Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

(Henderina, 2010).

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolic yang berlangsung kronik dimana penderita

diabetes tidak bias memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak mampu

menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah (Harrison,

2001).

Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) adalah diabetes

yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau

akibat penurunan jumlah produksi insulin (Smeltzer Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).

Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) adalah

diabetes yang ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin

(Price.A.Sylvia dan Lorraine M.Wilson, 2005).


B. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II menurut Suzanne, C.

Smeltzer (2002) adalah usia, obesitas, genetik dan diet atau pola makan yang salah, yang akan

diuraikan sebagai berikut :

1. Usia

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 30 tahun, pada kelompok usia ini

jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh berjumlah banyak, namun kurang dapat menjalankan

fungsinya dengan baik.

2. Faktor Genetik

Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung akan menurunkan kepada anaknya

karena diperkirakan genetik locus yang menurunkan penyakit diabetes melitus tipe II yaitu

kromosom tipe II yang menyebabkan resistensi insulin.

3. Obesitas

Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak efektif, yang disebabkan

banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun pankreas telah bekerja keras mengeluarkan insulin

untuk menormalkan kadar glukosa dalam darah.

4. Diet atau pola makan yang salah

Orang yang mengkonsumsi lemak yang lebih tinggi dari kebutuhannya akan mempunyai resiko

yang tinggi terkena penyakit diabetes melitus. Diet atau pola makan yang salah dengan

mengkonsumsi lemak yang tinggi akan menurunkan kepekaan reseptor di pankreas untuk

menghasilkan insulin. Hal ini akan diperburuk dengan mengkonsumsi gula yang tinggi.
C. Patofisiologi

1. Proses penyakit

Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) disebabkan oleh adanya faktor usia, genetik, obesitas,

diet/pola makan yang salah. Pola makan yang salah seperti mengkonsumsi makanan yang

mengandung terlalu banyak gula, dapat menyebabkan penumpukan glukosa sehingga terjadi

peningkatan kerja reseptor, menyebabkan kompensasi reseptor sehingga terjadi resistensi

insulin, dari faktor usia, keturunan, obesitas dapat menyebabkan kerusakan sel pankreas yang

dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta, yang dapat mengakibatkan sensitivitas insulin

menurun dan terjadi gangguan sekresi insulin dan dapat terjadi defisiensi insulin sehingga dapat

meningkatkan kadar gula dalam darah yang disebut hiperglikemia. Dari glukosa yang tidak bisa

masuk dalam sel lemak dan protein diperoleh sehingga terjadi peningkatan lipolisis.

Peningkatan oksidasi asam lemak dan pembentukan keton sehingga produksi badan keton

meningkat dan terjadi ketoasidosis. Akibat dari hiperglikemia dan defisiensi insulin dapat

mengakibatkan tidak efektifnya kerja insulin untuk mengantarkan glukosa ke dalam sel,

sehingga sel kelaparan (asthenia) sehingga timbul rasa lapar yang terus-menerus (poliphagi).

Selain itu juga dapat mengakibatkan energi sel berkurang, mengakibatkan metabolisme

meningkat, metabolisme lemak meningkat dan biasanya terjadi penurunan berat badan dan

lemah. Glukosa tidak masuk dalam sel dapat juga mengakibatkan hipoglikemia, ini dikarenakan

makan yang kurang namun aktivitas insulin berlebih.


2. Manifestasi klinis

a. Poliphagia (banyak makan)

Karena kurangnya insulin sehingga nutrisi tidak dapat msuk kedalam sel, sehingga sel lapar

(astenia) sebagai respon klien pun merasa lapar dan ingin makan terus.

b. Poliuria (banyak kencing)

Karena pada klien diabetes melitus terjadi hiperosmolar vaskular (melebarnya dinding

pembuluh darah) akibat hiperglikemia yang menyebabkan glukosa plasma melebihi ambang

batas ginjal sehingga terjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel sehingga klien

sering BAK.

c. Polidipsia (banyak minum)

d. Respon ini terjadi karena sering BAK, mengakibatkan klien merasa haus terusKesemutan

Peningkatan gukosa darah dalam waktu yang lama mengakibatkan terjadinya perubahan

konduksi saraf sehingga kaki terasa baal/kesemutan.

e. Kelelahan/kelamahan tubuh

Disebabkan glukosa didalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Hal ini disebabkan

karena tubuh kekurangan insulin sehingga untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan

untuk beraktifitas tubuh membakar cadangan lemak yang ada. Jika cadangan lemak dibakar

dalam jumlah yang berlebihan menimbulkan ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan

nyeri abdomen, nausea, mual dan muntah.


