Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein, mengarah hiperglikemi (kadar glukosa darah tinggi) ( Black &

Hawks 2014 ). Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas

sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Mellitus tipe 2 dikenal dengan Non Insulin – Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM), keadaan di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat

berfungsi dengan semestinya. Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan

seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau

berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin

yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah (Robins and

Cotran, 2009)

11
2. Klasifikasi

Tabel 2.1 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus


ke defisiensi insulin absolut:
 Autoimun
 Idiopatik

Diabetes Mellitus tipe II Bervariasi, mulai yang dominan


resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
Diabetes tipe lain  Defek genetic fungsi sel β
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat dan zat kimia
 Infeksi
 Karena imunologi yang jarang
 Sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan Diabetes
Mellitus
Diabetes Gestasional Diabetes Mellitus Gestasional adalah
keadaan diabetes atau intoleransi glukosa
yang timbul selama masa kehamilan dan
biasanya berlangsung hanya sementara.
Sumber : Perkeni, 2011.

3. Manifestasi klinis Diabetes Melitus Tipe II

Manifestasi klinis Diabetes Mellitus tipe II menurut Black dan Hawks (2014),

adalah sebagai berikut:

a. Poliuria (sering buang air kecil)

Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik sehingga ginjal akan

mengeluarkan urin dalam jumlah yang lebih banyak.

12
b. Polidipsi (haus berlebihan)

Peningkatan rasa haus berhubungan dengan adanya dehidrasi akibat ginjal

mengeluarkan glukosa dalam jumlah yang berlebihan sehingga

menyebabkan timbulnya rasa haus dan mulut terasa kering sebagai

mekanisme kompensasi paisen akan banyak minum.

c. Poliphagia (mudah lapar)

Akibat asupan glukosa ke intra sel tidak adekuat, disebabkan defisiensi

insulin atau penurunan reaksi intra sel (reseptor khusus di permukaan sel

yang masuk menstimulasi pengambilan glukosa ke jaringan) sehingga

glukosa tidak dapat masuk ke intra sel, dan metabolisme sel tidak

berlangsung, penderita akan merasa lapar, meski sering mandapat asupan

nutrisi.

d. Penglihatan kabur

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dapat menyebabkan

peningkatan tekanan osmotic pada mata dan perubahan pada lensa

sehingga pasien akan mengalami gangguan penglihatan.

e. Infeksi kulit

Peningkatan kadar glukosa dalam sirkulasi darah dapat menyebabkan

peningkatan pertumbuhan bakteri. Peningkatan pertumbuhan bakteri dapat

berhubungan dengan terjadinya infeksi seperti pada kulit.

13
f. Kelelahan dan kelemahan

Pada pasien DM terjadi penurunan proses glikogenesis sehingga glukosa

tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses

pemecahan lemak yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida

menjadi gliserol dan asam lemak bebas sehingga cadangan lemak

menurun. Akibat adanya penurunan proses glikogenesis dan lipolisis

menyebabkan pasien DM mengalami kelelahan dan kelemahan.

4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Pada Diabetes Mellitus tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi

kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci

untuk memasukan glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah

meningkat.

Kemungkinan lainnya terjadi Diabetes Melitus tipe 2 adalah bahwa sel- sel

jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin

(dinamakan resistensi insulin atau insuresistence) sehingga glukosa tidak

dapat masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah

Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami

obesitas (Tandra Hans, 2007).

Pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan dengan

insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

14
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai

akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada

Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra sel yang

mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Namun pada

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi insulin

berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan dalam tingkat normal atau

sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan mengakibatkan Diabetes Mellitus tipe 2 (Smeltzer & Bare,

2008).

5. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe

II a. Komplikasi Akut

1) Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis Diabetik adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat

defisiensi insulin di karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih

300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan memerlukan intervensi untuk

mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat,

15
elektrolit, ketidakseimbangan cairan. Adapun faktor pencetus

ketoasidosis diabetik yaitu : obat-obatan, steroid, diuretik, alkohol,

gagal diet, kurang cairan, kegagalan pemasukan insulin, stress,

emosional, dan riwayat penyakit ginjal. (Price, S. A. & Wilson L.M,

2006).

