Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELLITUS

YENI RAHMA
NIM. P1337420418075

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
TINJAUAN TEORI

DIABETES MELLITUS

A. Diabetes mellitus
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sekresi insulin atau mikrovaskular, makrovaskular,
neuropati. ( yuliana elin di kutip dalam NANDA NIC-NOC 2015 )
Klasifikasi diabetes mellitus
1) Klafikasi klinis:
a. DM
- Tipe I : IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
- Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin,
resistensi insulisn adalah turunya kemampuan insulin untuk
merangsang pengembaliaan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksinglukosa oleh hati:
• Tipe I dengan obesitas
• Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan tolerasi glukosa
c. Diabetes kehamilan
2) Klasifikasi resiko statistik
a. Sebelumnhya pernah menderita kelainan tolerasi glukosa.
b. Berpotensi menderita kelainan glukosa

2. Etiologi
1. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh:
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes mellitus tipe itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I
- Faktor imunnologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadi diabetes tipe II : usia,
obesitas, riwayat, dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahaan dibagi
menjadi 3 yaitu:
1) < 140 mg/dl : normal
2) 140- < 200 mg/dl : tolerasi glukosa terganggu
3) > 200 mg/dl : diabetes
( NANDA NIC-NOC 2015)

3. Manifestasi klinis
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus ( polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva.
( NANDA NIC-NOC 2015)
B. Ulkus diabetes mellitus
1. Definisi
Menurut Andyegreeni dikutip oleh Andra dan Yessi (2013, p. 211)
Ulkus adalah luka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,
ulkus diabetikum (disebut dengan ulkus diabetes mellitus) juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer.
Menurut Parment dikutip oleh Tarwoto (2012, p. 219)
Ulkus diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan
bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada
seseorang yang menderita penyakit diabetes mellitus, kondisi ini timbul
sebagai akibat adanya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika
ulkus berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak
sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus, infeksi, neuroarthropati, dan
penyakit arteri perifer sering mengakibatkan gangren dan amputasi
ekstremitas bagian bawah.

2. Klasifikasi ulkus diabetes mellitus


Menurut Wagner dikutip Andra dan Yessi (2013, p. 212)
Klasifikasi ulkus diabetes mellitus dibagi menjadi emam tingkatan, antara
lain :
a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw callus”.
b. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
e. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
f. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

3. Etiologi ulkus diabetes mellitus


Menurut Andra dan Yessi ( 2013, p. 212 )
Etiologi atau faktor- faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetikum atau ulkus diabetes mellitus dibagi menjadi faktor endogen dan
eksogen :
a. Faktor endogen: genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati
diabetic.
b. Faktor eksogen : trauma, infeksi, obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah


angiopati, neuropati, dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah
yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin dikutip oleh
Andra dan Yessi 2013, p. 213 ). infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai ulkus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan ulkus diabetikum (Askandar dikutip oleh Andra dan Yessi
2013, p. 213).
4. Manifestasi klinis
Menurut Brunner & Suddarth dikutip oleh Andra dan Yessie (2013, p. 214)
Ulkus diabetikum atau ulkus diabetes mellitus akibat mikroangiopatik
disebut juga ulkus panas karena walaupun nekrosis, daerah akrat itu tampak
merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri
di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik. Proses makroangiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. pada manisfestasi klinis akan
menuliskan tentang :
a. Gejala akut
Secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh)
b. Gejala kronik
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola pada fontaine :
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Studium II : terjadi klaudikasio intermiten.
3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia atau
ulkus.
5. Patofisiologi ulkus diabetes mellitus
Menurut Tarwoto, dkk. (2012, p. 220) menyatakan bahwa penyakit
diabetes mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik yang
dikarakteristik dengan hiperglikemia atau peningkatan gula darah/glukosa.
Pasien yang menderita penyakit diabetes mellitus mengalami komplikasi
akut maupun kronik. Komplikasi kronik yang dapat dialami pasien
meliputi diabetik ketoasidosis, hiperglikemia dan hipoglikemia.
Komplikasi kronik bertanggung jawab terhadap peningkatan angka
morbiditas dan mortilitas pada pasiennya. Komplikasi kronik dibagi
menjadi dua yaitu komplikasi mikrovaskuler (retinopati, neuropati,
nefropati) dan komplikasi makrovaskuler (penyakit arteri koronaria,
penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit pembuluh darah otak).
Tarwoto, dkk. (2012) Mengatakan ulkus kaki diabetik diakibatkan oleh
aktifitas beberapa faktor yang simultan. Penyebab utama mendasari adalah
terjadinya neuropati perifer dan iskemia dari penyakit vaskular perifer.
Menurut Askandar dikutip oleh Andra dan Yessie (2013, p. 213)
Hiperglikemia merupakan awal terjadinya masalah kaki pada penyandang
diabetes mellitus yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. neuropati, baik pada neuropati sensorik maupun motorik
dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Menurut Andra dan Yessie ( 2013, p. 213) Ulkus diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar dibandingkan pintu masuknya,
dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan
kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal mengalami resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang
abnormal, bakteri sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
disekitarnya.
Pernyataan tersebut sama halnya dengan pendapat Suryadi dikutip oleh
Andra dan Yessie (2013, p. 213) yang menyatakan bahwa penyakit
neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi
terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik
terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki. Pasien
dengan diabetik juga mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan
sirkulasi adalah yang berhubungan dengan penyakit vaskuler perifer. Efek
sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Dengan adanya
gangguan pada saraf pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot
yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian
kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak
mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak
memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada
autonomik neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering,
antihidrosis yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi
untuk terjadinya gangren.

