DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Diah Merdekawati, M.Kep
Ns. Ani Astuti, M.kep, Sp.KMB
Disusun Oleh:
Kelompok Phil Barker
Mardiana, S.Kep 2114901042
Dedi Pratama, S.Kep 2114901044
Hetti Marini , S.Kep 2114901045
Misewardaiyusi, S.Kep 2114901046
Lastri Ramauli Siregar, S.Kep 2114901047
Rico Hernanto, S.Kep 2114901049
Netty Yopita Sannaria, S.Kep 2114901051
Muhammad Fathoni, S,Kep 2114901052
Rahma Agustina, S.Kep 2114901053
Purnamasari, S.Kep 2114901055
Rita Lestari, S.Kep 2114901062
Martina Ardi, S.Kep 2114901036
Paisol, S.Kep 2114901030
Lusiana Sari, S.Kep 2114901065
6. Metode
a. Persentase
b. Diskusi atau bertukar pendapat
c. Tanya Jawab
d. Demonstrasi
e. Simulasi.
7. Media dan alat
a. Proyektor
b. Leptop
9. Materi (Terlampir)
10. Pengorganisasian
c. Fasilitator :
1) Mardiana
2) Rahma Agustina
3) Rita Lestari
4) Purnamasari
5) Hetty Marini
7) Lusiana
8) Dedi Pratama
9) Rico Hernanto
d. Observer : Misewardaniyusi
e. Dokumenter : Paisol
11. Uraian Tugas
1. Tugas moderator
a. Memperkenalkan diri, anggota kelompok, dan pembimbing
b. Mengkoordinasikan semua kegiatan
c. Membuka dan menutup kegiatan
d. Menjelaskan topic, kontrak waktu, dan tujuan kegiatan
e. Mengarahkan jalannya kegiatan
f. Memberi kesempatan audiens untuk bertanya dan mengemukakan pendapat
g. Menyimpulkan kegiatan
2. Tugas presenter
a. Menyusun rencana kegiatan SAP
b. Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
c. Menjelaskan dan mendemontraksikan kegiatan yang di lakukan kepada
audiens
d. Memotivasi anggota mengemukakan pendapat dan memberikan umpan balik
3. Tugas fasilitator
a. Memotivasi audiens agar berperan aktif selama kegiatan
b. Memfasilitasi dalam kegiatan
c. Membuat dan menjalankan absensi kegiatan
4. Tugas observer
a. Mengamati jalannya kegiatan
b. Mencatat prilaku verbal dan no verbal selama kegiatan berlangsung
c. Membuat laporan hasil kegiatan yang telah di lakukan
12. Setting Tempat.
Keterangan :
infokus Peserta
Meja Fasilitator
Moderator Operator
Presenter
13. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Kegiatan dan Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audiens
Waktu
14. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
3. Evaluasi hasil
diabetikum.
12
memperhatikan alas kaki yang digunakan dan disesuaikan dengan bentuk kaki
untuk mencegah terjadinya ulserasi (Cuestavargas, 2019).
4. Imunopati
Imunopati terlibat dalam kerentanan yang ada pada pasien diabetes terhadap
infeksi serta potensi untuk meningkatkan respons normal inflamasi. Infeksi pada
luka dapat mudah terjadi karena sistem kekebalan atau imunitas pada pasien DM
mengalami gangguan (compromise). Gangguan pertahanan tubuh yang terjadi
akibat dari hiperglikemia yaitu kerusakan fungsi leukosit dan perubahan morfologi
makrofag. Selain menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula darah yang
tinggi merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Penurunan
kemotaksis faktor pertumbuhan dan sitokin, ditambah dengan kelebihan
metaloproteinase, menghambat penyembuhan luka normal dengan menciptakan
keadaan inflamasi yang berkepanjangan (Pitocco et al., 2019).
5. Trauma
Tidak disadarinya trauma yang terjadi dapat disebabkan oleh penurunan
sensasi nyeri pada kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang berulang, seperti
pemakaian alas kaki yang sempit, terbentur benda keras, atau pecah-pecah pada
daerah tumit disertai tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi
pada kaki (Perezfavila et al., 2019).
