Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN :

ULKUS DIABETES MELLITUS

Laporan Pendahuluan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah ( KMB )

Oleh:
Yeti Nurhayati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATA JENDRAL ACHMAD YANI
Jl. Terusan Jenderal Sudirman PO. Box 148, Cimahi 40533
TAHUN 2020

1
Tgl: Nilai Tgl: Nilai Rata-rata

Paraf CI Paraf Dosen


RSUD
Stempel
Bayu

Asih

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DIABETES MELLITUS


A. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda - tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin
atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,
ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2009).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus


sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetik untuk terjadinya ulkus diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (zaidah,
2005).

2
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan
komplikasi serius akibat Diabetes (Andyagreeni, 2010).

B. Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus:
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor genetik : peningkatan kerentanan sel-sel beta dan
perkembangan antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel
beta
b. Faktor imunologi.: Respon autoimun abnormal-> antibodi
menyerang jaringan normal yang dianggap jaringan asing
c. Faktor lingkunngan : faktor infeksi virus : infeksi virus coxsakie
pada individu yang peka secara genetik.
2. Diabetes Tipe II
a. Usia : cenderung meningkat diatas usia 65 tahun
b. Obesitas : obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel
target diseluruh tubuh = insulin yang tersedia menjadi kurang
efektif dalam meningkatkan efek metabolik
c. Riwayat keluarga.
d. Kelompok genetik.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi
menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik.
b. Angiopati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.

3
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah
angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah
yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati
dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.
(Brunner dan Suddarth, 2002)

C. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes
mellitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini

4
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda
- tanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).

5
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan
pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya
proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang
berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan di bawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi
sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang) e. Paralysis ( lumpuh )

6
No Gejala DM Tipe I DM Tipe II
1. Polyuria ++ +
2. Polydipsia ++ +
3. Polyphagia ++ +
4. Kehilangan BB ++ -
5. Pruritus + ++
6. Infeksi kulit + ++
7. Vaginitis + ++
8. Ketonuria ++ -
9. Lemah , lelah dan pusing ++ +

Menurut Smeltzer dan Bare (2000), bila terjadi sumbatan kronik, akan
timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
1.      Stadium I   : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2.      Stadium II  : terjadi klaudikasio intermiten
3.      Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
4.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
( ulkus )
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), klasifikasi gangren kaki diabetik
dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu:
1.    Derajat 0  : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
2.    Derajat I     : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3.    Derajat II    : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4.    Derajat III   : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5.    Derajat IV  : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
Atau tanpa selulitis
6.    Derajat V    : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. Komplikasi

7
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa
gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan
sulfonilurea.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut.
Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus
diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh,
kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari,
pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit
kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien
dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

8
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic
ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg
dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara
mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan
Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
kadar insulin.

c. Pemantauan

9
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur
terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat
mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan
diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari
diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20%
dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan
pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun
sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch,
kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien
yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi

10
serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama
menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai
berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4
hal yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk
menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C
yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75
gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah
yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari
140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick
yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan
pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada mesin
glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau
kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

11
12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : ULKUS DIABETES MELLITUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama
klien, umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku,
alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan
adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena
diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.
2. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama
yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit
dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan
berat badan turun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan
informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga
aterosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari
DM, penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut
kepada anaknya.

13
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes
Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan
pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
1.    Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
2.    Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
3.    Integritas Ego
Gejala : Stress, ansietas
4.    Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites
5.    Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
6.    Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
7.    Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
8.    Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
9.    Keamanan
Tanda : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
10.  Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

14
11.  Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi

B.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori menurut (Carpenito,
Lynda juall; 2000)
1.   Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah
2.    Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas
3.    Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan
4.     Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5.    Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang
6.    Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
tingginya kadar gula darah
7.   Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
8.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki

Menurut standar diagnosa keperawatan Indonesia ( SDKI ) sebagai berikut :


1. Perfusi perifer tidak efektif ( D.0009 )
2. Gangguan integritas kulit / jaringan ( D.0129 )
3. Nyeri akut ( D.0077)
4. Gangguan mobilitas fisik ( D.0054 )
5. Defisit nutrisi ( D.0019 )
6. Risiki infeksi ( D.0142 )
7. Defisit pengetahuan ( D.0111 )
8. Gangguan pola tidur (D.0055 )

15
C. Intervensi Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Tujuan : Perfusi Perifer ( L.02011 ), kriteria hasil :
- Denyut nadi perifer meningkat (5)
- Penyembuhan luka meningkat (5)
- Sensasi meningkat (5)
- Edema perifer menurun (5)
- Nyeri ekstremitas menurun (5)
- Nekrosis menurun (5)
- Pengisian kepiler cukup membaik (5)
- Akral cukup membaik (5)
- Turgor kulit cukup membaik (5)
- Tekanan darah cukup membaik (5)
Rencana : Perawatan sirkulasi ( I.02079)
 Observasi
- Periksa sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, wrana, suhu )
- Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi ( diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kolesterol tinggi )
 Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfungsi
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
 Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar

16
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan , dan penurun kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular
- Ajarkan progran diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Diagnosa : Gangguan Integritag kulit / jaringan ( D.0129 )
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan ( L. 14125 ), kriteria hasil :
- Elastisitas membaik ( 5 )
- Perfusi jaringan membaik ( 5 )
- Kerusakan jaringan menurun ( 5 )
- Kerusakan lapisan kulit menurun ( 5 )
- Nyeri menurun ( 5 )
- Kemerahan menurun ( 5 )
- Nekrosis menurun ( 5 )
- Suhu kulit membaik ( 5 )
- Sensasi membaik ( 5 )
Intervensi : Perawatan luka ( I.24564 )
 Observasi
- Monitor karakteristik luka, misal ; drainase, warna, ukuran,
bau
- Monitor tanda – tanda infeksi
 Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

17
- Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
- Bersihkan dengan cairan nacl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit / lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan tehnik steril saat perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadualkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
- Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral, sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneus ), jik
perlu
 Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dam protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
 Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik
3. Nyeri akut ( D.0077 )
Tujuan : Tingkat nyeri ( L.08066 ), kriteri hasil :
- Keluhan nyeri menurun (5)
- Meringis menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
- Kesulitan tidur menurun (5)
- Frekuensi nadi membaik (5)
- Pola napas membaik (5)

18
Tindakan keperawatan : Manajemen nyeri ( I.08238 )
 Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Indentifikasi respons nyeri non verbal
- Indentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Indentifikasi pengetahuan dan keyakinan nyeri
- Indentifikasi pengaruh budaya dan terhadap respon nyeri
- Indentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping pengunaan analgetik
 Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS ,hipnosis,akupresur ,terapi musik ,biofeedback,
terapi pijat , aroma terapi ,teknik imajinasi terbimbing ,
kompres hangat/dingin ,terapi bermain)
- Kontrol limgkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan , pencahayaan , kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dan pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Amjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri

19
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
4. Gangguan mobilitas fisik ( D.0054 )
Tujuan : mobilisasi fisik ( L.05042 ), kriteria hasil :
- Pergerakan ekstremitas meningkat (5)
- Kekuatan otot meningkat (5)
- Rentang gerak ROM meningkat (50
- Nyeri menurun (5)
- Kaku sendi menurun (5)
- Kelemahan fisik menurun (5)
Rencana tindakan : Dukungan ambulasi ( I.06171 )
 Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama ambulasi
 Terpeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu ( misal ;
tongkat, kruk )
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
 Kolaborasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
5. Diagnosa : Risiko infeksi ( D.0142 )
Tujuan : Tingkat infeksi ( L. 14137 )
- Demam menurun ( 5 )
- Kemerahan menurun ( 5 )

20
- Nyeri menurun ( 5 )
- Bengkak menurun ( 5 )
- Vesikel menurun ( 5 )
- Kadar sel darah putih membaik ( 5 )
Intervensi : pencegahan infeksi ( I. 14539 )
 Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada daerah edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan tehnik aseptik pada pasien berisiko tinggi
 Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.


Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta :
EGC
Doenges, M.E.et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. Bare, B.G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta  :
EGC
Syaifuddin. 2005. Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan edisi 3,
Jakarta: EGC
Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Edisi 1, Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1, Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi
1,Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

22

Anda mungkin juga menyukai