3. Komplikasi

a. Komplikasi metabolik akut :

1). Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah. Dimana

kadar glukosa darah turn dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat

pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu

sedikit atau karena aktivitas fisik yang kuat.

2). Diabetes ketoasidosis

Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang

nyata. Keadaan ini mangakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein

dan lemak. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel juga

akan berkurang dan prosuksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Dua faktor ini

akan menimbulkan hiperglikemia. Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan

(poliuria) dikarenakan ginjal mengekskresikan glukosa yang berlebihan dalam tubuh

bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium) yang menyebabkan

dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan

lemak (lipolisis) menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diubah

menjadi badan keton oleh hati. Bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton

menimbulkan asidosis metabolik. Jadi, tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes

ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis metabolik.


b. Komplikasi kronik jangka panjang :

1). Mikroangiopati

Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina

(retinopati diabetik), glomerulus ginjal (netropati diabetik) dan saraf-saraf perifer

(neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.

2). Makroangiopati

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa gabungan

dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi insulin dapat menjadi penyebab

jenis penyakit vaskuler. Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam

intimavaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.

c. Neuropati

Neuropati dalam diabetes mengacu kepada kelompok penyakit yang menyerang

sistem saraf termasuk saraf perifer (sensori motor), otonom dan spinal.

Kerusakan saraf perifer terjadi karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal dan

karena aliran darah ke kulit berkurang dan hilangnya rasa yang menyebabkan cedera

berulang yang tidak kunjung sembuh (gangrene).

Gangrene adalah kelainan pada syaraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian

adanya infeksi. (www.medicastore.com)

Etiologi dari gangrene ; bakteri streptococcus grup A, staphylococcus aureus,

neuropati, penyakit vaskuler perifer, penurunan daya imunitas.


Manifestasi klinis antara lain ; nyeri, peningkatan glukosa dalam darah, penurunan

kadar insulin, pembengkakan, kemerahan, abses / pus, ulserasi.

Patofisiologi ; kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya

gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh

darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh, karena

aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba,

kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi jaringan

busuk kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur sehingga menjadi gangrene. Hal ini

akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis).

Gangrene bisa menyebabkan komplikasi ; deformitas, kelumpuhan, nekrosis jaringan, luksasi

(bergesernya sendi), kaput metatarsal, charcaot (perubahan bentuk kaki), kematian saraf.

D. Penatalaksanaan Medis

1. Terapi insulin

Indikasi pemberian insulin pada pasien diabetes melitus yang berusia lanjut sama

seperti non usia yanitu adanya kegagalan terapi otoketoasidosis, koma hiperoosmolar,

adanya infeksi (stres). Dianjurkan memakai insulin intermediet acting yang dicampur dengan

insulin short-acting dan dapat diberikan 1-2x/hari, dengan dosis tetap serta kalori dalam

makanan harus tetap dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah makan).

1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)

Obat hipoglikemia oral diberikan jika pengaturan diet dan latihan tidak berhasil. Di

Indonesia OHO yang dipakai adalah 2-3x500 mg/dl.


2. Pemberian Antibiotik

3. Pemberian Analgetik

E. Pengkajian Keperawatan

Dalam pengkajian diabetes, menurut Marilyn E. Doengoes (2000).

1. Pemeriksaan fisik :

a. Aktifitas atau istirahat

Gejala : lemah letih, sulit bergerak atau berjalan, kram, otot, tonus otot

menurun, gangguan tidur atau istirahat.

Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaaan istirahat atau dengan aktifitas,

letargi atau disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.

b. Sirkulasi

Gejala : ada riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah, hipertensi, nadi menurun/ tidak

ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan serta bola mata cekung.

c. Integritas Ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain dan masalah finansial yang

berhubungan dengan kondisi.

Tanda : ansietas, peka rangsangan.

d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri atau terbakar,

kesulitan berkemih (infeksi) saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen,

diare.

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri atau dapat berkembang menjadi

oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk

atau infeksi abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun.

e. Makanan dan minuman

Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, haus, tidak mengikuti diet,

peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih

dari periode beberapa hari atau minggu, penggunaan diuretik (tiazid).

Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor kulit buruk, kekakuan atau distensi

abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik

dengan peningkatan gula darah / bau halitosis atau manis, bau buah (napas

aseton).

f. Neurosensori

Gejala : pusing atau pening sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot, parestesia, gangguan penglihatan.

Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut),

gangguan memori (baru atau masa lalu), kacau mental, aktivitas kejang (tahap

lanjut dari DKA).

g. Nyeri atau Kenyamanan

Gejala : abdomen yang dipegang nyeri (sedang/berat).


Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

h. Pernapasan

Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi atau tidak).

Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum dan frekuensi pernapasan.

i. Kemanan

Gejala : kulit kering, gatal, dan ulkus kulit.

Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan

umum atau rentang gerak, parastesia atau paralisis otot, termasuk otot-otot

pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j. Seksualitas

Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria, kesulitan

orgasme pada wanita.

k. Pengkajian luka pada diabetic

1) Lokasi atau letak luka

Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap

kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga kejadian luka dapat

diminimalkan.

2) Stadium luka
a) Anatomi kulit

(1) Partial thickness (hilangnya lapisan epidermis

hingga lapisan dermis atas).

(2) Full thickness (hilangnya lapisan dermis hingga

lapisan subcutan).

(a) Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan

epidermis

(b) Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas

dermis paling atas.

(c) Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan

subcutan.

(d) Stadium IV : Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan tulang.

b) Warna dasar luka

(1) Merah (red) : Jaringan sehat, granulasi atau

epitalisasi, vaskuterisasi.

(2) Kuning (yellow) : Jaringan mati yang lunak,

fibrinotik, slough, apaskularisasi.

(3) Hitam (black) : Jaringannekrotik,

apaskularisasi.

c) Stadium wagner untuk luka diabetic

(1) Superficial ulser

(a) Stadium 0 : Tidak terjadi lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi dengan

bentuk tulang kaki yang menonjol.


(b) Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak

menonjol.

(2) Deep Ulcer

(a) Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon.

(b) Stadium III : Penetrasi dalam, osteomielitis, pyarthrosis, plantar,

abses hingga infeksi tendon.

(3) Gangrene

(a) Stadium IV : Gangrene sebagian menyebar hingga sebagian

dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab atau

kering.

(b) Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau ganrene.

3) Status Vaskuler

Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran

oksigen yang adekuat, keseluruhan lapisan sel dan merupakan ungsur penting dalam

proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi : palpasi, pengisian kapiler,

edema, temperatur.

4) Status neurologik

Klien diabetic sangat beresiko terhadap kejadian luka kaki oleh karena

neuropatik. Perubahan bentuk hingga kehilangan sensasi menyebabkan trauma menjadi

tidak terasa. Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian status fungsi

motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.


5) Infeksi

Infeksi merupakan masalah yang paling serius pada klien dengan luka diabetic

pseudomonas aureginosa dan staphyrococcus aureus, keduanya merupakan organisme

patogenik yang paling sering muncul saat perawatan luka, penilaian terhadap ada

tidaknya infeksi pada luka kronik adalah jenis luka yang terkontaminasi oleh adanya

kolonisasi bakteri tapi tidak semuanya terinfeksi.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.

c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e. Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun, kalium

dapat normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya

akan menurun, fosfor lebih sering menurun.

f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal

yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama empat

bulan terakhir.

g. Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3

(asidosis metabolik).

h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).

i. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau

penurunan fungsi ginjal).


j. Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes melitus tipe I)

atau normal (tipe II) yang mengindikasikan glukosa darah dan

kebutuhan akan insulin.

k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

l. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin

meningkat.

m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran

kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

F. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien diabetes melitus

menurut Marilyn E. Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan

dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan masukan oral.

3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan dengan

perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.

5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang tidak dapat

diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

G. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan

menetapkan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan

dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia).

b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan

cairan klien terpenuhi

c. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil (TD=120/80

mmHg, N : 80-100x/menit, S : 36-37.5 0C). Nadi perifer dapat diraba,

turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara

individu, kadar elektrolit dalam batas normal.

d. Intervensi :

1) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor, kulit, dan

membrane mukosa.

Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume

sirkulasi yang adekuat.

e. Pantau tanda-tanda vital (suhu, TD, nadi, pernapasan)

Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia.

f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.


Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,

fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

g. Ukur berat badan setiap hari

Rasional : mengetahui status hidrasi / volume sirkulasi.

h. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari

Rasional : mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.

i. Kolaborasi : berikan terapi cairan sesuai indikasi dan pantau

pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN/kreatinin, natrium, kalium)

Rasional : memenuhi kebutuhan cairan dan mengobservasi tingkat

hidrasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan

masukan oral.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi

klien terpenuhi.

b. Kriteria hasil : Berat badan stabil, menghabiskan diet sesuai porsi, nilai

hasil laboratorium (Hb, Albumin, Gula darah).

c. Intervensi :

1) Observasi status nutrisi klien

Rasional : mengetahui asupan nutrisi klien.

2) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,

muntah.

Rasional : hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat

menurunkan motilitas / fungsi lambung (distensi / ileus paralitik) yang akan

mempengaruhi pilihan intervensi.


3) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : mengkaji pemasukan yang adekuat.