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan menerima jumlah

insulin yang lebih banyak daripada yang di butuhkannya untuk

mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-gejala hipoglikemia

disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala

dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku

yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma). (Price, S. A. & Wilson

L.M, 2006).

b. Komplikasi Kronis

1) Penyakit ginjal

Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler

adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar

glukosa darah meningkat, maka sirkulasi darah ke ginjal menjadi

menurun sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati. (Price, S. A.

& Wilson L.M, 2006).

16
2) Penyakit mata

Penderita Diabetes Melitus akan mengalami gejala penglihatan

sampai kebutaan keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan

retinopati. Katarak juga dapat disebabkan karena hiperglikemia

yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan

kerusakan lensa. (Price, S. A. & Wilson L.M, 2006).

3) Neuropati

Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf

otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi

sorbitol dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa

fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat

menimbulkan perubahan kondisi saraf. (Price, S. A. & Wilson L.M,

2006).

c. Komplikasi Makrovaskuler

1) Penyakit jantung koroner

Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi

penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh

tubuh sehingga tekanan darah naik. Lemak yang menumpuk

dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri

(arterosklerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung koroner

atau stroke (Price, S. A. & Wilson L.M, 2006).

17
2) Pembuluh darah kaki

Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik,

keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak

terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi

dimulai dari celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada

sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada

daerah-daerah yang terkena trauma (Price, S. A. & Wilson L.M,

2006).

6. Diagnosis

Untuk menegakkan Diagnosa DM diperlukan berbagai pemeriksaan seperti

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Biasanya pasien dengan keluhan seperti poliuria, polifagi, polidipsi,

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, badan terasa

lemah, dan gatal pada kulit.

b. Pemeriksaan glukosa darah

Untuk diagnosa DM pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa dengan cara enzimatik yang dilakukan di laboratorium.

1) Glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, puasa artinya tidak ada asupan kalori

dalam 8 jam sebelum pemeriksaan.

2) Glukosa darah plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM disertai dengan keluhan yang khas.

18
a) Glukosa toleransi test oral >200 mg/dl

b) Glikosilat Hemoglobin (Hb A1c) bila kadar glukosa meningkat diatas

normal, maka jumlah glikosilat haemoglobin darah juga meningkat.

Pergantian haemoglobin yang lambat nilai haemoglobin darah juga

meningkat. Pergantian haemoglobin yang lambat nilai haemoglobin

yang tinggi menunjukan kadar glukosa darah yang tinggi selama 4 –

8 minggu. Nilai glikosilat haemoglobin berkisar antara 3,5% hingga

5,5% atau di bawah 7% (Black & Hawks 2014).

7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe II

Empat pilar utama penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe II menurut

PERKENI (2011) diantaranya:

a. Edukasi

Pemberian edukasi pada penyandang Diabetes Mellitus perlu diperhatikan

bahwa informasi yang diberikan haruslah secara bertahap, informasi tidak

boleh sedikit atau terlalu banyak dalam waktu yang singkat. Ada dua

pendekatan yang harus dilakukan dalam pemberian edukasi pada pasien

Diabetes Mellitus tipe II yaitu:

1) Pendekatan berbasis kepatuhan pengobatan, secara umum pasien harus

mematuhi segala rekomendasi yang terkait dengan manajemen

perawatan mandiri Diabetes Mellitus.

