet perlu dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat
(berbagai jenis gula dan tepung termasuk nasi, kentang, ubi, singkong dan lain
sebagainya), mengurangi makanan berlemak (daging berlemak, kuning telur,
keju, dan susu tinggi lemak) serta memperbanyak makan sayur dan buah sebagai
sumber serat, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein Anda dapat
memanfaatkan ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe.
2. Monitoring kadar gula darah

Kadar gula darah harus dites secara berkala yaitu pada saat sebelum sarapan
pagi dan sebelum makan malam. Nilai yang diharapkan dari pengukuran tersebut
adalah berada pada rentang antara 70 s.d 120 mg/dl.
3. Olahraga dan latihan
Penderita diabetes disarankan untuk melakukan olahraga secara teratur dengan
cara bertahap sesuai dengan kemampuan. Olahraga yang ideal adalah yang
bersifat aerobik seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama 30-40 menit
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10
menit.

Latihan ini bisa dilakukan sebanyak 3 kali seminggu. Seiring dengan

tingkat kebugaran tubuh Anda yang meningkat, maka durasi latihan Anda bisa
dinaikkan maksimal sampai dengan 3 jam. Olah raga akan memperbanyak jumlah
dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh Anda. Selain itu juga
para diabetisi bisa melakukan olahraga dengan cara berjalan kaki selama 30
menit. Kegiatan ini membantu untuk mengontrol kadar gula dan meningkatkan
kadar kolesterol baik (HDL) dalam darah
4. Pengobatan yang teratur
Diabetisi harus minum obat yang diberikan oleh dokter secara teratur, dan jangan
sampai terlewatkan. Selain itu, tidak diperkenankan untuk menambah atau
mengurangi dosis obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Untuk
para diabetisi yang mendapatkan terapi insulin secara berlanjut, mereka
diharapkan bisa melakukan penyuntikan secara mandiri. Bila tidak bisa
melakukannya, dapat minta pertolongan kepada tenaga kesehatan atau kader
kesehatan yang ada disekitar tempat tinggalnya.
5. Pengukuran tekanan darah dan kadar kolesterol secara teratur
Diabetisi harus melakukan pengukuran tekanan darah secara teratur guna untuk
mengantisipasi terjadinya komplikasi stroke akibat hipertensi. Begitu pula dengan
kadar kolesterol yang tinggi merupakan resiko tinggi terjadinya atherosklerosis.
6. Menghindari stress yang berlebihan
Stress dapat meningkatkan kadar gula darah dan tekanan darah. Stress ini bisa
berasal dari kondisi fisik, misalnya nyeri, kurang tidur, pekerjaan, pengaruh obatobatan steroids dan lainnya.
7. Mengurangi resiko
Penderita Diabetes rentan untuk mengalami komplikasi berupa luka atau borok
yang sukar sembuh. Seringnya mereka mendapati luka yang sukar sembuh pada
daerah kaki, untuk itu perawatan kaki yang teratur sangat diperlukan. Jaga
kelembaban kulit dengan menggunakan lotion yang tidak menimbulkan alergi.

Potong kuku secara teratur dan ratakan ujung kuku dengan menggunakan kikir,
jangan pernah memotong ujung kuku terlalu dalam. Pilih alas kaki yang nyaman
dan sesuai dengan bentuk serta ukuran kaki. Pilih bahan sepatu yang lembut dan
sol yang tidak keras. Pakai sepatu tertutup jika hendak bepergian keluar rumah.
Waspada jika terdapat luka sekecil apapun, segera obati dengan antiseptik.
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat pilar utama
pengelolaan DM, yang meliputi :
1. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes, yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakit
DM,

yang

diperlukan

(Perkeni,1998).

Sukardji

untuk
(2002)

mencapai

keadaan

mengatakan

bahwa

sehat

yang

penyuluhan

optimal
sangat

diperlukan agar pasien mematuhi diet.


2. Perencanaan makan
a. Tujuan diet DM menurut Pranadji (2000) adalah membantu diabetesi atau
penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga untuk mendapatkan
kontrol metabolik yang lebih baik, serta beberapa tujuan khusus yaitu:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita,
2) Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat badan ideal
atau normal.
3) Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat
4)
5)
6)
7)

kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.


Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita, misalnya

sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber kolosis paru.


8) Menarik dan mudah diterima penderita.
b. Prinsip Diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme
pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000)
c. Syarat Diet Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
1) Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan dan
tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan metabolic
Untuk kepentingan klinik praktis, kebutuhan energi dihitung berdasarkan
status gizi penderita, dengan rumus Broca, yaitu :
BB idaman = (TB 100) 10%

Status gizi : Berat badan kurang = 120% BB idaman


Jumlah energi yang dibutuhkan =
- Laki-laki: BBI x (30 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) + koreksi status gizi
- Perempuan: BBI x (25 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) + koreksi status gizi
Koreksi status : gemuk dikurangi, kurus ditambah (Perkeni, 1998)
2) Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi, disesuaikan dengan
kesanggupan tubuh untuk menggunakannya.
3) Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.
4) Cukup vitamin dan mineral.
5) Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang diberikan
(Persagi, 1999)
6) Lemak dianjurkan 2025% dari total energi.
7) Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari 300/mg perhari.
8) Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah kira-kira 25g/hari
dengan mengutamakan serat larut.
d. Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan
Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan
kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula jawa, gula batu, sirop,
jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan gula, susu kental manis, minuman
botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake, tarcis, abon, dendeng, sarden
dan semua produk makanan yang diolah dengan gula murni.
e. Macam diet
Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat dilihat seperti
MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM
Macam Diet
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Energi (kal)
1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Protein (gr)
50
55
60
65
70
80
85
90
Lemak (gr)
30
35
40
45
50
55
65
65
Hidrataran (gr) 160 195 225 260 300
325 350 390
Sumber : Persagi, 1999
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita yang mempunyai berat badan
normal
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes remaja
f.

atau juvenille diabetes serta diabetes dengan komplikasi.


Standar diet
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berupa kebutuhan
bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk penukar. Makanan
sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan pola makan pasien dan daftar

bahan makanan penukar (Sukardji, 2002).


g. Daftar Bahan Makanan Penukar
DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan dengan ukuran
tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi, protein, lemak dan

hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi
yang kurang lebih sama (Sukardji, 2002).
h. Pedoman diet
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien mengikuti
pedoman 3J yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya J1: energi yang
diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti sesuai dengan interval yaitu
3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus dihindari, termasuk pantang buah
golongan A. (Tjokroprawiro, 1998).
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu selama
kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous, rhytmical, interval,
progresife, endurance training) (Perkeni, 1998). Menurut Haznam (1991)
olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor
insulin dalam sel target. Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih
efektif, sehingga lebih sedikit obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang
berupa insulin maupun OHO (Obat Hipoglikemik Oral).
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu:
a. Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang berfungsi
untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi insulin.
b. Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu
makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian
insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia (Perkeni,
1998).

Ulkus Diabetik/ Gangren


Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat (Frykberb,
2002). Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih
lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti, 2008).
Klasifikasi Ulkus Diabetik
Klasifikasi Ulkus diabetik pada penderita diabetes melitus menurut Wagner, terdiri dari
6 tingkatan :
0 = Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1 = Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2 = Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3 = Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian
depan kaki atau tumit.
5 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
(Waspadji, 2006)
Patogenesis Ulkus Diabetik
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang DM adalah ulkus diabetik.
Ulkus diabetik disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu iskemik,
neuropati, dan infeksi (Sapico, 2007). Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati yang menimbulkan perubahan
jaringan saraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan
akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, menurunnya reflek otot, atrofi otot,
keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi
trauma yang akan menjadi ulkus diabetik (Waspadji, 2006).
Perawatan Ulkus Diabetik
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka
dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol,
menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres,
terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu
komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi
trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya
infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai
dalam perawatan luka, seperti: hydrogel, hydrocolloid, calcium alginate, foam, kompres anti
mikroba, dan sebagainya (Hastuti, 2008).

Pengkajian
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stress, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko Ketidakseimbangan Level Glukosa darah
Intervensi
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi
ganti balut.
Kaji tanda vital
Kaji adanya nyeri
Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Daftar Pustaka

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta


Price.Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid
I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, 2002

Anda mungkin juga menyukai