6. Pathway
Disfungsi pankeas
Defisiensi insulin

Hiperglikemia

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Penyakit penyakit penyakit neuropati retinopati nepropati


arteri pembuluh pembuluh
koronaria darah otak darah perifer
Trauma gangguan gagal
Penglihatan ginjal
kronik

Iskemia luka

Nyeri akut

Ulkus diabetikum
Kerusakan
Keterbatasan gerak lapisan kulit hilang integritas kulit
menyeluruh, meluas,
dan luka dalam.

Hambatan mobilitas
fisik gangren

gangguan citra tubuh amputasi

Gambar: pathway ulkus diabetikum menurut Andra dan Yessi.

A. Asuhan keperawatan diabetes mellitus


1. Pengkajian
Menurut Andra dan Yessie, (2013, p. 218)
a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,nomor
registrasi, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh- sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama, jika
keluhan utama adalah luka yang tidak sembuh-sembuh dan
berbau makan perawat harus menanyakan tentang kapan
terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
klien pernah menderita diabetes mellitus sebelumnya atau
penyakit lain seperti obesitas maupun arterosklerosis.
Tanyakan mengenai kebiasaan klien dan pola hidup atau
kebiasaan klien sebelumnya.
Tanyakan juga mengenai obat- obatan yang biasa dikonsumsi
pasien serta tanyakan adakah alergi terhadap obat tertentu atau
tidak serta tanyakan apakah klien pernah dirawat dirumah sakit
atau tidak, jika pernah dengan diagnosa apa.
Pada pengkajian ini perawat menanyakan apakah di keluarga
pasien ada yang menderita diabetes mellitus atau penyakit
keturunan atau degeneratif lain yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin seperti hipertensi dan jantung.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita diabetes mellitus atau penyakit
keturunanyang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misal, hipertensi, jantung.

b. Pengkajian data dasar


Menurut Doenges, ( 2000, p. 726)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerah/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan
tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas.
Lethergi/disorientasi, koma.
Penurunan kekuaran otot.
2) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, IM akut.
Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia.
Perubahan tekanan darah postural, hipertensi.
Nadi yang menurun/tidak ada.
Disritmia.
Kulit panas,kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : stres, tergantung pada orang lain.
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia.
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemik (infeksi), ISK
baru/berulang.
Nyeri tekan abdomen.
Diare.
Tanda : urin encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
Abdomen keras, adanya asites.
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Makanan/cairan
Gejala : hilang napsu makan.
Maul/muntah.
Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
korbohidrat.
Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa
hari/minggu.
Haus.
Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Kekakuan/distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah).
Bau halitosis/manis, bau buah (nafas aseton).
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening.
Sakit kepala.
Kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau
mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA atau diabetes
ketoasidosis).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda : wajah meringis dengan palpasi, tampak sangat berhati-
hati.
8) Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan /tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : lapar udara.
Batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
9) Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis.
Kulit rusak, lesi/ulserasi.
Menurunya kekuatan umum/rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah impoten pada pria, kesuliatan orgasme pada
wanita.