2) Pendekatan berbasis pemberdayaan pasien, tujuan utama dari edukasi

pasien Diabetes Mellitus adalah mempersiapkan pasien untuk

19
membuat keputusan tentang perawatan diabetesnya sendiri (Funnel

dan Anderson, 2004).

b. Perencanaan Makan

Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan

kecukupan gizi yang baik sebagai berikut: Karbohidrat 60-70%, Protein

10-15%, Lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,

status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan ideal, dengan mengetahui bahan makanan

yang dianjurkan dan dibatasi.

c. Latihan Jasmani

Pilar ini sangat dianjurkan, tetapi harus disesuaikan dengan kemampuan

dan kondisi penyakit lain pada pasien. Bila mungkin latihan teratur (3-4

kali seminggu ± 1,5 jam). Prinsip olah raga pada DM sama saja dengan

prinsip olahraga secara umum, yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :

1) Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara

teratur.

2) Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60 % - 70% MHR.

3) Time (durasi) : 30 – 60 menit.

4) Tipe (jenis) : olahraga endurance (aerobic) unuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan

bersepeda. Jenis olah raga yang dianjurkan yaitu :

20
a) Continuous

Latihan yang diberikan harus berkesinambungan, dilakukan terus

menerus tanpa berhenti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit,

maka selama 30 menit pengidap melakukan jogging tanpa

istirahat.

b) Rhythmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot

berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh : latihan ritmis

adalah jalan kaki, jogging, berenang, bersepeda, mendayung.

c) Intensity

Latihan olah raga yang dilakukan selang seling antara gerak cepat

dan lambat. Misalnya, jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging

diselingi jalan. Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat

bernafas dengan lega tanpa menghentikan latihan sama sekali.

d) Progressive

Latihan yang dilakukan harus berangsur-angsur dari sedikit ke

latihan yang lebih berat, secara bertahap. Jadi beban latihan olah

raga dinaikan sedikit demi sedikit sesuai dengan pencapaian

latihan sebelumnya.

e) Endurance

Latihan daya tahan tubuh memperbaiki system kardiovaskuler.

Oleh karena itu sebelum ikut program latihan olah raga, terhadap

pengidap harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskuler.

21
d. Terapi farmakologis

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali perhari untuk

mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada

malam hari. Penggunaan farmakologis dalam Diabetes Mellitus dapat

berupa obat hipoglikemik oral (OHO) jika untuk kondisi dimana obat oral

tidak memungkinkan lagi untuk digunakan makan penggunaan insulin

dapat menjadi pilihan. Penggunaan obat hipoglikemik oral diberikan

berdasarkan interaksi obat dalam tubuh. Metformin diberikan 500 hingga

700mg/hari, metformin bertugas untuk menurunkan produksi glukosa

hepatik, menurunkan absorbsi glukosa usus dan meningkatkan kepekaan

insulin khususnya di hati serta tidak menyebabkan peningkatan berat badan

(Price dan Wilson, 2006).

Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan

produksi glukosa hati, dosisnya 4 hungga 8 mg/hari, bila kadar gula darah

tidak dapat dikontrol dengan cara-cara diatas maka pasien Diabetes

Mellitus tipe II yang sel beta pankreas masih dapat berfungsi maka dapat

menggunakan Sulfonylurea karena dapat merangsang fungsi sel beta

pankreas dan meningkatkan produksi insulin, dosisnya adalah glipizid 2,5

sampai 40mg/hari dan gliburid 2,5 hingga 25mg/hari (Price dan Wilson,

2006).

22
e. Kontrol Gula Darah

Jika telah terdiagnosa menderita DM maka pasien wajib melakukan control

gula darah secara rutin. Satu bulan sekali dilakukan control gula darah. Hal

ini untuk mencegah terjadinya peningkatan gula darah secara mendadak.

Sering terjadi peningkatan gula darah karena DM yang tidak terkontrol.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan di ketahui

berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008 : 98).

Pengkajian keperawatan Diabetes Melitus meliputi:

a. Aktifitas dan istirahat

Gejala: letih, lemah sulit berjalan / bergerak, tonus otot menurun, kram

otot, gangguan istirahat/ tidur.

Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan

aktifitas, letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas,

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda: takikardi, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi

menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola

mata cekung.

23
c. Integritas Ego

Gejala: stress, tergantung pada orang lain.

Tanda: Ansietas.

d. Eliminasi

Gejala: Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar,

kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan

abdomen, diare.

Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi

oliguria/ anuriajika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk

(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun:

hiperaktif (diare).

e. Makanan/ Cairan

Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet;

peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih

dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).

Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,

muntah,hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan

peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).

f. Neurosensori

Gejala: Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot,gangguan penglihatan.

24
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori

(baru, masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas

kejang.

g. Nyeri/ Kenyamanan

Gejala: Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).

Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.

h. Pernafasan

Gejala: Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi/ tidak).

Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.

i. Keamanan

Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan

umum/rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan

(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j. Seksualitas

Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,

kesulitan orgasme pada wanita.

k. Penyuluhan

Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan

yang lambat,penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin

dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah),

menggunakan obat diabetik.

25
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan

diri, pemantauan glukosa darah.

1) Test Diagnostik

Beberapa tes yang di lakukan yaitru glokosa darah: meningkat 100-

200 mg/dl atau lebih, aseton plasma (keton): positif secara mencolok,

asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat, urin: gula

dan aseton positif: berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat,

Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (≥ 200mg/dl) untuk pasien

yang kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress, hemoglobin

glikosilat diatas rentang normal untuk mengukur presentase, glukosa

yang melekat pada hemoglobin rentang normal 5-6%.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah kebutuhun klien mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang actual atau potensial. Berikut ini adalah diagnosa

keperawatan menurut Doengoes, 2010 :

a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak adekuatnya produksi insulin, penurunan masukan oral: anoreksia,

mual.

b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,

insufisiensi insulin.

26
3. Peran perawat dalam perawatan pasien Diabetes Mellitus

Peran perawat menurut Hidayat (2007) merupakan tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan

dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaaan sosial baik dari

profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang konstan. Peran

perawat sebagai edukator sangat butuhkan oleh pasien DM tipe 2 karena

DM merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri

yang khusus seumur hidup. diet, aktivitas fisik serta emosional dapat

mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk

mengatur keseimbangan berbagai faktor.

Pasien bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri

setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah

yang mendadak, tetapi juga harus memiliki prilaku yang preventif dalam

gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Dalam

beberapa tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan program pendidikan

dan pelatihan diabetes bagi pasien-pasien rawat jalan dengan bertambahnya

dukungan finansal dari pihak ketiga.

Meskipun demikian bagi sebagian pasien, satu-satunya jalan untuk

memperoleh pendidikan tentang diabetes hanya terdapat selama perawatan

di rumah sakit dan satu-satunya peluang bagi pasien untuk mempelajari

keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan

27
menghindari komplikasi diabetes (Smeltzer & Bare, 2008). Perencanaan

pemberian edukasi yang baik dan komprehensif serta sesuai dengan

kebutuhan pembelajaran pasien akan mengurangi biaya pelayanan

kesehatan, dan meningkatkan kualitas pelayanan.

Pemenuhan kebutuhan informasi klien dalam hal ini pendidikan kesehatan

merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Semakin tinggi tingkat keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan yang

diberikan atau semakin tinggi tingkat kepuasan pasien terhadap pendidikan

kesehatan yang diberikan oleh perawat, maka semakin tinggi kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Banyak rumah sakit yang

memiliki perawat spesialis dalam pendidikan dan penatalaksanaan diabetes.

Namun demikian, karena dalam sebuah rumah sakit jumlah pasien diabetes

disetiap unit cukup banyak, maka semua perawat memiliki peran yang

sangat penting dalam megidentifikasi pasien-pasien diabetes, mengkaji

keterampilan dalam melakukan perawatan mandiri, memberikan pendidikan

dasar, menyegarkan kembali pengajaran yang pernah diterima, dan merujuk

pasien untuk mendapatkan tindak lanjut setelah keluar dari rumah sakit

(Smeltzer & Bare, 2008).

Penelitiaan De Weerdt menyimpulkan bahwa pasien DM yang mendapat

pendidikan kesehatan dan pelatihan dari perawat, tingkat pengetahuan, sikap

28
dan perilakunya dalam mengendalikan kadar glukosa darah, lebih baik

dibanding pasien yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari

perawat.