6. Infeksi
Bakteri yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik gram positif kokus
seperti Staphycocus aureus dan β-hemolytic streptococci. Banyak terdapat jaringan
lunak pada telapak kaki yang rentan terhadap infeksi serta penyebaran yang mudah
dan cepat kedalam tulang sehingga dapat mengakibatkan osteitis. Ulkus ringan
pada kaki apabila tidak ditangani dengan benar dapat dengan mudah berubah
menjadi osteitis/osteomyelitis dan gangrene. Kadar gula darah yang buruk,
disfungsi imunologi dengan gangguan aktivitas leukosit dan fungsi komplemen
mengakibatkan perkembangan infeksi jaringan yang invasif. Polymicrobial
(staphlycocci, streptococci, enterococci, Infeksi Escherichia coli dan bakteri gram
negatif lainnya) sering terjadi, begitu juga dengan adanya antibiotic strain bakteri
resisten, terutama methicillin-resistant Staphlycoccus aureus (MRSA) dalam 30-
40% kasus (Bandyk, 2019)
13
C. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
14
c. Ulkus diabetik tipe arterial : Luka arterial juga dikenal dengan luka iskemik
adalah luka kronis yang sukar sembuh karena menurunnya sirkulasi aliran darah
ke bagian kaki karena adanya penyumbatan arteri di kaki dapat dampak dari
aterosklerosis. Lokasi luka pada umumnya sering di tumit, ujung jari kaki, di
antara jari kaki di mana jari kaki saling bergesekan atau di mana saja tulang
menonjol. Kulit di sekitarnya biasanya tampak ditekan pada luka arterial.
d. Ulkus diabetik yang mengalami luka venous : adalah luka yang diakibatkan oleh
inkompetensi atau tidak tepat fungsi pada sistem katup vena di kaki. Luka
venous memiliki ciri yang sangat khas : Edema yang kuat, deposit hemosiderin
(pigmentasi coklat kemerahan), lipodermatosclerosis (adalah kondisi peradangan
kronis yang ditandai dengan fibrosis subkutan dan pengerasan kulit pada tungkai
bawah). Vena superfisial melebar dan dapat berliku, dapat teraba hangat,
atrophie blanche (tampak warna putih dan keras) ,Eksim, dan tepi luka tampak
edema.
2. Jenis Perawatan ulkus
a. Konvensional Dressing
Konvensional dressing adalah perawatan luka konsep kering menggunakan
kompres kasa steril dengan menggunakan dengan cairan normal salin (NaCl)
dan ditambahkan iodine povidine (Wijaya, 2018).
b. Modern Dressing
Modern dressing atau balutan ulkus modern adalah suatu bahan yang
menutupi luka yang menggunakan konsep moist atau lembap. Konsep lembap
yang digunakan bertujuan untuk mempercepat proses fibrinolysis,
pembentukan kapiler pembuluh darah baru (angiogenesis), menurunkan
infeksi, mempercepat pembentukan sel aktif (neutrophil, monosit, makrofag
dan lainnya), dan pembentukan factor-faktor pertumbuhan (Carville.K, 2007
dalam Wijaya, 2018).
Teknik rawat ulkus modern dressing lebih efekftif daripada konvensional
yang dibuktikan dengan penelitian tentang tehnik perawatan luka modern dan
konvensional terhadap kadar interkulin 1 dan interkulin 6 pada pasien luka
diabetik. Proses penyembuhan luka dipengaruhi faktor pertumbuhan sitokin,
hal ini akan dirangsangoleh pembalutan luka tehnik pembalutan luka modern
(kalsiun alginat) dapat menyerap luka drainase, non oklusive, non adhesive
dan debridment autolitik (Nontji, Hariati dan Arafat, 2015).
15
3. Prosedur Perawatan Ulkus
Adapun langkah proses perawatan ulkus secara umum di bagi menjadi 3
tahapan (Carvile.K, 1998 dalam Aminuddin et al, 2020) yaitu:
a. Pencucian luka
Langkah pertama pada perawatan luka adalah membuka balutan luka
yang dilanjutkan pencucian luka. Langkah ini mengawali perawatan luka
sebelum dilakukan pengkajian luka. Pencucian luka merupakan salah satu hal
yang sangat penting dalam perawatan luka. Pencucian luka dibutuhkan untuk
membersihkan luka dari mikroorganisme, benda asing, jaringan mati selain
itu pencucian luka dapat memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian
luka sehingga perawat dapat dengan tepat menentukan tujuan perawatan luka
dan pemilihan balutan. Pencucian luka yang baik dan benar akan mengurangi
waktu perawatan luka atau mempercepat proses penyembuhan luka.
b. Pengkajian luka
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna
bahwa pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada
namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat
penyembuhan luka.
c. Pemilihan balutan
Luka menyebabkan desintegrasi dan discontuinitas dari jaringan kulit.