4) Beri makanan porsi kecil tapi sering

Rasional : mengurangi rasa mual dan memberi rasa nyaman.

5) Kolaborasi

a. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH dan

HCO3, Hb dan albumin.

b. Berikan pengobatan insulin secara teratur

Rasional : menurunkan insiden hipoglikemia

c. Dengan ahli diet

Rasional : untuk memperhitungkan dan penyesuaian diet klien

3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi

tidak terjadi.

b. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk

mencegah terjadinya infeksi.

c. Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (demam, kemerahan, pus, luka)

Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua

orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri.


Rasional : mencegah timbulnya infeksi silang (nasokomial)

3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasife

Rasional : mencegah timbulnya infeksi

4) Berikan perawatan kulit secara teratur seperti massage

Rasional : untuk menghindari kerusakan pada kulit

5) Kolaborasi :

a. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih /

memberikan terapi antibiotik yang terbaik

b. Berikan obat antibiotik yang sesuai

Rasional : untuk membantu mencegah infeksi

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan dengan perubahan

ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perubahan

sensori-perceptual tidak terjadi.

b. Kriteria hasil : mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori

c. Intervensi : Pantau tanda-tanda vital dan status mental

Rasional : suhu meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental

1. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat

klien.

Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat

memperbaiki daya pikir


2. Pelihara aktivitas rutin pasien tetap berhubungan dengan realitas dan

mempertahankan orientasi pada lingkungan.

Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan

realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.

3. Bantu klien untuk ambulasi atau perubahan posisi

Rasional : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa

keseimbangan dipengaruhi

d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelelahan

klien dapat diatasi

 Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan energi, menunjukkan

partisipasi dalam aktivitas

 Intervensi :

1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal

perencanaan aktivitas klien

Rasional : memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas

2. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat, yang cukup

atau tanpa gangguan

Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan

3. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum

atau sesudah melakukan aktivitas

Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat

ditoleransi secara fisiologis.


4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-

hari.

Rasional : meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang

positif

e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang tidak

dapat diobati.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

dapat mengatasi ketidakberdayaannya.

b. Kriteria evaluasi : klien tidak putus asa, mengidentifikasi cara-cara

sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan

aktivitas perawatan diri secara mandiri.

c. Intervensi :

1. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya

tentang perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum.

Rasional : mengidentifikasi cara pemecahan masalah

2. Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa

lalu Rasional : membantu untuk menentukan kebutuhan

terhadap tujuan penanganan.

3. Tentukan tujuan/harapan pasien atau keluarga

Rasional : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan

frustasi

4. Berikan dukungan kepada pasien untuk ikut berperan serta

dalam perawatan diri


Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi

f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pengetahuan klien tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan bertambah

b. Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,

mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit

dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.

c. Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan

penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien

Rasional : memberikan kesempatan untuk mengambil bagian

dalam proses belajar

2. Bekerja sama dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang

diharapkan.

Rasional : partisipasi dalam perencanaan, meningkatkan

antusias dan kerjasama pasien

3. Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit dan

pencegahannya

Rasional : klien dan keluarga paham tentang hal-hal yang belum

diketahui sehubungan dengan penyakitnya


4. Evaluasi tingkat pemahaman klien dan keluarga setelah

penyuluhan kesehatan

Rasional : mengetahui pemahaman klien dan keluarga setelah

diberi pendidikan kesehatan

H. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan (Kozier, 1991).

1. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa

keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.

2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :

a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :

1) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam

kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir

kritis dan penilaian yang kreatif.

2) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas

perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support

yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah

perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh

penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan

mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika

mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap yang lain.


3) Teknikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan

dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan

suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.

b. Tindakan Keperawatan

1. Mandiri atau independen

adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja

perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan

mengevaluasi tindakannya :

a) Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan

sendiri, contoh : merubah posisi klien yang obesitas di atas

tempat tidur.

b) Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti

posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.

c) Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus

mencari pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.

Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif tim

kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik untuk mengatasi

nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.


c. Pendokumentasian Implementasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan

tersebut dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus

pendokumentasian pada pelaksanaan.

I. Evaluasi

Evaluasi terhadap klien diabetes melitus tipe II (NIDDM) disesuaikan dengan masalahnya :

1. Intake–output cairan dan elektrolit adekuat.

2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

3. Infeksi tidak terjadi.

4. Perubahan sensori-perceptual tidak terjadi.

5. Terjadi peningkatan energi dan menunjukkan

partisipasi dalam aktivitas.

6. Mampu mengidentifikasi cara-cara sehat untuk

menghadapi perasaan.

7. Tingkat pengetahuan klien dan keluarga

meningkat.

Anda mungkin juga menyukai