C. Wanita Usia Produktif

1. Pengertian

Menurut KBBI 2015 wanita adalah perempuan dewasa dan menurut KBBI

2015 usia produktif adalah ketika seseorang masih mampu bekerja dan

menghasilkan sesuatu. artinya dalam usia produktif, penduduk tersebut

memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang rutin. Manusia

dikatakan usia produktif, ketika penduduk berusia pada rentang 15 - 64

tahun. Sebelum 15 tahun, atau setelah 64 tahun tidak lagi masuk ke dalam

usia produktif (BkkbN, 2015).

Menurut BkkbN (2015), wanita usia produktif adalah wanita yang berumur

15 - 49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda. Usia antara

20 sampai 45 tahun, sering dihubungkan dengan masa subur atau masa usia

produktif (Buana, 2011). Sementara itu ada pendapat lain menyatakan

bahwa wanita usia produktif adalah keadaan wanita yang telah cukup umur

untuk bisa menghasilkan keturunan atau hamil. Usia normal wanita

produktif yaitu 14 - 45 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah mampu

menghasilkan indung telur didalam rahimnya dan bereproduksi.

29
2. Diabetes Melitus pada wanita

Wanita lebih rentan menderita penyakit kronis seperti Diabetes dan

menderita cacat dibandingkan laki – laki. Diperkirakan tahun 2015 – 2050

bahwa mayoritas kasus diabetes mellitus terjadi pada wanita, menurut Dinas

Kesehatan Task Force Amerika Serikat, masalah Diabetes pada wanita

merupakan masalah yang sangat penting, karena terdapat kaitan antara

kehamilan dengan kejadian Diabetes Mellitus (CDC, 2011).

Selain Diabetes Mellitus tipe 2, wanita bisa mengalami jenis Diabetes

Mellitus gestasional yaitu Diabetes yang terjadi saat hamil. Dampak yang

ditimbulkan oleh ibu penderita Diabetes Mellitus gestasional adalah ibu

berisiko tinggi terjadi penambahan berat badan berlebih, terjadinya

preeklamsia, eklamsia, bedah sesar dan komplikasi kardiovaskuler hingga

kematian ibu. Setelah persalinan terjadi, maka penederita berisiko berelanjut

terkena Diabetes tipe 2 atau terjadi Diabetes gestasional yang berulang pada

masa yang akan datang. Sedangkan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami

Diabetes gestasional berisiko tinggi untuk terkena trauma kehamilan

(Pratama dkk,2012).

DM lebih sering terjadi pada perempuan karena kebiasaan perempuan yang

suka mengkonsumsi makan – makanan yang mengandung gula, cokelat, dan

jajanan – jajanan siap saji, hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula

30
darah pada perempuan yang lebih berisiko dibanding laki – laki akibat pola

makan yang tidak baik. (Sartika dkk, 2013).

Menjaga kesehatan wanita sangatlah penting, dengan mengetahui risiko

kejadian penyakit pada wanita, berguna untuk menentukan upaya – upaya

pencegahan penyakit pada wanita termasuk Diabetes mellitus.

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus pada Wanita

Usia Produktif

a. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga

Risiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah

sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk

menderita DM adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk

mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan

DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan

lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko

untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah

saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010).

b. Usia

Berdasarkan penelitian Ricardo dkk tahun 2014 tentang analisis factor

terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 pada wanita usia produktif didapatkan

hasil bahwa penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang termuda adalah 36

tahun. Diabetes Melitus dapat menyerang warga penduduk

31
dari berbagai lapisan, baik dari segi ekonomi rendah, menengah, atas,

ada pula dari segi usia. Tua maupun muda dapat menjadi penderita DM.

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.

Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan,

terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya

berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. Teori yang

ada mengatakan bahwa seseorang ≥45 tahun memiliki peningkatan

resiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa yang di sebabkan

oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya

kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin. untuk

memetabolisme glukosa.

c. Ras

Berdasarkan penelitian shai dkk,2006 di UK selama 20 tahun studi

tentang Etnis, obesitas dan resiko Diabetes Melitus tipe 2 pada Wanita,

menyatakan bahwa ras Asia,Hispanik, dan Hitam memiliki resiko

Diabetes Melitus Tipe 2 lebih tinggi dibandingkan kulit putih setelah

mengontrol BMI.

d. Status pekerjaan

Berdasarkan penelitian Mongsidi 2014 di manado menunjukan bahwa

orang yang tidak memiliki pekerjaan beresiko 1,5 kali lebih besar

terkena DM Tipe 2 dibandingkan mereka yang memiliki pekerjaan.

Penelitian Specific Epidemiology of Diabetes di Adelaide, Australia

32
Grant et al (2009) mendapatkan hasil bahwa mereka yang tidak bekerja

beresiko terkena Diabetes Mellitus. Pada kelompok kategori tidak

bekerja cenderung kurang melakukan aktivitas fisik sehingga proses

metabolisme atau pembakaran kalori tidak berjalan dengan baik .

e. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah

menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik

mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam

darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan

yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh

sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah

glukosa menjadi energi maka akan timbul Diabetes Mellitus tipe 2

(Kemenkes, 2010). Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga

tingkatan sebagai berikut :

1) Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya

tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan

(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci

baju/piring.

2) Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus –

menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan

(flexibility). Contoh : berlari kecil, bersepeda, jalan cepat.

33
3) Kegiatan berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan

membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat.

Contoh : berlari, aerobic.

f. Stress

Berdasarkan penelitian (Heraclides dkk,2009) tentamg psychosocial

Stres at work Doubles the Risk of type 2 Diabetes in Middle-Aged

Woman, bahwa stress akan mengaktivasi kronik psikoneuroendokrin

seperti glukokostikoid lalu menghasilkan hormon kortisol, jika

mengalami stress berat maka hormon kortisol akan semakin banyak,

sehingga sensitivitas tubuh terhadap insulin meningkat.

g. Obesitas

Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan

kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak ( jaringan

subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas

juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan. Obesitas adalah

penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan

IMT > 25kg (Gusti & Erna,2014). Obesitas juga merusak kemampuan

sel beta untuk melepaskan insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah

(Soewondo, 2011). Masalah obesitas merupakan masalah yang sering

terjadi pada wanita usia produktif. Wanita yang berusia 15 – 45 tahun

harus selalu mendapat perhatian (Depkes RI, 2010). Obesitas banyak

dialami oleh wanita pada usia ini karena pola makan yang tidak

seimbang sehingga menyebabkan status gizi seseorang berlebihan.

34
h. Pola makan

Makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah. Pada

proses makan, makanan yang di makan akan dicerna di dalam saluran

cerna dan kemudian akan di ubah menjadi suatu bentuk gula yang di

sebut glukosa. Sementara itu penelitian yang dilakukan sartika,dkk

2013, hasil penelitian didapatkan bahwa penderita DM tipe 2 banyak

berjenis kelamin perempuan , DM tipe 2 lebih sering terjadi pada

perempuan karena kebiasaan perempuan yang suka mengkonsumsi

makan – makanan yang mengandung gula, cokelat, dan jajanan –

jajanan siap saji, hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula darah

pada perempuan yang lebih berisiko dibanding laki – laki akibat pola

makan yang tidak baik.

i. Merokok

The Cancer Prevention Study 1 menemukan bahwa wanita yang

merokok lebih dari 40 batang sehari memiliki 74% peningkatan resiko

Diabetes Mellitus tipe 2, sedangkan Laki – laki meningkat 45%.

Merokok telah teridentifikasi sebagai factor resiko yang memungkinkan

untuk terjadinya resitensi insulin (ASH, 2012).

35

Anda mungkin juga menyukai