11) Penyuluhan/ pembelajaran


Gejala : faktor keluarga, DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, penyembuhan yang lambat.
Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid),
dilantindan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah).

c. Pemeriksaan penunjang (menurut Andra dan Yessie, 2013)


1) Pemeriksaan kadar glukosa
a) Gula darah sewaktu >200 mg/dL
b) Gula darah puasa >120 mg/dL
c) Gula darah dua jam post prandial >200 mg/dL
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka ulkus diabetikum.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya
sirkulasi darah ke jaringan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan rasa
nyeri pada luka.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan sebagaian
anggota tubuh.

3. Rencana keperawatan

No Keperawata Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


n
1. Nyeri akut NOC : NIC :
b.d agen 1. Pain level 1.1 Kaji nyeri
pencedera 2. Pain control menggunakan
fisik 3. Comfort level metode (PQRST)
Setelah dilakukan melipui skala,
tindakan Asuhan frekuensi Nyeri, dan
keperawatan selama lain-lain.
3 x 24 jam masalah 1.2 Pertahankan tirah
nyeri baring
berkurang atau hilang dan posisi yang
dengan kriteria hasil : nyaman.
1. Skala nyeri 1.3 Ajarkan teknik
berkurang (0-10) relaksasi napas dalam.
menjadi 4. 1.4 Monitor tanda-
2. Pasien terlihat rileks tanda vital.
atau nyaman. 1.5 Kolaborasi untuk
3. Pasien mampu pemberian analgetik.
mengontrol nyeri.
Gangguan NOC : NIC :
mobilitas 1. Joint Movement : 2.1 Kaji kemampuan
fisik b.d Active pasien
nyeri. 2. Mobility Level dalam mobilisasi
3. Self care : ADLs setiap hari.
4. Transfer 2.2 Monitoring tanda-
performance tanda
Setelah dilakukan vital pasien sebelum
asuhan keperawatan dan sesudah latihan.
selama 3 x 24 jam 2.3 Bantu pasien
diharapakan gangguan dalam pemenuhan
perfusi jaringan dapat ADLs.
diatasi dengan kriteria 2.4 Latih kemampuan
hasil: pasien dalam
1. Nyeri berkurang atau pemenuhan
hilang kebutuhan ADLs
2. Pergerakan/aktivitas secara mandiri
pasien bertambah sesuai kemampuan
dan tidak terbatasi pasien.
3. Pasien mampu 2.5 Kolaborasi
memenuhi dengan keluarga
kebutuhan secaramandiri pasien untuk
pemenuhan ADLs
pasien.
Gangguan/ NOC : NIC :
kerusakan 1. Tissue Integrity : 4.1 Anjurkan pasien
integritas Skin and Mucous memakai pakaian
kulit b.d 2. Membranes yang longgar.
agen 3. Hemodyalis akses 4.2 Hindari dari
pencedera Setelah dilakukan kerutan tempat tidur.
fisik asuhan keperawatan 4.3 Jaga kebersihan
selama 3 x 24 jam kulit agar tetap bersih
diharapkan masalah dan kering.
gangguan integritas kulit 4.4 Mobilisasi pasien
dapat teratasi dengan (ubah posisi), miring
kriteria hasil : kanan, miring kiri,
1. Integritas kulit yang setiap 2 jam.
baik dapat 4.5 Monitor
dipertahankan. perkembangan
2. Luka sembuh sesuai kulit pada luka post
kriteria. debridement setiap
3. Tidak ada luka atau hari.
lesi. 4.6 Mengobservasi
4. Perfusi jaringan baik. luka :
5. Menunjukkan proses perkembangan,
penyembuhan luka. tandatanda infeksi,
kemerahan,
perdarahan,
jaringan nekrotik,
jaringan granulasi.

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan
perbandingan yang sistemastis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien
segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Ditulis pada catatan perawatan, dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan yang merupakan rekapan akhir secara
paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyin E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medical Bedah Konsep Mind Mapping Dan
NANDA NIC NOC Soluis Cerdas Lulus Ukom Bidang Keperawatan. CV.
Trans Info Media Jakarta Timur.
Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. (2010). Catatan Kuliah Kelunturan Dasar
Manusia (Kdm). Yogyakarta: Nuha Medika.
Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endrokrin.
Jakarta: Trans Info Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Dewan Pengurus PPNI
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie MP. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah (Keperawatan Dewasa). Jogjakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai