Anda di halaman 1dari 20

 

LAPORAN PENDAHULUAN
ULKUS DIABETIKUM
DI RUANG CEMPAKA RSUD H. SUWONDO KENDAL

Disusun Oleh
FAJAR ARDIAN AJI PRADANA
(201902040042)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2019
 

A.  PENGERTIAN
 Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari kegagalan
 pankreas untuk mensekresi
mensekr esi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan
glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia. DM
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus  berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM 
DM  dengan neuropati
 perifer , (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari
 Diabetes Mellitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
 penderita  Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Diabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
 plak atherosklerosis
atherosklerosis pada
 pada dinding pembuluh darah, (zaidah, 2005).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes mellitus ada
dua antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)).
Diabetes tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes
Mellitus Tergantung Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel
 beta pulau langerhans diakibatkan oleh proses autoimun serta idiopatik. Diabetes
Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes mellitus
(NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin.
Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta dan
resistensi insulin. Resistensi insulinmerupakan turunnya kemampuan insulin dalam
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat
 produksi glukosa oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi
insulin ini seutuhnya, yang dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya
ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan
glukosa maupun glukosa bersama perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta
 pancreas tersebut mengalami desentisisasi terhadap glukosa.

 
 

B.  KLASIFIKAS
KLASIFIKASII DM
1.  Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
2.  Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)

C.  ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.  Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.  Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
 b.  Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.  Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
seb agai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas. 
pankreas.  
2.  Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien

 
 

dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe
II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau  Non
 Insulin Dependent Diabetes Melitus
Melit us (NIDDM)
 (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3.  Diabetes dengan Ulkus
a.  Faktor endogen:
1)   Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
 penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan
aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2)  Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)  Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
 pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
 penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

 
 

a)  Adanya hormone aterogenik


 b)  Merokok
c)  Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
a)  Kaki dingin
 b)  Nyeri
 Nyeri nocturnal
c)  Tidak terabanya denyut nadi
d) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
e)  Kulit mengkilap
f)  Hilangnya rambut dari jari kaki
g) Penebalan kuku
h) Gangren kecil atau luas.
 b.  Faktor eksogen
1)  Trauma
2)  Infeksi

D.  PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.  Diabetes tipe I
Pada Diabetes
Pada  Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
 postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
 pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

 
 

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan


selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
 pemecahan lemak
l emak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
 berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
2.  Diabetes tipe II
Pada  Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
 poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes
Penyakit  Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
 pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
 berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai

 
 

vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
 penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang
masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun
yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya, (Anonim 2009).

E.  TANDA DAN GEJALA


1.  Diabetes Tipe I
a.  Hiperglikemia berpuasa
 b.  Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.  Keletihan dan kelemahan
d.  Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
 bau buah, ada perubahan tingkat
tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.  Diabetes Tipe II
a.  Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
 b.  Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
 polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
 penglihatan kabur
c.  Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
 perifer)
3.  Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus  panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
 peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.   Pain (nyeri)

 
 

 b.   Paleness (kepucatan)


c.   Paresthesia (kesemutan)
d.   Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.   Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a.  Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
 b.  Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.  Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.  Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
“.  
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III :  Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
osteomielitis.  
Derajat IV : Gangren  jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
 selulitis.  
 selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F.  PEMERIKSAAN  PENUNJANG 


1.  Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2.  Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, u
uji
ji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup
memakai GOD.
3.  HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
 berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-
6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan. 
bulan. 

 
 

4.  Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
5.  Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( inlet
cellantibody))
cellantibody

G.  PATHWAY

 
 

H.  FOKUS INTERVENSI


1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
· kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
· kerja OAD tingkat reseptor
 b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
· Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
(1) Menghambat absorpsi karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai
mempunyai efek intraseluler
 b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
 b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan
diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
 b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

 
 

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-
alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki
yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus  DM.
 DM.Menurut
Menurut Smeltzer dan
Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada  Diabetes Melitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan
 jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
 beberapa komponen dalam
dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

 
 

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita


penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = ------------------X
------------------ X 100 %
TB (cm) – 
(cm) –  100
 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90
90 – 
 –  110
 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 
120 –  130
 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 
130 –  140
 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 
140 –  200
 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
 penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40
40 – 
 –  60
 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
 b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga
berolahra ga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)