Sebagai akibatnya fungsi kulit dalam memproteksi jaringan yang ada di
bawahnya menjadi terganggu. Kulit sama seperti baju yakni memberikan
perlindungan bagi jairngan yang ada di bawahnya dari paparan secara fisik,
mekanik, biologis maupun kimiawi dari lingkungan eksternal. Oleh karena itu
tujuan utama dari balutan luka (wound dresssing) adalah menciptakan
lingkungan yang kondusif dalam mendukung proses penyembuhan luka.
Seperti baju yang memiliki ukuran, corak, dan warna, balutan luka (wound
dressing) bersifat individual bergantung pada karakteristik dari luka itu
sendiri.
16
E. Format Pengkajian Luka Design
1. Perkembangan Format Pengkajian Luka Design
Apa itu DESAIN/DESAIN-R? Pengembangan DESAIN (2002)
1) Pada tahun 2002, Komite Pendidikan Ilmiah Masyarakat Jepang Pressure
Ulcers (JSPU) mengembangkan DESIGN sebagai alat untuk menilai tingkat
keparahan ulkus dekubitus dan memantau penyembuhannya. Alat ini
mengklasifikasikan maag keparahan berdasarkan kebutuhan pengobatan atau
perawatan.
DESIGN adalah akronim yang berasal dari enam komponen alat: kedalaman,
eksudat, ukuran, inflamasi/infeksi, jaringan granulasi, dan jaringan nekrotik.
ditambahkan ke akronim ketika ada kantong (merusak). Setiap item dinilai
dalam tiga sampai tujuh kelas, dan skor total dihitung; lebih tinggi skor
menunjukkan keparahan yang lebih besar. Panitia menggunakan metode
konsensus (teknik kelompok nominal) untuk mengembangkan alat. Panitia
terdiri dari fasilitator, satu perwakilan masing-masing dari departemen
penyakit dalam, bedah, dermatologi, dan operasi plastik, dan dua perawat
ostomi luka dan kontinensia. Keandalan dan validitas DESIGN telah
ditunjukkan. DESAIN adalah alat yang sangat berguna untuk pemantauan
kronologis ulkus tekanan individu.
2) Revisi ke DESIGN-R (2008) Dengan DESIGN, sulit untuk membandingkan
proses penyembuhan luka antara ulkus tekanan yang berbeda pada pasien yang
berbeda karena kurangnya statistic penimbangan komponen. Misalnya, ulkus
dengan granulasi yang baik jaringan mungkin memiliki skor yang sama dengan
ulkus dengan kantong kecil. Karena itu, revisi alat diperlukan untuk
membedakan tingkat penyembuhan secara akurat. Pertama, studi seri kasus
retrospektif skala besar yang melibatkan 2.598 pasien dilakukan, diikuti oleh
studi kasus seri prospektif dengan 1.003 pasien. Untuk setiap studi, sejumlah
besar peserta terdaftar di kedua kelompok penyembuhan dan non-
penyembuhan menggunakan analisis bahaya Cox. Berdasarkan analisis statistik
ini, kami mengembangkan alat baru dan tervalidasi, ''DESIGN-R'', untuk
memantau penyembuhan luka "R" adalah singkatan dari "peringkat".
Menggunakan DESIGN-R, kita tidak dapat membandingkan ulkus dekubitus
hanya pada pasien yang sama, tetapi juga di antara pasien yang berbeda yang
dirawat di rumah sakit bangsal dan rumah sakit yang berbeda. Pada tahun
17
2008, alat DESIGN-R diterbitkan; sejak itu telah banyak digunakan di seluruh
Jepang sebagai skala penilaian ulkus dekubitus dengan dapat diterima validitas
prediktif. Baru-baru ini, alat ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
3) Pada tahun 2012, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan di
Jepang memperkenalkan DESIGN-R dalam lembar perencanaan perawatan
untuk penggantian biaya
2. Manfaat Format Pengkajian Luka Design Aplikasi DESIGN-R tidak digunakan untuk luka
tekan selama fase akut, karena status luka dengan cepat berubah dan luka menunjukkan
banyak patologis manifestasi selama fase akut. DESIGN-R tidak cocok untuk pemantauan
perubahan yang begitu cepat. Pada fase kronis, DESIGN-R dievaluasi seminggu sekali
atau kapan saja: perubahan status luka (misalnya, karena debridement atau pembedahan).
Tujuan: DESIGN-R digunakan untuk dua tujuan:
1) untuk menilai tingkat keparahan ulkus dekubitus
2) Evaluasi keparahan
Tingkat keparahan setiap item diklasifikasikan sebagai "sedikit", ditunjukkan
dengan huruf kecil, atau "serius", ditunjukkan dengan huruf besar. Oleh karena itu,
status luka bisa menjadi ditentukan dengan cepat oleh sistem huruf yang unik ini.
Misalnya, jika kedalaman ukuran, dan derajat nekrosis diklasifikasikan sebagai
serius dan terdapat kantong, luka akan digambarkan sebagai "D-eSigNP". Pedoman
dari Japanese Society of Pressure Ulcers merekomendasikan topikal pengobatan
dan perawatan berdasarkan klasifikasi keparahan DESIGN-R Memantau
penyembuhan Enam dari komponen DESAIN (kedalaman dikecualikan) diberi
bobot menurut hubungannya dengan tingkat penyembuhan, dan skor mereka dapat
dijumlahkan menjadi buat skor total DESIGN-R, yang berkisar dari 0 (sembuh)
hingga 66 (terbesar kerasnya). Validitas prediktif skor total DESIGN-R dan
perubahan mingguan dalam hal ini skor diverifikasi
18
PENGKAJIAN LUKA
Tanggal
Design
Tidak ada luka, dan tercapai
Dept 0
kemerahan
1 Kemerahan yang persisten
2 Sampai ke dermis
3 Hanya sampai subkutaneus
4 Sampai ke otot
5 Sampai ke tulang
Exudate 0 Tidak ada eksudat
Luka ringan (tidak perlu ganti
1
balutan setiap hari)
Moderat (perlu ganti balutan setiap
2
hari)
Berat (perlu ganti balutan minimal
3
sekali/ lebih dalam sehari)
Size 0 Tidak ada luka
1 4 cm
2 4 cm S 16 cm
3 16 cm S 36 cm
4 36 cm S 64 cm
5 64 cm S 100 cm
Imflamation 0 Tidak ada tanda/ gejala imflamasi
Tanda/ gejala inflamasi (rubor,
1
dolor, color, tumor, functiolaesa)
Sebagai tanda infeksi (inflammation
2
symptoms and small odor)
Luka mengalami infeksi dan sampai
3
infeksi sistemik (hyperthermia)
Granulation 0 Superfisial tidak dapat di evaluasi
1 Granulasi lebih dari 90%
2 Granulasi 50% - 90%
3 Granulasi 10% S 50
4 Garnulasi < 10%
5 Tidak ada granulasi
Necrotic 0 Tidak terdapat jaringan nekrosis
1 Jaringan nekrosis lunak
2 Keras dan tebal
Pocket 1 4 cm
2 4 cm S 16 cm
3 16 cm S 36 cm
4 Lebih dari 36 cm
Ket : Hasil dari pengkajian menggunakan instrumen ini, bahwa semakin kecil jumlah
dari total skor adalah semakin baik dan sebaliknya
19
4. Evidance Based Penggunaan Format Pengkajian Luka
menyatakan bahwa DESIGN adalah instrumen yang paling umum digunakan untuk
mengkaji luka. Komponen yang paling sering dinilai adalah ukuran (area, volume,
oleh perawat setelah diberikan materi oleh peneliti. Penelitian Silaban, et al (2019) juga
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Azzida Dzaher. (2016). Peran perawat pada manajemen kaki penderita diabetes.
Retrieved from https://today.mims.com/peran-perawat-pada-manajemen-
kaki-penderita-diabetes
Bandyk, D. F. (2019). The diabetic foot: Pathophysiology, evaluation, and treatment.
