DIABETES MILITUS
OLEH
ISMAYENTI
193140826
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute
atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan
soegondo,2009).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes bagian
kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah
kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (Askandar,
2000).
B. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah
merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan
pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari
bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah
dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada
pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Ketiga,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan
terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh
kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl.
C. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
(Santosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika
sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes
tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah misalnya diabetic foot.(suprajitno,2004)
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes seringkali
menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini,
terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang
signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit
maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik
dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor
risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif
yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme
protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah
(aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan
mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi
dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih
rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih membunuh kuman
berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl. Karena kekurangan suplai
oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena
plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan ( Polidipsi ),
Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). Penyakit pada penderita diabetes bagian kaki dengan
gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
b. Adanya kalus ditelapak kaki
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
F. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5
mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma
kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood)
karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih
tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena
(Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya
produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara
normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah
menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
c. Penyakit makrovaskuler seperti Penyakit pembuluh darah
d. Ulkus/gangren
e. Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi
ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan
dingin, rasa sakit pun berkurang.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
(Corwin,EJ.2009)
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
2. Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Anamnese (Asman,2006)
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton
pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit
(Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi
insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi diabetes mellitus
poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006)
h. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
1) Keadaaan umum
Pemeriksaan tanda - tanda vital, tingkat kesadaran, dan antropometri
TTV : TD/BP, F, RR, T
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor/semicoma, coma
Antropoometri : TB/PB, BB
2) Kulit
Sistem integument/kulit, keadaan umum kulit, kebersihan, integritas kulit, tekstur, kelembaban,
adanya ulkus/luka, turgor kulit, warna kulit dan bentuk kelainan dari kulit
3) Kepala dan Leher
Pengkajian daerah kepala, distribusi rambut, keadaan umum kepala, kesimetrisan, adanya
kelainan pada kepala secara umum.
Pengkajian leher ada atau tidaknya pelebaran vena jugularis, pembesaran kelenjar tiroid,
pembesaran kelenjar limfe, keterbatasan gerak leher dan kelainan lain.
4) Penglihatan dan Mata
Pengkajian daerah mata dan fungsi sistem penglihatan, keadaan mata secara umum, konjungtiva
(anemis, jaundice, peradangan dan trauma), adanya banormalitas pada mata/kelopak mata, visus,
daya akomodasi mata, penggunaan alat bantu penglihatan, kelainan/gangguan saat
melihat/membaca
I. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Akut Pain level Pain Management
berhubungan Pain control
dengan Agen Setelah dilakukan 1. Monitor tanda tanda
Injury Biologis perawatan selama vital
2x24 jam diharapkan 2. Observasi ketidak
nyeri berkurang nyamanan non verbal
dengan kriteria hasil 3. Lakukan
: pengkajian
yang komprehensif
1. Mampu mengontrol (meliputi lokasi,
nyeri karakteristik, durasi,
2. Melaporkan bahwa frekuensi.
nyeri berkurang 4. Ajarkan teknik non
dengan menggunakan farmakologi misalnya
manajemen nyeri relakssasi, distraksi,
3. Menyatakan rasa nafas dalam
nyaman setelah nyeri 5. Kolaborasi dengan
berkurang tenaga medis untuk
pemberian analgesik
Carpenito & suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River