 
 

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki 
1. Hiegene kaki:
· Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara men
menekan,
ekan,
 jangan digosok
· Setelah kering
kering diberi lotion
lotion untuk
untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan
yang berlebih
· Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
· Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
· Gunakan kaos kaki yang
yang tipis dan
dan hangat serta tidak sempit
· Bila terdapat callus, hilangkan
hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki
kaki yang
yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
masalah
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
 penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita  DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar
gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau
infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan

 
 

hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol


gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara
secar a total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus
ulkus.. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
 bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
 pengobatan atau pembedahan dapat
dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
 b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

I.  PENGKAJIAN
PENGKAJIAN  
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat : 

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2. Sirkulasi
Sirkulasi  
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
3.  Eliminasi
 Eliminasi  
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi
 Nutrisi  

 
 

 Nausea, vomitus, berat badan menurun,


menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori
 Neurosensori  
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri
 Nyeri  
Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi
 Respirasi  
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan
 Keamanan  
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Seksualitas  
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

J.  DIAGNOSA  KEPERAWATAN


1.  Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.  Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien
4.  Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
6.  Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.  Risiko ketidakstabilan kadar gula darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes mellitus
8.  Resiko infeksi

 
 

K.  RENCANA KEPERAWATAN

No  Diagnosa  NOC  NIC 


1 Nyeri akut b/d agen injuri fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan
keperawatan selama Pain management
lebih dari 1x24 jam klien dapat mengatasi 1.  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
nyerinya ditandai dengan : Pain Control  meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
1.  Dapat mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
2.  Klien dapat menggunakan tindakan dan faktor pencetus
 pengurangan nyeri tanpa analgesic 2.  Berikan informasi mengenai nyeri

3.  Klien melaporkan perubahan terhadap gejala 3.  Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
nyeri pada professional kesehatan 4.  Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
4.  Klien mengenali apa yang terkait dengan mencetuskan nyeri dan meningkatkan nyeri
gejala nyeri 5.  Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
5.  Klien melaporkan nyeri yang terkontrol menurunkan dan memperberat nyeri
6.  Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
7.  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
8.  Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri non
farmakologi, sesuai kebutuhan

2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Nutrition Management 


kurang dari kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan pasien mampu: 1.  Kaji pola makan klien
 berhubungan dengan Nutritional Status : food and Fluid Intake 2.  Kaji adanya alergi makanan.
ketidakmampuan tubuh Kriteria Hasil : 3.  Kaji makanan yang disukai oleh klien.
mengabsorbsi nutrien 1.  Adanya peningkatan berat badan sesuai 4.  Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi
dengan tujuan terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
2.  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 5.  Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
3.  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi nutrisinya.
4.  Tidak ada tanda tanda malnutrisi 6.  Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung
5.  Tidak terjadi penurunan berat badan yang cukup serat untuk mencegah konstipasi.
 berarti 7.  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
 pentingnya bagi tubuh klien.

Nutrition Monitoring
1.  Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2.  Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3.  Monitor lingkungan selama makan.
4.  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
 bersamaan dengan waktu klien makan.

 
 

5.  Monitor adanya mual muntah.


6.  Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
 bengkak dsb.
7.  Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Wound care 
 berhubungan dengan faktor 3x24 jam diharapkan pasien mampu: 1.  Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan

mekanik: perubahan sirkulasi, Wound healing  kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers
imobilitas dan penurunan Kriteria hasil : 2.  Catat karakteristik cairan secret yang keluar
sensabilitas (neuropati) 1.  Luka mengecil dalam ukuran dan 3.  Bersihkan dengan cairan anti bakteri
 peningkatan granulasi jaringan 4.  Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
2.  Tidak ada tanda-tanda infeksi 5.  Lakukan nekrotomi K/P
3.  Ketebalan dan tekstur jaringan normal 6.  Lakukan tampon yang sesuai
4.  Pasien menunjukkan pemahaman dalam 7.  Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
 proses perbaikan kulit dan mencegah 8.  Lakukan pembalutan
terjadinya cidera berulang 9.  Pertahankan tehnik dressing steril ketika
melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan

 pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Asuhan keperawatan, dapat Terapi Exercise : Pergerakan sendi 
 berhubungan dengan tidak teridentifikasi Mobility level 1.  Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
nyaman nyeri, intoleransi Joint movement: aktif. 2.  Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, penurunan kekuatan Self care:ADLs 3.  Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan
otot Dengan criteria hasil:  pergerakan sendi
1.  Aktivitas fisik meningkat 4.  Pastikan klien untuk mempertahankan
2.  ROM normal  pergerakan sendi
3.  Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan 5.  Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan
kemampuan dalam bergerak latihan
4.  Klien bisa melakukan aktivitas 6.  Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
5.  Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun keteraturan, Latih ROM pasif.
dibantu oleh perawat atau keluarga Exercise promotion
1.  Bantu identifikasi program latihan yang sesuai
2.  Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai
latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi  
1.  Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur

 
 

sesuai toleransi
2.  Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3.  Fasilitasi penggunaan alat Bantu

5. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Teaching : Dissease Process 
 penyakit dan perawatan nya 3x24 jam diharapkan pasien mampu: 1.  Kaji tingkat pengetahuan klie
klien
n dan keluarga
Knowledge : Illness Care dg kriteria tentang proses penyakit

1.  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman 2.  Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan dan gejala serta penyebab yang mungkin
 program pengobatan 3.  Sediakan informasi tentang kondisi klien
2.  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan 4.  Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti
 procedure yang dijelaskan secara
secara benar dengan informasi tentang perkembangan klien
3.  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 5.  Sediakan informasi tentang diagnosa klien
kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim 6.  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
kesehatan lainnya diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau kontrol proses
 penyakit
7.  Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
 pengobatan

8.  Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau


terapi
9.  Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
12. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan
gejala yang muncul pada petugas kesehatan
13. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Self care assistance bathing/hygiene 
3x24 jam diharapkan pasien mampu: 1.  Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan diri
indicator : 2.  Monitor kebutuhan akan personal hygiene,

1.  Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari  berpakaian, toileting dan makan
(makan, berpakaian, kebersihan, toileting, 3.  Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan
ambulasi) untuk merawat diri
2.  Kebersihan diri pasien terpenuhi 4.  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3.  Mengungkapkan secara verbal kepuasan 5.  Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-
tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral hari sesuai kemampuannya

 
 

6.  Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin


7.  Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
8.  Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan
dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

7. Risiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Managemen Hipoglikemia:


gula darah dengan faktor risiko diharapkan perawat akan menangani dan 1.  Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

kurang pengetahuan tentang meminimalkan episode hipo / hiperglikemia 2.  Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar
manajemen diabetes mellitus gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
 pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak
sadar , bingung, ngantuk.
3.  Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk /
sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula
darah > 69 mg/dl
4.  Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.  K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia 
1.  Monitor GDR sesuai indikasi

2.  Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ;


gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton,
sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia,
mual dan muntah, tachikardi, TD rendah,
 polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan,
 pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
Na,K,Po4 menurun.
3.  Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.  Berikan insulin sesuai order
5.  Pertahankan akses IV
6.  Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.  Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
8.  Hiperglikemia menetap atau memburuk
9.  Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
10. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
11. khususnya adanya keton pada urine
12. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer
dan kalium
13. Anjurkan banyak minum
14. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

 
 

8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Infection control


3x24 jam diharapkan pasien mampu: 1.  Pantau tanda dan gejala infeksi primer &
Immune Status sekunder
Knowledge : Infection control 2.  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Risk control 3.  Batasi pengunjung bila perlu.
1.  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4.  Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci
2.  Jumlah leukosit dalam batas normal tangan saat kontak dan sesudahnya.
3.  Pasien menunjukkan kemampuan untuk 5.  Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci

mencegah timbulnya infeksi tangan.


4.  Pasien menunjukkan perilaku hidup sehat 6.  Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
5.  Pasien mampu mendeskripsikan proses tindakan keperawatan.
 penularan penyakit, factor yang 7.  Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
mempengaruhi penularan serta  pelindung.
 penatalaksanaannya 8.  Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9.  Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap
hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda  –  
tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.

13. Monitor hitung granulosit dan WBC.


14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.

Anda mungkin juga menyukai