Seminars in Vascular Surgery, 1–6.
https://doi.org/10.1053/j.semvascsurg.2019.02.001
Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Boulton AJ, Armstrong DG, Albert SF, et al. 2008. Comprehensive Foot Examination and
Risk Assessment. Diabetes Care. 31: 1679-85
Brunner dan Suddarth. (2014). Keperawatan medikal Bedah Brunner & Suddarth. EGC
Delmas. (2006). Best Pratice in the Assessment and Management of Diabetic Foot Ulcers.
Rehibilition Nursing
dr. Wahjoepramono. (2010). Ulkus Diabetikum(pp. 7–37). pp. 7–37. Retrieved from
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/ulkus-diabetikum/
patofisiologi
Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority , vol 4 no 5, 93- 101.
Handayani, T. ( 2010 ). Pengaruh pengelolaan depresi dengan latihan pernafasan yoga
( pranayama ) terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum di
rumah sakit pemerintah Aceh. Desertasi Universitas Indonesia.
Indasyah, E. and Ananta, A. (2018) ‘Rancang Bangun Sistem Informasi dan Monitoring
Level Stress Penderita Diabetes Millitus ( DM ) Berbasis Android’, 3(1).
Lestari, M. A. (2013). Gambaran Distribusi Faktor Risiko Pada Penderita Ulkus
Diabetika Di Klinik Kitamura PKU Muhammadiyah Pontianak.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/4142
Morison, M. J. (2012). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta
Purwanti,O,S (2013). Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadi Ulkus Kaki Pada Pasien
Diabetes Mellitus Di Rsud Dr. Moewardi. Tesis. FIK:UI
Zaidah 2005. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Jakarta: EGC.
Merdekawati, D. & Astuti, A (2019). Drill Method to Improve Diabetic Ulcer Treatment
Competency. Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic (INJEC); 14
(1), 36-43.
Silaban, R., Lestari, P., Daryeti, M. & Merdekawati, D. (2019). Ankle Brachial Indeks
(ABI), Kadar Glukosa Darah dan Nutrisi pada Ulkus Diabetikum. Jurnal
Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan: 4(3); 449-455.
American Diabetes Association (ADA). (2014). Diagnosis and Clasification of Diabetes
Mellitus: Diabetes Care Volume 3, Supplement.
http://care.diabetesjournals.org/content/37/Supplement_1/S81.full.pdf+html
Ariningrum et al. (2017). Buku Keterampilan Klinis Manajemen Luka. Surakarta. FK
Universitas Sebelas Maret.
Damsir, 2018. Analisis Manajemen Perawatan Luka Pada Kasus Luka Diabetik Di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Arifin Nu’mang Kabupaten Sidrap.
Jurnal Kesehatan, Vol. 1 No. 2 (April, 2018)
Decroli, E et al. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang. FK Unand.
Dina Dewi SL, 2009. Modern dressing improve the healing process in diabetic wound.
Vol XXV No 1 April 2009.
Doddy YP, 2017. Studi Kasus Uji Pra Klinik Perawatan Ulkus Kaki Diabetic Dengan
Topikal Hidrokoloid Kunyit. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 13, No.
2, Desember 2017: 111-119.
Tiara, 2018. Efektifitas perawatan luka kaki diabetik menggunakan balutan modern di
rsup sanglah denpasar dan klinik dhalia care. Jurnal Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Werna Nontji, 2015. Teknik perawatan luka modern dan konvensional terhadap kadar
Interleukin 1 dan interleukin 6 pada pasien luka diabetic. Jurnal Ners Vol. 10
No. 1 April 2015: 133–1
23
Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka
PENGERTIAN
dengan tekhnik steril.
GAMBAR
24
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien dan keluarga.
C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Basahi kasa dengan bethadin kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan area sekitar luka bagian
luar sampai bersih dari kotoran. (gunakan teknik memutar
searah jarum jam)
8. Basahi kasa dengan cairan NaCl 0,9% kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan area luka bagian dalam.
(gunakan teknik usapan dari atas ke bawah)
9. Keringkan daerah luka dan Pastikan area daerah luka
bersih dari kotoran.
10. Beri obat luka sesuai kebutuhan jika perlu.
11. Pasang kasa steril pada area luka sampai tepi luka.
12. Fiksasi balutan menggunakan plester atau balautan
verband sesuai kebutuhan.
13. Mengatur posisi pasien seperti semula.
14. Alat-alat dibereskan.
15. Buka sarung tangan.
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.
25
26