Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DIABETES MELITUS

Disusun Oleh:

EUNIKE FITRIANA
NPM : 2111515099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2021
A. KONSEP TEORI

1. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:1220), adalah sebagai
berikut :
1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus

2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes


Mellitus)

3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya

4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

2. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
a. Diabetes Tipe I
1. Faktor genetik.

2. Faktor imunologi.

3. Faktor lingkungan
b. Diabetes Tipe II

1. Usia.
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.

c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang
sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai
Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar
2001).
3. TANDA DAN GEJALA
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

Tanda dan gejala dibagi dalam enam tingkatan , yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “ claw,callus
1. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
2. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
3. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
4. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
5. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

4. PATOFISIOLOGI
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki kumpulan sel yang berbentuk seperti
pulau yang disebut dengan Pulau-Pulau Langerhans. Di dalam pulaupulau tersebut berisi
sel alfa (sel yang memproduksi glukagon yang kerja zat tersebut berlawanan dengan
insulin), sel beta (sel yang memproduksi insulin yang bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel), dan sel delta (sel yang memproduksi somastostatin). Pada Diabetes Melitus
type I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang diakibatkan oleh faktor
genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan (infeksi virus).

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuk agar glukosa dapat masuk ke dalam sel dan dimetabolisme menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap
berada di pembuluh darah.Pada Diabetes Melitus type II, mekanisme yang tepat yang
menyebabkan gangguan sekresi insulin, tetapi terdapat faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi hal tersebut yaitu faktor usia (> 60 th), obesitas, riwayat kelarga dan
kelompok etnik tertentu.Proses terjadinya Diabetes Melitus type II yaitu bila jumlah
insulin normal tetapi reseptor insulin yang diibaratkan sebagai lubang kunci pada
permukaan sel berkurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit sehingga
glukosa tetap berada di pembuluh darah.

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang
normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat akan menimbulkan hiperglikemia
(peningkatan glukosa dalam darah). Jika hiperglikemia-nya berat dan ginjal tidak mampu
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, maka akan timbul glikosuria.
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, maka ekskresi ini akan
disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang dinamakan Diuresik
Osmotik.

Dari hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran urine (poliuria), dan sebagai
kompensasi tubuh akan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka sel dalam tubuh kekurangan zat nutrisi sehingga berat badan berkurang dan
menimbulkan rasa lapar (polifagia). Akibat kehilangan zat nutrisi yang akan diubah
menjadi energi akan mengakibatkan rasa lelah, lemah dan mengantuk. Dari kekurangan
zat nutrisi dalam sel dan hiperglikemia juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan
luka berjalan lambat sehingga dapat terjadi gangren dan penglihatan kabur.

Selain itu, di dalam tubuh terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi sampingannya yaitu badan keton. Badan keton ini merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam-basa dalam tubuh jika jumlahnya berlebihan. Hal inilah
dinamakan Ketoasidosis Diabetik yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual mntah, nafas berbau aseton, pernapasan kussmaul, perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian.
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi
dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya,
dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi
resolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem
imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar kejaringan
sekitarnya.
5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 6 hal yaitu:
1. Postprandial: Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula
darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan
diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral: Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air
dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang
normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5. Urine: Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( +++
+)
6. Kultur pus: Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis: Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada
pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1. Pemicu sekresi insulin.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3. Penghambat glukoneogenesis.

4. Penghambat glukosidase alfa.


b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat.

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3. Ketoasidosis diabetik.

4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

Penatalaksanaan Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan
klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1
: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik
yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan ulkus diabetik.
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet
pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat
mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma
berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh
fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejalas : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia

Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti

Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai