Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL PRAKTIK PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY. “ “ DENGAN ULKUS DM DI


BANGSAL MELATI III RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun Oleh:
Melina Widiastuti, S.Kep 3213049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN V


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY. “ “ DENGAN ULKUS DM DI


BANGSAL MELATI III RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun Oleh:

MELINA WIDIASTUTI (3213049)

Tanggal:...................

Mahasiswa

(Melina Widiastuti)

Menyetujui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Kusnan, S.Kep., Ns) ( )


DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS

A. Defenisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein (Price, 2006).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Lewis,
2000).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer(Price, 2006).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah
(Umami,2007).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan
dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan
komplikasi serius akibat Diabetes (Noer, 2004).

1
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi Ulkus
Wagner membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Melitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang
tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2009), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah

2
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes

3
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
- Adanya hormone aterogenik
- Merokok
- Hiperlipidemia

4
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
- Kaki dingin
- Nyeri nocturnal
- Tidak terabanya denyut nadi
- Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
- Kulit mengkilap
- Hilangnya rambut dari jari kaki
- Penebalan kuku
- Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2009), patofisiologi dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.

5
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

6
E. Pathway

5
F. Tanda dan Gejala
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

6
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Smeltzer dan Bare (2009).

G. Akibat yang Ditimbulkan


Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai
akut dan kronik :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

7
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/ Jaringan Yang Terjadi Komplikasi
yang terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek
menyumbat arteri berukuran menyebabkan
besar atau sedang di jantung, penyembuhan luka yg
otak, tungkai & penis. jelek & bisa
Dinding pembuluh darah kecil menyebabkan penyakit
mengalami kerusakan sehingga jantung, stroke, gangren
pembuluh tidak dapat kaki & tangan, impoten
mentransfer oksigen secara & infeksi
normal & mengalami kebocoran
Mata Sirkulasi yg jelek menyebabkan Gangguan penglihatan &
penyembuhan luka yg jelek & pada akhirnya bisa
bisa menyebabkan penyakit terjadi kebutaan
jantung, stroke, gangren kaki &
tangan, impoten & infeksi
Ginjal 1. Penebalan pembuluh darah Fungsi Ginjal yang
ginjal buruk
2. Protein bocor ke dalam air Gagal Ginjal
kemih
3. Darah tidak disaring secara
normal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa 1. Kelemahan tungkai
tidak dimetabolisir secara normal yg terjadi secara
& karena aliran darah berkurang tiba-tiba atau secara
perlahan
2. Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri
di tangan & kaki
3. Kerusakan saraf
menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg 1. Tekanan darah yg


Otonom mengendalikan tekanan darah & naik-turun
saluran pencernaan 2. Kesulitan menelan &
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke 1. Luka, infeksi dalam
kulit & hilangnya rasa yg (ulkus diabetikum)
menyebabkan cedera berulang 2. Penyembuhan luka
yg jelek

8
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi,
terutama infeksi saluran
kemih dan kulit

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans ( islet cellantibody)

I. Penatalaksanaan Medis
1. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b) kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
a) Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu:
1. Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik:
a. Menghambat absorpsi karbohidrat
b. Menghambat glukoneogenesis di hati

9
c. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
d. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
e. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai
efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin:
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

10
J. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien
degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. NutrisI
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.

11
K. Diagnosa yang Muncul
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. Resiko Ketidakstabilan gula darah
8. Resiko Infeksi

12
9. Rencana Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1.Pain Management-1400
agen injuri fisik 3x24 jam nyeri klien berkurang dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kriteria hasil : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pain Control kualitas dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nyeri, mencari bantuan) non farmakologi dan inter personal)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 5. Berikan analgetik mengurangi nyeri kalau perlu
dengan menggunakan manajemen 6. Tingkatkan istirahat total klien (bedrest)
nyeri 7. Kolaborasikan dengan dokter terhadap pemberian
3. Skala nyeri turun jadi 2 analgetik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Kaji adanya alergi makanan
dengan mual, muntah. diharapkan Kebutuhan nutrisi 2. Ukur jumlah nutrisi dan kandungan kalori
terpenuhi 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Nutritional Status : food and Fluid serat untuk mencegah konstipasi

13
Intake 4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
1. Adanya peningkatan berat badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
sesuai dengan tujuan 5. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
2. Berat badan ideal sesuai dengan makanan harian.
tinggi badan 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
3. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
3. Kerusakan Integritas Jaringan NOC : Tissue Integrity : Skin and Wound Care
Mucous Membranes 1. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase,
Defenisi: Kerusakan membran Kriteria Hasil : warna, ukuran, dan bau
mukosa, korneal, kulit, atau  Integritas kulit yang baik bisa 2. Lakukan perawatan luka untuk mengganti
jaringan subkutan dipertahankan balutan luka dengan teknik aseptik
 Melaporkan adanya gangguan 3. Bersihkan luka dengan normal saline atau cairan
Batasan Karakteristik: sensasi atau nyeri pada daerah yang tidak berbahaya lainnya sesuai protap
1. Kerusakan jaringan (contohnya kulit yang mengalami gangguan 4. Posisikan pasien dengan tepat untuk
korne, membran mukosa, sub  Kulit tampak tertutup oleh jahitan menghindari tekanan di area luka
kutan) dengan baik 5. Tingkatkan konsumsi cairan
2. Hancurnya jaringan 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi pada keluarga
agar dapat mengenali sejak dini komplikasi dari

14
Faktor yang berhubungan: luka
1. Kerusakan Sirkulasi 7. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk
2. Iritasi bahan kimia menjaga kebersihan area luka
3. Defisit cairan
4. Kelebihan Cairan
5. Kerusakan Mobilitas fisik
6. Kurang Pengetahuan
7. Faktor Mekanik (seperti
tekanan, gesekan,
kekencangan)
8. Faktor nutrisi (sepertii
kekuranga atau kelebihan)
9. Suhu ekstrim
4. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3 x 24 jam, Exercise therapy : ambulation
muskuloskeletal mobilisasi klien terpenuhi bertahap 1. Kaji kemampuan klien untuk mobilisasi
dengan kriteria hasil: 2. Kaji kekuatan otot dan rentang gerak klien
Mobility Level 3. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
Kriteria Hasil : lihat respon pasien saat latihan
1. Klien tampak terpasang elastic 4. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang

15
verban rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
2. Klien dapat menggunakan crutch 5. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
(kruk) dengan baik berjalan dan cegah terhadap cedera
3. Memverbalisasikan kenyamanan 6. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
penggunaan walker untuk tentang teknik ambulasi
membantu berjalan  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
4. Kebutuhan sehari-hari klien  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
terpenuhi dengan bantuan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
5. Kurang pengetahuan berhubungan NOC : NIC :
dengan tidak mengenal (Familiar)  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
dengan sumber informasi  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
selama 3x24 jam diharapkan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
pengetahuan pasien bertambah dengan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

16
Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
1. Pasien dan keluarga menyatakan pada penyakit, dengan cara yang tepat
pemahaman tentang penyakit, 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
kondisi, prognosis dan program tepat
pengobatan 5. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
2. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 6. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
dijelaskan secara benar kemajuan pasien dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
menjelaskan kembali apa yang diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
dijelaskan perawat/tim kesehatan yang akan datang dan atau proses pengontrolan
lainnya penyakit
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

17
6. Defisit perawatan diri b/d NOC : NIC :
kelemahan, penyakitnya Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
(ADLs) 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri
Kriteria Hasil : yang mandiri.
1. Klien terbebas dari bau badan 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
2. Menyatakan kenyamanan terhadap untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
kemampuan untuk melakukan toileting dan makan.
ADLs 3. Bantu pemenuhan ADLs klien.
3. Dapat melakukan ADLS dengan 4. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
bantuan beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
5. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memb erikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Resiko Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan Glucose Monitoring
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor keadaan umum pasien
diharapkan risiko ketidakstabilan kadar 2. Moniror GDS darah 4 jam sekali
glukosa darah dapat teratasi dengan 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi (kadar gula
kriteria hasil : darah lebih dari 115 mg/dl, kulit dingin, lembab
1. Glukosa pasien dalam rentang dan pucat, takikardi,peka terhadap rangsang, tidak

18
normal (70 – 115 mg/dl) sadar, tidak terkoordinasi, bingung, mudah
2. Tidak ada tanda dan gejala mengantuk).
hiperglikemi pada pasien. 4. Kolaborasi pemberian Human Insulin 10 unit
3. Tidak terjadi syok dalam infus D5%.
8. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol infeksi)
dengan insisi bedah. keperawatan selama 3x24 jam tidak a) Batasi pengunjung bila perlu
ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria b) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
hasil: tindakan kperawtan
Risk Control c) Pertahankan lingkungan aseptik selama
a) Klien bebas dari tanda dan gejala pemasangan alat
infeksi d) Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
b) Jumlah leukosit dalam batas petunjuk umum
normal e) Tingkatkan intake nutrisi
f) Jaga Kebersihan lingkungan
g) Berikan terapi antibiotik bila perlu

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.
Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC) fourth edition. USA: Mosby,Inc.
Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing Outcomes
Classification(NOC) fourth edition. USA: Mosby,Inc.
Nanda International. 2012. NURSING DIAGNOSES : Defenitions &
Classifications. United States of America: NANDA International
Philadelphia.
Lewis, Sharon Martik, 2000. Medical Surgical Nursing, Missouri: Mosby.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Price, et al. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit edisi 4.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai