Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MILITUS TIPE II


DI RUANG MELATI I RSUD LOEKMONO HADI KUDUS

DISUSUN OLEH:
AKEN LARASATI
P1337420117027

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
I. HALAMAN JUDUL : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Diabetes Militus Tipe II
II. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Brunner dan Suddarth, 2006).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadargula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif
(Arjatmo T, 2006).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Pamela, 2006).

2. Etiologi
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2006), ada beberapa etiologi Diabetes
Mellitus
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respon sistem imun yang merupakan respons abnormal dimana
antibody terhap adanya jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing. Yaitu antibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses imun yang
menimbulkan destruksi sel beta
d. Faktor-faktor resiko :
- Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
- Obesitas
- Riwayat keluarga
e. Penyebab diabetes lainnya adalah:
- Kadar kortikosteroid yang tinggi
- Kehamilan diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.
- Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
- Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
(Brunner dan Suddarth, 2006)

3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal insulin dihasilkan oleh sel B dipulau
langerhans pankreas. Selanjutnya insulin dilepaskan ke tubuh melalui darah
melewati ductus pankreaticus. Kemudian insulin masuk kedalam darah dan
masuk ke sel untuk dipakai sebagai sumber energi tubuh. Jika kadar insulin
dalam darah menurun, maka glikogen yang disimpan dihati akan dipecahkan
dan diubah menjadi glukosa dan terdistribusi dalam darah. Sel akan
menggunakan glukosa sebagai sumber energi (Arjatmo T, 2006).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula
sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari
bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya
berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari
120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Pamela, 2006).
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan
tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak
aktif. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat
utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang
tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan
kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang
lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena
otot menggunakan glukosa untuk energi (Pamela, 2006).
Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi sel B insulin maupun
kerja insulin atau biasa yang disebut insufisiensi insulin. Glukagon
menstimulasi glukosa yang disimpan dalam bentuk glikogen lemak disimpan
dalam bentuk trigliserit (lipolisis) dan sintesa-sintesa glukosa baru
(glukoneogenesis) didalam hepar (Arjatmo T, 2006).
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu
dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200
mg/hari/100 ml.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolism lemak maupun pengendapan lipid
pada dinding vaskuler yang mengakibat kana terosklerosis.
c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi
pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke
dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk
tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225
mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine.
Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka
luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%
(Brunner dan Suddarth, 2006).
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme
karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh
menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto –
asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat
dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter (Brunner dan Suddarth,
2006).
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2006), gejala pada diabetes tahap lanjut
diantaranya :
a. Rasa haus(polydipsi)
b. Banyak kencing(polyuria)
c. Berat badan turun
d. Rasa lapar(polyfagia)
e. Badan lemas
f. Rasa gatal
g. Kesemutan
h. Mata kabur
i. Kulit Kering
5. Jenis Diabetes Militus
a. Diabetes tipe 1
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidak mampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disampingitu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan)
(Brunner dan Suddarth, 2006).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya,
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (Polidipsia) (Pamela, 2006).
Defisiensi insulin juga menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan beratba dan pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Pamela, 2006).
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino sertasubstansi lain), namun, pada
penderita defisiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang akan mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apa
bila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, napas bauaseton, dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan ketidak sadaran (FKUI, 2012).
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suati rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel,
resistensi insulin pada diabtes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner dan Suddarth,
2006).

Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan diabetes Tipe II, menurut (Brunner dan
Suddarth, 2006) yakni :
Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes Melitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang
sama sekali tidak menghasilkan insulin kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi
tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relatif

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
yaitu anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
lingkungan (berupa infeksi virus atau obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau mengalami obesitas.
dewasa awal) menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal
ini diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
mengalami kerusakan permanen. Terjadi diturunkan secara genetik dalam keluarga
kekurangan insulin yang berat dan
penderita harus mendapatkan suntikan
insulin secara teratur

c. Akibat
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar
gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180
mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih
dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita
merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi) (Arjatmo T, 2006).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga. Penderita
diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena
kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat
badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami
penurunan berat badan (Arjatmo T, 2006).
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba
dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah
adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi
dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton,
yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan
darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis
diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual,
muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak – anak)
(Brunner dan Suddarth, 2006).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium
seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I
bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann
atau penyakit yang serius (Brunner dan Suddarth, 2006).
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala
selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka
timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus.
Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi
atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat,
yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu
keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
(Arjatmo T, 2006)

6. Pathways

Resiko
ketidakstabila
glukosa darah

(Yohannes, 2017)
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan pemantauan
kadar glukosa darah tidak adekuat
c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat
d. Risiko trauma berhubungan dengan gangguan penglihatan
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif
(Blackwell, Wiley 2015)

IV. FOKUS INTERVENSI

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Instruksikan pasien
keperawatan selama 2x24
kurang dari kebutuhan mengenai
jam Status intake nutrisi
tubuh b.d kurang asupan terpenuhi kebutuhan nutrisi
a) Mampu
makanan 2. Berikan pilihan
mengidentifikasi
makanan sambil
kebutuhan nutrisi
menawarkan
b) Memiliki rasa
bimbingan terhadap
keinginan untuk
pilihan yang lebih
makan
sehat jika
c) Tidak ada penurunan
diperlukan
berat badan yang
3. Ciptakan
berarti
lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makan
4. Anjurkan pasien
untuk duduk pada
posisi tegak
5. Patikan makanan
disajikan dengan
cara yang menarik
dan pada suhu yang
paling cocok untuk
konsumsi secara
optimal
6. Monitor
kecenderungan
terjadinya
penurunan dan
kenaikan berat
badan

2. Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kadar


kadar glukosa darah keperawatan selama 2x24 glukosa dalam
berhubungan dengan jam kadar glukosa dalam darah
pemantauan kadar glukosa darah stabil 2. Membantu pasien
darah tidak adekuat a) Mampu memantau menafsirkan kadar
glukosa darah gula dalam darah
b) Dapat menjalani aturan 3. Pantau tanda-tanda
pengobatan sesuai gejala
resep hiperglikemia
c) Mampu berpartisipasi 4. Memantau tanda-
dalam program edukasi tanda vital
diabetes melitus 5. Mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab
hiperglikemia
6. Mendorong pasien
dan keluarga untuk
memantau kadar
glukosa dalam
darah
7. Mendorong asupan
cairan oral
8. Kolaborasi
pemberian insulin

3. Risiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor area kulit


kulit berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 yang terlihat
nutrisi tidak adekuat jam risiko trauma kemerahan dan
berkurang : adanya kerusakan
a) Kontrol perubahan 2. Monitor kulit yang
status kesehatan sering mendapat
b) Gunakan support tekanan dan gesekan
system pribadi untuk 3. Monitor warna kulit
mengontrol resiko 4. Monitor suhu kulit
c) Mengenal perubahan
status kesehatan
d) Monitor faktor risiko

4. Risiko trauma berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Bangun suasana yang


dengan gangguan keperawatan selama 1x24 aman bagi pasien
penglihatan jam risiko trauma 2. Ajarkan pasien untuk
berkurang : mengikuti petunjuk
e) Keseimbangan pasien 3. Ajarkan pasien untuk
terjaga mencari bantuan
f) Koordinasi gerakan ketika memang
baik diperlukan
g) Perilaku pencegahan
jatuh dapat diterapkan

5. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake cairan


berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 dan output
kehilangan volume aktif jam intake cairan 2. Berikan terapi IV
terpenuhi: sesuai program
a) Mukosa bibir lembap 3. Anjurkan pasien
b) Turgor kulit elastis untuk meningkatkan
c) TTV dalam batas asupan oral
normal
d) Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
e) Intake dan output
cairan seimbang

(Bulecheck, Gloria. 2013)


DAFTAR PUSTAKA

1. Arjatmo T, 2006. Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

2. Brunner, Suddarth, 2006. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3,

EGC : Jakarta

3. Bulecheck, Gloria. 2013. Nursing Interventions Classification, Jakarta : ELSEIVER

4. Blackwell, Wiley 2015. Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

5. Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification, Jakarta : ELSEIVER

6. Pamela L.swearingen .(2006). Keperawatan Medikal –Bedah . Ed.2. Jakarta : EGC 

7. Yohanes. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia.

http://yohanesjohn.blogspot.co.id/2010/11/kebutuhan-dasar-manusia-kebutuhan.html

(diakses pada Rabu, 11 Januari 2017, pukul 20.00)

8. http://keperawatan.blogspot.com/2014/01/ -diabetes-melitus-dm.html#.XJjVu1UzbIU

(diakses pada Selasa, 18 Januari 2014, pukul 17.00)

Anda mungkin juga menyukai